NovelToon NovelToon

REMINDER [ CERITA HARIAN ]

REMINDER [ CERITA HARIAN ]

Namaku Yuna Indrayana, Ini adalah ceritaku sehari hari.

Dulu, sebelum Aku bekerja, Orang tuaku selalu mendesakku agar bekerja. Selalu diomongkan ke tetangga inilah, itulah. Tapi Aku berusaha diam. Karena sejujurnya Aku juga sedang mencari pekerjaan yang sesuai dengan keadaanku.

Hingga akhirnya, Aku ditawari oleh salah satu temanku. Jika di perusahaanya sedang membuka lowongan pekerjaan. Kebetulan juga orang tua temanku itu dekat dengan keluargaku dan juga Aku. Sebut saja dia Ningrum.

Ningrum itu anak satu satunya, maka apapun yang diinginkan pasti oleh orang tuanya diusahakan, meski hasil akhirnya sering mengeluh kepada orang tuaku juga.

"Yun, ini kata Mas Putra udah ada lowongan. Mau masuk ngga,? Urus aja berkasnya nanti biar Aku yang bawain ke Mas Putra." Katanya waktu itu.

"Boleh sih Ning, berkasnya selayaknya lamaran biasa kan?"

"Katanya sih gitu, kalau nama perusahaannya nanti biar Aku tanyain ke Mas Putra dulu, Aku juga lupa soalnya hehe" balas Ningrum tertawa.

"Dasar kamu, tapi sama juga sih."

"Nah lho gimana sih kamu Yun."

"Hahaha ya begini lah, kaya gatau Aku aja kamu." Aku tertawa begitu juga dengan Ningrum.

"Mau kan Mbak kerja ditempat Ningrum? Biar pas berangkat Ningrum ngga sendirian lagi." Kata Ibunya Ningrum, sebut saja dia Tante Cia. Tapi berhubung disini desa, Aku menyebutnya Bibi aja deh.

"Boleh sih Bi, besok biar berkasnya tak siapin dulu. Soalnya ada beberapa yang belum di fotokopi sih."

"Eh tapi Bi, Kan Ningrum selama ini berangkatnya bareng si Cahya itu kan? Nanti kira kira Aku dikirain ngerebut engga? Aku ga mau ya kalau hal itu terjadi."

"Tenang saja, sebelumnya Ningrum udah bilang kalau mau bareng kamu. Lagian selama bareng, dan pakai sepeda motornya Ningrum sama sekali engga pernah memberikan uang bensin. Yaa meskipun engga berharap sih tapi kita masih ada hubungan keluarga, ada waktu susahnya ada waktu senengnya." Aku mengangguk mendengar curhatannya.

"Halah Bu, engga papa. Anggap aja bersedekah gitu, ga enak lah kalau tiba tiba minta. Kan Ibu sendiri yang bilang waktu pertama Ningrum masuk minta bareng aja." Protes Ningrum, mungkin dia ga enak ibunya mengumbar apa yang dirasakanya.

"Hehe iya Ning iyaa. Maaf ya mbak Yun, jadi curhat." Aku terkekeh mendengar ucapannya, ah udah hal biasa itu.

"Ngga papa Bi, kaya sama siapa aja. jadi ini berkasnya mau kamu bawa kapan Ning?" Tanyaku lagi memastikan.

"Besok aja gimana? Biar cepet masuk juga, sama kata Mas Putra kamu tinggal bawain berkas terus langsung interview gitu."

"Oke deh, besok pagi pagi Aku balik kesini lagi bawain ini. Yaudah kalau gitu Aku mau pulang dulu ya, nanti dicariin Ibu, pamitnya disuruh beli gula eh malah mampir kemana mana." Kataku tertawa, diikuti Ningrum dan juga Bibi Cia.

"Iya boleh, hati hati ya."

"Ya Allah Ning, rumah cuma kelewat kebun ini. Tapi makasih hahah." Aku tertawa sembari melambaikan tanganku pada mereka.

Aku berjalan sembari bersenandung pelan, kulihat Ayahku sedang memandikan Ayam jagonya.

"Idih Ayah mah, orangnya aja belum mandi peliharaannya udah dimandiin aja." Kataku meledek.

"Kan dia menghasilkan uang nak." Balas Ayah, namun aku mengiyakan karena memang itu benar. Lalu Aku melanjutkan langkahku ke dalam rumah.

"Ibuuuu, ini pesenan Ibu. Yuna bantuin apa lagi nih Bu?"

"Udah Yun, ngga ada lagi sih ini. Cuma suruh aja adekmu aja sana taruh air panas ini ke dalam termos. Atau mau kamu aja?" Ucap Ibu.

"Adek aja deh Bu. Oh iya Bu, ada yang mau Yuna omongin, tapi sebelumnya Yuna mau panggil Adek buat naruh air panas ini." Ibu mengangguk seraya melanjutnya menguleg bumbu di dalam cobek.

"Dekkkkkk dipanggil Ibu nih, taruh air panas ini ke termos katanya." Aku berteriak memanggil Budi. Yah, Budi nama adekku.

"Iyaaaaa mbakkk, sebentar." Tak lama setelah berteriak, Budi langsung mengambil apa yang diperintahkan.

"Mau ngomong apa Yun tadi?"

"Gini Bu, jadi Yuna tadi dicegat sama Ningrum sama Bibi Cia, katanya kalau Yuna mau, ditempatnya Mas Putra sama Yuna lagi ada lowongan. Itu karena dulu permintaan Bibi Cia agar Yuna sama Ningrum tetap jadi satu kerjaan. Jadi Yuna disuruh membawa berkasnya besok. Menurut Ibu gimana?" Jelasku panjang lebar.

"Kalau Ibu sih terserah kamu Yun, kan yang mau menjalani itu kamu bukan Ibu. Kalau sekiranya engga mau ya ga usah."

"Mau mau aja sih Bu kalau Yuna. Cuma kadang itu Yuna engga sreg sama Bibi Cia, Ibu tau sendiri kan kalau Bibi Cia itu apa apa selalu diomongin, Apalagi hal pribadi dan menyangkut pasangan ataupun perasaan anaknya."

"Iya Yun, Ibu paham. Apa ngga sebaiknya kamu coba aja? Kalau sekiranya engga cocok ngga usah dilanjutin. Ibu paham, yang dicari itu kenyamanan dalam bekerja dulu." Aku mengangguk mendengar penjelasan Ibu.

"Iya Bu, bener banget. Yaudah kalau gitu, Yuna mau mempersiapkan berkasnya dulu ya Bu. Katanya besok mau dibawain sama Ningrum biar cepet prosesnya gitu."

"Iya lah cepet. Pakai orang dalam gitu, apalagi itu tetangga dekat plus teman main pas kamu sama kakakmu kecil dulu. Hehe."

"Yeeee Ibu mah gitu, kan sekarang kita semua udah pada gede Bu. Aku malu lah ketemu, secara udah hampir delapan taun lalu Yuna kan ngga pernah bicara sama Mas Putra."

"Yaiya lah Yun, Putra kan nge kos." Balas Ibu tertawa,

"Yaudah Bu, senja ke kamar dulu ya. Sama mau ngecek kali aja berkasnya ada yang belum difotokopi juga."

"Iya sana."

Ibu tetap melanjutkan acara memasaknya, sedangkan Aku beranjak dari tempat dudukku lalu berjalan ke kamar.

Kubuka pintu lemari kayu yang ada di kamarku guna mencari kertas folio dan juga berkas yang diperlukan. Karena seingatku masih ada beberapa kertas yang ku punya.

Dan benar saja seperti dugaanku, masih ada sekitar lima kertas. Lalu segera ku tulis lamaran itu.

"Ummm, lamaran udah, skck udah, foto udah, ktp, KK juga udah. Wah Alhamdulillah nih ngga perlu fotokopi lagi." Ujarku dengan girang.

Kuambil handphone ku yang ku taruh diseberang meja, ku buka aplikasi berwarna hijau dan ku cari nama Ningrum.

Yuna

-Besok mau dibawain jam berapa Ning? -

Tak berselang lama pesanku langsung dibalas.

Ningrum

-Setengah tujuh aja bawa kesini ya,  ohiya jangan lupa nama perusahaannya CV. CANTIK SEJAHTERA ya, tadi Aku udah chatting Mas Putra nanyain-

Yuna

-Oke Ning, makasih banyak ya sebelumnya-

Setelah itu Ningrum hanya membalas dengan emot hati, dan Aku membiarkan itubtanpa membalas.

'Hah selamat datang di Dunia tipu tipu lagi Yuna, semangat, harimu masih panjang." gumamku.

REMINDER [ CERITA HARIAN ]

Sehari setelah berkas dibawa Ningrum. Aku mendapat kabar dari Ningrum, kalau kata Mas Putra Aku harus interview besok pukul 10.00 pagi. Aku mengiyakan apa yang dikatakan.

Benarkah ini kekuatan orang dalam? Bawa berkas terus interview, hehe baru ngerasain sih pakai orang dalam sih soalnya.

Seketika Aku teringat, jika tidak punya kendaraan buat sampai sana. Dan juga, siapa kira kira yang mau menemaniku?

Tak ada solusi, Aku mencari Ibu. Kullihat Ibu sedang ada di teras depan sendirian dan terbengong.

"Bengong aja sih Bu, mikirin apa?" Tanyaku.

"Banyak lah Yun, termasuk kakakmu itu."

"Emang Kakak kenapa Bu?"

"Kakakmu itu dua duanya ngga ada yang peduli sama urusan rumah Yun. Sementara pendapatan Ayah kamu juga pas pasan. Ditambah punya bayi tapi belum bisa ngurusnya. Udah gitu, kalau beli makan cuma buat mereka berdua, sementara punya dua Adek tapi ngga dipedulikan. Masih mending kalau makanya itu dikamar sekalian biar pada ngga tau, bukan malah diumbar tanpa menawari kaya gitu. Ajaran siapa kalau kaya gitu Yun? Ibu juga sebenarnya kasian sama Ayah kamu yang kadang ngedumel punya mantu tapi ngga pernah ngebantuin sedikitpun."

Aku mengangguk mendengar curhatan Ibu. Memang sih, apa yang dikatakan Ibu itu ada benarnya. Tapi, yaudah lah. Biarkan itu menjadi urusan kakakku meski terkadang aku juga sebal melihatnya.

"Iya Bu, Yuna paham. Karena Yuna juga ngerasain kok, punya Kakak tapi malah lebih royal ke keponakanya sendiri ketimbang Adek adeknya. Bahkan Yuna aja belum pernah tuh dikasih uang dari hasil kerjanya, sementara Bayu kalau meminta sesuatu dikasih."

"Tunggu aja sampai sadar Yun, tapi Ibu sih ngga yakin."

"Udah Bu, ngga papa."

Ibu kembali terdiam, niatku tadi malah kembali terlupakan karena mendengar omongan Ibu.

"Oh iya Bu, Yuna daritadi cari Ibu itu mau bilang sesuatu. Tapi malah kelupaan hehe."

"Ohya? Apaan?"

"Tadi Ningrum kasih tau Bu, kalau besok Yuna harus interview. Kira kira Yuna harus minjem sepeda motornya punya siapa?"

Kulihat netra Ibu antusias mendengarnya. Mungkin beliau senang.

"Gimana kalau minjem punya Pakde Iman depan itu? Kan punya motor banyak tuh, lagian Pakde juga ke pasarnya pakai mobil. Gimana? Mau?"

Aku terdiam menimbang,

"Boleh aja sih Bu, tapi boleh ngga kalau Ibu yang bilang? Yuna ngga kebiasa Bu."

"Iya, biar Ibu aja. Kamu terima beres."

Akhirnya setelah itu Ibu langsung beranjak menuju rumah depan. Alhamdulillah, satu masalah selesai. Tinggal mencari teman untuk ku ajak guna menemaniku.

"Duh siapa ya, yang kira kira Sabtu libur." Gumamku seraya menggulirkan tanganku scroll kontak di handphoneku.

Sesaat, aku teringat temanku sekolah. Wiji namanya. Dia bekerja di sebuah pabrik yang hari sabtunya libur.

"Coba aja kali ya," gumamku lagi.

Yuna

-Wijiiiiii, besok kamu ada acara ngga?"-

Setelah kutulis pesan itu, kubiarkan handphone itu disampingku. Aku menatap langit langit kamar, pikiranku mulai melayang.

Sebenarnya otakku itu selalu merencakan apa yang ku inginkan. Namun, kembali lagi pada manusia yang hanya bisa membuat rencana.

Aku terkesiap mendengar getaran yang begitu terasa. Sesaat aku lupa jika Aku mengirim pesan, lalu ku buka pesan itu. Ternyata dari Wiji, temanku.

Wiji

-Engga Yun, ngga ada. Kenapa?"-

Yuna

-Aku boleh minta tolong ngga Ji?-

Wiji

- Boleh Yun, gimana gimana?"

Yuna

- Bisa ngga Ji besok temani Aku ke kota? Aku yang jemput kamu, soalnya Aku mau interview, dan Aku sedikit lupa jalanya.

Wiji

- Bisa Yun, mau jam berapa?-

Yuna

- Jam setengah sembilan aku kerumahmu ya? Makasih sebelumnya udah mau Aku repoti😭-

Wiji

- Sama sama Yun, besok ku tunggu dirumah ya.-

Selepas itu, kubalas pesan dari Wiji dengan emot hati. Temanku satu itu memang terkenal dengan kebaikannya. Dan itu sudah kurasakan dari sejak kami masuk SMP yang sama.

Ku rebahkan tubuhku, mencoba memejamkan mata. Aku berharap,semoga esok hari berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun. Aamiiin.

Skip pagi hari

Jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. Aku segera bergegas mencari baju dan menyetrikanya. Karena ngga mungkin kan pergi kalau baju kusut? Ngga pede. Hingga pukul 08.00 Aku mandi, bersiap sebentar lalu berangkat ke rumah Wiji.

Sebelum itu aku mengabari Ningrum dulu, untuk share lokasi. Karena Aku lupa jalan, dan baru sekali kesana waktu mengantarkan Ningrum interview.

Yuna

- Ning, jangan lupa share lokasi ya. Aku lupa soalnya tempatnya."

Balasan dari Ningrum membuatku lega. Butuh beberapa menit menuju kediaman dari Wiji. Hingga setelah sampai ku lihat Dia sedang ada di teras bersama Ibunya. Ah aku jadi rindu momen ketika seharian main disini.

"Assalamualaikum Wiji, Bu."

"Cepet banget Yun kamu sampe sini?" Ujar Wiji,

"Kata Wiji kamu mau interview ya Yun? Dimana itu?" Sela Bibi Marni, as Ibunya Wiji.

"Udah siang sih Ji soalnya, takut nyasar juga Aku hehe. Iya Bi, di kota. Sebenarnya Yuna dulu sempat kesana sekali tapi lupa jalan, takutnya nanti nyasar sendirian gitu Bi."

"Jadi gitu, yaudah sana kalian berangkat." Ujar Bibi Marni lagi.

"Wiji Yuna pinjem dulu ya Bi, maaf sebelumnya ngerepoti." Kataku tak enak.

"Ngga papa Yun, gimana pun juga kalian udah temenan lama."

"Makasih ya Bi."

Kulihat Wiji sudah keluar dari dalam rumah lagi dengan membawa helm. Akhirnya kami berdua berangkat.

"Mana lokasinya Yun? Biar Aku yang kasih arahan."

"Ini Ji, makasih ya."

"Sama sama."

Akhirnya dengan sedikit keberanian dan juga keraguan, Aku mengendarai dengan pelan. Karena Aku kalau kemana mana sering nyasar, jadi kali ini pun Aku tetap merasa takut.

Dari sini, Aku merasa kenapa perjalanan terasa lama. Dan juga kami berdua melalui jalan yang memutar dan tembusanya sama dan kami juga baru sadar akan hal itu. Kami tertawa bersama.

"Waduh Ji, ini kayanya nyasar deh. Coba tanya temenku dulu kali ya?"

Wiji mengangguk,

Jari tanganku bergerak lincah menari di atas keyboard handphone. Ningrum sedikit lama membalas pesan, karena Aku juga tau ini masih jam kerja.

"Kata Ningrum nanti di ganti jam satu Ji, duhh asem mana masih lama pula. Mampir beli jajan dulu yuk disitu."

"Okee Yun." Kami berdua berjalan di sebuah angkringan. Namun ponselku tetap ku aktifkan guna bertukar pesan dengan Ningrum.

"Tadi Aku udah minta Ningrum buat jemput kita Ji, ternyata udah deket dari sini."

"Seriusan? Akhirnyaaaa."

Akhirnya setelah menunggu beberapa saat, Aku melihat Ningrum dari kejauhan.

"Nyasar berapa lama Yun?" Tanya Ningrum sambil tertawa.

"Dua jam Ning, yaampun."

"Yaudah yuk kesana aja, mumpung masih istirahat ini. Aku mau jajan dulu, nanti Kamu Aku tunggu depan gerbang masuk ya?" Aku mengangguk.

"Oh iya, mau sholat dulu ngga Ji? Udah hampir setengah jam lewat ini."

"Boleh deh,"

" Disini masjidnya dimana Ning? Kita mau sholat dulu aja biar ngga kerasa lama."

"Yuk, Deket sini ada masjid. Terus kalau udah selesai, nanti tinggal turuti aja jalan ini terus ada gerbang berwarna kuning, nah itu tempatnya. Nanti Aku tunggu kok, jadi santai aja."

Kami berdua mengangguk paham, lalu segera berangkat. Dengan pisah sama Ningrum.

Pas jam satu, Kami sampai ditempat. Benar saja, Ningrum menungguku didepan. Aku langsung di ajak masuk ke dalam. Sebelum itu Aku pamit dulu sama Wiji.

"Ji, Aku ke dalam dulu ya." Dia mengangguk.

"Ayo Yun, itu Mas Putra udah nungguin."

Aku mengikuti langkah kaki Ningrum. Benar saja, sudah ada Mas Putra disana, dan seorang perempuan yang ku taksir umurnya lebih dari Aku.

"Mbak, mau interview juga ya?" Tanyaku padanya.

Dia mengangguk,

"Hoo Mbak, mbak e rumahnya mana?"

"Jauh mbak Aku, mbaknya?"

"Saya kos mbak disini, saya bukan asli sini tapi ke sini ikut suami."

"Oh gitu ya. Mbaknya udah selesai nulis formulirnya?" Tanyaku lagi

"Udah nih, tungguin diambil aja sih ini."

"Iya mbak," pintu ruang administrasi kembali dibuka oleh Mas Putra.

"Jadi, ini kalian berdua mulai besok Senin udah bisa berangkat ya Mbak. Masuk jam setengah sembilan, dan pulang jam setengah lima." Jelas Mas Putra. Kami berdua mengangguk.

"Terimakasih atas waktunya, dan selamat bergabung dengan kami." Ujar Mas Putra lagi.

Setelah selesai, Aku dan Mbak yang baru ku ketahui bernama Tina beriringan keluar. Sebelumnya Aku juga sudah pamit pada Ningrum duluan.

"Mbak Yun, sini Aku minta nomer hape kamu. Biar besok semakin kenal, kan kita masuknya barengan."

"Oke Mbak Tin," kusebut angka nomorku lalu berpamitan padanya.

"Yuk Ji, pulang. Tapi makan dulu ya? Kamu kan udah nemenin Aku tadi."

"Boleh Yun, atur aja Aku mah manut."

Akhirnya selesai juga hari ini, drama kesasar kenapa harus ada pada diriku coba? Begini kah rasanya manusia susah baca maps.

REMINDER [ CERITA HARIAN ]

Suara adzan subuh berkumandang membuatku terbangun dari tidur nyenyak semalam. Jika Aku tidak ingat kalau ini hari pertama masuk kerja, mungkin Aku lebih memilih melanjutkan tidurku. Meski sambutanya adalah Omelan dari Ibu.

"Hoammm pagi dunia tipu tipu, semoga hari ini berjalan lancar."

Aku beranjak bangun dari tempat tidurku. Merapikan selimut dan juga bantal guling kesayanganku yang sudah tercecer kemana mana.

Ku lihat Ibu sudah ada di dapur. Kusapa Ibu,

"Pagi Yun, Sudah sholat?" Tanya Ibu.

"Pagi Bu, belum lah Bu. Ini aja Yuna baru aja bangun." Aku cemberut.

"Yaudah sana sholat dulu. Terus abis itu bantuin Ibu bentar siapin makan."

"Lho, Kakak belum bangun Bu?" Tanyaku.

"Kakakmu itu suaminya kalau masuk siang jam segini mana ada bangun."

"Yaudah Bu, biar Yuna aja yang bantu. Tapi Yuna mau sholat bentar ya." Ibu hanya berdehem mengiyakan.

Aku segera meluncur melaksanakan kewajibanku. Aku sadar, meskipun Aku bukan manusia baik, tetapi ku usahakan sholat tetap terjaga. Meski terkadang juga lupa sih hehe.

Kira kira setengah jam, Aku kembali ke dapur guna membantu sebentar sebelum Aku berkutat dengan cucian baju. Namun, baru saja Aku membantu. Suara tangisan keponakanku yang mencari neneknya membuat Ibu berdecak kesal.

"Ibunya ada kenapa harus neneknya, kalau belum siap punya anak kenapa ngga ditunda dulu. Emang ngurus bayi gampang," gerutu Ibu.

"Sabar Bu, udah sana Ibu tenangin dulu Dek Nisa. Ini biar Yuna, masalah kakak mau bantu apa engga biarin aja Bu."

"Ibu tinggal bentar ya Yun." Ku jawab sekilas.

Yahh, begitulah rutinitas Ibu. Sebenarnya Aku kasihan pada Ibu. Pagi pagi buta Ibu harus bangun membuat sarapan, sementara anak sulungnya masih asyik bergelung dengan selimut. Dan disaat anaknya terbangun dan menangis, biasanya ngomel ngomel. Ibu yang ngga tega, mau ngga mau harus turun tangan.

Kurang lebih pukul enam pagi, semua telah selesai. Tinggal Aku yang harus berkutat dengan cucian bajuku. Kulihat cuma ada beberapa sih, ngga terlalu banyak. Tapi kali dibiarkan jadinya malah menggunung. Dan Aku ngga mau hal itu terjadi. Dibawa simpel aja sih kalau Aku hehe.

Jam 07.00 Aku sudah bersiap untuk mandi. Tiba tiba kudengar Ibu berkata,

"Yun, mau sarapan dulu ngga?"

"Engga Bu, Yuna kan jarang sarapan. Mau bekal aja deh Bu, lagian ini hari pertama Yuna masuk, belum tau banget daerah sana. Lebih baik bekal."

"Baik lah, nanti Ibu siapin. Sana kami mandi aja, nanti keburu Ningrum jemput kamu." Kuacungkan jari jempol ku pada Ibu tanda mengiyakan.

Kalau disaat seperti ini, mandi ku lebih singkat dari biasanya. Aku takut terlena jika kelamaan.

Tak berselang lama, Aku sudah siap dan tinggal berangkat.

"Bu, masalah bensin buat Ningrum menurut Ibu gimana?" Tanyaku pada Ibu yang sedang menyiapkan kotak bekal untukku.

"Kemarin Ibu sudah bilang sama Bibi Cia terkait itu. Katanya lebih baik per bulan aja. Masalah nominal, itu tergantung sebulan beli berapa kali terus dibagi dua."

"Baik Bu kalau gitu, Yuna nurut aja enaknya dimana. Yaidah Bu, Yuna mau berangkat dulu ya, itu kayanya Ningrum udah didepan, kedengaran soalnya suara sepeda motornya."

"Yaudah sana, Ibu ga nganter ke depan ya. Hati hati di jalan."

"Iya Bu, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Kulihat memang Ningrum sudah didepan, tak lupa juga ku ambil helm.

"Pagi Yun, udah siap nih pertama kali masuk?"

"Pagi juga Ning, siap kok. Apapun keadaannya nanti, lihat saja lah."

"Haha bener tuh, yaudah yuk."

Aku segera naik keatas jok. Sebelum itu Aku bertanya lagi,

"Aku yang depan aja gimana Ning?"

"Besok aja Yun, kamu kan belum hafal jalanya. Nanti kalau udah Aku kasih tau buat patokanya, baru gantian ya."

"Siap Bosque."

Kami berdua akhirnya berangkat. Sebenarnya kukira dari awal perjalanan lebih dari satu jam. Karena mengingat pas interview kemarin nyasar hampir dua jam, dan juga hari ini berangkat lebih dari jam setengah delapan.

Ternyata, cukup waktu setengah jam saja sudah sampai, itu pun karena jalan lancar.

Tiba tiba jantungku berdegup kencang. Aku tidak tau, seperti apa keadaan di dalam sana, dan juga siapa saja yang harus ku hadapi. Tapi, Ningrum dengan santai mengerti kegundahan ku meski sudah ku tutupi.

"Santai aja Yun, Ini hari Senin kok. Nanti bakal ada briefing dulu biasanya "

"Hehe iya Ning."

Tak berselang lama, ku lihat seseorang yang ku kenali. Dia Mbak Tina. Segera ku hampiri dan kusapa.

"Hai Mbak Tina."

"Eh kamu Yun, pagi banget berangkatnya."

"Iya Mbak, bareng temen itu."

"Boleh dong, kenalin."

"Yuk Mbak," Aku mengajak Mbak Tina menuju ke Ningrum.

"Ning, kenalin. Ini Mbak Tina, kemarin pas interview bareng sama Aku."

"Hallo Ningrum, Saya Tina semoga bisa bekerja sama ya nantinya jika kita satu ruangan." Sapa Mbak Tina.

"Hallo Mbak, Iya Mbak makasih ya. Yuk masuk aja, udah pada kumpul tuh."

Tiba tiba jantungku kembali berdegup kencang, ku lihat tatapan mata karyawan disitu langsung mengarah pada kami. Aku sih sebenarnya bisa aja cuek akan hal ini, namun ini hari pertama dan Aku harus bisa memberikan kesan yang baik.

Ku edarkan pandanganku kearah semuanya, ku kira mayoritas perempuan yang disitu. Ternyata setelah ku lihat jumlah hampir sama antara perempuan dan laki-laki.

"Halloo, pagi teman teman. Wah ada wajah wajah baru nih."

"Pagi juga" setelah semua menjawab dibarengi juga nyanyian yel yel khas mereka, mereka kembali diam.

"Jadi ini ada dua anak baru, coba sini kenalan dulu sama teman temanya. Oh iya, nama saya Winda sebagai apoteker disini. Coba kalian berdua memperkenalkan." Aku dan juga Mbak Tina langsung berdiri.

"Hallo, pagi teman teman. Perkenalkan Nama Saya Yuna Indrayana, biasa dipanggil Yuna, terimakasih."

"Hallo, saya Tina Yuniarti, biasa dipanggil Tina. Terimakasih semuanya atas waktunya."

Setelahnya briefing kembali berjalan setelah membahas hal hal yang belum ku pahami.

Selesainya briefing, Aku dan juga Mbak Tina dipanggil Supervisor. Guna dikenalkan ruangan ruangan disini dan juga pembagian kerja kami berdua. Sebut saja supervisor itu namanya Maryani.

"Jadi Bu, nanti tempat kami berdua akan di bedakan apa jadi satu?" Tanya Mbak Tina.

"Kalian berdua ruangannya sendiri sendiri ya. Kamu di bagian produksi A dan Mbak Yuna di bagian C. Nanti Mbak Tina ikuti mbak yang ngga Pake jilbab itu ya. Terus Mbak Yuna ikut saya." Aku diam mendengarkan penjelasannya. Setelahnya kami berpisah.

Aku mengekori Ibu supervisor itu, sebelumnya berkata,

"Temannya Ningrum ya Mbak?" Tanyanya.

"Hehe, Iya Bu." Aku kembali diam, lalu setelah sedikit jauh berjalan, baru terlihat sebuah ruangan yang tersembunyi.

Terlihat lima orang disana, dua laki laki dan tiga perempuan. Satu perempuan yang sudah berusia, dua perempuan yang kutaksir mungkin hanya lebih tua dariku beberapa tahun, satu bapak bapak dan juga satu pria yang ku taksir sudah dewasa.

"Hallo Bang, nih tak bawain temen baru. Mbak Yuna, kenalin itu Abang Wahyu, dia sebagai penanggung jawab disini, terus itu juga ada Mbak Rahmi, Bu tari, Pak Danang, dan itu Mbak Risma."

"Hallo Mbak Yuna, saya Wahyu. Semoga kerasan ya disini bersama kita para lansia. Hehe. Semoga bisa bekerja sama untuk kedepanya."

"Hallo Mbak, Aku Risma cantik. Salam kenal ya, awas nanti digodain Bang Wahyu tuh." Ku lihat netra Mas Wahyu mendelik kearah Mbak Risma.

"Heh Ngadi ngadi, udah sana balik ke tempat kerja."

Aku tertawa melihat interaksi itu.

"Hallo semua, sebelumnya maaf ya mengganggu sebentar. perkenalkan, namaku Yuna, temenya Ningrum, tau kan? Biar nanti ngga tanya lagi hehe." Mereka tertawa dengan celotehanku.

"Kalau gitu, tak tinggal ya Bang, Ayo Mbak Risma, pulang ke asal kamu. Nanti dicariin kamu," ajak Bu Maryani.

"Yahh Buuuuu, yaudah Risma cantik pulang dulu ya Bang, dahh." Sementara Bu Maryani hanya menggelengkan kepalanya, mungkin sudah tau sifatnya memang seperti itu.

"Jangan ambil pusing orang itu ya Mbak, biasa lah dia kaya gitu. Iya kan Mbak Rahmi?"

"Hoo mas, sini Mbak duduk Deket Aku, nanti kalau belum tau atau ada yang mau ditanyain, tanya aja ya, ngga usah sungkan sungkan."

Aku tersenyum mendengar suara mbak Rahmi yang ramah. Dengan begitu, Aku tak akan kesulitan beradaptasi, jika manusia yang disini lebih dewasa dariku.

Skip sore hari

Untuk hari pertama bekerja, not bad lah. Baru sekedar perkenalan, dan juga perkenalan produk yang dibuat. Jadi, tidak buruk juga. Lihat saja ke depannya gimana.

Malam hari dirumah.

"Gimana Yun, hari pertama kerja?" Tanya Ayahku yang diangguki juga oleh Ibu.

"Lumayan sih Bu, Yah. Kayanya diruangan Yuna, Yuna paling kecil. Jadi Yuna pikir mereka masih bisa lah membimbing Yuna." Ayah dan Ibu mengangguk paham.

"Kalau Ningrum?"

"Yuna sama Ningrum beda devisi Bu," Ibu ber- oh ria lalu melanjutkan kegiatannya membuat besek.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!