NovelToon NovelToon

SISTEM DUA BELAS CINCIN

001 - REINKARNASI DI DUNIA LAIN

Roma mengembuskan napas beratnya sambil duduk di salah satu kursi di dalam kereta cepat. Hari senin di minggu dengan jadwal yang sangat padat, begitu kiranya yang Roma lihat di buku agenda miliknya.

Sebenarnya ia merasa lelah untuk bekerja setiap harinya yang kadang tak ada libur malah lembur, andai saja ia orang kaya atau terlahir dari keluarga pemilik salah satu perusahaan terkemuka, mungkin ia tak akan melakukan hal itu.

Sembari menunggu kereta itu sampai di stasiun pemberhentian di dekat kantornya, ia menyibukkan diri sambil memainkan ponsel pintarnya. Tak ada pesan dari siapapun, ia lajang berusia 30 tahun, dan ini belum waktunya gajian orang tuanya tak akan repot-repot menghubunginya.

Hidupnya terkesan membosankan, tak ada warna atau corak sederhana. Andaikan ia bisa meminta,  ia sangat berharap memiliki kehidupan yang jauh menyenangkan dari pada saat ini. Kehidupan yang selama ini hanya bisa ia saksikan di film ataupun video game.

Memang hanya dua hal itu yang bisa membuatnya bahagia, tertawa dengan senangnya, karena menurutnya bersama dengan manusia cukup menyebalkan.

Selain itu ia juga memelihara kucing jenis persia yang ia rawat secara diam-diam, karena pemilik apartemen tak mengizinkan penghuni membawa hewan peliharaan, anehnya pemilik itu memelihara seekor anjing jenis husky yang ia beri nama Dobby Dohgsen. Namanya diambil dari penyanyi jazz era 50 an.

Ketika Roma masih sibuk dengan ponsel pintarnya, tiba-tiba saja kereta cepat itu lambat, lalu berhenti seketika. Lampu di dalam sana berkedip-kedip, mirip adegan film horor.

Dari salah satu alat pengumuman yang terpasang di setiap sudut gerbong, dikatakan bahwa kereta mengalami kendala mesin yang cukup fatal dan akan dilakukan perbaikan. Seluruh penumpang di dilarang keluar dari sana dan harus tetap tenang.

Roma terkejut mendengarnya, karena ia pasti akan terlambat sampai di kantor, saat hendak menghubungi atasnya untuk izin datang lambat, ponsel pintarnya tiba-tiba saja tak ada jaringan.

Sepertinya karena di dalam kereta cepat yang rusak itu, ponsel pintarnya pun ikut bermasalah.

Entahlah, Roma tak banyak berpikir. Ia memasang earphone di kedua lubang telinganya dan menyaksikan sebuah film yang sudah ia unduh cukup lama, tetapi tak sempat ia tonton.

Saat Roma sibuk menonton tanpa peduli keadaan sekitar, terdengar sebuah ledakan cukup hebat. Bahkan hingga menembus earphone milik Roma, ia melepaskannya dan melihat ke sumber suara, semua orang yang ada di gerbong itu bingung dan panik.

Teriakan mulai terdengar, Roma yang tak paham tak tahu harus melakukan apa. Bahkan apa yang sebenarnya terjadi ia pun tak tahu. Semua orang yang ada di sana berdiri begitu juga dengan Roma.

Kemudian terdengar bunyi ledakan kedua dan ketiga yang lebih kencang. Api menjalar dengan cepat di kereta itu, semua orang panik. Lalu ketika ledakan keempat kalinya, kereta itu hancur seketika dan terbalik di lintasan tempat diperbaiki.

Tak ada kepanikan lagi, semua orang terpanggang dan tertumpuk di antara puing kereta yang berbahan dasar baja berat itu. Termasuk dengan Roma.

Saat tubuhnya sekarat, Roma sebenarnya tak banyak bisa berpikir, ia pasti akan mati di sana dalam keadaan mengenaskan, terpanggang. Ia belum menikah, belum pernah merasakan berhubungan dengan seorang perempuan sampai usia 30 tahun.

Setelah ini siapa yang akan mengurus kedua orang tuanya yang sudah jompo dan egois itu? Siapa yang akan memberi makan kucing lucunya? Siapa yang akan menamatkan level game? Siapa yang akan menyelesaikan menonton filmnya? Ah dan siapa yang akan menghapus riwayat pencarian di internetnya yang berisi hal-hal aneh?

Napas Roma kemudian sesak, sakit sekali, ajal sudah semakin dekat, dan ia pun memutuskan untuk menutup matanya.

Tak berapa lama, dadanya tak sesak lagi, ia bernafas dengan lega, tak ada masalah sama sekali. Roma membuka matanya dan saat ini ia tak lagi di dalam kereta cepat, ia sudah di udara, melayang di atas kereta yang tengah rusak itu.

Tubuhnya dibawa terbang, saat Roma menatap ke belakang, tak nampak wajahnya, tetapi terlihat sayapnya yang besar dan megah. Pasti itu malaikat pencabut nyawa, karena ia yakin saat ini  sudah mati.

Lalu tanpa menunggu lama, dirinya yang saat ini sudah tinggal jiwa dibawa terbang dengan kecepatan tinggi, saking tingginya ia yakin itu melebihi partikel cahaya. Mirip seperti teleportasi di film super hero.

Tak lama ia dan malaikat itu berhenti, lalu tubuhnya dijatuhkan begitu asal. Roma terkejut, meskipun ia tak merasakan sakit, karena ia sudah tak beraga lagi.

"Welcome to heaven," ujar sebuah suara, dengan bahasa Inggris aksen British.

Roma bangkit dan berusaha mencari sumber suara itu. Tak ada siapapun di sana selain dirinya dan seluruh tempat yang berwarna putih terang, dengan cahaya yang mirip sinar matahari yang menyilaukan mata, tapi tak panas.

Apa benar ini surga? Tanya batin Roma.

"Tentu saja bukan. Mana ada surga seperti ini, berbeda dari yang kau baca di berbagai literasi dan kitab agama, bukan?" ujar suara itu lagi.

Roma terkejut karena suara itu tahu apa yang ia tanyakan di batin tadi.

"Di dunia ini semua hal aku tahu, jangan kan suara batinmu, ukuran yang menggantung itu pun aku tahu," sambungnya.

Mendengar ucapan itu Roma tersadar, bahwa ia tak mengenakan sehelai pakaian pun, ia telanjang bulat di sana, meskipun tubuhnya bersih dan terawat, tetapi tetap saja ia merasa malu jika harus melakukan hal itu di sini.

"Si..siapa kau? Dan aku ada di mana?" tanya Roma kemudian, ia sudah sangat penasaran.

"Di alam batas antara hidup dan mati, tempat menuju akhir, serta tempat menuju peradilan. Tapi inti sebenarnya kau sudah mati. Itu saja."

"Berarti tubuhku sudah mati dan ini hanya ragaku saja?" Suara yang kemudian mengaku dirinya Dewa itupun mengangguk. "Apa yang membawaku tadi malaikat kematian?"

"Benar sekali, aku yang menyuruhnya membawa dirimu ke tempat ini. Tempat yang sebenarnya tidak semua orang bisa berada di sini, tergantung tempatnya juga. Kadang berwarna biru, merah, putih, hitam atau warna tosca dan polkadot."

"Apa itu seperti sebuah patokan sesuatu? Misal warna putih untuk orang berhati lembut dan suci, kemudian yang hitam untuk sebaliknya?"

"Tidak. Aku hanya ingin ganti suasana saja, bosan kalau hanya itu-itu saja," kata si dewa yang membuat Roma berpikir itu hal yang aneh.

"Lalu sebenarnya apa yang aku lakukan di sini? Katamu tidak semua orang ada di tempat ini? Berarti aku terpilih, bukan?" tanya Roma lagi. Kini semakin banyak dengan pertanyaannya.

"Kau terlalu banyak menonton film fantasi, tetapi itu memang benar. Kau salah satu orang yang beruntung dan terpilih untuk mendapatkan hidup kembali setelah mati, bukan reinkarnasi, tetapi jiwamu akan berpindah ke bumi lain."

Roma yang mendengar si Dewa mengatakan itu hanya diam saja. Apa yang terjadi padanya begitu cepat hingga ia bingung apakah itu nyata atau sekedar mimpi?

"Apa kau setuju dengan hal itu?" sambung si dewa sambil bertanya.

Roma masih berpikir terus menerus, ia memang akan mati di bumi miliknya dan akan hidup kembali. Sebenarnya itu yang ia inginkan selama ini, bahkan sebelum kematiannya ia berharap memiliki kehidupan yang jauh lebih menyenangkan daripada apa yang terjadi di kehidupan sebelumnya.

"Apa ini bukan mimpi? Aku tak ingin berharap lebih jika ini bukan nyata." Roma mengatakan hal itu dengan ragu.

"Kau ingat terakhir kali dengan tubuhmu yang terpanggang dan bertumpuk baja? Dengan keadaan seperti itu mana mungkin kau masih bisa bermimpi."

Benar apa yang dikatakan si dewa itu, seharusnya Roma tak usah terlalu pikir panjang tentang itu.

"Baiklah. Kalau begitu aku harus melakukan apa?"

Kemudian Dewa itu mengatakan untuk memberikan tugas pada Roma untuk mengumpulkan 12 Cincin Bintang yang tersebar di seluruh penjuru dunianya yang baru.

Kedua belas cincin itu memiliki kekuatan yang begitu hebat dan menjadi rebutan banyak makhluk, diantaranya manusia, iblis dan monster.

Selain itu Roma juga mendapatkan sebuah sistem maha kuasa  yang akan membantunya dalam menjalankan semua tugas yang ada.

Roma setuju dengan hal itu. Lalu si dewa memintanya untuk menutup mata seperti sebelumnya.

002 - TERLAHIR DI KELUARGA BARON RAFFA

Roma membuka mata kecilnya, saat sebuah cahaya matahari menyilaukan pandangannya. Di depan matanya sudah ada dua orang yang terus memandanginya saling menyungging senyum.

Ternyata Roma kembali bereinkarnasi menjadi seorang anak bayi yang baru saja lahir dari seorang keluar bangsawan setingkat Baron.

Baron Raffa adalah sebuah tingkatan bangsawan yang paling rendah, biasanya diisi sekumpulan keluarga bangsawan dengan beberapa anggota di dalamnya.

Roma sendiri yang kembali terlahir, menjadi bayi tak memiliki sama sekali ingatan di bumi sebelumnya, karena itu memang keinginan si dewa.

Sebelum Roma membuka menutupnya, si dewa mengatakan bahwa kehidupannya saat ini akan menjadi sesuatu hal yang baru, tak ada dirinya sebelumnya.

Seluruh ingatan yang ia miliki sengaja di hapus sementara waktu, si dewa memikirkan suatu saat mungkin jika Roma butuh pikiran itu.

Jadi saat ini Roma adalah anak kecil yang tak bisa melakukan apapun.

“Dia tampan sekali seperti diriku,” ujar seorang laki-laki dengan rambut blondenya. Ia adalah Gustaf Raffa, ayah dari Roma kecil.

Sementara itu seorang perempuan dengan rambut hitam legam panjang, yang tak lain istrinya memandangi Gustaf dengan mata tak terima.

“Tidak. Dari bentuk mata, bibir, hidung hingga wajahnya, semua orang pun tahu jika ia mirip denganku,” ujar istri Gustaf bernama Estrilda.

Estrilda saat ini posisinya tengah menggendong Roma kecil, karena ia memang belum lama melahirkan.

“Kau sudah memiliki nama untuknya?” sambung Estrilda sambil bertanya.

“Roma Raffa bagaimana? Jika ditanya kenapa harus itu, aku juga tak tahu, karena nama itu muncul dalam mimpiku seminggu yang lalu,” ujar Gustaf.

Gustaf teringat mimpinya beberapa waktu lalu saat ia tengah tertidur di ruang kerjanya, saat ia seorang laki-laki tinggi besar dengan membawa pedang dan tongkat sihir menyebutkan namanya Roma.

Namanya memang cukup asing baginya, tetapi di sini lain juga terdengar unik.

“Nama yang bagus Tuan,” ujar Goldwin, ia salah satu kepala pelayan di mansion milik keluarga Raffa.

“Romanus Alfred adalah seorang kesatria kuno yang hebat, penakluk serta pahlawan yang diagungkan. Apa Tuan lupa? Saya sering membacakan cerita itu ketika  Tuan masih kecil.”

“Ah apa benar begitu? Aku sama sekali tak ingat Goodwin, tapi jika benar berarti nama itu bagus untuknya.”

Nama yang diberikan Gustaf itu juga rencana dari si dewa, karena seminggu yang lalu adalah waktu di mana Roma bertemu dengannya dan membahas tentang perpindahan tempat itu.

“Goldwin, aku minta setelah ini kau persiapkan banyak makanan dan jamuan untuk tamu-tamu yang pasti akan datang nantinya. Mereka pasti ingin melihat putraku,” sambung Gustaf.

Goldwin mengangguk paham dengan ucapan Gustaf itu, kemudian ia berlalu pergi dari sana untuk mengurus banyak hal.

Singkatnya kebahagian itu terpancar dari wajah keduanya yang baru saja menjadi orang tua, setelah menunggu hampir tiga tahun semenjak mereka menikah.

Sebagai seorang baron, Gustaf memang harus memiliki keturunan supaya ia bisa mewariskan gelar yang ia miliki, meskipun ia bukan dari seorang bangsawan pemilik tanah.

Namun, baron yang ia miliki juga bagian dari bangsawan penting yang menempati kerajaan, tanpa para baron maka bangsawan di atasnya tak akan bisa melakukan apapun.

Beberapa waktu kemudian, malam pun menjelang. Banyak dari para bangsawan yang datang ke mansion keluarga Raffa untuk melakukan pesta untuk menyambut kelahiran Roma.

“Tampan sekali putramu.”

“Ia pasti akan menjadi pewarismu nanti.”

“Bisa saja ia menjadi kesatria yang hebat.”

Lalu beberapa ucapan lain saat Gustaf memperlihatkan Roma kecil di tengah pesta, sedangkan Estrilda masih belum bisa berjalan, karena badannya masih lemah.

Pesta itu berjalan dengan meriah dan suka cita, semua orang yang ada di dekat mansion milik keluarga Raffa pun merasakan hal itu, termasuk rakyat jelata yang sebelum pesta dimulai sudah diberikan sedekah.

***

Waktu berjalan begitu cepat. Roma kini sudah tumbuh menjadi anak-anak berusia tujuh tahun yang pintar dan tampan, lama-lama memang mirip sekali dengan Gustaf.

Roma kecil sudah bisa melakukan banyak hal, bahkan ia juga bisa membaca di usia yang masih sangat belia.

Goldwin mengajarkan banyak hal, termasuk belajar bahasa dan juga membaca.

“Goldwin, aku mau apel,” ujar Roma saat ia dan Goldwin bermain di halaman.

“Tuan muda tunggu di sini, saya akan ambilkan.” Goldwin hampir saja masuk untuk mengambil buah itu, tetapi Roma menarik kain celananya dan menggeleng.

“Aku tak mau buah dari dalam, aku mau buah di pohon apel yang ada di jalan menuju kebun belakang,” ujar Roma dengan kata-kata manjanya.

“Kenapa harus di sana, kan di dalam ada apel juga. Sama-sama merah dan segar rasanya.” Goldwin membujuk Roma agar mau menerima buah itu, supaya mereka tak pergi begitu jauh dari sana.

Namun, Roma terus saja menolak dengan apa yang dikatakan Goldwin, karena ia ingin sekali buah apel yang ada di kebun belakang, ia sempat melihatnya tempo hari saat menemani seorang tukang kebun.

Memang Gustaf dan Estrilda membebaskan Roma untuk melakukan banyak hal, mengenal dunia dengan caranya sendiri, tak banyak melarang ini dan itu, meskipun tetap dalam pengawasan Goldwin.

Menurut Estrilda, seorang anak akan tumbuh dengan hebat jika sejak kecil ia tak dimanja ataupun dilarang untuk melakukan apapun. Ia harus dibebaskan, supaya suatu saat ia bisa menjalani kehidupan dengan sangat baik.

Goldwin dan Roma pun berjalan menuju jalan kebun belakang. Roma terlihat bahagia dengan hal itu.

Tak lama kemudian mereka pun sampai di jalanan kebun belakang yang memang terdapat satu pohon apel, saat ini tengah berbuah.

Pohonnya cukup tinggi, di dekat sana tak ada galah ataupun tangga, Goldwin berusaha berpikir bagaimana caranya mengambil buah itu, sedangkan sejak tadi Roma sudah ingin sekali.

“Goldwin, ayo panjat pohon itu,” ujar Roma kemudian.

Goldwin memutar otaknya untuk mencari alasan, mana mungkin di usianya yang sudah tua itu ia harus bersusah payah memanjat pohon, meskipun itu perintah tuannya, tetapi ia tak akan melakukannya.

Untung saja saat ia bingung, seorang pengurus kebun datang dan menolongnya untuk mengambilkan buah itu. Setelah itu Roma langsung memakan apel itu dengan lahap, katanya apel itu jauh lebih enak dan manis dari yang ada di rumah.

“Ada yang Tuan muda inginkan lagi?” tanya Goldwin.

Roma menggeleng perlahan, kemudian ia berucap, “tidak ada, tapi aku ingin pergi ke festival esok hari, aku ingin melihat kembang api dan mencari makanan.”

Goldwin mengangguk sebagai bentuk persetujuan, meskipun ia yakin bukan dirinya yang akan menemani Roma pergi ke festival itu.

Goldwin membawa Roma kembali ke mansion keluarga Raffa, hari sudah menjelang sore, pastinya Estrilda akan mencari anaknya. Wajar saja karena sampai saat ini Roma satu-satunya anak yang ia miliki.

“Bagaimana bermainnya hari ini?” tanya Estrilda pada Roma sambil melap pipinya yang kotor.

“Aku tadi bermain di taman dan juga makan apel dari pohon di kebun, tapi Goldwin tak mau memanjat dan mengambilkan untukku,” ucap Roma.

Estrilda menatap sekilas pada Goldwin yang tersenyum simpul.

“Goldwin sudah terlalu tua untuk melakukan hal itu, kalau sampai dia jatuh lalu tulangnya patah bagaimana? Siapa nanti yang akan menemani Roma bermain?” tanya Estrilda lagi.

“Kalau begitu aku akan belajar memanjat pohon supaya bisa mengambil banyak buah,” ujar Roma lagi.

“Boleh, besok belajarnya, sekarang mandi dulu, karena sebentar lagi ayah akan kembali.”

Roma mengangguk mengikuti ucapan Estrilda, setelah itu Roma berjalan bersisian dengan para pelayan perempuan yang akan membawanya untuk membersihkan dirinya.

Sementara itu Estrilda dan Goldwin masih di sana. Estrilda sempat menanyakan perkembangan Roma untuk beberapa waktu terakhir, apakah ia sudah pantas untuk belajar sihir dan ilmu pedang.

Sebab seusia Roma seharusnya ia sudah mempelajari itu, selalu yang perlu ia lakukan jika nanti mewarisi gelar baron yang kini milik Gustaf, ayahnya.

Sedangkan Goldwin belum begitu yakin, karena Roma masih senang bermain dan sulit fokus untuk melakukan hal sesulit itu. Apalagi tubuhnya juga belum nampak kuat jika harus berlatih dengan cukup keras.

003 -  BELAJAR ILMU SIHIR DAN BERPEDANG

“Kita perlu mencari guru sihir untuk Roma,” ujar Estrilda pada suatu malam saat ia dan Gustaf hendak tidur.

“Apa harus sedini ini?” tanya Gustaf kemudian.

“Dini? Usianya sudah tujuh tahun, anak bangsawan seusianya sudah melakukan hal itu, jika tidak dipelajari sejak awal, ia tak akan bisa,” kata Estrilda.

Gustaf terdiam, seolah memikirkan apa yang dikatakan Estrilda. Perkataan istrinya itu memang benar adanya, karena sudah sewajarnya anak seorang baron yang akan mewarisi kebangsawannya belajar sihir dan beladiri.

Lagi pula Roma sudah bisa membaca, pastinya ia juga akan mudah merapalkan mantra yang ada di buku sihir. Dari kekuatan sihir dan daya mana yang ia serta keluarganya miliki pasti akan mudah Roma melakukan hal itu.

“Aku akan mencarikan guru untuknya nanti secara bergantian, sihir dan juga beladiri,” ucap Gustaf.

Estrilda mengulas senyum untuk hal itu. Ia sebenarnya tak tega mengajarkan pelatihan yang cukup keras pada Roma sedini ini, tetapi jika tidak sekarang mau kapan lagi.

Usianya terus berjalan, sebelumnya ia pikir Roma masih bayi, tetapi ternyata sekarang ia sudah kanak-kanak, jika dibiarkan maka sebentar lagi ia akan remaja dan dewasa dengan cepat.

Hanya Roma yang menjadi seorang pewaris dari keluarga Baron Raffa, karena sistem baron adalah turun-temurun dan memiliki ahli waris untuk meneruskan pekerjaanya.

Roma harus siap untuk itu, kemungkinan tujuh hingga sepuluh tahun ke depan, saat Gustaf bertambah tua dan tak bisa menjalankan kehidupannya.

Dan juga sebelum Roma masuk sekolah bangsawan pada usia sepuluh tahun atau sekitar tiga tahun lalu.

Di sekolah itu Roma harus belajar menjadi seorang bangsawan, hidup sebagai bangsawan, dan juga bagaimana caranya ia menjadi pengganti orang tuanya.

“Aku dengar Kozar sedang mencari murid,” kata Estrilda lagi.

“Kozar?” Terasa tak asing bagi Gustaf, sepertinya ia pernah mendengar nama itu, padahal ia belum setua itu, tetapi ia mudah lupa.

“Mantan prajurit kerajaan, bukannya kau yang mengurus dokumen pensiun dininya, setelah perang perebutan wilayah selat dia sudah tak bisa menjadi prajurit lagi,” papar Estrilda, mengingatkan Gustaf tentang Kozar.

“Ah iya, aku baru ingat. Sepertinya kita bisa menyuruhnya untuk menjadi guru berpedang dan beladiri Roma, untuk guru sihir nanti bisakah kau yang mencari di kota Timur, aku yakin di sana banyak penyihir hebat,” ujar Gustaf.

Estrilda terdiam mendengar ucapan Gustaf itu. Sudah cukup lama ia tak pergi ke kota Timur, tempat di mana ia dilahirkan dan besarkan, tetapi karena satu konflik yang cukup berat akhirnya ia memutsukan untuk pergi dari kota itu.

Ditemani Gustaf ia meninggalkan kota itu, meskipun ia berharap pergi ke sana untuk menemui ayahnya.

“Aku pikir ini akan bagus untukmu dan Ayahmu, kau bisa membawa Roma ke sana, kau bisa tunjukkan pada Ayahmu bahwa kau memiliki anak, keturunannya. Mungkin dia masih membenciku, tetapi ia tak akan membenci cucunya,”  sambung Gustaf lagi, saat ia tersadar bahwa ucapannya membuat Estrilda bimbang.

Memang kembali ke kota Timur bukan suatu yang mudah bagi Estrilda, sudah lebih dari sepuluh tahun ia tak kembali. Jika ia ke sana, ia tak ingin hal buruk terjadi lagi, masalah rumit yang sulit diatasi seorang diri.

“Kau harus ikut,” kata Estrilda pada Gustaf yang kemudian mengangguk mengerti, karena ia pikir lari dari masalah yang sudah selama itu tidaklah baik.

Setelah perbincangan yang cukup panjang sebelum tidur itu, keduanya pun memutuskan untuk mengistirahat diri, karena esok pagi banyak hal yang harus mereka lakukan.

Estrilda mengurus mansion dan beberapa lainnya, sedangkan Gustaf akan memeriksa serta mengurus dokumen, ia akan pergi ke wilayah barat untuk melihat kondisi di sana, seperti yang diminta sang raja.

Pekerjaan baron memang terasa cukup sulit, maka tak heran para baron diberi gelar kehormatan dan kemudian menjadi seorang bangsawan seperti yang lain meskipun tingkatannya juga paling rendah.

Itu adalah salah satu apresiasi yang diberikan atas kerja keras mereka selama ini.

***

Pada hari-hari setelahnya Roma pun akhirnya memiliki guru berpedang yang tak lain Kozar, seorang mantan komandan prajurit terhebat yang dimiliki kerajaan, tetapi akhirnya memutuskan untuk pensiun dini, sebab anggota tubuhnya tak lagi lengkap.

Kozar memiliki luka serius dibagian mata dan membuat sebelah matanya tak bisa melihat, hal itu mengganggu banyak hal dalam dirinya, hingga ia memutuskan untuk keluar dari sana.

Tanpa menjadi seorang prajurit ternyata membuatnya bosa, hingga ia pun kembali ke dunia berpedang, tetapi dengan mengumpulkan banyak murid.

Dan sebenarnya Roma adalah murid pertamanya, karena saat baru saja mencari murid Gustaf meminta dirinya untuk menjadi guru bagi Roma.

Kozar tak akan menolak permintaan itu, karena selama menjadi prajurit kerajaan hingga pensiun, baginya Gustaf adalah orang yang sangat baik.

“Aku akan mengajari anakmu sedikit keras, apa itu tak masalah?” tanya Kozar pada suatu hari saat yang sama ketika Gustaf memintanya.

“Aku tak pernah bermasalah jika kau melakukan apapun pada anakku, karena ia perlu itu. selama ini aku dan Estrilda selalu memanjakannya. Jika kau bersikap keras dan tegas itu bisa mengolah pikirannya supaya menjadi anak yang bisa berpikir bahwa dunia tidak seenak rumahnya.”

Semenjak apa yang dikatakan Gustaf itu, Kozar langsung mengajarinya dengan cara yang keras dan tegas.

Latihan beladiri dan berpedang yang dilakukan Roma baginya begitu sulit, hampir setiap hari ketika selesai berlatih tubuhnya kotor dan penuh luka, hingga membuat Estrilda merasa kasihan pada Roma.

“Apa ini sakit?” tanya Estrilda saat ia menyela luka Roma.

Dari raut wajah Roma jelas sekali bahwa ia kesakitan, Estrilda perlahan pun merasa tak tega dengan semua latihan ala prajurit itu.

“Mau berhenti latihannya?” tanya Estrilda lagi pada Roma. Sebagai seorang ibu melihat apa yang terjadi pada Roma ia tak tega.

Namun, kemudian Roma menggeleng dan berucap, “tidak, Ibu. Roma akan tetap berlatih, supaya bisa menjadi lebih kuat lagi, sebelum latihan ini selesai Roma tak akan berhenti.”

Mendengar apa yang dikatakan Roma itu Estrilda berusaha mengulas senyumnya untuk berusaha menyemangati Roma.

Selain berlatih ilmu berpedang dan beladiri, Roma juga harus belajar tentang sihir. Maka dari itu Estrilda dan Gustaf membawanya pergi ke kota Timur, kota yang dijuluki sebagai pusatnya penyihir di Kekaisaran, bukan hanya kerajaan.

Meskipun Estrilda masih sedikit ragu untuk pergi ke sana, karena pemimpin tertinggi persekutuan penyihir di kota Timur adalah ayahnya sendiri. Seorang laki-laki yang sudah ia tinggal pergi selama sepuluh tahun.

Dulu Estrilda dikenal sebagai seorang anak penyihir terhebat, selain itu ia juga memiliki sihir yang hebat dengan level yang begitu luar biasa.

Jika ia masih ada di kota Timur mungkin saat ini ia sudah menjadi penerus sang ayah, tetapi ia memilih pergi dan menikah dengan Gustaf secara diam-diam, meskipun akhirnya sang ayah tahu akan hal itu.

Selama perjalanan menuju tempat itu Estrilda terus saja khawatir, jika sang ayah tak mau menerimanya, tetapi pikirannya salah. Ternyata ayahnya sangat menerimanya dan juga sudah memaafkan kesalahan dirinya dan Gustaf.

Bahkan sang ayah sudah langsung akrab dengan Roma yang tak lain adalah cucunya.

Selama beberapa di kota Timur akhirnya Estrilda mengatakan niatnya yang sesungguhnya, bahwa ia meminta salah penyihir untuk mengajari Roma.

Sang ayah paham dengan hal itu, akhirnya bukan hanya satu, tetapi dua guru penyihir langsung yang diberikan untuk menjadi guru Roma.

Semenjak hari itu pelajaran sihir dan beladiri dilakukan bergantian. Roma kecil dengan mudah mempelajari itu semua secara bersamaan, bahkan di usianya yang masih muda ia memiliki bakat sihir yang hebat.

Kemampuannya berjalan dengan baik, hingga tak terasa dua tahun lebih sudah berlalu dan Kozar selesai memberikan ilmu bela dirinya, begitu juga dengan kedua guru sihir yang Roma miliki mereka pun sudah mengajarkan semua hal pada Roma.

Bahkan kedua gurunya sampai bingung harus mengajari Roma sihir dan teknik apa lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!