NovelToon NovelToon

Stay With Me

Dyta dan Farel

Gadis berambut keriting, menggendong bola basket di tanganya, dia mengenakan baju olahraga yang sudah di siapkan oleh sekolah.

''Jangan sok jago!'' desis gadis berambut keriting itu menatap jengah cowok di hadapanya, yang sok cool, sok ganteng dan sok segalanya.

Cowok itu tertawa kecil. ''Citing, kali ini gue nggak akan kalah sama lo!'' jawabnya dengan percaya diri, seraya menyugar rambutnya kebelakang.

Gadis itu memutar bola matanya malas. ''Sejak kecil...lo selalu kalah main sama gue!'' ucap gadis itu mengibas rambutnya di depan cowok itu, sehingga cowok di hadapnya menutup matanya, saat merasakan rambut gadis di hadapnya menyapu wajahnya.

''Bukan sejak kecil saja, sampai sekarang lo masih kalah sama gue,'' lanjutnya dengan menyombongkan diri membuat cowok itu, mengambil bola basket dari gadis di hadapanya.

''Kita buktikan sekarang!'' tantang cowok itu.

''Apa taruhanya?'' tanya gadis itu.

''Terserah lo mau minta apa,'' balas cowok tampan itu, membuatnya menyungkirkan senyuman penuh arti.

''Kalau lo kalah, berhenti ganggu gue!''

''Gue nggak mau!'' ogah cowok itu. Enak saja gadis di hadapnya menyuruhnya untuk berhenti mengejar dirinya.

''Kalau lo nggak mau, udah jelas dong kalau gue yang bakalan menang.''

''DYTA!!!''

''FAREL!!

Kedua nama yang di panggil namanya, langsung melihat keasal suara. Farel dan Dyta saling bertatapan. ''Gawat, ibu Sri!''

Guru berbadan kekar, berkacamata bulat, pipihnya yang bakpau, dengan polesan lipstik merah terang, serta raut wajahnya yang garang, langsung menghampiri Dyta dan juga Farel.

''Bolos lagi kalian, Hah!'' Ibu Sri langsung menjewer telinga Dyta dan Farel.

''Sakit, bu!'' keluh Dyta.

''Kita nggak bolos bu, ini lagi jam olahraga kelas X dan XII,'' ucap Farel, dan dibalas anggukan setuju oleh Dyta.

''Fungsi jam tangan kalian apa, Hah! Apa jam tangan yang kalian pakai, jam tangan mati! Sudah satu jam lebih, pelajaran olahraga selesai!'' marahnya kepada Dyta dan Farel.

''Ibu Sri kalau ngomong mikir dulu, bu. Mana ada orang kayak pake jam mati!'' Farel membalas ucapan Ibu Sri, seraya menahan perih di telinganya, karna Ibu Sri belum juga melapskan tangannya dari telinga mereka berdua.

Ibu Sri langsung membawa Farel dan Dyta, menuju ruangan kepala sekolah. Tanpa berniat melepaskan tanganya yang menjewer telinga Dyta dan Farel.

Farel dan Dyta sudah berada di ruangan kepala sekolah. Kepala sekolah bername tag Ibu Annisa itu menatap Dyta dan Farel secara bergantian.

Sementara mereka menunduk.

''Kalian selalu saja menambah jam olahraga!''

Dyta dan Farel tidak mengucapkan sepatah katapun, selama di ruangan kepala sekolah. Mereka berdua masih mengenakan pakaian olahraga.

Sementara teman-teman mereka sudah berhanti pakaian sejak satu jam yang lalu.

Dengan wajah menunduk, Dyta melirik ke sampingnya. Ada Farel yang senyum-senyum tidak bersalah, saat cowok itu menginjak sepatunya di bawah sana.

Dyta mengepalkan tanganya, dia sudah menatap tajam Farel, memberikan kode kepada cowok itu, untuk menghentikan kakinya dibawah sana, untuk berhenti menginjak sepatunya.

“Awas aja lo, Rel. Gue bakalan hajar lo nanti! “

''Dyta, Farel!''

''Iya, bu!'' jawab mereka berdua dengan kompak.

''Kalau kalian masih menambah, jam olahraga minggu depan, ibu tidak akan segan-segan menyuruh pak Bono untuk tidak mengikutkan kalian berdua, di jam olahraganya, selama dua minggu!'' Kepala sekolah mulai mengacam.

Farel dan Dyta saling berpandangan. Lalu mengangguk mengiyakan ucapan kepala sekolah.

Setelah di berikan wejangan oleh ibu Annisa, kedua murid itu sudah di persilahkan keluar.

''Farel!''

Sepertinya Farel tau, jika Dyta akan mengajarnya, setelah mereka keluar dari ruangan kepala sekolah.

‘’Kejar gue ciiting, kalau bisa!'' ejek Farel menjulurkan lidahnya kepada Dyta.

Mereka berdua kejar-kejaran dilapangan sekolah.

''Sini lo, Rel! Dari kecil lo selalu gangguin hidup gue!'' teriak Dyta masih mengejar Farel.

Farel tertawa, suatu kepuasan bagi Farel membuat Dyta marah padanya.

Dyta mengatur nafasnya, keringat bercucuran di wajahnya yang cantik itu, mengejar Farel.

''Segitu doang?'' ledek Farel membuat Dyta menatapnya tajam.

Dyta menegakkan badanya, membuka sepatunya. Lalu tersenyum kicik kearah Farel.

''Kena lo!'' Dyta melempar sepatu vans kesayanganya, kearah Farel.

Dannnn

Farel menunduk saat sepatu Dyta melayang kearahnya.

Plak…

Dyta melototkan matanya, saat sepatu vans kesayanganya itu berhasil di hindari oleh Farel dan mengenai seseorang.

Farel menaikkan alisnya sebelah, saat melihat kebelakang. Sepatu yang di lempar oleh Dyta untuk dirinya mengenai wajah seseroang.

Dia asing di mata Farel, sebelumnya dia tidak melihat cowok itu di lingkungan sekolah sini.

“Apa dia murid baru?”

Cowok itu memgambil sepatu, yang berhasil menampar wajahnya. Lalu menatap Dyta sang pelaku.

Dyta meneguk salivanya susah payah, tatapan dingin cowok itu membuat jantungnya tidak karuan.

Matanya sungguh tidak asing untuk dia pandangi, seperti sudah lebih dulu dia menatap wajah dinginya, serta matanya yang memancarkan kesedihan.

Cowok itu berjalan, seraya memegang sepatu vans Dyta. Dia memberhentikan langkah kakinya tepat di dekat Farel.

''Ruangan kepala sekolah dimana?'' tanya cowok itu dengan dingin.

''Tuh,'' tunjuk Farel, tepat pada ruangan yang pintunya terbuka lebar.

''Terimakasih,'' ucapnya lalu melewati Farel.

Cowok itu berhenti di depan Dyta, membuat jantungnya semakin tak karuan. Bertatapan dengan jarak dekat, membuat Dyta semakin merasakan gejolak sesuatu didalam dadanya.

Cowok itu memberikan sepatu sepatu Dyta. Sepatu yang di lemparkan untuk Farel mengenai wajah cowok lain.

Dyta mengambil sepatunya, tanpa mengalihkan pandanganya dari cowok di hadapanya.

Ini pertama kalinya ia melihat cowok di hadapnya, namun mengapa ia merasa jika ia sudah mengenalnya dari dulu.

Dyta sudah mengambil sepatunya, menatap sepatu yang sudah mengenai wajah cowok ganteng nan dingin itu.

“Dyta Kevinya.”

Dia membaca name tag, Dyta. Lalu melewati gadis itu.

''Terimakasih,'' ucap Dyta membalikkan tubuhnya.

Cowok itu memberhentikan langkah kakinya, lalu membalikkan tubuhnya, menatap gadis bernama Dyta itu.

''Sama-sama Dyta Kevinya,'' ucapnya lalu melanjutkan langkah kakinya membuat Dyta kembali melotokan matanya.

''Gimana bisa dia tau nama gue?'' Dyta menggeleng tidak percaya, jika cowok itu mengucapkan namanya.

Farel merangkul pundak Dyta, membuat Dyta menatap tajam Farel.

''Lo bertanya, dari mana dia tau nama lo itu?''

Dyta mengangguk, lalu Farel tersenyum mengejek.

''Dari sini,'' tunjuk Farel, di papan nama Dyta, tertuliskan nama aslinya membuat Dyta langsung menepuk jidatnya.

''Rel, lo tau nggak.''

''Nggak.''

''Jelas lo belum tau, karna gue belum selesai ngomong!'' desis Dyta.

Mereka berdua berjalan, dengan Farel masih merangkul Dyta. Padahal, belum ada satu jam mereka berkelahi.

''Tatapan cowok tadi itu, kayak nggak asing, Rel,'' ucap Dyta serius, membuat Farel tertawa.

''Lo mikir, itu pasti Agrif?'' tebak Farel yang sudah tau, arah pikiran Dyta.

Dyta mengangguk. ''Gue kangen dia, Rel. Pasti dia udah tumbuh dewasa kayak lo.''

Hanya Farel yang tahu

Dyta mengambil foto diatas meja belajarnya, dia tersenyum getir melihat foto papahnya. Sampai saat ini, Dyta masih menunggu kedatangan papahnya untuk pulang.

“Papah mu sedang sibuk, Dyta. Jangan selalu memaksa mamah untuk menghubungi papah. Dia akan datang, jika waktunya sudah tiba.”

Kata-kata Kayla, tiga tahun yang lalu. Semenjak saat itu, Dyta tidak menanyai lagi, kapan papahnya pulang.

''Pah...sesibuk apasih kerjaan papah diluar negeri,'' gumam Dyta menyimpan kembali foto Elga diatas nakas.

''Dyta!''

Suara itu adalah suara milik adiknya, Dyra.

''Ya!'' jawab Dyta.

''Dibawah ada Farel, katanya mau main bola basket!''

''Bilang sama dia, gue mandi bentar!''

''Iya-iya!'' balas Dyra lalu pergi dari depan pintu kamar Dyta.

''Citing mana?'' tanya Farel, duduk santai di atas sofa, dengan membawa bola basket.

''Mandi bentar,'' jawab Dyra.

''Ra,'' panggil Farel memperbaiki duduknya diatas sofa.

''Apa?'' jawab Dyra malas.

Farel langsung melemparkan bantal sofa kearah Dyra.

''Nggak sopan lo!''

''Siapa suruh, nolak cintanya Dyra!'' sewot Dyra dengan cemberut.

''Anak kecil nggak baik pacar-pacaran!''

''Kak Farel, kita cuman beda dua tahun.''

Farel menggelengkan kepalanya. Baginya, ucapan Dyra itu masih ucapan seorang anak kecil. Dia sudah menganggap Dyra sebagai adiknya sendiri.

''Gue maunya seumuran,'' ucap Farel.

Farel berdiri dari kursi sofa yang ia duduki, saat melihat Dyta menuruni anak tangga, dengan celana trening.

''Ra, kalau mamah pulang. Bilang sama mamah, kalau gue lagi kerja tugas sama Farel,'' ucap Dyta dan dibalas acungan jempol oleh Dyra.

''Jangan bilangin sama mamah, kalau gue keluar main basket,'' tambah Dyta lagi.

''Iyya-Iyya!''

''Pintar.'' Farel mengusap rambut Dyra.

''Kak Farel!''

Dyta langsung menggandeng tangan Farel keluar, dia yakin wajah Dyra sedang memerah karna tindakan Farel.

Dyta dan Farel langsung pergi, di lapangan basket dekat rumah Dyta.

''Dyra sampai baper, gara-gara tindakan lo selama dia kecil. Sampai sekarang.''

Tring…

Bersmaan dengan itu, Dyta memasukkan bola basket kedalam ring.

''Gue gituin juga, Hasya. Dia nggak baper tuh.''

Tring

Farel berhasil memasukkan bola basket kedalam ring, saat Dyta lengah.

Dyta membambil bola basket, lalu melemparkannya kearah Farel.

''Dyra sama Hasya beda, tolol!''

Bisa-bisanya Farel menyamai, antara Dyra dan Hasya. Hasya adalah keponakanya, sementara Dyra?

''Tapi, kan, gue udah anggap mereka berdua kayak adek gue.''

''Gue capek!'' Farel melangkahkan, kakinya menuju kursi untuk istirahat.

‘’Karna tindakan lo itu, Dyra sampai baper.'' Dyta ikutan bergabung, duduk bersama dengan Farel.

Farel merangkul pundak Dyta, lalu mereka berdua bertatapan. Farel dan Dyta sudah biasa sedekat ini.

Meski kadang-kadang mereka berkelahi.

''Emang lo rela kalau gue sama adik lo?''

''Dih! Sok ganteng lo, sok cool dan sok segalanya!''

''Lo beneran nggak punya perasaan sama gue?'' tanya Farel santai.

‘’Punya,'' jawab Dyta. ''Perasaan mau bunuh lo!''

Buk

''Awkh!''

Farel mendorong Dyta kebawa, membuat gadis itu mengusap bokongnya. Farel bersiap ingin kabur, namun bajunya langsung di tarik oleh Dyta.

''Mau kemana lo, Hah!'' murkah Dyta.

''Citing....jangan....jangannnnn!''

''Akh...berhenti....hahhahaha....berhenti....Citing.... Hahahha!''

''Rasain!!!'' Dyta terus-terusan menggelitik tubuh Farel.

''Citing....udah....hahahahhah...!!''

Dyta melepaskan tanganya, tidak menggelitik Farel lagi.

Semwntara Farel masih mengatur nafasnya, sungguh, jika Dyta mulai menggelitik tubuhnya, dia akan gila.

''Citing, jangan gelitikan gue, nafsu gue naik tau nggak!'' ujar Farel masih memperbaiki rambutnya acak-acakan.

''Dihhhhh!!''

Bughhhh

Dyta melemparkan Farel bola basket, membuat gadis itu tertawa. Sementara Farel meringis.

''Udahlah, gue mau pulang,'' ujar Dyta mengambil bola basket yang di lempar tadi.

Dyta berjalan lebih dulu meninggalkan Farel, dengan cepat Farel mengikuti Dyta.

''Citing,'' panggil Farel seraya merangkul pundak Dyta.

''Aaaa,'' jawabnya malas membuat Farel terkekeh.

Kebiasaan Farel ini, Farel selalu merangkul pundak Dyta sejak mereka SMP, Dyta sampai risih, namun seiring berjalanya waktu, dia mulai nyaman, dengan kebiasaan Farel itu padanya.

''Nggak niat lo mau ganti bola basket?'' tanya Farel, bola basket Dyta yang selalu dia bawa, sudah burik, warnanya sudah berubah warna.

Bayangkan saja, bola basket sejak dia Sd, di berikan papahnya untuk dirinya.

''Nggak,'' cetus Dyta. ''Ini bola basket kesayangan gue, Rel. Nggak mungkin gue ganti.''

Dyta tersenyum memeluk bola basketnya, ''ini pemberian papah, sebelum dia keluar negeri.''

Farel diam, tentu saja dia tau dimana papahnya Dyta sekarang. Kejadian beberapa tahun yang lalu itu, masih Farel ingat dengan jelas.

“Maaf, Ta. Andai lo tau papah lo sebenarnya nggak di luar negeri, tapi di penjara. Maaf, gue nggak bisa bilang ini semuanya.”

''Gue nggak habis pikir aja sama papah, sejak kecil dia udah ninggalin gue, Dyra, Revan dan mamah,'' tegar Dyta, mengingat jelas, semenjak dia kecil, papahnya sudah pergi meninggalkan mereka.

Farel memberhentikan langkah kakinya, sehingga Dyta juga ikutan berhenti.

Mereka berdua saling bertatapan, mata Dyta memerah. Hanya Farel saja yang tau, jika dia gadis lemah, cengeng, dan hanya Farel yang tau, betapa rapuhnya dirinya itu.

Orang-orang hanya mengira, gadis tomboi itu kuat dan tidak mempunyai kesedihan di wajahnya semenjak remaja.

Yah, semenjak dia duduk di bangku SMP, dia sudah jarang menangis, bahkan Dyta selama tiga tahun ini tidak menanyai lagi, kapan papahnya pulang. Karna jawabanya akan tetap sama di berikan oleh mamahnya.

“Papah akan pulang, jika waktunya sudah tiba.” Itulah perkataan mamahnya kepada dirinya.

Farel memegang pundak Dyta, sehingga keduanya bertatapan begitu dalam. Air mata Dyta turun begitu saja.

Farel langsung membawa Dyta kedalam pelukanya. Dia tau, gadis dalam pelukanya itu rapuh.

Dia mengenal Dyta sejak kecil, anak itu selalu saja menagis memanggil nama Elga, namun ketika dia mulai beranjak dewasa, gadis itu sudah jarang menangis, sehingga orang-orang Mengira, jika dia sudah terbiasa dengan situasi ini.

Hanya Farel saja yang tau dirinya, sedihnya, bahagianya.

''Rel...''

Farel mengusap punggung Dyta, bola basktenya jatuh. Dia biarkan menggelinding kebawah.

''Papah lo kerja, buat masa depan lo juga, Dyra sama Revan,'' ucap Farel bijak.

''Perjuangan seorang ayah itu luar biasa, Citing. Dia rela bekerja keras demi membahagiakan anak-anak mereka. Bahkan dia rela kerja diluar negeri. Ksatria tanpa pedang adalah ayah.''

''Jika papah lo pulang, peluk dia....jangan bertanya mengenai mengapa dia pergi ninggalin lo begitu lama. Karna seorang ayah nggak akan mampu ngejalasin itu semua. Hanya ada kesedihan di wajahnya jika lo bertanya seperti yang gue bilang tadi,'' jelas Farel.

Dyta tidak membalas ucapan Farel, dia hanya menangis. Namun telinganya mendengar dengan seksama, apa yang di ucapkan oleh Farel.

Beban pikiran

''Ishhhh! Jorok banget lo Citing! Ingus lo nempel di baju gue!'' Farel pura-pura jijik membuat Dyta semakin menempelkan hidungnya di baju Farel.

''Rasain....Rasain!''

''Jorok banget sih lo!''

Dyta tertawa melihat Farel berekspresi ingin muntah.

''Nggak usah jijik lo, Rel! Munafik tau nggak!'' ejek Dyta seraya mengusap ingusnya menggunakan bajunya. ''Biasanya lo, kan, pindahin ingus gue.''

''Itu beda cerita bego!'' cercah Farel. ''Lo udah gede, waktu itu gue pindahin ingus lo, karna lo masih bocil!''

''Ingat ya, Rel. Gue sama lo itu cuman beda 2 tahun!''

''Tetap aja lo adek,'' balas Farel dan hanya dibalas acuh oleh Dyta.

Dyta berjalan mengambil bola basketnya, sudah jam 4 sore, dia harus pulang.

''Rel, pulang yuk!'' ajak Dyta setelah mengambil bola basket kesayanganya.

''Gue ambil motor dulu.''

Farel mengambil kunci motornya didalam tas miliknya, yang dia simpan di tempatnya duduk tadi.

Farel menyalakan mesin motornya, lalu menjalankan motornya menghampiri Dyta yang menunggu dirinya, tidak jauh dari tempatnya mengambil motor.

''Kalau mau main basket, pake skateboard aja lo, Rel. Gue nggak apa-apa jalan kaki sampai kerumah gue,'' ujar Dyta.

Jarak dari rumahnya ke lapangan tempatnya sering bermain basket, tidak terlalu jauh.

''Lo nggak lihat ini bacanya apa?'' tunjuk Farel melihatkan di depan motornya, tertempel sticker bertuliskan “Buat jemput curiting.”

Dyta tersenyum mengejek. ''Gue kayak beban lo aja,'' ucap Dyta dengan tawa kecil membuat Farel hanya mengedikkan kedua bahunya.

''Beban pikiran maksud lo?''

''Ngaco!''

''Buruan naik.'' Farel menurunkan stand kaki motornya untuk Dyta. Hal kecil yang sering dia lakukan, jika menjemput Dyta.

Dyta langsung naik keatas motor sport milik Farel, lalu memegang pundak cowok itu, tanganya yang satu memegang erat bola basketnya.

''Pegangan,'' perintah Farel lalu mulai menjalankan motornya.

Farel fokus mengendarai motornya, sekali-kali melirik Dyta melalui kaca spion motornya. Senyuman terbit di wajah cowok itu.

Farel memutar sedikit kaca spion motornya, agar fokus kepada wajah Dyta.

''Citing...''

''Gue tau, lo lakuin hal bodoh lagi!'' tawa Dyta menutup wajahnya dengan bola basket.

Untung saja Farel tidak kencang membawa motor.

Farel ikutan tertawa, mereka berdua memang sering begini. Tawa Dyta merupakan melodi indah yang sangat senang dia dengarkan.

Sekitar lima menit mengendarai motor, Farel sudah sampai di depan pagar rumah Dyta.

Dyta turun dari motor Farel, lalu kemudian Farel menaikkan kembali stand motornya. Itu adalah Farel, setiap menjemput dan mengantar Dyta, dia selalu menurunkan stand motornya. Jika Dyta sudah turun, dia kembali menaikkanya.

Itu semua tidak luput dari penglihatan Dyta.

''Lo nggak lupa, kan, besok hari minggu.'' Dyta mengingatkan Farel.

''Tentu saja,'' jawab Farel. ‘’Seperti biasa, lo tinggal siap-siap gue jemput,'' lanjut Farel seraya menatap wajahnya di kaca spion, lalu menyugar rambutnya ke belakang.

''Mau gue jemput pake motor atau mobil?'' tanya Farel.

''Terserah lo aja.''

''Gue jemput pake motor aja, biar lebih sweet. Lumayan juga, ada yang nempel di belakang,'' ujar Farel seraya tertawa dan di hadiahi cubitan di perutanya.

''Nafsuan lo. Buruan lo balik sana. Gue masuk,'' usir Dyta.

''Lo masuk duluan, baru gue pulang,'' pintah Farel.

Dyta lalu pergi meninggalkan Farel, baru lima langkah suara Farel langsung menghentikan langkah kakinya.

''Citing,'' panggil Farel, lalu Dyta membalikkan tubuhnya, menatap cowok tampan itu.

''Stay with me,'' ujar Farel membuat Dyta tersenyum seraya teetawa kecil.

''Iyalah bego. Emangnya lo kira gue mau kemana?''

''Buruan lo masuk''

Dyta kembali melanjutkan langkah kakinya, Farel selalu mengucapkan kata stay with me kepada dirinya.

Farel menyalakan mesin motornya untuk segera ke aparatemen miliknya. Semenjak SMA, dia sudah pindah dan tinggal sendiri apartemen.

Dia sudah tidak tinggal di rumah kedua saudaranya, dia ingin sendiri, setelah dia beranjak dewasa.

Apartemen mewah miliknya, merupakan apartemen yang di berikan kakak tertuanya kepadanya.

Skateboard juga merupakan pemberian dari Kakak tertuanya, dia hanya menggunakan skateboard saat dia pergi sendirian saja.

Mobil dan motor di berikan kakak keduanya untuk dirinya.

Farel berjalan masuk untuk menuju apartemennya, berada di lantai tiga. Dia masuk kedalam lift seraya bersiul.

Ting

Lift terbuka, lalu Farel melangkah keluar. Dia sudah sampai di depan pintu aparatemen ya. Dia memasukkan pasword apartemennya. Pasword apartemen adalah tanggal lahir Dyta.

Farel merebahkan tubuhnya diatas sofa, seraya meregangkan otot-otot tubuhnya.

Tring

Farel bangun dari sofa yang dia duduki, lalu membuka pintu apartemennya. Rupanya GoFood yang mengantarkan makanan.

''Atas nama Farel?''

''Iya.''

Farel memgambil makanan itu, lalu kembali masuk kedalam. Hanya dua orang saja, yang selalu mengirimkan GoFood untuknya, siapa lagi kalau bukan kakak-kakaknya.

Farel menyimpan makanan diatas meja, dia belum terlalu lapar. Nanti dia akan makan, setelah dia sudah mandi.

Drt…

Ponsel Farel bergetar, dia melihat ponselnya melihat nama yang terterah di layar ponselnya, senyuman terbit di wajahnya.

Dengan cepat, dia menekan ikon hijau di ponselnya.

“Halo Citing, sayang!”

Farel duluan menyapa Dyta dengan senyuman mengambang di wajahnya, dia duduk kembali di sofa, menyandarkan tubuhnya di sofa, mendengar tawa Dyta.

Dari ujung Telfon Dyta tertawa kecil, lalu kemudian dia meredahkan tawanya.

“Ingat besok, Rel!”

''Iya, Citing sayang. Gue bakalan ingat.''

Sedari SMP, Dyta selalu ke suatu tempat dengan Farel, di sore hari melihat ciptaan Tuhan yang indah, meski hanya sesaat tapi dia berjanji akan selalu kembali.

Itulah kebiasaan Dyta, mengajak Farel menemaninya, sejak smp sampai sekarang.

‘“Yoi! Gue tutup telfonya dulu, lo jangan lupa mandi!”

Tut….

Dyta langsung menutup telfonya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk mandi.

Farel menyimpan ponselnya diatas meja, lalu berjalan seraya bersiul menuju kamarnya untuk segera mandi.

''Lalalalalalalalal.....lalalallalalala!''

Besok dia akan menemani Dyta di suatu tempat yang sering Dyta kunjungi, setiap hari minggu sore.

Sekitar dua puluh menit mandi, Farel keluar hanya menggunakan handuk saja. Dia berjalan menuju kursi sofa untuk mengambil ponselnya yang dia simpan diatas meja.

Ting

Bersamaan saat mengambil ponselnya, ada pesan masuk dari sahabtnnya, Irfan.

“ Entar malam ke Bar.”

Tangan Farel bergerak membalas pesan Irfan, yang merupakan sahabatnya semenjak mereka smp.

Setelah membalas pesan dari Irfan, Farel berjalan masuk kedalam kamarnya. Dia belum memakai baju.

Drt…

Senyuman terbit di wajah Farel, dia menggeleng melihat siapa yang melakukan video call padanya.

Dyra!

Gadis imut itu melakukan panggilan video call kepada Farel.

“Kak Farellll”

Suara cempreng Dyra membuat Farel menjauhkan ponselnya.

“Apa sih, Ra!''

Farel mulai menyalakan kameranya, melihat wajah cemberut Dyra di layar ponsel, lalu kemudian dia melototkan matanya karna melihat Farel tidak mengenakan baju.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!