Sosok pemuda terbangun dari tempat tidurnya, kelopak matanya seperti mata panda, wajahnya pucat dan lusuh.
"Perasaan aku sudah tertidur sangat lama. Bahkan lebih dari 8 jam. Tapi kenapa suasana diluar nampak gelap," gumamnya menyeka keringat di dahinya.
Tenggorokannya sangat kering, lalu mengambil teko di nakas sebelah kanan dekat tempat tidurnya.
Suara air ngerucuk ke dalam gelas, suasananya sangat sepi, dan terkesan gelap di dalam kamar pemuda lusuh tersebut.
Pemuda tersebut menempelkan ujung gelas ke bibirnya, dan mulai meneguk perlahan menikmati air yang sangat segar melewati kerongkongannya.
Satu tegukan, dua tegukan bertambah segar, kerongkongannya yang kering terbasahi. Namun pada saat tegukan yang ketiga, air itu berubah warna dengan bau yang sangat anyir.
"Hoeek ...." Pemuda tersebut memuntahkannya dan nampak cairan merah kental bercampur beberapa belatung.
Lampu kamarnya yang berwarna kuning dengan ukuran 5 watt semakin redup, dan beberapa lama kemudian seperti lampu disko. Namun beberapa kali menunjukan intensitas cahaya yang terang.
Sosok perempuan memakai gaun putih dengan muka tertutup rambut panjang tertangkap mata pemuda tersebut, dan berada di sudut kanan kamarnya.
Pemuda itu berteriak mencoba mengusir sosok bergaun putih tersebut. “Pergi kamu, pergi!”
Bukannya pergi, perempuan berdaster tersebut malah mendekatinya dengan merangkak. Mukanya yang hancur dengan bola mata kiri keluar ditampakan dengan raut menyeringai ke arah pemuda tersebut.
Kulitnya melepuh seperti habis terbakar, dan kesepuluh jarinya memiliki kuku yang panjang dengan bau gosong yang sangat menusuk hidung.
Pemuda tersebut histeris, dan melempari hantu kuntilanak rangkak tersebut dengan bantal, guling, hingga gelas yang di pegangnya.
Namun tak ada satupun yang mengenai hantu kuntilanak rangkak. Justru hantu tersebut malah semakin gencar menakutinya dengan memperlihatkan kepalanya yang menggantung lunglai dengan posisi terbalik dengan muka menyeringai.
Perlahan wanita itu mendekat. Semakin lama semakin mendekat membuat pemuda tersebut beringsut, dan menutup mukanya dengan bantal yang tersisa.
"Tolong!" Pemuda itu terus berteriak hingga suaranya serak.
Perempuan bergaun putih lusuh tersebut berhasil menggapai kaki sosok pemuda tersebut, dan seketika itu berteriak, tetapi tak mengeluarkan suara.

Betisnya dipegang oleh tangan kanan perempuan bergaun putih menyusuri hingga ke paha, dan membuatnya semakin ketakutan, hingga sesak nafas.
Sosok pemuda tersebut ingin menangis. Namun tak mengeluarkan air mata. Ingin terkencing, tetapi tak bisa mengeluarkan cairan seni, dan ingin berteriak pun tak bisa, mulutnya seakan terkunci.
Tangan perempuan tersebut sudah sampai di dada sosok pemuda dan ....
"Tidak ...! Huff ... huff ... huff ...." Sosok pemuda bernama Vectorio Alzinsky itu terbangun dari mimpi buruknya dengan nafas tak beraturan, dan keringat dingin mengucur deras. "Mi-mimpi ini sudah terulang 999 kali, tapi tetap saja menyeramkan."
"Al, bangun! Ini sudah siang! Apa kau tak mencari pekerjaan. Bukannya ada bursa kerja khusus di sekolahmu," panggil Yuzan pengasuh anak yatim piatu Insan Madani, tempat dimana Vectorio Alzinsky dibesarkan.
Ya, Namanya Vectorio Alzinsky, dan nama ini tertera dalam kalung yang ditinggalkan oleh orang yang menaruhku di panti asuhan Insan Madani.
Namanya terlalu kebarat-baratan, namun mukanya seperti pada umumnya orang Indramayu, memiliki kulit sawo matang, dia tidak tampan bahkan terkesan gemuk dengan berat 85 kg dan tinggi 175 cm.
Sejak ditemukan ibu panti bernama Yuzan, Al sudah mengalami heterochromia, yakni memiliki pupil atau manik mata yang berbeda pada umumnya manusia.
Pupil mata sebelah kanan Al berwarna merah dan pupil mata sebelah kirinya berwarna biru.
Sebab ini juga, Al sering dibuli di sekolahnya di SMKN 1 Krangkeng. Kadang bukan hanya dibully, tapi pernah suatu kali ia diikat di tiang, dan disiram air campuran telur busuk, serta air tuba atau air comberan.
Teman-teman menjuluki Al, 'Si Gendut Mata Seram' dan tidak ada satu pun yang mau berteman dengannya.
Hanya Yuzan yang terus menguatkannya, walau anak panti yang lain juga sama dalam memperlakukan Al, yakni mengejek dan membully juga mengucilkannya.
"Ya bu, aku sudah bangun." Al menyahuti sambil bergegas ke kamar mandi.
Al segera membersihkan diri. Setelah itu mengambil pakaian kemeja putih, dan celana katun hitam pemberian Yuzan di hari ulang tahunnya kemarin.
Setelah selesai berdandan, Al segera menuju ruang makan panti. Hanya ada Vivian yang belum berangkat kerja.
Vivian juga baru saja lulus sekolah, tetapi karena otaknya cemerlang langsung ditawari bekerja sebagai sekretaris di salah satu perusahaan otomotif terkenal.
Sejatinya bukan hanya memiliki segudang prestasi, tetapi Vivian juga anak panti yang sangat cantik.
Jika dinilai kecantikannya adalah 95. Dengan tubuh seksi semampai, rambut hitam lurus, bibir merah merekah, dan mata belo bermanik mata hitam legam dengan bulu-bulu mata sangat lentik.
Cukup kedipannya sudah membuat hati setiap laki-laki terpana dan itu juga bekerja pada Vectorio Alzinsky.
Vivian tidak mau keluar dari panti. Karena merasa kasihan dengan ibu Yuzan yang seorang diri mengurus panti, dan Vectorio Alzinsky tidak bisa diandalkan.
"Hai, gendut pelangi, cari kerja yang betul. Sudah 10 perusahaan menolakmu, apakah IQ-mu itu benar-benar jongkok?" hardik Vivian dengan raut muka ketus.
"Aku sudah berusaha tapi hasilnya selalu gagal. Jadi jangan salahkan aku, salahkan takdir yang selalu tak adil padaku, hmph!"
Al mendengus kesal menaruh gelas yang sudah diisi dengan air itu dengan keras di atas permukaan meja.
Selalu saja Al setiap pagi berdebat, dan bertengkar dengan wanita cantik dengan otak cemerlang tersebut.
"Apa? Mau marah lagi? Ngambek lagi? Kamu itu sudah 19 tahun, tapi selalu saja seperti anak kecil dan pecundang. Kamu tuh harus dewasa dikit ---"
"Apa pedulimu? Kedua orang tuaku juga tak peduli! Sudahlah mood ku jadi rusak gara-gara putri yang sangat cantik."
Al menenggak air di gelasnya dalam satu kali tenggakan. Namun setelah ingat akan mimpinya semalam ia memuntahkannya dengan raut muka pucat pasi.
"Kenapa Al?" tanya serentak Yuzan dan Vivian khawatir.
"Tidak apa-apa bu, hanya ingat sesuatu saja," jawab Al hanya pada Ibu Yuzan dan mengacuhkan Vivian.
Sikapnya itu membuat Vivian kesal, dan menamparnya.
Suara tangan Vivian yang menempel pipi kanan Al terdengar saat keras, dan menggema di ruangan.
"Kamu itu selalu saja kesal monster mata!" VIvian bergegas pergi dengan membawa tasnya penuh emosi yang memuncak.
Sampai-sampai Al sendiri tak paham. Kenapa Vivian tiba tiba sangat marah padanya?
"Sudah maafkan saja Vivian, mungkin lagi banyak pekerjaan di kantornya. Cepat pergi! Nanti terlambat mengikuti tes."
"Iya bu."
Al mencium punggung tangan Yuzan dan Yuzan mengelus lembut kepala Al seraya mendoakannya dalam hati, "Tuhan, berikanlah anak ini rizki yang berlimpah, semenjak kecil ia selalu sengsara. Mudahkanlah segala urusannya."
Setelah diberi uang saku oleh Yuzan, Al segera ke pinggir jalan raya dan menyebrang, ia harus menunggu angkot yang menuju ke arah SMKN 1 Krangkeng.
Tas miliknya sudah diisi penuh dengan 10 map coklat berisi surat lamaran pekerjaan.
Tak berapa lama angkot berwarna kuning mendekat dan Al melambaikan tangan untuk menghentikannya.
Di dalam angkot hanya ia seorang diri yang naik, anehnya ketika supir menoleh ke arah Al, mukanya sangat pucat, kelopak matanya menghitam dan bibirnya sangat pucat.
Supir angkot tersebut kembali menatap lurus ke depan dengan menyeringai dan melajukan lagi angkotnya menuju arah lampu merah Karangampel.
Selang 15 menit, angkot yang hanya ditumpangi oleh Al itu sampai di depan pintu gerbang SMKN 1 Krangkeng.
Al keheranan, pasalnya setiap ada penumpang yang melambaikan tangan untuk naik angkot tersebut, sang supir angkot tidak berhenti, malah terus melajukan angkot tersebut ke arah tujuan Al.
Seolah-olah sang supir adalah supir pribadi Al yang hanya mengantarkan tujuan tuannya saja.
Al turun dari angkot dan disapa ramah oleh mang Zidan, penjaga kemanan atau sekuriti SMKN 1 Krangkeng, "Wuis, keren amat kamu Al. Sudah kaya bos besar aja."
"Ah, si mamang. Tetap aja mang kalau gak punya uang dan pekerjaan bukan bos besar tapi pejabat alias pengangguran Jawa Barat, he-he ...."
Sambil terkekeh, Al menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan melemparkan tinju yang disambut tinju juga oleh mang Zidan.
Di sekolah Al memang tidak punya teman sekelas, karena memang tidak ada yang mau. Makanya jika ia bersedih karena dibuli, paling-paling nongkrong di depan pos satpam dan berbincang ria dengan mang Zidan.
"Jangan lupa kalau lulus traktir-traktir kita." Mang Zidan tersenyum lebar dan bergaya pose tangan pistol.
Sambil memunggungi dan menoleh ke arah mang Zidan, Al mengacungkan jempol, "Beres!"
Begitu melewati gerbang, semua tatapan mata langsung sinis menyambut Al, baik adik kelasnya maupun teman-temannya yang seangkatan.
Mereka juga sama-sama mencari lowongan pekerjaan seperti Al. Bursa kerja khusus atau job fair kali mendatangkan banyak perusahaan multinasional yang bergerak di bidang manufaktur.
Para pelamar pekerjaan dari berbagai sekolah dan dimensi strata sosial di seluruh Indramayu mulai memenuhi boot-boot yang dipasang oleh para rekrutmen yang di utus perusahaan masing-masing.
Tapi di tengah keramaian tersebut Al merasakan keganjilan, ia seperti melihat hantu kuntilanak rangkak yang semalam muncul dalam mimpinya.
"Sial, kenapa aku jadi merinding begini sih? berasa ada yang mengawasiku," gumam Al mengelus-elus lembutnya dan memang benar, bulu kuduknya meremang.
Al hanya bisa merasakan tapi ia tidak melihat, hingga sesosok wanita menepuk pundaknya, "Dor!"
"Eh copot, anunya copot, eh copot-copot anunya copot." Al menoleh dengan melebarkan mata dengan mengelus-elus dadanya, "Lyodra, kamu?!"
"Ya, kenapa? Kangen?" Lyodra menoyor dahi Al dan itu kebiasaannya jika bertemu dengan pria gemuk tersebut.
Al dan Lyodra memang beda sekolah dan tak sengaja waktu itu Al yang pura-pura berani menolong Lyodra dari gangguan preman pasar Karangampel sewaktu di dalam angkot.
Bukannya Al menang malah dibuat babak belur oleh para preman-preman tersebut. Justru malah Lyodra yang berhasil mengusirnya dengan seni bela diri pencak silatnya.
"Ah, meski rambutnya pendek, tapi Lyodra selalu tampak menawan," batin Al melongo.
"Woy!" Lyodra memainkan telapak tangan kanannya di depan muka Al dan membuatnya sadar dari lamunan punguk merindukan bulannya.
"Eh, maaf. Ayo!" Al tanpa sadar menarik tangan Lyodra menuju boot PT.Yabohai Automotive Manufacturing.
Perusahaan yang bergerak di bidang otomotif perakitan motor listrik dan itu salah satu impian Al untuk bisa bekerja disana.
Tapi, banyak juga para pelamar yang mendaftarkan diri di boot Yabohai tersebut.
"Kamu masih ingin melamar disini? Boot ini banyak yang melamar, berarti saingan kita akan banyak dan kesempatan kita kecil. Tahulah, nilaiku pas-pasan," sergah Lyodra agak minder dan menunduk wajah.
Bahkan penyakit minder Lyodra kambuh, mukanya ia tutupi dengan poni rambutnya, walau itu hanya menutup bagian matanya saja.
"Hei, gagal atau sukses itu tidak masalah. Asal kita coba dahulu, ok." Al memijat-mijat pundak Lyodra untuk menyemangatinya.
Al tahu jika Lyodra sudah menutup bagian matanya, tandanya syndrom avoidant personality disordernya sedang kambuh.
"Makasih Al, kamu memang selalu menolongku di saat seperti ini."
"Ya, kita kan teman baik." Al menyolek hidung Lyodra dan membuatnya tersipu malu.
"Padahal aku berharap lebih dari teman, Al," batin Lyodra berharap.
Entah kenapa hati Lyodra terpaut pada Vectorio Alzinsky yang berbeda 180 derajat dari opa-opa Korea yang tampan, putih, dan dadanya bidang serta perut sudah seperti roti sobek.
Padahal, Al gendut, terkena heterochromia, tampan juga gak, rambut juga semrawut gak karu-karuan.
Pemandangan Al dan Lyodra yang sungguh romantis malah membuat iri para pemuda di sekelilingnya.
Lyodra nilainya sebagai seorang gadis bernilai 94, hanya terpaut 1 poin dari Vivian.
"Minggir gendut, Lyodra itu pacarku!" Rivan tiba-tiba menyela dan mendorong Al.
Anehnya, Al merasakab aura gelap di badan Rivan, badan terkesan menyeramkan.
"Kenapa serem amat pacar Lyodra ini?" batinnya dengan raut muka seputih kertas.
"Diam kamu!" bentak Lyodra berapi-api pada Rivan dan melanjutkan dengan memelintir telapak tangannya, "Aku sudah katakan, aku bukan pacarmu!"
Al yang seorang pecundang segera kabur dari tempat kejadian perkara untuk menaruh 10 map coklat kesepuluh boot salah satunya tentu saja PT.Yabohai Automotive Manufacturing.
"Eh, tunggu! Sialan si gendut unyu itu malah meninggalkanku!" Lyodra berteriak sambil mengejar Al.
"Awas saja kau bocah gendut, aku habisi kau. Kali ini kau selamat, tapi lain kali tidak," gumam Rivan menggertakan gigi.
"Bos, lebih baik jangan ganggu pria gendut tersebut. Ada sesuatu yang tak bisa aku sentuh," bisik Genderuwo yang menjaga Rivan.
"Aku tak peduli, aku harus menghancurkannya. Aku akan meminta ayah untuk melakukannya," batin Rivan geram.
Al malah langsung kabur setelah menaruh semua surat lamarannya dan Lyodra sama sekali tidak menemukan batang hidungnya.
Al bergegas ke pinggir jalan raya untuk pulang ke panti, seperti biasa ia menunggu mobil angkot berwarna kuning.
"Yes, aku selamat. Angkotnya sudah datang." Al melambaikan tangan dan angkot itu berhenti.
Lagi-lagi angkot yang biasa Al naiki dan ia segera naik ke belakang namun dihentikan oleh supir angkot.
"Den, naik di depan saja. Di belakang bahaya," pintanya.
Al seperti dihipnotis dan menuruti perkataan sang supir dan membuka pintu depan mobil lalu duduk disamping supir.
Tatapan mata Al langsung kosong dan itu sengaja dibuat sang sopir angkot, sebab yang naik dibelakang adalah arwah korban kecelakaan pagi ini di sepanjang jalur Indramayu-Cirebon rute Karangampel sampai Gunung Jati.
"Den, naik di depan saja. Di belakang bahaya," pintanya.
Al seperti dihipnotis dan menuruti perkataan sang supir dan membuka pintu depan mobil lalu duduk disamping supir.
Tatapan mata Al langsung kosong dan itu sengaja dibuat sang sopir angkot, sebab yang naik dibelakang adalah arwah korban kecelakaan pagi ini di sepanjang jalur Indramayu-Cirebon rute Karangampel sampai Gunung Jati.
Ada yang matanya hilang satu, kepalanya pecah, dadanya berlubang, tangannya hilang, semua mukanya sama berceceran darah dan darah.
Tapi itu semua tak membuat Al takut, sebab pemuda tersebut dalam pengaruh hipnotis sang supir angkot.
15 menit angkot tersebut tiba di depan pintu gerbang panti Insan Madani dan pundak Al ditepuk oleh sanng supir.
"Den, sudah sampai. Silahkan turun!" seru sang sopir angkot.
"Eh, iya."
Seketika Al tersadar dan langsung memberikan uang pecahan lima ribu rupiah, namun ditolak oleh sang supir, "Tidak usah den. Buat aden saja."
"Terima kasih pak."
Al membuka pintu dan menoleh ke arah ang supir dengan tersenyum, lalu menganggukan kepla memberi hormat pada sang supir.
Punggung Al nampak sudah di depan pintu masuk panti dan tanpa ia sadari, mobil angkot tersebut hilang dari pandangan Al.
Utung saja Al tidak melihatnya, jika melihat maka ia takan bisa tidur malam.
"Bu, aku pulang," ucap Al lemas.
Tiba-tiba ia merasa lemas, raut wajahya seputih kertas, tenaga dan energi kehidupannya seperti terkuras habis.
Pandangannya agak buram dan jalannya limbung, tidak ada satupun orang yang berada di dalam panti.
Ibu Yuzan sedang pergi ke pasar untuk membeli stok bahan makanan untuk satu minggu kedepan.
Al memaksa untuk berjalan walau tangannya harus merayap di dinding di sekitarnya.
Nafasnya terengah-engah menuju kamarnya yang berjarak 10 meter dari tempatnya berdiri.
Ketika sampai di depan pintu kamarnya, Al terjatuh dan sekuat tenaga mendorong pintu agar terbuka. Al merangkak ketika pintu berhasil terbuka ia merangkak masuk ke dalam kamarnya untuk meraih tempat tidur.
Matanya sudah sangat buram untuk melihat dan kepalanya agak pusing, tempat tidur itu berhasil di jangkau oleh Al.
Namun, kesadarannya beberapa saat kemudian seperti di dua alam yang berbeda.
Al tersentak kaget setelah melihat kuntilanak rangkak yang ia temui dalam mimpi ada si sudut kamar dengan menyeringai dan lidah menjulur sepanjang dada.
Air liur yang sangat bau menusuk hidungnya, kondisi kesadaran Al saat ini seperti mengalami sleep paralysis atau rep-rep.
"Pergi kamu!" hardiknya tapi yang mengatakan hal tersebut adalah ruh Al bukan tubuhnya.
Tubuh Al yang asli sudah tertidur tertelungkup, tangannya hendak meraih tempat tidur.
"Pergi? Tidaklah, aku tidak mau pergi. Jiwamu begitu nikmat, cukup aku membuatmu ketakutan saja, rasa kenyangku terpenuhi," balas kuntilanak rangkak melalui telepati.
Ruh Al mulai ketakutan luar biasa, kini ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Tubuh aslinya mengeluarkan keringat dingin yang cukup deras dengan raut muka seputih kertas.
Ruh Al mundur perlahan dan ingin kabur, tapi benang merah yang tiba-tiba keluar dari dalam tubuhnya yang asli menjerat ruhnya tersebut.
Ruh Al ditarik paksa masuk kembali ke jasadnya, seberkas cahaya muncul dari dalam dada Al dan membuat kuntilanak rangkak itu meringis kepanasan.
"Sialan! Panas ... panas ... badan ini pusing, pusing kepala ini!" teriaknya lalu mehilang.
Dari seberkas cahaya tersebut, muncul sosok kakek tua memakai jubah putih, berikat kepala putih, bermanik mata putih dan berjanggut putih.
"Kamu harus menerima takdirmu, nak," ucapnya dan memegang dada Al yang kembang-kempis tak karuan.
Setelah dipegang oleh tangan sang kakek, dada itu kembali bernafas normal. Sang kakek pun masuk dalam ruang batin Al yang sudah tidur lebih dalam.
Di mimpi Al sang kakek memperkenalkan diri dengan ruh Al yang masih sangat ketakutan, "Halo, nak. Tenanglah, setan itu sudah pergi. Tapi selama kau takut, ia akan terus mengganggumu."
"Siapa anda?" tanya Al melebarkan mata.
Seolah-olah bisa membaca pikiran Al, sang kakek langsung mengatakan hal tersebut, "Aku, kakek buyutmu yang selama ini mengawasimu, namun tak bisa membantu banyak. Apalagi jika kau ingin bertanya tentang kedua orang tuamu, aku juga tak tahu."
Ruh Al hanya bisa menghela nafas panjang, dan menunduk lesu, "Apakah aku anak haram, jadi kedua orang tuaku membuangku?"
"Tidak, aku yakin mereka punya alasan yang sangat penting. Jika kamu ingin mengetahui segalanya kemarilah dan jangan takut. Aku akan memberikanmu sesuatu," pinta sang kakek bernama Maharesi Janggut Putih dengan melambaikan tangan.
Al tanpa basa-basi langsung mendekat, ruhnya sama sekali tidak mendeteksi adanya ancaman dari sang kakek.
"Nama kakek siapa? Biar aku ada petunjuk untuk mencari kedua orang tuaku?" tanya Al memegangi tangan sang kakek yang sedang berada di atas ubun-ubunnya.
"Namaku Maharesi Janggut Putih dan mungkin nama itu tidak akan membantu. Namun kamu harus kuat cucuku, karena setelah ini aku tak bisa menemuimu lagi."
Setelah mengatakan hal tersebut, kakek Maharesi Janggut Putih tubuhnya bersinar dan menjadi bola cahaya yang sangat menyilaukan Al.
Bola cahaya tersebut masuk ke dalam kepalanya dan membuat Al menjerit kesakitan, "Aaaaakh ...!"
[Xixixixixi]
[Selamat datang di Indigo System]
[Memulai penyatuan dengan tubuh host dimulai dalam 3 ... 2 ... 1 ....]
[0% ... 15% ... 25% ... 35% ... 45% ... 55% ... 65% ... 75% ... 85% ... 95% ... 99% ... 100%]
Dalam proses tersebut, ruh Al merasakan sakit yang sangat luar biasa seperti ditusuk ribuan pedang dan berimbas pada tubuh Asli Al.
Tubuh Aslinya kejang-kejang seperti orang kesurupan ekstrem, urat ototnya menegang dengan mata sepenuhnya putih.
Tubuh asli Al melayang mengeluarkan fluktuasi udara yang cukup hebat hingga mengobrik-abrik kamarnya.
[Selamat penyatuan sistem berhasil dan mendapatkan kotak pemula]
Setelah mendengar pemberitahuan sistem, ruh Al langsung masuk ke tubuhnya yang asli dan langsung bangkit duduk serta membuka mata dengan mata membelalak, juga deru nafasnya tak beraturan.
[Sistem akan menjawab, walau tuan tidak bertanya. Aku adalah Indigo System yang akan memandu tuan menjadi Paranormal terhebat di dunia]
"Eeeeh ...." Al langsung Syok dan membaringkan lagi tubuhnya dengan paksa.
Pasalnya, Al justru dipandu menjadi Paranormal, tidak sesuai harapannya sama sekali.
Al menarik nafas dalam-dalam mencoba menenangkan diri, agar kepalanya lebih jernih.
[Xixixixixi]
[Membuka otomatis kotak pemula]
[Selamat, tuan mendapatkan ransel inventaris]
[Selamat, tuan mendapatkan 100 Indigo koin]
[Selamat, tuan mendapatkan kitab ajian nawadewanata]
"Sistem, aku sungguh tak paham. Coba jelaskan!" pintanya dalam hati.
[Ransel inventaris merupakan tempat penyimpanan dimensi yang berupa kantong plastik ajaib]
Kantong plastik berwarna hitam keluar dari panel hologram berwarna putih dengan tulisan huruf berwarna biru dan membuat Al mengernyit, "Apa?! Sungguh ajaib?!"
[Indigo Koin merupakan alat transaksi pembayaran yang digunakan dalam Indigo System. Indigo Koin bisa didapatkan melalui menyelesaikan misi dari sistem. Indigo Koin juga bisa digunakan untuk meningkatkan presentase pengendalian suatu kemampuan khusus]
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!