NovelToon NovelToon

Pesona Duda Ganteng Tapi Jutek

Bab 1

POV Alby

Hari ini, aku menghadiri acara pernikahan Bia, mantan istriku yang sebenarnya masih sangat ku cintai.

Jauh-jauh dari ibu kota, aku menguatkan hati ku untuk menyaksikan peristiwa itu. Peristiwa di mana aku pernah berada di posisi menjadi calon suami Bia.

Aku pernah bahagia berdua dengan Bia ku. Tapi, beberapa saat waktu yang akan datang Bia sudah akan sah menjadi milik orang lain. Orang yang sepertinya juga sangat mencintai Bia ku. Entah, aku tetap tidak bisa mudah melepaskan bayang-bayang Bia dari setiap detik nafasku.

Rasa bersalah menggelayuti hatiku. Bagaimana bisa aku memaksanya untuk ikhlas berbagi saat aku menikahi Silvy di depan matanya. Padahal status nya saat itu masih sah suami istri.

Sedang sekarang? Apa hakku untuk tidak ikhlas membiarkan dia mengarungi bahtera rumah tangga yang baru dengan pilihan nya sendiri?

Siapakah aku? Hanya mantan suami tak tahu diri yang sudah menyia-nyiakan ketulusan hati seorang Bia.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Itu artinya, acara ijab qobul itu akan segera dilangsungkan.

Aku yang sedang menggendong Nabil memilih duduk di bangku belakang. Menyaksikan acara sakral itu dari jarak yang tak terlalu dekat.

Lantunan ayat suci Al-Quran terdengar begitu syahdu keluar dari bibir mempelai pria. Ya, dialah Febri. Pria mapan dan tampan yang akan mempersunting Bia ku.

Kalimat demi kalimat keluar dari mulut lek Sarman, hingga Febri mengucapkan kalimat ijabnya.

Mahar berupa uang tunai senila dua juta delapan ratus tiga puluh satu ribu serta perhiasan satu set senilai dua puluh gram, ia sebutkan sebagai mas kawinnya.

Sungguh, sangat berbanding terbalik saat aku berada di posisi itu.

Aku bukan siapa-siapa saat itu! Bahkan saat ini aku tetap bukan siapa-siapa selain seorang pria yang menjalankan perusahaan milik mertuanya yang kelak akan diserahkan pada Nabil setelah ia dewasa nanti.

"Sah!"

Kata itu menggema di ruang terbuka. Jangan tanya seperti apa rasanya! Dadaku sesak! Hampir berhenti bernafas! Lutut ku terasa lemas tak bertulang!

Aku sudah kalah! Usahaku sudah harus berakhir sampai di sini!

Apakah ini yang Bia rasakan saat aku melakukan pernikahan ku dengan Silvy???

Aku yang laki-laki saja bisa sesakit ini! Bagaimana dia ? Perempuan yang terbiasa lemah lembut bahkan sangat penurut dan patuh dengan setiap perintah dan permintaan ku! Bagaimana bisa aku meminta nya untuk bertahan tetap bersama ku sedangkan dia sendiri sudah bilang tak sanggup untuk berbagi???

Tak ada rasa malu lagi yang ku rasakan hingga Sakti, sahabat sekaligus orang yang juga pernah menaruh hati pada Bia memelukku untuk menguatkan ku.

Dengan perasaan yang campur aduk, Sakti membawaku menemui sepasang suami istri baru.

Mataku dan Febri saling beradu. Tak ada hawa marah atau kebencian di mata Febri padaku. Dan aku yakin, dia benar-benar tulus mencintai Bia ku.

"Selamat ya Feb!", aku menepuk bahu Febri.

"Makasih ya By, udah mau datang!", kata Febri dengan tulus.

"Titip Bia ya Feb, cukup gue yang udah nyakitin Bia. Lo jangan!", bisikku di dekat telinga Febri.

"Insyaallah!", jawab Febri cepat sambil menyunggingkan senyumnya.

Sekarang aku beralih pada Bia ku! Bukan, Bia nya Febri bukan Bianya Alby lagi!

"Selamat ya Neng!",aku mengulurkan tanganku padanya. Tapi ada keraguan di mata Bia. Dia meminta persetujuan pada Febri, setelah ada anggukan kecil dari Febri bantulah ia menerima uluran tangan ku.

Setelah menerima uluran tangan ku, aku reflek memeluk tubuh kecilnya yang selama ini selalu nyaman ku peluk. Aku tak tahan untuk tidak menangis di pelukan perempuan yang masih amat sangat ku cintai.

Perpisahan dengan nya adalah rasa sakit yang tak akan pernah bisa ku lupakan. Itu yang ku pikirkan. Tapi ternyata aku salah. Melihat ia sudah sah menjadi istri orang lain, ternyata lebih menyakitkan!

"Selamat ya Neng. Semoga Neng bahagia bersama Febri. Terimakasih untuk tiga tahun kebersamaan kita. Maafkan Aa yang sering kali menyakiti mu. Yang bahkan tak pernah memberikan mu kebahagiaan selama menjadi istriku."

"Aku juga minta maaf A, maaf jika aku tidak bisa menjadi istri yang sabar dan mendampingi mu."

(Maaf kalo dialognya gak sama yak 🤭)

"Semoga kalian selalu bahagia. Menjadi pasangan yang kekal sampai kakek nenek hingga maut memisahkan!", kataku .

"Aamiin!", sahut keduanya.

Setelah mengatakan hal itu, aku pun pamit. Aku butuh waktu sendiri dulu. Nabil ku biarkan bersamaan Mak dan teh Mila.

Aku ingin menenangkan diriku. Menatap hatiku untuk menerangi semua yang sudah terjadi hari ini.

Bab 2

Alby

Aku masih melangkahkan kaki ku entah ke mana. Meski aku menikah dengan Bia sekitar tiga tahunan tapi aku jarang ke kampung ini. Bisa dihitung dengan jari!

Akhir-akhir ini aku tak pernah melupakan kacamata hitam dan masker yang selalu standby di kantongku.

Bukan untuk ajang pamer atau sok kegantengan. Tapi aku hanya ingin menutupi mimik muka ku yang nantinya orang-orang hanya merasa kasihan padaku.

Ganteng-ganteng kok cengeng!

Aku melangkahkan kaki ku menuju ke sebuah air terjun. Aku tak pernah tahu jika ada objek wisata seindah ini di desa Bia.

Benar! Aku tak tahu apa-apa!

Berjam-jam berlalu, aku masih setia merendam kaki ku di pinggiran sungai. Wisata ini tutup jam sembilan malam. Rada aneh menurut ku!

Wisata air kok buka sampai malam????

Tapi ternyata apa yang ku perkirakan salah. Justru semakin malam semakin ramai. Kebanyakan yang datang para muda-mudi yang sengaja ingin menyaksikan lampu warna-warni di sekitar air terjun.

Cukup sederhana, tapi memang sangat memanjakan mata.

Huffft! Aku melewatkan tiga kali waktu sholat ku hanya karena ingin menenangkan diri. Tapi justru ini lah kesalahan ku yang sebenar-benarnya!

Harusnya aku menenangkan diri dengan mendekatkan diri ku pada yang maha kuasa. Bukan malah meninggalkan kewajiban ku karena perasaan ku yang sedang tak menentu.

Seharusnya aku tak boleh seperti ini!

Aku bangkit dari pinggiran sungai. Kaki ku sudah dingin dan pucat karena berjam-jam berada di sana.

Mungkin jika ada yang memperhatikan ku, merasa aneh karena aku berendam dari siang.

Pinggang dan kaki ku terasa pegal. Ya, gimana ngga pegal aku hanya duduk dari tadi.

Terdengar azan isya berkumandang. Aku memutuskan keluar dari area objek wisata itu. Tak jauh dari sana, ada masjid yang cukup besar.

Aku memutuskan untuk mengambil wudhu dan solat berjemaah di sana. Aku memanjangkan zikir dan istighfar ku usai solat tadi.

Aku sudah dengan sengaja meninggalkan kewajiban ku. Hingga satu per satu jamaah meninggal masjid menyisakan aku dan seorang pria paruh baya yang ku pastikan beliau adalah orang yang di percaya untuk mengurus masjid.

"Assalamualaikum!", bapak itu mendekati ku. Aku merasa Dejavu dengan momen ini. Momen di mana aku bertemu seseorang di masjid di kota Jakarta beberapa bulan lalu.

"Walaikumsalam!", aku menyalami beliau.

"Sampeyan ga muleh? Kabeh jamaah wes bubar Awit mau?", tanya bapak itu.

"Maaf pak, saya bukan orang sini. Saya kurang tahu bahasa bapak!", kataku.

Bapak itu tersenyum. Wajahnya teduh. Sorot matanya lembut tapi terlihat bijaksana. Apalagi janggut panjangnya semakin memberikan imej jika beliau orang yang layak jadi pemimpin.

"Mas ini ngga pulang? Semua jamaah sudah pulang dari tadi?", ulang bapak itu. Aku mengangguk paham. Lalu menghela nafas beberapa saat.

"Saya menghina di penginapan sana pak. Tadi...saya jalan kaki, ngga terasa sampai di air terjun. Bahkan sampai berjam-jam saya berada di sana. Melewatkan waktu solat saya dari siang pak!", kataku menunduk.

"Astaghfirullah!", gumam bapak itu.

"Makanya...saya sangat menyesal pak. Saya ingin berzikir dan beristighfar lebih panjang agar Allah mengampuni saya!"

Bapak itu menyilangkan kakinya lalu duduk di hadapanku.

"Nama kamu siapa cah Bagus? Asal kamu dari mana?", tanya beliau lagi.

"Alby pak. Saya dari kota G. Tapi sudah beberapa bulan saya menetap di Jakarta."

Bapak itu mengangguk pelan.

"Nama saya Erik. Itu yang ada di samping masjid ini, rumah saya!", kata pak Erik. Aku pun mengangguk saja.

"Kalo saya perhatikan, nak Alby ini sedang mengalami masalah berat? Betul?", tanya pak Erik.

Alby kembali mengangguk.

"Betul pak Erik."

"Maaf, kita baru saja saling bertemu hari ini. Tapi saya tidak keberatan kalo nak Alby mau menceritakan masalah yang sedang nak Alby hadapi. Mungkin saya tidak bisa banyak membantu, tapi... setidaknya dengan berbagi cerita bisa meringankan beban di dada nak Alby!"

Aku mengangguk saja. Bingung! Itu yang ku rasakan. Dari mana aku harus memulai cerita ku?

Sampai akhirnya, aku menceritakan awal mula aku membuat keputusan yang salah hingga berakhir perpisahan dengan Bia. Sampai di titik di mana aku bertemu dengan pak Erik saat ini.

Pak Erik mendengarkan ku tanpa menyela barang sekata. Benar, aku hanya butuh di dengar. Setelah mengatakan semua pada pak Erik, ada sedikit rasa lega di dadaku.

"Sudah lega sekarang?", tanyanya padaku.Aku pun mengangguk tanda mengiyakan.

"Saya ingin sekali belajar ikhlas pak, tapi sulit! Tak semudah saat mengucapkannya!", keluhku.

"Iya, memang benar seperti itu. Tapi... setelah kamu mendapatkan maaf darinya, kamu juga pasti lega kan? Karena apa? Salah satu beban mu sudah terangkat!"

Aku mendesah pelan.

"Tidak ada orang lain yang mengerti kamu, selain dirimu sendiri nak. Tidak ada!"

Aku memperbaiki posisi dudukku.

"Waktu yang perlahan akan membuatmu ikhlas dengan segala keputusan yang terjadi. Untuk saat ini, mungkin ini jalan yang terbaik. Entah suatu saat nanti, ada rahasia apa di masa yang akan datang."

"Iya pak Erik!"

"Sekarang, nak Alby harus lebih fokus pada anak mu. Dia tidak beralasan di sini. Jangan pernah mengalahkan kehadirannya."

"Saya tidak menyalahkan nya pak!"

"Benarkah??"

Aku mengangguk iya. Toh selama ini aku senang dan sepenuh hati merawat Nabil.

"Alhamdulillah kalau begitu! Berati sekali kamu ingat, ada anak kamu yang juga membutuhkan mu? Menunggu mu di penginapan sana?"

Aku tersentak dengan sindiran pak Erik! Dia benar, sudah berjam-jam aku meninggalkan Nabil.

Akhirnya, aku pamit undur diri dari hadapan pak Erik.

"Kalo berkunjung ke kota ini, jangan segan mampir ke rumah bapak ya! Itu, dekat kan?"

Aku mengangguk."Insya Allah pak Erik??"

Setelah nya, aku keluar dari masjid untuk mencari ojek. Bisa saja aku jalan kaki, tapi itu artinya Nabil akan menunggu ku semakin lama.

Beruntungnya, ada ojek di sana. Aku bisa langsung pulang ke penginapan karena besok subuh, kami akan naik kereta menunggu Surabaya baru naik pesawat.

Jalan yang tukang ojek lewati ternyata lewat di depan rumah Bia. Aku sempat melihat Bia turun dari mobil Febri setelah itu Febri menyusul nya masuk.

Lagi dan lagi, otak dan hatiku merasa panas membayangkan jika mereka berdua menghabiskan waktu bersama setelah ini.

Bab 3

Alby

Pagi hari, aku dan rombongan ku tiba di stasiun menunju ke Surabaya. Setelahnya, barulah kami melanjutkan perjalanan dengan pesawat.

Ternyata di sana aku bertemu dengan 'teman-teman' ku yang tentu saja bertujuan sama, Surabaya.

Mungkin bedanya, aku melanjutkan dengan pesawat. Mereka memilih memakai kereta juga ke Jakarta.

Di stasiun Surabaya, kami berpisah melanjutkan perjalanan masing-masing. Nabil sudah mulai terusik dengan hiruk pikuk stasiun.

Sekeluarnya dari stasiun, kami melanjutkan ke bandara dan langsung terbang menuju ke Jakarta.

.

.

Hampir tengah hari, kami sampai ke Jakarta. Aku menitipkan Nabil lagi pada teh Mila dan juga Mak.

"Mulai besok, Alby mau pakai jasa babysitter saja. Kalian pasti akan kecapekan, Nabil sudah semakin besar. Tingkah nya sudah banyak sekali yang pasti bikin kalian kewalahan. Alby ngga mau kalo kalian sampai sakit!", kata Alby pada Titin dan Mila.

"Atur wae Jang. Yang penting mah, Mak pengen ikut merawat Nabil."

"Makasih ya Mak!", kataku tulus.

"Maneh arek ka mana Jang?", tanya Mak.

"Ke kantor Mak!"

"Jang, maneh teu carape? Istirahat heula atuh jang?"

"Nanti lah Mak di kantor juga bisa istirahat kok. Kerjaan Alby banyak!"

Mak pun tak lagi melarang ku. Aku membersihkan diri dan solat Dhuhur. Ku sempatkan membeli makanan lewat aplikasi. Kasian teh Mila sudah capek harus masak juga.

Aku keluar dari kamar ku dan Nabil yang sekarang berada di lantai bawah. Lantai atas bekas kamar Silvy hanya sesekali ku datangi. Bukan takut berada di sana. Tapi aku hanya mempermudah urusan kalo sewaktu-waktu Nabil menangis dan aku tak bisa menenangkan nya, Mak atau teh Mila tidak harus jauh-jauh ke lantai atas.

"Teh, aku sudah pesan makanan buat makan siang kalian. Jadi teh Mila ngga usah masak ya? Sama itu, bubur instan sama susu Nabil juga stoknya masih kan?"

"Oh, gitu. Ya udah makasih By! Susu sama bubur Nabil masih banyak kok!", kata teh Mila. Ku serahkan dua lembar uang berwarna merah padanya.

"Ini buat bayar gofud ya Teh!", ujarku. Teh Mila menerimanya.

Kok teh Mila masih memanggil ku seperti itu...??? Iya, karena aku yang memintanya seperti itu. Aku tak ada bedanya dengan teh Mila. Sama-sama bekerja di keluarga ini, keluarga mertuaku. Toh, pada aku nanti Nabil lah pewaris utamanya. Aku juga tak silau dengan harta yang bukan milikku.

Setelah memberikan uang pada teh Mila, aku berpamitan pada Mak dan Nabil yang ternyata sedang bermain di karpet.

"Nabil, papa beranggapan dulu ya. Nabil ngga boleh nakal. Nurut sama Nenek Titin sama Amih Mila ya?"

Nabil tampak tersenyum mendengar ucapan ku. Apa dia mengerti???

Ku kecup keningnya sebelum berangkat setelah itu, aku melesat menuju ke kantor HS grup.

Istirahat makan siang membuat jalanan cukup padat merayap. Suara klakson bersahutan ingin sama-sama segera sampai ke tujuan.

Beruntung aku tak terlalu buru-buru ada pertemuan dengan klien. Hanya saja, aku ada jadwal bertemu dengan guru privat ku yang mengajarkan ku bahasa asing. Itu pun atas saran Marsha. Bagaimana pun , aku harus bisa belajar dan menguasai bahasa asing untuk urusan pekerjaan ku.

Soal pendidikan? Aku akan mengambil kuliah malam. Yang penting, aku mendapatkan ilmu yang berguna untuk bidang yang ku jalani ini.

Mentang-mentang aku menjadi pemimpin perusahaan ini, bukan berati aku bisa semaunya. Aku tetap seperti karyawan yang lain. Gajian juga seperti mereka! Memang, nominal nya jauh lebih banyak di bandingkan mereka. Tapi tetap saja namanya di gaji!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!