"Tak terasa, beberapa menit lagi pertandingan berakhir pecinta bola. Akankah terjadi skor seimbang sore ini? Atau akan ada keajaiban di menit menit terakhir pertandingan? Mari kita simak sama sama. Sementara di tengah lapangan ada Adi yang menggiring bola menuju ke sayap kiri. Di sana sudah ada Ucup yang dengan santai menerima umpan dari Adi, dan kini bola sudah di kuasai Ucup. Dengan kelincahan khas seorang ucup dia menggiring bola tanpa perlawanan yang berarti. Ada Julian disana yang sudah berdiri di depan mistar gawang dan siap menerima umpan dari rekannya. Bes! Ucup melepas bola ke arah Julian dan Goooalllll!"
"Yeeehhh! Masuk! Gooal!"
Priiiiiiiiiit! Priiiiiit!
"Akhirnya pertandingan berakhir dengan skor dua satu untuk kesebelasan ERLAS atau Erwe SebeLas."
"Horee! Hidup Erlas! Hidup Julian!"
Sorak sorai pendukung kesebelasan itu sangat ramai dan sangat meriah. Nama Julian seketika menggema memenuhi langit lapangan sore karena pemuda itu menyumbang dua goal sekaligus, menjadi tanda kalau kesebelasan yang dipimpin Julian berhasil menjadi juara antar desa.
Pemuda Rw sebelas menjadi perwakilan desa dimana pemuda bernama Julian tinggal. Karena pada acara liga antar Rw, kesebelasan Erlas juga memenangkan lomba sepak bola antar Rw beberapa waktu lalu. Oleh sebab itu kesebelasan tersebut berhak mewakili desanya untuk menghadapi laga antar desa.
"Hidup Julian! Hidup Julian! Hidup Julian!"
Nama Julian semakin melambung sore ini. Wajahnya yang tampan seakan menjadi pelengkap atas prestasinya yang dia raih sebagai pemuda di desa tempat dia tinggal.
Julian Alonso Darwin. Pria sederhana berusia dua puluh empat tahun. Dia hanya tinggal bersama ibunya. Karena sebuah kejadian, dia harus berpisah dengan ayahnya. Julian sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada orang tuanya sehingga mereka berpisah sejak usia Julian lima tahun tahun.
Julian juga memiliki paman dan bibi yang sangat baik kepadanya serta memiliki tiga adik sepupu yang sangat dia sayangi. Mereka hidup dalam satu rumah. Keluarga Julian sebenarnya bukan asli warga desa itu. Mereka hanya pendatang sejak orang tua Julian berpisah.
Karena hanya lulusan SMA, Julian memilih membuka usaha sendiri dengan berjualan batagor dan siomay. Ilmu itu dia dapatkan saat Julian bekerja di sebuah pabrik di bandung dan ngekos di rumah juragan batagor serta siomay. Dari sana lah dia belajar, bahkan dia sering ikut jualan saat sedang libur bekerja.
Beruntung, rumah Julian berada di tepi jalan berdekatan dengan beberapa sekolah. Julian menggunakan peluang itu untuk membuka usahanya di depan rumah. Usaha Julian cukup laris meski belum genap setahun berjalan. Selain rasa batagor dan siomay yang cukup enak, wajah tampan Julian yang agak kebulean juga menjadi daya tarik pembeli yang kebanyakan wanita.
Banyak wanita yang menaruh hati pada Julian, tapi banyak juga yang harus menelan rasa kecewa karena Julian selalu bersikap dingin pada wanita. Bahkan banyak yang menyangka kalau Julian adalah pria penyuka sesama jenis karena sifatnya itu.
Sebenarnya, Julian bersikap seperti itu karena dia memiliki sifat pemalu yang lumayan kepada lawan jenis yang terang terangan naksir sama dia. Setiap kali Julian berduaan dengan seorang wanita, Julian akan berubah jadi pria pendiam karena malu. Selain pemalu, dia juga selalu bingung jika berbicara empat mata dengan wanita. Bahkan kadang juga timbul rasa gelisah yang berlebihan hingga secara spontan mengatakan kata yang kasar pada wanita yang menyatakan perasaannya.
Karena kondisinya itulah, Julian memilih menghindari kontak dengan wanita yang menyukainya. Saat ada wanita berkirim chat pun, Julian jarang menanggapinya karena tidak mau disangk memberi harapan. Sebab itulah nama Julian menjadi begitu buruk di kalangan anak muda karena sikapnya yang terkesan anti wanita.
"Yeeeaahh!"
Sorak kemenangan menggema dari atas panggung saat sebuah piala tanda juara diterima Julian dari Bapak camat. Nama Julian pun kembali melambung di angkasa.
"Keren kau, Jul! Berkat kamu, kita berhasil memenangkan pertandingan ini," seru Ucup sahabat sekaligus rekan satu tim.
"Keren apaan, kalau nggak ada kalian, mana mungkin aku bisa melawan musuh," balas Julian merendah.
"Ah kebiasan kau, Jul. Selalu aja begitu," gerutu Ucup.
"Kayak kamu nggak kenal Julian aja, Cup. Dia emang suka begitu," timpal Adi, sahabat Julian juga sekaligus rekan satu timnya. Julian hanya menunjukkan senyum lebarnya menyaksikan tingkah dua sahabatnya.
Seharusnya sahabat Julian ada tiga, yang satu namanya Faiz. Tapi dia tidak suka main bola, makanya dia tidak kelihatan disana. Dia juga sedang ada urusan lain karena sebentar lagi Faiz akan menikah.
"Mending kita pulang, buat siap siap menghadap pak lurah nanti malam," ajak Julian.
"Sip!"
Mereka bertiga segera beranjak menyusul yang lainya. Tanpa Julian sadari, tak jauh dari tempat Julian berada, ada mata yang terus mengawasi dirinya sembari tersenyun penuh cinta.
"Julian, kamu memang menpesona. Bagaimanapun kamu harus aku dapatkan, Sayang."
...@@@@@...
Karya baru telah hadir, mohon dukungannya yah?
Suasana bahagia atas kemenangan yang diraih Julian dan kawan kawan, masih terasa saat dia sampai di rumahnya. Orang orang rumah juga sangat antusias dalam menyambut kedatangan Pemuda berbakat itu.
"Waah! Keren kamu, Jul! Bisa menang lagi kayak tahun lalu," puji sang paman yang belum lama ini keluar dari kamarnya bersama dua anaknya yang kembar bernama Dana dan Dini.
Bagi Julian, pamannya adalah pengganti sosok sang ayah selama ini. Pria berusia empat puluh tahun itu memang satu satunya saudara kandung ibunya Julian. Sejak kecil Julian sudah sering bermain bersama sang paman. Bahkan dia lupa kasih sayang seorang ayah. Yang Julian tahu pamannya lah yang menyayangi dia dan menganggap kasih sayang sang paman sebagai kasih sayang seorang ayah.
"Namanya juga rejeki, Paman. Mungkin rejekinya masih untuk desa ini, jadi desa ini diberi kesempatan untuk menang lagi," balas Julian sembari melepas kaos bola dari badannya yang penuh keringat.
"Terus, rejeki buat Budhe, mana? Budhe kan butuh rejeki juga," celetuk Sifa, anak pertama dari paman Seno. Julian hanya mampu tersenyum lebar sebagai jawaban adik sepupunya itu. Julian tahu maksud dari ucapan sang sepupu itu. Budhe yang dimaksud Sifa adalah ibu kandung Julian.
"Kan, kebiasaan, kalau ditanya soal rejeki untuk Budhe aja, Mas Jul bisanya cuma cecengesan aja," sindir Sifa karenaa sedikit kesal meski tahu sering diabaikan oleh Julian jika bertanya seperti itu.
"Gimana Mas Jul mau jawab, Sifa," Sang Bibi menimpali. "Dia kan nunggu seorang ukhti yang khilaf. Yang tidak memandang ketampanan Mas kamu ituloh," sindiran sang Bibi yang semakin melebarkan senyuman Julian. Namanya Bibi Atikah, istri dari paman Seno.
"Hillih! Sok ganteng. Terlalu pilih pilih, makanya nggak laku laku. Mubazir gantengnya," cibir Asifa lagi.
"Udah, Jul. Jangan ditanggepin ucapan adikmu. Sana mandi terus sholat," ucap Paman menengahi.
"Iya, Paman. Ini juga mau segera mandi," balas Julian. Dia segera saja beranjak menuju kamar mandi dengan tatapan meledek kepada adik sepupunya yang baru duduk di bangku SMA kelas dua.
Saling ledek dan debat seperti itu memang kerap sekali terjadi antara Sifa dan Julian. Tapi perdebatan itu tidak pernah menimbulkan pertengkaran diantara keduanya. Justru perdebatan itu semakin memperat hubungan keluarga yang ada.
"Jangan ledekin Masmu terus sih, Fa. Kasian," protes Paman Seno. "Kamu kan tahu, Julian kalau deket sama cewek itu gimana?"
"Ya aku tahu, Pak. Tapi kan Mas Jul nggak bisa kayak gitu terus! Bapak nggak tahu sih, banyak orang yang berangnggapan Mas Jul itu punya kelainan. Aku kan kesel dengernya," balas Sifa.
"Ibu juga pernah lihat, Julian diledekin kalau dia itu nyimpang. Juliannya sih nggak apa apa, tapi aku yang kesel mendengarnya," Bibi Atikah menimpali.
"Ya udah jangan terlalu dipikirkan. Nanti kalau udah waktunya juga dia bakalan bisa dekat sama cewek. Kasihan kalau didesak terus. Bisa tekanan batin dia," ucap Paman dengan sabarnya.
Tanpa mereka sadari, orang yang mereka bicarakan, mendengar semua pembicaraan orang orang yang ada di ruang tengah rumah itu. Julian yang lupa membawa handuk, berniat masuk kembali ke kamarnya. Namun saat kakinya sampai di pintu dapur, Julian langsung menghantikan langkahnya begitu mendengar obrolan Paman, Bibi serta adik sepupunya.
Julian terduduk di kursi yang ada di dapur. Pikirannya menerawang ke segala arah. Terutama tentang kelemahan dirinya yang baru saja menjadi bahan pembicaraaan keluarganya. Beruntung Ibunya sedang berada di Masjid tiap maghrib, jadi ibunya juga tidak mendengar pembicaraan itu.
Ibu Julian memang selalu kepikiran dengan keadaan anaknya. Bahkan sang ibu pernah membawa julian ke ahli psikiater, tapi hasilnya bersih. Siapapun pasti heran dengan keadaan Julian. Dia akan diam, bahkan kadang sampai panik jika didekati wanita yang naksir sama dia. Jika sedang berkumpul, gejala itu tidak kelihatan. Tapi jika sendirian, Julian akan pucat.
Karena keadaannya itulah banyak wanita yang sering merasa kecewa dengan sikap Julian tersebut. Diantaranya adalah tiga wanita cantik bernama Kamila, Namira dan Safira. Ketiga wanita itu sudah lama memendam perasaan pada pemuda tampan penjual batagor tersebut. Tapi ketiganya ditolak tanpa penjelasan yang pasti.
"Mungkin benar kalau Julian itu nyimpang, Mil," ucap salah satu teman Kamila.
"Nggak mungkin. Jangan ngaco kalau ngomong," bantah Kamila.
"Buktinya, cewek secantik kamu aja, Julian tolak mentah mentah. Apa lagi kalau bukan nyimpang coba," sang teman masih kukuh dengan pendapatnya.
"Aku nggak yakin. Akan aku buktikan kalau cowok setampan Julian, bukan cowok yang yang menyimpang," tekat Kamila.
Tekat serupa juga diucapkan oleh Safira dan Namira, di tempat yang berbeda.
...@@@@@...
Seperti yang sudah direncanakan, Julian beserta tim sepak bolanya dan juga para pengurus, kini sudah berada di rumah Bapak lurah setempat. Mereka sengaja berkumpul untuk merayakan kemenangan desa mereka atas pertandingan sepak bola antar desa yang diselenggarakan pihak kecamatan. Meskipun hanya sekelas kecamatan, tapi yang namanya kemenangan, tetap cukup membanggakan bagi siapapun yang merasakannya, termasuk warga desa tersebut.
Julian yang menjadi bintang pertandingan pun tak luput dari sorotan para warga. Banyak yang memuji kepandaian Julian dalam bermain bola, terutama kaum wanita. Mereka seakan menganggap Julian sosok yang sempurna dan lelaki idaman yang memiliki paket komplit. Selain mahir dalam bidang olahraga, wajah tampan Julian dan juga usaha yang dia jalani, menjadi tolak ukur kalau pemuda itu sangat pas dijadikan suami atau menantu.
Acara syukuran kemenangan pun berlangsung dengan lancar. Acara yang juga dihadiri oleh pemuka agama setempat, perangkat desa dan juga beberapa warga, berjalan tanpa ada hambatan yang berarti. Setelah acara doa bersama selesai, kini saatnya mereka menyantap hidangan yang telah dsiapkan oleh ibu ibu pkk.
"Heh, Jul. Setelah ini, kita ke rumah Faiz ya? Nggak enak soalnya. Dia sibuk sendirian, tapi kita yang teman dekatnya malah nggak bantuin sama sekali," usul Ucup setelah selesai menyantap makanannya.
"Apa nggak kemalaman? Ini aja udah jam sembilan," Adi yang menjawabnya.
"Ya nanti kita pulangnya lewat depan rumahnya lah. Kalau udah gelap, berarti Faiz udah tidur," balas Ucup.
"Terserah kalian aja deh, aku ngikut aja," ucap Julian pasrah.
"Sipp!" balas Ucup. Mereka lalu kembali melanjutkan obrolan. "Oh ya, Jul, gimana soal Safira? Kamu serius nggak mau berusaha ngejalanin sama dia?"
"Oh iya, Jul. Namira juga ngarepin kamu loh. Kamu nggak mau nanggepin?" Adi ikut menimpali.
Julian sejenak menatap kedua sahabatnya. "Kamu bawa Safira, kamu bawa Namira, nanti si Faiz bawa Kamila. Kenapa kalian nggak pacarin mereka aja sih?"
"Astaga, Jul! Kamu tuh ya? Selalu begitu. Kenapa sih kamu nggak coba sekali aja jalan sama cewek?" Ucup berkata dengan nada sedikit kesal.
"Benar. Lagian kita juga udah punya pacar. Nah kamu kapan? Nggak capek apa dikira pria nyimpang mulu?" Oceh Adi.
"Peduli amat dengan omongan orang. Kalau udah saatnya juga, aku pasti bakalan dapat cewek. Kalian nggak perlu khawatir," balas Julian dengan santainya. Meski hatinya cukup kesal jika sudah membahas wanita wanita yang mengejarnya.
Namira, Safira dan Kamila, adalah tiga wanita dari temannya pacar para sahabat Julian. Masing masing dari wanita itu, sudah saling ketemu dan sempat ngobrol dengan Julian. Meski pertemuan mereka berakhir mengecewakan bahkan sangat menyakitkan, tapi tiga wanita itu malah seperti tertantang saat mendengar Julian memang susah ditaklukan.
Sebagai sahabat, Ucup, Adi dan Faiz, tentu saja sangat peduli dengan Julian. Bahkan mereka sering merasa tidak enak jika mereka sedang pergi berkencan dengan pacar masing masing. Mereka juga kadang membayangkan jika ke empat pria itu pergi bersama bersama pasangannya masing masing. Tapi sayang, itu hanya sebatas angan yang entah kapan bisa terwujudnya.
Dimalam yang sama di lain tempat.
"Kamu serius, masih mau ngejar Julian?" tanya Rahma kepada sosok gadis cantik bernama Safira. Rahma adalah kekasih Ucup, sahabat Julian.
"Iya lah, kenapa? Kamu nggak suka?" tanya Safira sambil menyeruput es bobanya.
"Bukannya nggak suka, Fir!" Seru Rahma. "Apa kamu nggak sakit hati dengan sikap dia ke kamu tempo hari?"
"Ya nggak munafik sih, aku kecewa banget sama sikap itu cowok. Tapi setelah dipikir pikir, aku yakin, Julian pasti cowok yang sangat setia," jawab Safira santai.
"Terus, bagaimana caranya kamu akan mendekatinya? Di chat aja, dia cueknya bikin darah tinggi," ucap Rahma yang kadang ikutan kesal dengan sikap sahabat dari kekasihnya itu. Baru kali ini, ada pria dideketin wanita cantik, malah nolak dengan perkataan yang sangat kasar.
"Aku yakin, suatu saat nanti aku pasti akan menemukan jalan agar aku bisa dekat dengan Julian. Yang penting tetap berusaha aja," jawab Safira dengan penuh keyakinan dan terlihat sangat optimis.
"Cih, percaya diri banget kamu," cibir Rahma.
"Harus, dong! Hahaha ..."
Dan masih di malam yang sama, di sebuah kamar yang memakai lampu dengan cahaya yang remang remang, terlihat seseorang sedang memandangi foto seorang pria yang tersebar dan menempel di seluruh dinding kamar itu. Foto seorang pria yang sudah mencuri perhatian dari si pemilik kamar sejak lama. Orang dalam kamar itu benar benar memandangi wajah pria dalam foto dengan pandangan penuh cinta.
"Julian, aku mencintaimu, tunggu waktunya tiba, Sayang. Kau pasti akan bahagia, jika bersamaku."
...@@@@@...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!