NovelToon NovelToon

Segitiga Cinta Reina

KAU KENAPA?

Angga masuk ke dalam ruang kerja dan sedikit mengendurkan dasi yang melingkar di lehernya. Pria itu membuang nafas beberapa kali sebelum mendaratkan bokongnya di atas kursi kerja. Namun baru beberapa detik Angga duduk, tiba-tiba sudah ada dua tangan yang menutup matanya dari arah belakang. Tentu saja Angga jadi kaget dan terlonjak.

"Rei," tebak Angga menerka-nerka seraya meraba tangan yang kini menutup dan sedikit menekan kedua kelopak matanya. Aroma parfum yang menguar dari seseorang di belakangnya ini tentu saja Angga hafal.

"Reina, singkirkan tanganmu!" Perintah Angga sedikit ketus.

"Kenapa, sih?" Tanya Reina heran. Gadis itu sudah menyingkirkan tangannya dari wajag Angga, lalu mencium pipi kekasihnya tersebut.

"Kita sedang di kantor, Rei!" Ucao Angga seraya menahan bibir Reina yang hebdak mencium pipinya yang lain.

"Iya, terus?"

"Aku kan pacar kamu!" Gumam Reina heran.

"Iya, tapi bukan berarti kita bisa mesra-mesraan di kantot begini-" Kalimat Angga belum selesai, saat tiba-tiba pintu ruangan pria itu sudah menjeblak terbuka.

"Angga! Ada hal penting-" Fairel menghentikan kalimatnya, dan tatapan pria itu berubah penuh selidik ke arah Reina dan Angga.

"Kenapa tidak mengetuk pintu, sih, Bang? Masuk ke ruangan orang main dorong pintu dengan kasar begitu!" Protes Reina bersungut-sungut pada sang Abang.

"Kalian sedang apa, hah?"

"Kenapa ada bekas lipstikmu di pipi Angga?" Cecar Fairel yang langsung membuat Angga menggosok-gosok pipinya sendiri. Reina sedikit membantu kekasihnya itu untuk menghapus sisa lipstik dari bibirnya tadi.

Reina pikir lipstik barunya tidak luntur, ternyata dipakai mencium Angga berbekas juga!

Barang murahan!

Nanti Reina akan membuangnya!

"Ck! Namanya orang pacaran ya wajar cium pipi atau cium yang lain!" Desis Reina sedikit geregetan pada Fairel yang selalu bertanya dengan detail.

"Oh, jadi ini alasanmu memilih menjadi kepala divisi keuangan di perusahaan milik Uncle Robert, ketimbang di Halley Development?" Fairel menunjuk-nunjuk ke arah Reina yang hanya bersedekap sekaligus berdecak.

"Aku akan melaporkan ini pada Dad! Agar Dad memutasimu lagi ke Halley Development!" Ancam Fairel selanjutnya pada Reina.

"Kalau Abang melakukannya, Reina tidak akan mendukung hubungan Abang Fairel dan Rossie!"

"Reina akan menyuruh Rossie memilih Keano saja dan bukan Abang Iel yang menyebalkan!" Reina balik mengancam Fairel dengan bersungut-sungut.

"Kau!" Fairel menuding ke arah Reina dengan geregetan.

"Apa!"

"Kau dan Angga tidak akan bisa menikah, kalau aku belum menikah, jadi kalau kau tidak mendukung hubunganku bersama Rossie...." Fairel tersenyum licik pada Reina yang langsung nenghentakkan satu kakinya.

"Sudah cukup, Rei!" Angga segera menghentikan Reina yang hendak membalas kata-kata Fairel.

"Kau kembalilah ke ruanganmu sana dan selesaikan pekerjaanmu!" Titah Angga sekali lagi.

"Aku belum selesai berdebat dengan Abang Iel!" Sergah Reina beralasan.

"Nanti saja berdebatnya di rumah!"

"Iel kesini untuk membahas pekerjaan dan kau malah mengajaknya berperang!" Cerocos Angga yang langsung membuat Reina merengut.

"Kau selalu saja membela Abang Iel! Dasar pria!" Sungut Reina kesal sebelum akhirnya wanita itu berlalu ke arah pintu ruangan Angga.

"Satu kosong!" Ledek Fairel seraya tertawa penuh kemenangan.

"Awas nanti di rumah!" Ancam Reina sebelum gadis itu keluar dan menutup pintu. Suasana di dalam ruang kerja Angga seketika menjadi tenang setelah kepergian Reina.

"Jadi, kau tadi kesini mau membahas apa?" Tanya Angga to the point pada Fairel.

"Membahas tingkat kemesumanmu pada Reina!"

"Sudah sejauh mana, hah?"

"Sudah sejauh mana?" Fairel bertanya dengan berapi-api sembari mendorong-dorong bahu Angga.

"Sejauh mana bagaimana maksudmu? Kami hanya berpegangan tangan sewajarnya. Makan bersama, nonton, kau tahu sendiri, kan?" Jawab Angga membeberkan.

"Jangan bohong!" Sergah Fairel dengan nada membentak.

"Jelas-jelas tadi ada bekas lipstik Reina di pipimu! Aku curiga ada bekas lipstik adikku juga di tempat lain di tubuhmu-"

"Apa maksudmu?" Sela Angga memotong dengan tak terima.

"Aku dan Reina tak pernah berbuat macam-macam!" Sergah Angga lagi dengan intonasi yang meninggi.

"Kami berpacaran dengan wajar dan tak pernah melakukan hal-hal yang melanggar norma!" Sambung Angga lagi membeberkan kebenaran pada Fairel.

"Baiklah, aku percaya!"

"Tak perlu juga tancap gas begitu!" Fairel berdecak berulang-ulang, sebelum akhirnya pria itu membuka map yang tadi ia bawa. Fairel menyudahi perdebatannya dengan Angga dan dua pria itu mulai bicara serius mengenai pekerjaan.

****

Reina melihat arloji yang melingkar di lengannya, untuk memastikan sekarang jam berapa.

"Makan siang!" Gumam Reina setelah mendapati arlojinya yang memang sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Reina segera meraih ponselnya dan menelepon Angga.

Tersambung, tapi tidak diangkat.

Angga kemana?

Reina mencoba menelepon sekali lagi, namun tetap tak diangkat.

Ck!

Reina berdecak, lalu bergegas merapikan rambutnya sebelum bangkit berdiri. Gadis itu memutuskan untuk langsung ke ruangan Angga saja dan menjemput kekasihnya tersebut untuk pergi makan siang.

Angga sering lupa tidak makan siang, jika Reina tak mengingatkan!

Setelah naik empat lantai, Reina akhirnya tiba di lantai tempat ruangan Angga berada. Sebenarnya ada satu ruangan lagi di lantai ini yang merupakan ruang kerja Uncle Robert, yang sekarang adalah pewaris perusahaan dan seluruh aset milik keluarga Hadinata. Sebelumnya, Uncle Robert pernah bekerja di Halley Development dan menjadi asisten merangkap sekretaris Dad Liam, saat dulu Reina baru lahir. Namun akhirnya saat jati diri Uncle Robert terkuak yang ternyata ia adalah putra tunggal Tuan Hadinata, Dad Liam langsung memecat ayah dari Angga dan Rossie tersebut dari Halley Development.

"Angga!" Reina mengetuk pintu sambil sedikit mendorongnya agar terbuka. Angga terlihat sedang berkutat dengan tumpukan kertas di depannya.

"Angga, kau tidak mengangkat teleponku!" Protes Reina yang langsung menghampiri Angga, lalu hendak duduk di pangkuan kekasihnya tersebut. Namun tangan Reina tak sengaja menyenggol tumpukan kertas di atas meja Angga, hingga kemudian kertas-kertas itu berhamburan ke atas lantai.

"Reina, astaga!" Decak Angga seraya membuang nafas dengan kasar.

"Maaf, aku tak sengaja!" Ringis Reina yang buru-buru berjongkok, lalu membantu membereskan kertas-kertas yang rupanya berisi lamaran kerja beserta data diri.

"Bukankah ada HRD yang mengurus tentang para pelamar, Angga? Kenapa kau repot-repot memeriksa begini?" Tanya Reina heran, seraya meletakkan tumpukan kertas yang sudah selesai ia bereskan ke atas meja.

"Ini data dari pelamar yang akan menjadi asisten sekaligus sekretarisku, jadi aku sendiri yang harus memilihnya," jelas Angga beralasan.

Ya, sudah hampir dua pekan asisten Angga resign. Dan pria itu belum mendapatkan pengganti. Mungkin itu juga yang membuat Angga sedikit uring-uringan.

"Aku bisa menjadi asistenmu, Angga! Tak perlu mencari yang baru," Cetus Reina yang entah sudah ke berapa kali menawarkan diri untuk menjadi asisten Angga.

"Tidak!" Jawab Angga tegas.

"Kenapa?" Tanya Reina menuntut alasan.

"Kau tidak akan fokus bekerja dan hanya akan sibuk mengangguku!" Jawab Angga blak-blakan yang langsung membuat Reina tergelak.

"Kau sebaiknya tetap di divisi keuangan dan jangan menjadi asistenku!" Sambung Angga lagi.

"Tapi kau suka aku ganggu, kan?" Reina sudah mengalungkan kedua lengannya ke leher Angga, lalu mendaratkan ciuman lagi di pipi kekasihnya tersebut.

"Reina, jangan mulai! Kita masih di kantor!" Sekali lagi, Angga harus menahan sikap nakal dan menggoda Reina.

"Kalau di apartemenmu tidak masalah berarti!" Kikik Reina yang masih bergelayut pada Angga. Kekasih Reina itu hanya berdecak.

"Kau tadi katanya mau makan siang?" Ujar Angga selanjutnya mengingatkan Reina.

"Kau masih disini!"

"Aku akan pesan antar saja. Pekerjaanku masih banyak." Angga beralasan.

"Baiklah, pesankan sekalian untukku karena aku ingin makan bersamamu juga!" Ujar Reina sambil kembali mencium pipi Angga.

Angga hanya geleng-geleng kepala dan lanjut memeriksa tumpukan kertas di hadapannya.

.

.

.

Hai, ketemu di karya ke-43.

Faranisa Reina Halley adalah anak kedua dari pasangan Liam Halley dan Yumi Arishta (Gadis Gendut Milik Sang Idola)

Abangnya Reina, Fairel Reandra Halley, nanti juga ada ceritanya sendiri bersama Rossie dan Keano.

Airlangga Hadinata atau Angga adalah anaknya Sita Anggraini dan mantan suaminya. Lalu Sita menikah dengan Robert Hadinata dan lahirlah Rossie, adiknya Angga (Aku Janda Kamu Duda)

Sekian perkenalannya.

Nanti pas keliarga Halley kumpul aku bikinkan pohon keluarga biar nggak bingung 🙂

Terima kasih yang sudah mampir.

KAU SELINGKUH?

Hari berlalu dengan cepat.

Reina sudah selesai merapikan meja kerjanya, dan wanita itu segera meraih tas kesayangannya. Reina beranjak dan keluar dari ruang kerjanya, lalu menyapa beberapa karyawan di divisinya sambil sedikit bercengkerama.

Ya, meskipun jabatan Reina adalah kepala divisi, namun gadis itu tetap membaur bersama bawahannya dan tak pernah menjaga jarak. Bagi Reina, semua karyawan di kantor Uncle Robert ini adalah temannya, dan sebisa mungkin Reina selalu bersikap ramah pada mereka semua.

"Bu Reina mau turun juga?" Tanya karyawan yang sebagian sudah masuk ke dalam lift.

"Tidak! Aku akan ke lantai atas. Kalian duluan saja!" Jawab Reina seraya membenarkan letak tas di pundaknya.

"Baiklah!" Para karyawan melambaikan tangan pada Reina sebelum pintu lift tertutup, lalu lift bergerak turun.

Reina melihat jam di arlojinya dan menuju ke lift lain untuk naik ke lantai atas. Tak butuh waktu lama, dan lift sudah mengantar Reina ke lantai tempat ruangan Angga berada.

Pintu lift baru saja terbuka, saat Reina berpapasan dengan Uncle Robert yang sepertinya hendak turun.

"Sore, Uncle!" Sapa Reina seraya tersenyum pada mantan asisten Dad Liam tersebut.

"Belum pulang, Rei?" Tanya Uncle Robert setelah membalas sapaan Reina.

"Ini baru mau pulang, Uncle! Mau jemput Angga dulu," jawab Reina sedikit tersipu.

Ya, ya, ya!

Meskipun sebenarnya Uncle Robert, Aunty Sita, lalu Mom dan Dad sudah tahu mengenai hubungan Reina dan Angga. Dan mereka semua juga tak ada yang merasa keberatan, tapi tetap saja di depan para orang tua, Reina harus bersikap sekalem mungkin dan kadang sedikit tersipu.

"Angga bukannya sudah turun dan pulang duluan tadi?" Ujar Uncle Robert yang entag sedang bertanya atau sedang memberitahu Reina.

"Hah? Benarkah, Uncle?" Reina secepat kilat langsung menuju ke ruangan Angga dan mendorong pintu ruangan tersebut.

"Angga!" Panggil Reina seraya memindai satu ruangan.

Dan, benar saja! Ruangan sudah rapi dan Angga tak ada disana!

"Uncle pikir Angga sudah memberitahumu, Rei!" Uncle Robert sudah berdiri di ambang pintu ruangan sekarang.

"Belum," gumam Reina sembari memeriksa ponselnya. Tapi memang tak ada pesan dari Angga sejak tadi, karena tadi saat Reina hendak naik ia juga sudah memeriksa ponsel.

Dan Angga sama sekali tak menelepon ataupun mengirim pesan.

"Kalian sedang bertengkar?" Tanya Uncle Robert penuh selidik saat melihat raut kekecewaan di wajah Reina.

"Tidak, Uncle!"

"Hubungan kami baik-baik saja," jawab Reina sambil memaksa untuk mengulas senyum.

"Nanti Uncle akan bicara pada Angga kalau begitu-"

"Tidak usah, Uncle!" Cegah Reina cepat.

"Mungkin Angga sedang ada urusan mendadak, jadi dia belum sempat menghubungi Reina!"

"Angga memang sibuk belakangan ini sejak asistennya resign," cerita Reina sambil masih tetap berusaha untuk tersenyum.

Meskipun dalam hati Reina berkecamuk dan aneka pertanyaan sedang membuncah sekarang!

Angga sebenarnya kenapa?

Pria itu mendadak sikapnya berubah dingin belakangan ini.

Apa Reina pernah melakukan kesalahan yang membuat Angga marah?

Lalu kenapa Angga tak menegur jika memang Reina berbuat salah?

Ck! Membingungkan!

"Padahal sudah Uncle sarankan agar kau saja yang menjadi asistennya! Tapi Angga selalu saja menolak!"

"Padahal kau juga pasti bisa mebjadj asisten Angga, dan lagi kau begitu memahami Angga." Uncle Robert terlohat geleng-geleng kepala.

"Angga takut tidak fokus bekerja jika Reina yang jadi asistennya, Uncle!" Ujar Reina mengungkapkan satu alasan sembari tertawa kecil. Uncle Robert lalu ikut tertawa juga.

"Kau mau pulang bersama Uncle?" Tawar Uncle Robert selanjutnya yang langsung membuat Reina menggeleng.

"Reina masih harus mampir ke satu tempat. Jadi Reina akan pulang duluan, Uncle!" Tolak Reina beralasan.

"Baiklah! Hati-hati!" Prsan Uncle Robert sebelum kemudian pria paruh baya itu berlalu daei ruang kerja Angga.

Sementara Reina yang masih berada di dalam ruangan Angga, meraih fotonya bersama Angga yang terpajang di atas meja kerja. Itu memang foto lama dua tahun lalu saat keluarga Halley dan keluarga Hadinata berlibur bersama.

Reina tersenyum sendiri memandangi foto tersebut, dimana Angga sedang mendekap Reina dari belakang dan sikal Angga itu romantis sekali.

Angga memang romantis dulu....

Dulu, saat Reina masih kuliah dan baru awal-awal bekerja di perusahaan Hadinata.

Baru belakangan ini saja sikap Angga berubah cuek dan sedikit dingin.

Apa Angga sudah bosan pacaran dengan Reina?

****

"Angga!" Panggil Reina seraya membuka pintu apartemen Angga.

Angga memang memberikan kartu akses apartemennya ini pada Reina, sehingga Reina bebas datang kapan saja ke apartemen ini.

Tapi Angga juga jarang berada di apartemen karena Aunty Sita biasanya akan mengomel jika Angga tak pulang ke rumah. Jadi kadang Angga hanya mampir ke apartemen untuk mengerjakan beberapa pekerjaan kantor, lalu pria itu akan pulang ke kediaman Hadinata saat malam menjelang.

"Angga, kau di dalam?" Reina memanggil sekali lagi sembari menutup pintu depan, llaj mengganti higheels-nya dengan sendal rumahan. Wanita itu segera membawa kantong berisi makanan ditangannya ke dapur.

"Sudah makan," gumam Reina sedikit kecewa, saat mendapati wadah pembungkus makanan yang sudah kosong di atas meja makan.

Benar dugaan Reina, Angga memang datang kesini!

Reina akhirnya tak jadi membongkar makanan yang ia bawa,dan gadis itu hanya meletakkannya begitu saja di atas meja makan.

Reina melepaskan blazer-nya dan langsung masuk ke kamar Angga.

"Angga!" Panggil Reina bersamaan dengan Angga yang baru jeluar dari kamar mandi, serta hanya mengenakan handuk yang membalut bagian bawah tubuhnya.

"Kenapa tidak mengetuk pintu? Aku belum pakai baju!" Decak Angga yang langsung membuat Reina menatap tak percaya pada kekasihnya tersebut.

"Memangnya aku orang asing?" Sergah Reina bersungut. Gadis itu bahkan sudah menghampiri Angga yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi.

"Kenapa tidak menelepon dan memberitahuku, kalau kau pulang duluan?" Reina sedikit mendorong bahu Angga karena gadis itu sedang kesal pada sang kekasih.

"Aku buru-buru tadi," jawab Angga beralasan.

"Buru-buru mau bertemu siapa? Selingkuhanmu?" Tuduh Reina kembali bersungut-sungut.

"Selingkuhan apa maksudmu, Rei? Siapa yang berselingkuh?" Tanya Angga merasa tak paham dengan pertanyaan aneh Reina.

"Kau!"

"Sikapmu berubah dingin belakangan ini! Kau punya wanita idalam lain di belakangku?" Tuduh Reina sekali lagi dengan berapi-api.

"Tuduhanmu itu konyol!"

"Aku tak pernah selingkuh di belakangmu! Pekerjaanku saja sudah membuat kepalaku nyaris pecah!"

"Lalu sikapmu yang berlebihan belakangan ini-"

"Oh, jadi kau menyalahkanku?" Reina kembali mendorong bahu Angga.

"Kau itu yang uring-uringan belakangan ini dan aku sudah mencoba untuk memahami semuanya! Tapi kau malah menyalahkanku sekarang!" Reina ganti meluapkan uneg-unegnya pada Angga.

"Aku benar-benar tak paham dengan jalan pikiranmu!" Gerutu Reina lagi seraya berjalan keluar dari kamar Angga. Reina menyambar blazer-nya lagi, dan memakai benda itu dengan cepat.

"Rei, kau mau pulang?" Tanya Angga yang kini berdiri di ambang pintu kamar. Pria itu masih belum memakai baju.

"Bukan urusanmu!" Jawab Reina kesal.

"Aku akan pakai baju dulu, nanti aku antar-"

"Tidak usah!" Tolak Reina menyalak pada Angga.

"Tidak usah repot-repot lagi mengantarku! Urus saja urusanmu yang banyak itu!" Omel Reina lagi seraya berjalan ke arah rak sepatu di dekat pintu utama. Reian memakai higheels-nya dengan cepat, lalu meraih gagang pintu. Sementara Angga masih di posisi semula dan pria itu seperti tidak ada niat untuk meredam kemarahan Reina.

Benar-benar tidak peka!

Reina menoleh sekali lagi pada Angga dan wajah gadis itu tetap bersungut.

"Aku antar," ucap Angga sekali lagi tanpa ada aksi apapun.

Hanya basa-basi!

Reina tak menjawab sepatah katapun, dan wanita itu langsung membuka pintu, keluar, lalu membanting pintu dengan keras saat kembali menutupnya.

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

REINA KENAPA?

"Makan dulu!" Reina menyodorkan pring berisi potongan pizza pada Angga.

"Kau memasak?" Tanya Angga seraya menerima piring dari tangan Reina. Pria itu lalu melepaskan kacamatanya, dan menyingkirkan sebentar laptop dari pangkuannya.

"Kau sedang mengejekku?" Reina tertawa renyah, dan gadis itu sudah langsung bergelayut pada Angga sekarang.

"Aku tidak bisa masak!" Sambung Reina lagi masih tertawa renyah.

"Tapi makanannya hangat." Angga pura-pura bingung.

"Ada alat bernama microwave di dapurmu, Angga!" Reina menangkup gemas wajah Angga yang sekarang malah terkekeh.

"Baiklah, aku ingat!" Angga mengambil satu potong pizza, lalu menyuapi Reina dengan mesra.

"Sekarang jam berapa?" Tanya Angga pada Reina yang masih sibuk mengunyah pizza.

"Jam sepuluh," jawab Reina tak terlalu jelas. Mulut gadis itu masih penuh pizza.

"Sial!"

"Sebaiknya aku mengantarmu pulang," Angga bergegas bangkit, saat kemudian Reina mencegah.

"Aku menginap saja!" Cetus Reina yang sudah selesai mengunyah pizza.

"Tidak!" Tolak Angga tegas.

"Iya!" Reina tetap keras kepala.

"Iel akan mengamuk-"

"Abang Iel di luar kota!" Reina beralasan.

"Uncle Liam?" Angga mengingatkan Reina.

"Aku akan menghubungi Rossie!" Ujar Reina enteng yang langsung membuat Angga berdecak.

"Baiklah! Kita pulang ke rumah mama saja kalau begitu!" Angga sudah mematikan laptopnya dan memasukkan bebda itu ke dalam ransel.

"Angga!" Reina kembali bergelayut pada Angga.

"Kita sudah lama tidak menginap berdua disini!" Rengek Reina manja.

"Jangan mulai, Rei!"

"Mulai apa?" Reina tiba-tiba sudah melompat ke punggung Angga dan minta gendong seperti anak kecil.

"Ya ampun!"

"Malam ini saja!" Bisik Reina sembari mengalungkan kedua lengannya di leher Angga.

"Kau mencekik leherku!" Angga meringis dan pura-pura bersikap lebay.

"Aku mau cerita banyak padamu!" Reina kembali beralasan.

"Cerita apalagi? Kau sudah bercerocos panjang kali lebar sejak kita tiba tadi!" Angga mengingatkan Reina, lalu mengangsurkan tas ranselnya pada Reina yang tetap tidak mau turun dari punggung Angga

"Kita pulang!" Ucap Angga lagi lebih tegas.

"Aku tidak akan turun dari punggungmu!" Ancam Reina yang sudah selesai memakai tas ransel Angga.

"Baiklah! Aku akan menggendongmu sampai parkiran!" Putus Angga seraya membenarkan sedikit posisi Reina di punggungnya. Gadis itu langsung tertawa renyah dan menyandarkan kepalanya di pundak Angga.

"I love you, Angga!" Ucap Reina manja.

"I love you too!" Balas Angga seraya mengusap lengan Reina.

"Disini, Nona?" Pertanyaan dari supir taksi seketika langsung membuat lamunan Reina menjadi buyar. Reina melihat keluar jendela dan pagar menjulang yang menutupi kediaman Halley sudah berada di hadapan Reina sekarang.

"I-iya!" Jawab Reina sedikit tergagap. Gadis itu segera mengambil uang dari tas, dan mengangsurkannya pada supir taksi.

"Terlalu banyak-"

"Untuk bapak saja!" Ucap Reina cepat seraya membuka pintu taksi dan keluar.

Gadis itu baru saja akan masuk, saat lampu mobil yang menyilaukan menyorotnya dari belakang.

"Rei!" Panggil Fairel yang rupanya juga baru pulang.

"Iya!" Jawab Reina sedikit bersungut. Reina akhirnya membuka lebar pintu gerbang sekalian agar mobil Fairel bisa masuk.

"Naik taksi? Kenapa tidak diantar Angga?" Tanya Fairel penuh selidik.

"Angga sibuk!" Jawab Reina ketus, seraya berlalu meninggalkan Fairel dan juga mobilnya. Reina langsung masuk ke teras, dan menghilang ke dalam rumah. Reina butuh berendam sekarang demi mendinginkan kepalanya yang sudah siap meledak!

****

[Rei, kau marah? Aku minta maaf!] -Angga-

"Ck! Apa pria ini masih harus bertanya?" Gerutu Reina kesal saat ia membaca pesan dari Angga yang hanya berisi satu pesan saja.

Benar-benar Angga yang tidak peka! Tidak romantis! Tidak pengertian!

"Reina! Kau sudah pulang?" Panggil Mom Yumi bersamaan dengan pintu kamar Reina yang sudah terbuka.

"Mom masak apa hari ini? Reina lapar."

"Belum makan sejak dari kantor," keluh Reina seraya memegangi perutnya.

"Tumben." Mom Yumi sedikit mengernyit, lalu membantu merapikan rambut Reina yang masih setengah basah.

"Biasanya kamu tidak pernah makan malam di rumah karena pasti sudah makan malam di luar bersama Angga," ujar Mon Yumi lagi heran.

Reina tak langsung menjawab dan gadis itu menghela nafas sejenak.

"Reina kangen masakan Mom!" Jawab Reina akhirnya beralasan. Reina sudah bangkit berdiri, lalu keluar duluan dari kamar meninggalkan Mom Yumi yang hanya geleng-geleng kepala.

"Bagi!" Reina yang sudah sampai di ruang makan, langsung menyambar potongan kue yang hendak Fairel suapkan ke mulutnya.

"Ck! Apa, sih!"

"Ambil sendiri kan bisa!" Omel Fairel kesal. Pria itu lebih kesal lagi saat Reina duduk di sampingnya, lalu menggeser piring kue Fairel ke hadapannya.

"Reina!!!" Geram Fairel dengan suara yang sudah naik tujuh oktaf.

"Iel! Jangan berteriak di meja makan!" Mom Yumi memperingatkan sang putra dengan tegas.

"Reina ini, Mom!" Adu Fairel kesal.

"Sama adik sendiri pelit!" Cibir Reina yang kini santai sekali menikmati kue yang harusnya menjadi jatah Fairel.

"Tumben makan di rumah?" Fairel melontarkan pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan Mom Yumi di kamar tadi. Mungkin karena Reina yang sudah terbiasa makan di luar bersama Angga setiap malam atau kadang mereka makan malam bersama di rumah Aunty Sita.

"Angga sudah bangkrut karena keseringan mentraktirmu makan di luar?" Kekeh Fairel lagi yang langsung berhadiah toyoran dari Reina.

"Sembarangan!"

"Menebak-nebak saja!"

"Udah tadi pulang tidak diantar Angga, sekarang makan malam juga di rumah!" Fairel membeberkan semuanya dengan blak-blakan.

"Kau bertengkar dengan Angga, Rei?" Tanya Mom Yumi to the point setelah wanita paruh baya tersebut mendengar penuturan Fairel barusan.

"Enggak, Mom!" Jawab Reina seraya memainkan sendoknya di atas kue. Reina mendadak tak berselera lagi menyantap kue blackforest di depannya ini. Padahal tadi kue ini terasa lezat.

"Enggak atau enggak? Mencurigakan!" Bisik Fairel usil.

"Udah diam, Bang!" Reina tiba-tiba menyalak pada Fairel seraya bangkit dari duduknya. Suasana di meja makan mendadak jadi hening.

"Habiskan kuemu, Reina!" Titah Mom Yumi lembut yang membuat Reina terpaksa duduk lagi di kursinya. Gadis itu lalu menyumpalkan sisa kue di piringnya ke dalam mulut dengan kasar, tanpa keanggunan sedikitpun.

"Mom akan bicara pada Aunty Sita besok dan membahas pernikahan kalian saja-"

"Mom! Iel tidak mau dilangkahi!" Sela Fairel melayangkan protes.

"Tapi Reina dan Angga sudah terlalu lama berpacaran, Iel! Jangan egois!" Suara Mom Yumi mulai meninggi.

"Reina belum mau menikah dengan Angga, Mom! Jadi tak usah buru-buru bicara pada Aunty Sita!" Ucap Reina seraya bangkit dari kursinya. Gadis itu sudah menghabiskan kuenya, lalu hendak meninggalkan ruang makan.

"Sudah selesai yang makan, Rei?" Tanya Dad Liam saat berpapasan dengan Reina yang baru saja meninggalkan meja makan. Tadinya Dad kandung Reina itu memang sedang kedatangan tamu di teras depan.

"Sudah, Dad!" Jawab Reina lirih sembari berlalu menuju ke kamarnya.

"Reina kenapa?" Dad Liam menatap penuh selidik pada Fairel dan Mom Yumi.

"Sedang bertengkar dengan Angga, Dad! Katanya tidak mau menikah dengan Angga!" Jawab Fairel melapor.

"Bukan tidak mau! Tapi belum mau, Iel!" Mom Yumi mengoreksi.

"Gara-gara kamu pasti!" Dad Liam langsung mengarahkan telunjuknya pada Fairel.

"Kok jadi Iel yang salah?" Protes Fairel tak paham.

"Kau yang membuat rencana pernikahan Reina dan Angga tertunda terus!"

"Yang katanya tidak mau dilangkahi, yang katanya mau mendekati Rossie dulu!" Cerocos Dad Liam menguliti kelakuan sang putra. Sementara Fairel hanya meringis tanpa dosa.

"Iel kan sedang usaha pedekate pada Rossie, Dad!"

"Dad dukung Iel, dong! Biar Iel nggak kalah saing dari Keano menyebalkan!" Ujar Fairel yang langsung membuat Mom Yumi dan Dad Liam berdecak bersamaan.

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!