NovelToon NovelToon

Ditinggal Menjelang Nikah

1. Tanpa kabar

"Apa? Jadi kamu hanya anak pungut?" ucap Zico dengan nada tinggi.

Pria itu bangkit, menghembuskan nafasnya dengan kasar. Anna memperhatikan sikap tunangannya yang berubah seratus delapan puluh derjat, sesaat setelah menjelaskan status sebenarnya dalam keluarga Cakradinata.

Anna hanya seorang anak angkat. Papinya Sugiono Cakradinata adalah seorang pengusaha properti yang sangat kaya raya. Beliau mengangkat Anna menjadi anak semenjak dia berusia satu bulan. Hal ini dikarenakan Ranata Adiguna, belum juga memberi buah hati setelah delapan tahun usia pernikahan.

Setelah bermacam pertimbangan, Sugiono dan Ranata memutuskan untuk mengangkat seorang anak. Hal ini digadang karena bujukan orang tua Ranata. Mereka berharap, bisa memiliki anak kandung setelah merawat anak angkat dengan sepenuh hati.

Sugiono dan Ranata mendatangi sebuah panti asuhan. Mereka langsung jatuh cinta melihat bayi cantik yang berusia satu bulan sedang terlelap di atas dipan kusus bayi. Dengan mantap, Sugiono dan Ranata mengadopsi bayi yang diberi nama Annasya Putri Cakradinata.

Mereka merawat Anna dengan penuh kasih sayang selayaknya anak kandung mereka sendiri. Saat Anna sakit, Ranata ikut merasa sedih dan susah. Saat Anna menginjak usia sepuluh tahun, Ranata hamil, dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Bagas Putra Cakradinata.

Anna sangat menyayangi adiknya ini. Karena Anna sudah sangat lama meminta adik kepada kedua orang tuanya ini. Pada suatu hari, di saat Anna lalai menemani Bagas kecil bermain. Bagas terjatuh dan mulutnya terbentur hingga mengeluarkan darah. Hal ini membuat Sugiono murka dan memukul kaki Anna dengan rotan.

"Ampuuun, Pi. Ampuuun! Sakit, Pi!"

"Dasar anak tak tahu diri! Seharusnya Kamu bersyukur telah kami angkat sebagai anak. Paling tidak, Kamu bisa menjaga adikmu ini dengan baik."

Anna bagai tersambar petir sesaat mendengar pernyataan Papinya itu. Seketika tangis kesakitan karena pecutan rotan hilang. Anna yang baru berusia dua belas tahun ini tengah mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Sugiono.

"Ma-maksud Papi?" Tubuhnya bergetar, seakan ada sesuatu yang membangunkannya dari mimpi indah selama ini. Memiliki orang tua sempurna, dan adik yang sangat lucu.

"Hah!" Sugiono menggendong Bagas yang baru berumur satu tahun tersebut. Meninggalkan Anna yang menangis dalam tanda tanya. Akhirnya Anna berlari ke dalam kamarnya menangis tersedu dengan simpulan-simpulan yang ada di dalam kepalanya.

Di sebuah taman, Anna dan Zico tengah memperbincangkan rencana masa depan mereka. Zico meminta Anna untuk membujuk Papi Sugiono agar ikut memberinya jabatan. Anna yang menyadari statusnya yang sekedar anak angkat, tidak mungkin berani meminta hal lebih kepada orang tua angkatnya ini. Orang yang telah merawat dia dengan penuh kasih sayang hingga saat ini, Anna telah berusia dua puluh dua tahun.

"Ya, aku hanya anak angkat. Aku merasa sungkan meminta hal-hal aneh kepada beliau."

Zico terlihat sangat gusar. Memperhatikan gadis yang ada di hadapannya ini. Meski gadis itu terlihat anggun dan tangguh. Namun baginya Anna hanya gadis bodoh yang bisa dimanfaatkan.

Zico mengenalnya sebagai atlet wushu nasional. Awalnya Zico memang merasa heran, mengapa Anna seorang putri pengusaha sukses, hanya bekerja sebagai atlet. Sekarang, dia sudah mendapat jawabannya.

Anna hanyalah anak pungut, sebagai pancingan bagi orang tua angkatnya. Meski Anna memiliki paras yang sangat cantik, namun bagi Zico itu tidak cukup. Dia menginginkan hal yang lebih. Dia juga ingin memiliki kekuasaan.

"Apa yang Kamu pikirkan, Zico? Bukan kah Kamu juga memiliki pekerjaan yang mapan? Bukan kah menjadi editor di sebuah penerbit juga bisa memenuhi kebutuhan kita nanti. Apa yang Kamu khawatirkan?"

Zico melihat Anna dengan panjang. "Sepertinya aku masih ada urusan. Lebih baik kita pulang saja!"

Zico mengantarkan Anna kembali ke rumah orang tua angkatnya. Anna merasa heran kenapa tingkah Zico tiba-tiba berubah seperti itu. Anna dan Zico telah bertunangan semenjak satu tahun yang lalu. Mereka hanya melalui perkenalan singkat, setelah itu langsung memutuskan untuk bertunangan. Karena Zico menganggap Anna adalah orang yang akan merubah nasibnya menjadi lebih baik ke depannya.

Anna yang selalu diberi perhatian oleh Zico, dengan mudah jatuh cinta pada Zico. Bahkan telah merelakan keperawanannya pada laki-laki yang baru sekedar tunangan dengannya.

Zico terus merayu, sebagai bukti cinta Anna kepadanya. Padahal Zico memiliki niat lain, agar Anna tidak mudah memutuskan hubungan, karena Anna adalah tambang emas baginya.

Mereka melakukan hubungan suami istri dengan rutin selayaknya pasangan resmi lainnya di sebuah hotel. Biasanya Anna menggunakan pil KB dengan rutin agar dia tidak hamil. Namun, karena waktu pernikahannya sudah dekat, Anna sengaja tidak meminum pil KB lagi. Berharap segera bisa memiliki anak lewat hubungan mereka yang terakhir.

Sesampai di rumah Anna, Zico kembali pulang dengan tergesa-gesa. Anna berjalan menuju kamar. Melihat kalender yang biasa ditandai, mengecek keteraturan tamu bulanannya. Mata Anna membulat bahagia, berdasarkan waktu terakhir, Anna telah telat selama satu bulan.

Anna mengeluarkan testpack yang sengaja disediakan untuk mempersiapkan kehamilan ini. Anna segera masuk kamar mandi melakukan test kehamilan. Ternyata hasilnya menyatakan bahwa dia benar-benar telah positif hamil.

Anna merasa sangat bahagia. Sebentar lagi dia menikah, dan tak lama lagi dia akan resmi menjadi seorang ibu. Anna berencana akan memberi kejutan pada Zico setelah mereka resmi menikah.

Undangan telah disebarkan. Tamu Papinya terdiri dari lima ribu undangan. Seminggu lagi Anna dan Zico akan meresmikan pernikahan mereka. Namun, semenjak tiga minggu lalu, Zico sudah tidak bisa dihubungi lagi.

Anna mulai merasa kalut dan cemas. Dia teringat akan ekspresi yang tidak biasa dari tunangannya, Zico. Semenjak itu, setiap menghubungi Zico, tunangannya mengatakan sedang sibuk dan tidak bisa dihubungi. Terus beberapa waktu terakhir, Anna benar-benar kehilangan kontak dengan Zico.

"Mi, bagaimana ini? Zico tidak bisa dihubungi. Padahal seminggu lagi pernikahan kami," adunya kepada Mami Ranata.

Ranata yang tadinya asik mengecek kelengkapan pesta, menghentikan kegiatannya. Duduk di sebelah putri angkatnya yang cantik. Memegang pundak Anna, mencoba menenangkan putri angkatnya ini.

"Mungkin lagi ada pekerjaan penting. Sehingga dia lupa mengaktifkan ponselnya kembali."

'Semoga saja begitu,' batin Anna.

Ponsel Anna bergetar, sebuah pesan chat masuk dalam bentuk video dari sahabat dekatnya Anja. Anna segera membuka video tersebut. Matanya terbelalak melihat seseorang yang mengikrarkan ijab kabul dengan suasana putih di dalam video tersebut.

Air matanya terjatuh begitu saja tanpa aba-aba. Ponsel yang tadi digenggam dengan erat, terlepas dan terdengar suara benturan benda itu dengan lantai. Anna menutup mulutnya, dan tubuh bergetar. Air matanya terjatuh semakin deras.

"Ada apa Anna?" tanya Mami Ranata.

Anna tidak bisa menjawab pertanyaan Ranata. Sehingga Ranata memungut ponsel tersebut dan memutar kembali video itu. Secara refleks, Ranata ikut menutup mulutnya. Melihat siapa orang yang tengah mengucapkan ijab kabul di dalam video yang dikirim Anja, sahabat Anna.

Dia adalah, Zico--calon suami putrinya, Annasya Putri Cakradinata--yang akan menikah seminggu lagi.

2. Ingin Mengakhiri Segala

Siang malam Anna menangis. Bagai kehilangan akal sehat, dia tak henti memukul-mukul perut yang telah terisi embrio milik Zico. Sudah dua hari Anna seperti ini, setelah melabrak Zico di resepsi pernikahannya.

Setelah mendapat video yang dikirim oleh Anja, Ranata segera melakukan panggilan video pada pengirim pesan tersebut. Ternyata, Anja sedang berada pada prosesi pernikahan tersebut.

"Awalnya aku mengira ini hanya kebetulan, Tante. Nama calon suami kakak sepupuku sangat mirip dengan nama tunangan Anna. Namun, aku tak menyangka ternyata Zico yang dimaksud adalah orang yang sama," terang Anja dalam video tersebut.

"Di mana lokasinya? Kami akan segera ke sana!"

Anja melirik ke kiri dan ke kanan. "Ta-tapi Tante, mereka sudah sah," ucapnya dengan gugup.

"Katakan saja di mana lokasinya!"

Dengan nada terpaksa, Anja memberitahukan lokasi resepsi pernikahan tersebut. Ranata menarik tangan putrinya. Anna masih terlihat shock, akibat penghianatan ini.

"Ada apa?" Sugiono sedang memantau kesiapan pesta, mengerutkan keningn melihat wajah marah Ranata, dan tangisan Anna.

"Pi, Zico calon menantumu itu, tiba-tiba menikah dengan orang lain," ucap Ranata dengan gusar.

"APAAA?" Suara Sugiono terdengar menggelegar hingga ke penjuru villa yang mereka tempati.

"Kita harus membuat perhitungan dengan dia!" Sugiono mengambil kunci Robic*on kesayangannya. Mereka semua masuk dan dari belakang, Bagas yang sudah berusia sebelas tahun ikut berlari memasuki kendaraan ini.

"Bagas ikuuut!"

Tanpa jawaban, pintu kendaraan itu ditutup setelah sang pangeran cilik masuk. Kendaraan dilajukan menuju gedung resepsi pernikahan yang sedang digelar oleh Zico dan pengantinnya. Sugiono turun, disambut oleh keluarga Zico dengan wajah cemas.

"Apa maksud Anda, Pak Gito? Kenapa kalian tega seperti ini kepada keluarga kami?" Suara bariton Sugiono memecah suasana meriah pesta yang tengah digelar.

Gito berusaha menenangkan Sugiono. Sementara istri Gito, ibu dari Zico mengajak putra yang tengah bersanding dengan pengantinnya, untuk segera menyelesaikan masalah ini.

"Mas???" Silvi memagut lengan Zico dengan wajah sedih menggelengkan kepalanya.

"Tenang lah! Aku harus menyelesaikan masalah ini."

Sugiono melihat rekan kerjanya Wage, berbusana seragam dengan Gito, ayah dari Zico. Wage mendekat pada Sugiono, karena merasa heran pada kehebohan ini.

"Ada apa ini Pak Sugi?"

"Itu Zico, dia akan menikah dengan putri saya minggu depan. Namun, kami terkecoh olehnya. Diam-diam menikah dengan orang lain!" jelasnya dengan gusar penuh amarah.

Kening Wage berkerut mendengar apa yang telah diutarakan oleh Sugiono barusan. "Zico adalah suami dari putri saya!" ucapnya dengan tegas.

Mata Sugiono menajam, apalagi melihat kehadiran Zico dalam busana pengantin. Refleks tangan Sugiono menarik pakaian Zico yang telah menghianati putrinya.

"Apa yang Kau lakukan jahanam?"

Zico mencoba melepaskan tarikan yang dilakukan oleh Sugiono. "Maaf, Om. Hubunganku dengan Anna telah berakhir."

"Apa? Sejak kapan semuanya berakhir bajingan?" Secara refleks Anna bergerak mencekik Zico. Zico berusaha melepaskan diri.

"Anna, Anna!" Ranata menarik tangan Anna agar segera menghentikan tindakannya.

"Dasar keparat! Kapan hubungan kalian berakhir?" Sugiono melepaskan bogem mentah pada ulu hati Zico.

Wage melerai kericuhan ini. Dia mencoba menenangkan keadaan dengan menarik Zico untuk berdiri di belakangnya. "Tolong jelaskan pelan-pelan! Ada apa ini?"

Sugiono menjelaskan semua kronologis yang telah terjadi. Wage, rekan bisnis Sugiono mengangguk dan menyesali atas apa yang dilakukan oleh Zico. Dia memang mengenal Zico saat seorang rekan kerjanya menawarkan Zico agar dijodohkan dengan putrinya, Silvi.

Wage memperhatikan Anna dari atas hingga ke bawah. Berbeda sekali dengan Silvi putrinya yang memiliki tubuh yang gemuk. Wage sendiri merasa heran, di antara sekian banyak pria yang dikenalkan dengan putrinya, Silvi. Hanya Zico lah yang ingin melanjutkan hubungan pernikahan dengan putrinya ini. Hal ini tentu membuat Silvi merasa bahagia. Akhirnya di ujung angka 20-an Silvi mendapat suami dengan usia empat tahun lebih muda.

"Bagaimana pun, saat ini Zico telah menikah dengan putri kami. Saya yakin, suatu saat nanti anak Pak Sugiono pasti akan mendapat suami yang lebih baik dari pada Zico."

Sugiono mendengus kesal, menatap Wage dan berganti menatap Zico dengan tajam. Setelah itu melihat putrinya dengan wajah kasihan. Sugiono merangkul Anna dan mengajaknya meninggalkan pesta. Meski Anna hanya anak angkat, kasih sayangnya tak berbeda dengan menyayangi Bagas.

Akan tetapi, Anna melepas rangkulan itu dan mengejar dan menghajar Zico dengan salah satu jurus Wushu yang dia kuasai. Anna melayangkan tinju utara pada dagu penghianat itu.

Hal ini membuat para tamu menjerit. Sugiono menarik Anna dan membawanya pergi dari pesta ini. Sementara, ujung bibir Zico mengalirkan sedikit darah segar. Silvi istrinya segera membersihkan dan menariknya kembali ke pelaminan.

"Apa yang Kamu lakukan Anna?" Sugiono melirik Anna dari spion depan yang terus memeluk perutnya.

Anna belum menceritakan kondisinya saat ini. Dia tidak berani mengatakan bahwa dirinya tengah mengandung anak pria tadi. Ini murni kesalahannya sendiri. Dia segera mengunci diri di dalam kamar menangis tersedu mengingat kemalangan yang bertubi menimpa dirinya.

.

.

.

Pakaian pengantin yang sudah dipesan semenjak tiga bulan lalu telah datang. Baju pengantin itu membuat Anna jadi semakin gila. Pakaian yang luar biasa cantik, tetapi tidak jadi digunakan pada hari H. Anna semakin memukul janin yang ada di dalam rahim. Dia merasa tidak rela anak Zico hidup menumpang pada tubuhnya.

"Kita harus segera mencari lelaki yang mau menikah dengan Anna secepatnya. Jika dibatalkan begitu saja, mau ditaruh di mana muka saya?" ucap Sugiono dengan gusar.

Mendengar pernyataan Sugiono, membuat Anna semakin stress. Dia mengunci diri, tidak ingin menemui siapa pun. Dia terus menangis memukul-mukul perutnya, berharap janin yang ada di dalam rahimnya mati.

Setelah itu, dia merasa kesakitan sendiri atas aksi memukul perutnya. Dia merasa belum puas membalas atas apa yang dilakukan oleh Zico. Anna pergi diam-diam mengikuti kemana kakinya melangkah. Sampai lah dia di sebuah tepian dermaga.

Dengan pelan, dia terus melangkah menginjakan kaki ke atas dermaga. Angin laut mengibarkan rambut panjangnya, menatap horizon di batas pandang yang tampak di ujung laut.

"Mami, Papi, Bagas ... maafkan aku yang tidak tahu diri ini. Dari pada hanya bisa membuat kalian malu, lebih baik aku pergi meninggalkan dunia yang terlalu kejam terhadapku."

"Orang tua kandungku sendiri tidak menginginkan kehadiranku, sehingga aku dibuang ke panti asuhan. Kali ini, giliran lelaki yang aku cinta tega meninggalkanku yang sedang mengandung anaknya."

"Dari pada hanya menjadi beban bagi kalian, biarkan aku mati tanpa meninggalkan jejak."

Anna melihat sebuah jangkar tergeletak di tepi dermaga. Dia mengikatkan rantai yang melekat pada jangkar tersebut pada kakinya. Dua orang berbeda usia melihat gelagat anehnya dari jauh.

"Bukan kah itu gadis gila di pesta Zico kemarin?" ucap pria yang cukup muda.

Tampak wanita tua yang tadi di sebelahnya bergerak cepat mengejar gadis yang mengikatkan jangkar kapal pada kakinya. Pria itu begitu terkesan, atas aksinya yang berani memukul wajah mempelai pria pada pesta beberapa waktu lalu. Zico menjadi editor di perusahaan penerbit mayor yang dipimpin olehnya.

Namanya Amar Fajra Kusumaningrat, CEO di sebuah penerbit yang juga menerbitkan platform online, untuk menggaet penulis pada masa modern ini. Amar pun segera mengejar nenek yang telah mengasuh dia selama ini. Orang tua yang selalu sibuk bekerja. Sehingga dia diasuh dan dibesarkan oleh Nenek Andari, ibu dari Papanya.

"Nek, Nek? Mau ke mana?" Amar menarik tangan Nenek Andari, tetapi sang nenek menepis genggaman itu dan terus mengejar gadis yang menunjukan gelagat aneh tersebut.

Nenek Andari tepat berada di belakang Anna. "Apa yang kau lakukan?" Suara Nenek Andari menggelegar membuat Anna terkejut. Dia terjatuh tanpa mempersiapkan diri dengan kaki masih tersangkut dengan rantai jangkar. Jangkar itu masih berada tepat di tepian dermaga. Tubuh Anna dalam posisi terbalik, dengan kepala berada di dalam laut, sementara kakinya berada di atas.

"Tolooong! Toooloooong!" Teriak Nenek Andari.

3. Menikahlah dengan Anna

"Tolooong! Toooloooong!" Teriak Nenek Andari melihat gadis itu terus menarik jangkar agar terjatuh ke dalam laut.

Dengan berlari sambil menanggalkan jas yang melekat di tubuh, beralih melepas kedua sepatu. Amar langsung menceburkan diri ke laut sisi dermaga. Dia berenang menuju arah Anna yang masih berusaha menarik rantai jangkar. Makin lama, tubuhnya semakin sempurna berada di dalam air. Jangkar seberat lima puluh kilogram itu, sedikit lagi akan jatuh masuk ke dalam laut.

Amar segera mengangkat tubuh wanita yang tidak dikenalnya ini. Namun, wanita itu terus meronta melepaskan diri. Beberapa waktu mereka habiskan untuk bergelut di dalam air. Amar terus mencoba menarik Anna, tetapi Anna menepis tangan milik Amar.

Anna sudah tidak bisa meronta lagi, akhirnya pasrah mengikuti apa yang dilakukan oleh pria itu. Amar mulai mengangkat tubuh Anna. Mereka muncul ke permukaan. Meraup udara sepuasnya hingga memenuhi paru-paru mereka. Namun, jangkar yang sedari tadi ditarik Anna yang sudah menggantung di tepi dermaga, akhirnya jatuh masuk ke dalam laut.

Tubuh Anna kembali tertarik masuk ke dalam air. Amar kembali mengejar Anna yang melesat terus menuju dasar dengan kecepatan tinggi. Amar mempercepat renangnya meraih tangan wanita itu yang mencoba untuk menggapainya.. Beruntung, Anna bisa ditangkap.

Jangkar itu terus menuju ke dasar, tubuh Anna masih tertarik oleh benda itu. Amar berusaha untuk melepaskan rantai yang mengikat kaki wanita itu. Walaupun sedikit susah payah dan persediaan oksigen yang semakin menipis, akhirnya Amar berhasil melepaskan rantai tersebut. Jangkar kembali melaju dengan pesat menuju dasar dermaga.

Amar menarik Anna berenang menuju permukaan. Sampai di permukaan, telah ramai para nelayang berdiri di atas dermaga karena teriakan permintaan tolong dari Nenek Andari. Amar menyerahkan Anna kepada nelayan yang berdiri di tangga pinggir dermaga. Mengangkat tubuh Anna terus naik ke atas.

Setelah itu giliran Amar naik ke atas dermaga. Amar menperhatikan mata para nelayan terlihat nyalang menyaksikan kemolekan tubuh Anna. Hal ini membuat Amar mendorong mereka. Amar memeriksa denyut nadi dan detakan jantung Anna. Saat ini, Anna dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Amar memberi tindakan pertama pada korban tenggelam. Menekan dada Anna dengan cepat, diiringi pemberian napas buatan. Nenek Andari menutup mulut melihat tindakan cucunya ini. Di matanya, sang cucu terlihat mencium gadis muda itu bertubi-tubi.

Nenek Andari, adalah orang yang membesarkan Amar semenjak kecil. Dia begitu memahami karakter cucunya, Amar. Dia adalah lelaki dingin yang tidak mempedulikan siapa pun. Hal ini ditiru dari sikap orang tuanya yang seperti tidak pernah memperdulikannya karena sibuk pada pekerjaan.

Beberapa saat kemudian, wajah Anna yang tadinya putih, berubah menjadi merah. Anna terbatuk dan mengeluarkan tumpahan air asin yang tidak sengaja ia minum. Amar membantu wanita yang tidak dikenalnya ini duduk, lalu memukul pelan punggung Anna hingga tak ada lagi air yang keluar.

Anna menghirup udara sepuas hatinya. Lalu melirik semua orang asing yang mengelilingi dia. Setelah itu dia kembali memperhatikan pria yang tepat berada di hadapannya. Lelaki yang telah menggagalkan aksi bunuh dirinya.

"Ternyata, Kau masih ingin menikmati udara ini?" ucap pria itu dengan datar. Pria yang tidak dikenalnya ini bangkit lalu pergi meninggalkannya.

"Amar, tunggu!" ucap nenek Andari.

Amar menghentikan langkahnya. Melihat nenek yang disayangi memeluk wanita muda itu.. Amar menaikan sebelah alisnya tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Terlihat, Nenek Andari berterima kasih kepada para nelayan yang telah hadir membantu mereka menyelamatkan gadis manis yang dipeluknya ini.

Selang beberapa waktu kemudian, tampak jas milik Amar terpasang pada tubuh Anna yang menggigil kedinginan. Ammar sendiri telah mengganti pakaian. Dia selalu menyediakan pakaian ganti di mobil mewah kesayangannya. Nenek Andari tengah merangkul gadis, yang telah diketahui bernama Anna. Amar hanya memperhatikan perbincangan dua wanita itu tanpa berkata apa-apa.

Dia sendiri tengah bermasalah dengan wanita yang dicintai. Kekasihnya-- Luna, belum ingin diajak menikah karena sibuk dengan karier sebagai seorang desainer ternama. Saat ini, usia Amar telah menginjak umur 35 tahun. Dia sudah mapan dan siap membangun rumah tangga.

"Apa yang Kamu lakukan Anna? Kenapa Kamu ingin mengakhiri hidupmu?" Pertanyaan Nenek Andari memecahkan keheningan yang telah terjadi semenjak setengah jam yang lalu.

Anna tertunduk lesu memegang perutnya. "Aku hanya anak yang tidak berguna, Nek. Aku ingin berhenti menyusahkan kedua orang tuaku."

Nenek memperhatikan gerak-gerik Anna yang terus memperhatikan dan memeluk perutnya. Nenek seakan mengerti apa yang terjadi dengan wanita yang ada di sampingnya ini, memandang cucu yang berada tak jauh dari mereka.

"Amar, kemari lah!"

Amar melihat ke arah Nenek Andari. Lalu bangkit dan bergerak mendekat ke arah mereka. Amar duduk tepat di samping sang nenek. Menunggu apa yang akan diucapkan oleh wanita tua yang sangat dihormati dan disayangi ini.

"Kamu beneran mau menikah kan?" tanya nenek kepada Amar.

Amar mengangguk mantap. Namun, wajahnya ditekuk ke bawah. Dia masih teringat akan pertengkaran yang kembali meledak usai mengajak Luna menikah, tadi malam.

"Menikah lah dengan Anna!"

Wajah Anna dan Amar yang sama-sama ditekuk, langsung tegak. Mereka berdua sama-sama menatap Nenek Andari dengan wajah penuh tanda tanya. Kedua tangan Nenek Andari menarik tangan Amar dan Anna, lalu menyatukan tangan mereka berdua. Amar dan Anna sama-sama menarik kedua tangan tersebut secara refleks.

"Tidak mungkin, Nek? Aku mencintai Luna!" ucapnya, tegas.

Sementara Anna kembali memeluk perutnya yang berisi janin lelaki lain yang masih dicintainya hingga detik ini. Lelaki bernama Zico, yang meninggalkannya menikah dengan wanita lain, tepat seminggu sebelum mereka melaksanakan pernikahan. Saat ini, waktu pernikahan hanya menunggu hitungan hari. Orang tuanya tengah berusaha mencarikan suami pengganti untuk Anna. Agar pernikahan itu tetap terjadi.

"Jangan, Nek! Aku tengah mengandung anak pria lain," lirihnya tertunduk malu kembali memeluk perut yang berisi janin milik Zico.

"Tidak apa Anna, Amar itu sudah siap menikah lahir batin. Dia pasti mau menggantikan posisi ayah bayi itu." Nenek Andari melirik cucunya yang sedari tadi tepekur melihat ke bawah.

Ucapan Nenek Andari membuat Amar bangkit dengan wajah gusar. Melihat Nenek Andari dengan wajah penuh tanda tanya. "Nek, aku tu mau nikahnya sama Luna. Bukan Anna!"

"Tapi Luna belum mau menikah denganmu!"

"Tapi aku akan menunggu waktu hingga dia siap menikah denganku, Nek."

"Sampai kapan? Sampai nenekmu ini meninggal dulu?"

Amar mendekat dan berlutut di hadapan Nenek Andari. "Nenek jangan berkata begitu! Jika Nenek meninggal, aku juga akan mati. Aku tidak akan bisa hidup dengan baik tanpa Nenek.."

Nenek menyentil kening Amar. "Jadi apa Kamu mau menikah dengan Anna?"

Amar kembali melirik Anna yang sedari tadi terlihat murung dan sendu. Amar masih merasa mantap untuk menggelengkan kepala. "Tidak!"

Nenek bangkit, mata Amar penasaran akan apa yang hendak dilakukan oleh neneknya. Apakah akan memukulnya atau menjewer telinganya seperti biasa. Namun, apa yang dipikirkan, ternyata jauh berbeda. Nenek Andari bergerak menuju dermaga.

"Kamu akan melihat nenekmu ini mati, saat ini juga."

*

*

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!