NovelToon NovelToon

Dewa Pedang Dari Selatan

Partai Panji Hitam

Di kota bernama Kanglam, di sebuah pegunungan tandus yang luas dengan udara gersang, terlihat ada puluhan orang berpakaian hitam yang sedang mengepung seorang pria tua berusia sekitar lima puluh tahun.

Puluhan orang berpakaian hitam dengan warna cadar yang sama itu adalah anggota dari Partai Panji Hitam.

Dalam dunia persilatan, Partai Panji Hitam termasuk ke dalam golongan partai baru. Paling lama, partai tersebut baru terbentuk sekitar empat sampai lima tahun.

Namun walaupun umurnya baru sebentar, tapi pencapain yang diraih oleh partai tersebut bisa dibilang sangat luar biasa.

Hanya dalam waktu sesingkat itu, Partai Panji Hitam sudah mempunyai nama besar. Setiap hari, anggotanya selalu bertambah banyak. Sekarang saja, jumlah keseluruhan anggota Partai Panji Hitam telah mencapai sekitar lima ribuan orang.

Hal tersebut membuat partai yang baru menancapkan kaki di rimba hijau itu, menjadi salah satu partai aliran hitam terbesar dalam dunia persilatan!

Kemunculan Partai Panji Hitam membuat partai maupun pendekar aliran putih berusaha bahu-membahu untuk menghancurkannya.

Sayang sekali, menghancurkan Parta Panji Hitam, sama halnya dengan menghancurkan gunung mengeringkan lautan.

Terlalu mustahil. Terlalu tidak mungkin.

Apalagi dengan semua kelebihan yang dimiliki oleh partai tersebut.

Selain hal di atas, Partai Panji Hitam juga termasuk ke dalam partai yang sangat misterius. Selama ini, belum ada satu orang pun yang berhasil mengetahui siapakah ketua utamanya.

Karenanya, partai tersebut bukan hanya menakutkan, namun juga membingungkan.

Di tanah lapang yang tandus itu, saat ini puluhan anggota Partai Panji Hitam sudah berada dalam keadaan siap siaga. Berbagai macam senjata tajam sudah dipegang oleh setiap orang.

Kilauan mata pedang tampak berkilau ditempa oleh matahari yang sangat terik.

Pria tua yang berada dalam kepungan, belum melakukan gerakan apapun. Sejak awal hingga kini, dia masih saja berdiam di tempatnya. Sedikit pun tidak bergeser.

Walaupun ia sadar bahwa dirinya sudah berada dalam bahaya, meskipun ia tahu nyawanya di ujung tanduk, namun pria itu tidak terlihat takut maupun gentar.

Dia tetap berdiri dengan tenang. Seolah-olah di tempat itu hanya ada ia sendiri. Tidak ada orang lain selain dirinya. Tidak ada pula puluhan anggota Partai Panji Hitam.

Kalau orang lain yang berada di posisinya, niscaya orang tersebut sudah berkeringat dingin. Sayangnya, yang ada di sana adalah Zhang Xin, bukan orang lain.

Zhang Xin, di daerah Kanglam, nama itu sudah tidak asing lagi. Dalam dunia persilatan pun, namanya sudah terkenal.

Manusia mana yang tidak mengenal pria tua bernama Zhang Xin itu?

Dalam rimba hijau, ia mempunyai julukan si Pedang Kilat. Semua orang persilatan sudah mengetahui bagaimana permainan pedangnya.

Kalau pedang di punggungnya sudah diloloskan keluar, niscaya hanya segelintir orang saja yang mampu menyelamatkan dirinya.

Kemampuannya dalam memainkan pedang memang sudah mencapai tahap yang sangat tinggi. Bahkan menurut kabar yang beredar, ia dianggap sebagai salah satu pendekar pedang nomor satu di daerah Selatan Tionggoan.

Sayang sekali, walaupun namanya sudah dikenal semua orang, meskipun permainan pedangnya sudah menjadi rahasia umum, nyatanya masih ada saja manusia yang mau mencari masalah dengannya.

"Tua bangka bermarga Zhang, apakah kau benar-benar tidak mau bergabung dengan Partai Panji Hitam?"

Salah seorang anggota tiba-tiba bertanya dengan suara yang sangat lantang. Suaranya terdengar begitu berani.

"Sekali aku berkata tidak, maka sampai kapan pun akan tetap sama," jawab si Pedang Kilat dengan senyuman ramah.

"Hehehe, rupanya kau benar-benar keras kepala,"

"Kalau tidak keras kepala, maka bukan Zhang Xin namanya,"

"Cuih!!!"

Anggota itu meludah ke tanah, seolah-olah dia muak mendengar ucapan tersebut.

"Sekali lagi aku tanya, mau bergabung atau tidak?"

Walaupun sudah mendengar jawaban yang lantang dan tegas dari si Pedang Kilat, namun ternyata anggota itu tidak menyerah. Ia kembali mengajukan pertanyaan yang sama seperti sebelumnya.

Perlu diketahui, Partai Panji Hitam memang berniat untuk menarik si Pedang Kilat ke partainya. Hal itu terjadi karena kemampuan orang tua tersebut yang sangat hebat.

Di sisi lain, alasan kenapa mereka mempunyai niat begitu juga karena Zhang Xin sering mencari masalah dalam dunia persilatan.

Ia sering bertarung maupun menggagalkan rencana dari aliran hitam. Terutama sekali Partai Panji Hitam.

Karenanya, mereka berniat menyogok Zhang Xin dengan cara menjadikannya sebagai bagian dari Partai Panji Hitam.

"Tidak," jawabnya singkat sambil menggelengkan kepala.

Anggota itu sudah habis kesabarannya. Baru saja dia berniat untuk mengajak yang lainnya menyerang, namun secara tiba-tiba, dari arah belakang sana terdengar pula suara yang lain.

"Tuan Zhang, kalau kau mau bergabung bersama kami, niscaya Ketua Utama akan memberikan jabatan tinggi kepadamu. Bisa jadi, kau langsung diangkat sebagai Ketua Cabang di Kanglam,"

Suara yang baru saja terdengar itu sedikit berat. Semilir angin berhembus lirih, mengibarkan pakaian dan bendera yang dibawa oleh anggota Partai Panji Hitam.

Bersamaan dengan hal tersebut, semua orang langsung memandang ke sumber suara.

Dari belakang sana, tampak ada tiga orang tua berusia sekitar tujuh puluhan tahun, mereka berjalan secara bersamaan.

Cara berjalannya sangat tenang. Wajahnya juga kalem. Sama sekali tidak mencerminkan bahwa orang-orang itu adalah tokoh sesat.

Zhang Xin si Pedang Kilat ikut memandang ke depan sana. Dia cukup terkejut ketika mengetahui siapakah tiga orang tua yang sedang berjalan itu.

Yang berdiri paling kanan, mengenakan pakaian ringkas warna kuning terang. Di punggungnya terdapat sebatang tombak sepanjang setengah depa. Matanya picak satu dengan rambut sebahu.

Yang berdiri di posisi tengah, penampilannya seperti seorang biksu. Pakaiannya warna cokelat. Rambutnya botak, sorot matanya pun sangat tajam.

Di tangan kanannya, terlihat ada tasbih yang cukup besar.

Sedangkan di posisi paling kiri, adalah seorang tua dengan pakaian lusuh warna abu-abu. Ia memegang tongkat yang terbuat dari kayu hitam. Penampilannya tidak seperti orang persilatan para umumnya. Ia justru tampak seperti kakek tua biasa yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa.

Tetapi walaupun demikian, Zhang Xin sudah tahu betul siapa mereka itu. Sebagai orang persilatan, tentu saja dia mengenalnya dengan baik.

"Tiga Siluman Kanglam," desisnya perlahan.

Ada rasa gentar saat dia mengucapkan kata itu. Hal tersebut timbul karena ketiga orang tua itu adalah tokoh sesat yang terkenal di wilayah Kanglam.

Julukan mereka sudah menyebar luas. Semua orang rimba hijau di daerah sekitarnya pun sudah tahu seberapa tinggi ilmu ketiganya.

Suasana di lapangan gersang itu langsung hening untuk beberapa saat. Zhang Xin pun tidak mengucapkan apa-apa lagi.

Sedangkan anggota Partai Panji Hitam, mereka langsung membungkuk hormat saat melihat kedatangan Tiga Siluman Kanglam.

Waktu terasa berjalan lambat. Terik panas matahari semakin membakar kulit.

"Tuan Zhang, bagaimana? Apakah kau mendengar apa yang dikatakan oleh Tombak Sesat?" tanya biksu yang berdiri di posisi tengah.

Ia dikenal dengan nama Biksu Seribu Tasbih. Kemampuannya dalam memainkan tasbih itu memang bukan omong kosong.

Konon katanya, dia sanggup menghancurkan batu sebesar gubuk hanya menggunakan tasbih yang selalu dibawanya tersebut.

Tiga Siluman Kanglam

Zhang Xin si Pedang Kilat kemudian menoleh ke arahnya. Sebelum menjawab, ia sempat tersenyum dengan ramah.

Pada dasarnya, orang tua itu memang murah senyum. Karena itulah, jangankan kepada kawan, bahkan kepada lawan pun, ia masih tetap bisa tersenyum.

"Aku tidak tuli, mana mungkin aku tidak mendengarnya," katanya menjawab pertanyaan Biksu Seribu Tasbih.

"Hemm, kalau begitu, apa jawabanmu?"

Biksu sesat itu tidak tersenyum seperti halnya Zhang Xin. Ia malah memasang wajah garang dengan sorot mata semakin tajam.

"Bukankah sebelumnya sudah aku katakan, sekali berkata tidak, maka selamanya tetap sama,"

Kalau si Pedang Kilat sudah menetapkan sesuatu, maka siapa pun tidak akan ada yang sanggup mengubahnya. Jangankan manusia, bahkan mungkin para Dewa di Alam Nirwana pun sama halnya.

Mendengar jawaban yang sama seperti sebelumnya, wajah Biksu Seribu Tasbih langsung merah padam.

Sorot matanya semakin membara. Seolah-olah pada bola mata orang tua itu terdapat kobaran api yang membara.

"Tua bangka keparat. Sepertinya kau sudah tidak takut mati,"

Pria tua yang memegangi tongkat dan berpakaian lusuh akhirnya membuka suara. Suaranya cempreng, seperti kaleng yang dipukul oleh anak kecil.

Namun meskipun begitu, dibalik suara itu jelas terkandung saluran tenaga dalam tinggi. Orang biasa yang mendengarnya pasti akan langsung merasakan sakit di gendang telinga.

Untunglah si Pedang Kilat bukan orang biasa. Sehingga dia tidak merasakan hal apapun.

"Eh, tunggu dulu, bukankah kau adalah si Pengemis Gila?" tanya Zhang Xin secara tiba-tiba.

"Kalau sudah tahu, buat apa bertanya lagi?"

Orang tua yang dipanggil Pengemis Gila itu mengangkat alis. Agaknya ia kesal karena pihak lawan hampir saja tidak mengenalnya.

"Aku hanya ingin memastikan saja," ucap si Pedang Kilat. Ia berhenti sebentar untuk mengambil nafas. Sesaat kemudian, dirinya segera bicara lagi.

"Pengemis Gila, asal kau tahu saja. Semua orang pasti akan mati. Jadi, buat apa takut mati?"

Jawabannya tetap tenang dan santai. Seperti pula ekspresi wajahnya saat itu.

Dalam kehidupan ini, yang pasti adalah kematian. Yang sudah menunggu, yang selalu mengikuti setiap saat, memang hanya kematian saja.

Jadi, untuk apa takut terhadap kematian?

Siapa pun manusianya, mau tidak mau, siap tidak siap, toh kematian akan tetap menghampiri tanpa bisa dihindari, bukankah begitu?

Tiga tokoh sesat dari daerah Kanglam itu langsung naik pitam. Sudah cukup lama mereka merayu Zhang Xin si Pedang Kilat. Sayangnya usaha itu sia-sia.

Akibatnya, sekarang mereka sudah tidak mau banyak bicara lagi.

"Baik. Keputusan ada di tanganmu. Kami sudah berusaha bicara baik-baik dan menawarkan hadiah besar, tapi kau malah menolaknya. Sekarang, jangan pernah menyesali akan keputusan yang kau ambil itu," ucap si Tombak Sesat kembali bicara mewakili yang lainnya.

"Aku tidak pernah menyesali akan keputusan yang telah diambil," kata Zhang Xin dengan nada yang sama.

Si Tombak Sesat tidak langsung bicara. Ia melirik dua rekannya dan seluruh anggota yang ada.

Setelah dipastikan pihaknya sudah berada dalam keadaan siap, orang tua itu pun langsung memberikan perintah.

"Serang!"

Wushh!!! Wushh!!!

Baru saja ucapan itu selesai dilontarkan, puluhan anggota Partai Panji Hitam langsung melesat ke depan. Mereka maju secara bersamaan dengan senjatanya masing-masing.

Pedang dan golok sudah berterbangan di angkasa. Kilauan senjata-senjata itu sangat menyilaukan mata dan membuat bulu kuduk berdiri.

Meskipun hanya anggota, tetapi gerakan mereka sudah terbilang cepat dan lincah. Hal itu terbukti saat mereka mulai bergerak. Hanya sesaat saja, orang-orang tersebut sudah tiba di depan mata.

Si Pedang Kilat menyapu pandang kepada para anggota Partai Panji Hitam. Walaupun dirinya sudah diserang, tapi ia masih tetap berdiri di posisinya. Ia tidak melakukan perubahan apapun.

Namun saat puluhan anggota itu sudah benar-benar dekat, mendadak segulung angin berhembus dengan kencang.

Kepulan debu kuning menutupi pandangan mata. Suasana di sana seketika gelap karena tertutup oleh debu yang cukup tebal.

Pada saat yang sama, dibalik kepulan debu tersebut, si Pedang Kilat langsung meloloskan senjata pusaka andalannya.

Sringg!!! Wutt!!!

Suara nyaring terdengar. Disusul kemudian dengan melesatnya tubuh orang tua itu.

Ilmu meringankan tubuh dan ilmu pedang Zhang Xin sudah mencapai tahap sangat tinggi. Gerakannya juga terlampau cepat. Karenanya, meskipun puluhan senjata lawan sudah siap memotong tubuhnya, tapi hal itu bukanlah masalah serius.

Hanya dengan gerakan sederhana saja, ia mampu lolos dari puluhan senjata tajam tersebut.

Bersamaan dengan itu, pedang di tangannya juga langsung melakukan sebuah serangan. Serangan yang sederhana namun sangat mematikan.

Kelebatan cahaya putih keperakan menyapu di tengah udara hampa. Dentingan nyaring terdengar serempak.

Beberapa batang senjata seketika patah menjadi dua bagian. Disusul kemudian dengan jerit kesakitan.

Ketika debu lenyap, pada saat suasana kembali seperti semula, terlihat di lapangan luas itu sudah ada delapan anggota yang menjadi korban keganasan si Pedang Kilat.

Darah segar membasahi masing-masing tubuhnya. Delapan orang itu mengalami luka yang hampir sama. Dada mereka robek akibat goresan ujung pedang.

Melihat sudah tercipta korban jiwa, anggota Partai Panji Hitam sisanya langsung menghentikan gerakannya. Mereka benar-benar tidak menyangka bahwa si Pedang Kilat ternyata mampu membunuh delapan orang sekaligus hanya dalam waktu yang sangat-sangat singkat.

Hal seperti itu bukan hanya terjadi kepada mereka, bahkan Tiga Siluman Kanglam pun merasakan hal serupa. Mereka tidak percaya bahwa si Pedang Kilat mampu melakukannya.

Bukan karena apa, melainkan karena mereka tahu bahwa anggota Partai Panji Hitam yang ada di tempat itu, bukanlah anggota biasa.

Para anggota tersebut setara dengan pendekar kelas dua. Kemampuannya cukup lumayan. Apalagi dengan jumlah yang hampir tiga puluhan itu. Bukan suatu hal mudah untuk membunuh delapan orang sekaligus.

Tapi faktanya, si Pedang Kilat mampu melakukannya!

"Kenapa kalian berhenti?"

Zhang Xin bertanya sambil memandang semua lawan yang masih mengepungnya.

Suaranya masih terdengar ramah. Tapi sorot matanya sudah berubah. Sorot mata itu seperti seekor harimau yang sedang marah besar.

Dari setiap inci tubuhnya juga sudah keluar hawa pembunuh yang sangat pekat.

Kalau seorang pendekar sudah mengeluarkan hawa pembunuh sepekat itu, artinya, pendekar tersebut siap bertarung sampai titik darah penghabisan!

Suasana di sana seketika hening. Tidak ada orang yang berani berkata. Jangankan begitu, bahkan yang bergerak sedikit pun, rasanya tidak ada.

Semuanya terpaku di tempat masing-masing. Mereka baru sadar setelah mendengar bentakan dari si Tombak Sesat.

"Kenapa malah diam? Ayo serang keparat itu bersama-sama,"

Dia berteriak sambil menunjuk ke arah Zhang Xin dengan jarinya.

Para anggota seolah-olah baru bangun dari mimpinya. Begitu selesai ucapan si Tombak Sesat, akhirnya mereka pun kembali menyerang secara serempak.

Wushh!! Wushh!!!

Kali ini, dua puluh dua orang yang tersisa langsung mengeluarkan segenap kemampuan. Kerja sama yang mereka perlihatkan cukup baik. Serangannya juga bertambah hebat.

Menghabisi Tiga Puluh Anggota Partai Panji Hitam

Puluhan bayangan manusia serba hitam terus melesat tanpa pernah berhenti. Mereka seperti rintik air hujan yang tidak pernah memberikan waktu jeda walau hanya sesaat.

Kilauan senjata tajam semakin menyilaukan mata. Kepulan debu kuning juga makin tinggi dan tebal, sehingga menutupi lapangan yang tandus itu.

Melihat betapa brutalnya pihak lawan, Zhang Xin tidaklah panik. Justru ia malah tampil lebih tenang. Lebih mantap daripada sebelumnya.

Selama beberapa jurus, si Pedang Kilat belum juga memberikan serangan balasan. Ia hanya menghindar maupun menangkis saja.

Zhang Xin adalah orang yang sangat teliti. Dia pun tidak mau menyia-nyiakan tenaganya.

Karena itulah, dalam setiap pertarungan yang ia jalani, pendekar tersohor itu tidak pernah banyak bergerak. Ia hanya bergerak seperlunya saja.

Tetapi walaupun begitu, sekalinya bergerak, maka hasilnya tidak perlu ditanyakan lagi.

Baginya, satu gerakan yang ia lakukan harus membuahkan hasil yang maksimal. Satu gerakan itu tidak boleh gagal. Sekali gagal, maka ke sananya akan sama.

Saat ini, setelah melihat bagaimana strategi dan gaya serangan semua lawan, si Pedang Kilat pun akhirnya mengerti apa yang harus dia lakukan.

Tiba-tiba ia menghilang dari tempatnya berdiri tadi. Beberapa detik kemudian, ia sudah kembali muncul di belakang beberapa orang musuhnya.

Wutt!!! Srett!!!

Sekali pedangnya bergerak dengan bebas, tak kurang dari tujuh orang sudah kembali roboh menemui ajalnya.

Gerakan orang tua itu benar-benar cepat. Sehingga sekilas pandang saja, ia seperti bisa menghilang seperti halnya cerita dalam setiap dongeng.

Darah segar kembali membasahi tanah yang lapang itu. Sekarang, lima belas orang anggota Partai Panji Hitam sudah ambruk di tengah arena pertarungan.

Mereka yang menjadi korban keganasan si Pedang Kilat mengalami luka-luka yang berbeda. Ada yang tertusuk, ada pula yang tergores oleh tajamnya pedang pusaka milik orang tua itu.

Melihat lima belas orang rekannya sudah menjadi korban, lima belas anggota sisanya merasa tidak terima. Bukannya sadar bahwa kemampuan lawan jauh diatas mereka, orang-orang itu justru malah berlaku semakin nekad.

Bentakan dan teriakan nyaring mulai menggema kembali ke tengah udara hampa. Suara-suara itu terdengar garang, seperti raungan kelompok serigala yang ganas di tengah hutan.

Si Pedang Kilat menatap tajam kepada lima belas anggota yang sekarang sedang menyerbu ke arahnya itu. Pedang pusaka di tangan kanannya masih mengucurkan darah.

Darah segar dari para korbannya!

Lalu, apakah sekarang pedang itu akan meminta korban kembali?

Wushh!!!

Zhang Xin melesat menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai tahap sangat tinggi. Kali ini dia tidak mau menunggu lebih lama.

Daripada bertahan di posisinya semula, untuk sekarang, ia lebih memilih menyerang!

Hanya dalam satu kedipan mata, ia telah tiba di tengah-tengah kerumunan anggota Partai Panji Hitam itu!

Ketika jaraknya sudah sangat dekat, pedangnya langsung bergerak. Bergerak dengan sangat cepat dan ganas.

Dentingan nyaring antar senjata bertemu. Belasan senjata pula terlempar ke atas dan dibuat patah menjadi dua sampai tiga bagian.

Bagi orang lain, mematahkan senjata lawan mungkin terbilang sulit. Tapi bagi si Pedang Kilat malah sebaliknya.

Ia tidak merasa kesulitan untuk mematahkan senjata mereka. Apalagi tenaga dalamnya sudah sempurna. Tinggal menyalurkan tenaga dalam itu ke seluruh batang pedang, maka semua masalahnya akan selesai.

Suara teriakan kesakitan mulai terdengar. Rintihan menahan sakit yang teramat sangat semakin memilukan hati.

Hanya kurang dari dua belas jurus, lima belas orang anggota Partai Panji Hitam yang tersisa itu, kini telah mengalami nasib yang serupa dengan rekan-rekan sebelumnya.

Semua kejadian itu berlangsung singkat. Kalau digabungkan, mungkin tidak akan sampai menghabiskan waktu lebih dari dua puluh menit.

Setelah itu, semuanya telah kembali. Si Pedang Kilat kembali ke posisinya, sedangkan tiga puluh anggota Partai Panji Hitam kembali kepada Raja Akhirat!

Angin pegunungan mendadak berhembus cukup kencang. Bau amis darah langsung tercium dengan jelas.

Tiga Siluman Kanglam masih berada di sana. Sejak jalannya pertarungan hingga selesai, mereka belum ada yang turun tangan. Ketiganya masih berdiri di tempat awal.

Sebagai tokoh kelas atas, tentu saja ketiga orang tua itu tidak mau ikut bertempur bersama para anggota. Selain beda kelas, mereka juga merasa pantang untuk mengeroyok pihak lawan dengan jumlah sebanyak itu.

"Hebat, hebat," suara tepuk tangan tiba-tiba terdengar. Ternyata yang bertepuk tangan itu adalah si Pengemis Gila. Ia berkata sambil tertawa seolah-olah ada sesuatu yang lucu.

Orang tua itu berjalan mendekat ke arah si Pedang Kilat. Setelah berhenti beberapa saat, dia kembali melanjutkan bicaranya.

"Ternyata kabar tentang kehebatan si Pedang Kilat bukan omong kosong. Dari waktu ke waktu, kemampuan ilmu pedangmu benar-benar meningkat pesat. Kagum, sungguh kagum," ucapnya memuji.

Zhang Xin tersenyum ketika mendengar ucapan itu. Ia segera berkata, "Tidak berani, tidak berani. Kemampuanku masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Pengemis Gila,"

"Hahaha ..." orang tua itu tiba-tiba tertawa lantang sambil mengangkat kepalanya ke langit. "Tidak perlu merendah seperti itu. Aku tahu sampai di mana kemampuanmu. Karenanya, aku juga ingin meminta pelajaran darimu,"

Sambil berkata seperti itu, si Pengemis Gila pun langsung melakukan persiapan. Ia segera memasang kuda-kuda miliknya.

"Aihh, bagaimana mungkin aku mau ketinggalan soal ini. Aku juga ingin meminta petunjuk darimu," tidak mau kalah dari si Pengemis Gila, si Tombak Sesat pun tiba-tiba berkata sambil berjalan mendekat kepada rekannya tersebut.

"Dua rekanku sudah menawarkan diri, masa iya aku harus diam saja. Tidak bisa, tidak bisa. Aku pun menginginkan hal yang sama dengan mereka,"

Biksu Seribu Tasbih ternyata juga sudah tidak menahan dirinya lagi. Ia berjalan dengan langkah ringan, tangan kanannya terus memutar biji tasbih yang besar-besar itu.

Seolah-olah dia sedang memuji keagungan Buddha. Padahal pada kenyataannya, dia sedang mengukur kira-kira sampai di mana kah kemampuan Zhang Xin sebenarnya.

Sekarang, Tiga Siluman Kanglam sudah berada di posisinya masing-masing. Kedua belah pihak yang namanya sudah menggetarkan sungai telaga itu, sudah saling berhadapan satu sama lain.

Mereka hanya terpaut jarak sekitar sepuluh langkah saja. Bagi orang-orang sepertinya, sepuluh langkah itu ibarat dua langkah. Sekali bergerak, tubuh lawan bisa langsung dicapai!

Di posisi lain, si Pedang Kilat pun terlihat berdiri dengan tenang. Matanya memandang kepada Tiga Siluman Kanglam.

Bola mata yang hitam bening itu menatap lekat-lekat kepada tiga orang tokoh sesat tersebut.

"Siapa yang akan maju duluan?" tanyanya setelah ia terdiam cukup lama.

"Kami adalah satu kesatuan. Yang satu maju, maka dua sisanya akan ikut maju. Masa soal begini saja kau tidak tahu?" jawab si Pengemis Gila sambil tersenyum menyeringai.

"Hemm ... jadi, sekarang sifat kejantanan Tiga Siluman Kanglam sudah lenyap?"

"Bukan lenyap, dari dulu pun kami selalu begini," ujar Biksu Seribu Tasbih sambil memberikan isyarat dengan tangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!