NovelToon NovelToon

Menikahi Juragan Empang

Pulang Kampung

Selamat membaca ...

****************

Arka adalah seorang pria anak dari juragan empang di kampung Menteng, Pak Burhan. Sudah beberapa tahun ini Arka merantau di Luar negeri karena menempuh pendidikan Sarjana S2 Ekonomi dan Bisnis, dan Satu bulan yang lalu ia baru saja lulus.

Arka memang anak yang sangat cerdas hingga bisa mendapatkan Beasiswa ke London hingga S2. Jika diingat kembali, pak Burhan belum tentu bisa membiayai anaknya sekolah tinggi di luar Negeri hingga S2.

Untuk kebutuhan Arka sendiri, pria itu mengambil kerja paruh waktu di beberapa tempat, hingga pak Burhan tidak terlalu mencemaskan biaya hidup putranya. Meskipun begitu, pria paruh baya itu sesekali mengirim sejumlah uang untuk menyumbang biaya cemilan saja di sana.

Saat ini Arka tengah mendessah berat lantaran sang ayah memintanya untuk pulang ke kampung halaman, yakni kampung Menteng di Desa umbul Tanjung, Serang – Banten. Mau tidak mau ia pun harus menuruti apa kata sang ayah, karena ia juga tak punya alasan untuk menolak.

Arka baru saja lulus dan belum dapat pekerjaan tetap di sana. Maka dari itu, ia harus pulang dan mengumpulkan biaya untuk membangun usahanya sendiri. Ya! Arka punya impian menjadi seorang pengusaha sukses di bidang properti.

Namun, saat ini Pak Burhan sedang sakit dan memintanya untuk mengurus usaha sang ayah yang notabennya seorang juragan empang. Jujur saja ia tidak mengerti cara mengelola empang tersebut. Ia pernah ikut mengurus empang tersebut saat dirinya duduk di bangku SMP. Setelah itu, ia tidak lagi ikut ke empang lantaran sibuk bermain dengan para remaja lainnya.

Namun, meskipun begitu, Arka tidak pernah melakukan tindakan di luar batas. Arka tetap jadi pria yang baik. Lemah lembut, dan kenyal sekenyal jelly. Membuat pria itu digandrungi para wanita akan sifatnya tersebut.

Bertahun-tahun tinggal di luar Negeri membuat pria itu semakin mempesona tiada tara tak terbantahkan. Tubuh tinggi dan tegap, otok gede segede gaban, dan juga perutnya kotak-kotak biasa disebut roti sobek atau roti bakar. Entahlah yang penting roti sebutannya. Oh! Ada lagi. Putih dan tampan mirip Aktor Korea Ji Chang Wook. Bayangkan saja begitu.

“Astaga! Pak yakin bisa nanjak di jalan ini?” tanya Arka saat dalam perjalanan pulang ke Kampung naik ojek yang ongkosnya mehong.

Ia harus melewati jalan pintas yang ada di Padarincang, lewat tempat wisata Bukit Waruwangi. Orang-orang biasanya sering lewat Cilegon, atau lewat Pasauran tepi pantai, tapi ia tidak pernah ke sana lantaran kejauhan dan memakan ongkos yang tidak sedikit. Ia harus berhemat demi membangun usahanya sendiri. meskipun ia punya uang yang lumayan banyak di Rekeningnya.

“Aman Kang. Kalo Jatoh juga pasti Akang dulu yang nyungseb,” jawab tukang ojek itu niat bercanda, tapi tetap saja hal itu membuat Arka sedikit kesal.

“Hati-hati atuh mang. Saya gak mau ketampanan saya luntur di tanjakan menuju syurga ini,” ucap Arka merasa takut saat motoh matic yang ia tumpangi mulai naik ke atas bukit. Untung saja jalannya bagus dan tidak berlubang. Jika tidak, bisa saja ia sudah tak selamat di sana.

Arka menatap kagum ke arah bawah bukit seraya motor itu semakin naik ke puncaknya. Jalan raya, pemukiman warga, dan juga pesawahan yang terbentang luas terbentang indah di atas sana. Padarincang memang sangat indah.

“Akang teh dari mana bawa koper segala?” tanya tukang ojek memecah keheningan diantara mereka.

“Dari Kota Kang,” dusta Arka karena tidak ingin diminta ongkos lebih, jika tahu bahwa ia baru saja pulang dari luar negeri.

“Oalah. Kayak orang luar kang, kasep pisan.” Kang ojek memberikan pujian pada Arka, yang mana hal itu membuat Arka semakin percaya diri.

“Ah iya kang. Sayang memang udah ganteng dari lahir,” jawab Arka sambil terkekeh.

“Eh kang, ini tempat apaan?” tanya Arka saat sudah sampai di puncak dan melihat gapura tempat wisata.

“Ini tempat wisata bukit Waruwangi. Tiket masknya lmayan kang. Untuk motor Cuma lima ribu rupiah, sedangkan untuk mobil cukup lima belas ribu rupiah. Akang mau masuk?” tanya kang ojek tersebut menawari. Arka sedikit berpikir sebelum akhirnya ia menolak.

“Tidak kang, saya mau cepet sampai ke rumah,” tolak Arka dengan cepat.

“Iya kita masuk aja ke sini kang. Masuk ke dalam ada jalan di gerbang belakang menuju kampung akang. Gak perlu bayar kang, saya asli orang Padarincang, jadi gratis,” ucap kang ojek segera memasuki tempat wisata tersebut.

“Eh beneran kang. Wah indah sekali ya di sini, ada kafe dan Resto juga ya,” decak kagum Arka saat melewati tempat wisata tersebut.

Ia benar-benar naik ke puncak gunung dan bisa melihat gunung yang lainnya. Di tempat itu sudah ada banyak penyewa Karpet, tenda untuk kemah keluarga, kolam renang, Kafe dan Resto, dan masih banyak lagi. Sudah bertahun-tahun lamanya ia tidak pulang ke kampungu halamannya, dan sekarang ia begitu terkejut saat melihat semuanya sudah berubah.

Dulu, kampungnya saja terpelosok dan perkembangannya sangat lambat. Jalannya saja rusak dan berbatu ekstrim. Dapat dipastikan jika jatuh saat berkendara di turunan atau tanjakan langsung bertemu sang ilahi.

“Iya kang. Sekarang udah dibangun gede-gedean. Tingkat pengangguran mulai berkurang saat adanya tempat ini. Para pemuda yang biasanya nongkrong gak jelas, sekarang bisa sambil nunggu parkiran,” ucap kang ojek dengan penuh semangat.

“Termasuk ojek juga kang. Dulu narik ke daerah pegunungan itu sangat jarang. Selain gak ada penumpang, jalannya juga rusak. Sekarang banyak yang narik ke daerah pegunungan. Selain narik antar desa, para penumpang juga banyak berkunjung ke bukit Waruwangi ini. Jalannya juga sudah enak, mulus,” sambungnya lagi bercerita panjang kali lebar, kali, tinggi, kali sisi.

Arka merasa terenyuh saat mendengar cerita dari tukang ojek yang ia tumpangi tersebut. Ada rasa yang tak dapat ia ungkapkan saat ini. Tingkat pengangguran semakin melonjak akhir-akhir ini, dan ia semakin bertekad untuk membangus usahanya. Tujuannya selain menjadi kaya raya adalah, untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Sungguh mulia bukan?

“Wah ternyata seperti itu ya kang. Semoga tingkat pembangunan yang ada di sini tidak merugikan penduduk sekitar dan semoga semakin berkembang, agar tingkat pengangguran di kampung cepat teratasi,” ucap Arka menimpali seadanya. Pria itu tidak bisa menguraikan kata-kata manis dan cenderung langsung pada poin inti.

“Akang dari kampung Menteng asli ya kang? Bapaknya siapa? Siapa tahu saya kenal,” tanya kang ojek mulai penasaran.

“Asli atuh kang. Bapak saya Pak Burhan, pemilik empang BurKa di kawasan,” jawab Arka dengan cepat.

“Oalah. Saya kenal sama Pak Burhan. Dulunya PlayBoy Asli di kampung, sampe bisa dapetin Nyai Fatimah kembang desa. Ngomong-ngomong, orang tua akang sehat semua kan?” tanya kang ojek semakin bersemangat, tatkala mengenal orang tua dari penumpangnya.

“Bapak sehat, tapi mamah udah meninggal waktu saya SMA,” jawab Arka jujur.

“Maaf saya tidak tahu, turut berduka cita ya kang. Maklum saya juga baru kembali ke desa ini setelah perantauan, dua tahun yang lalu. Saya penasaran nama empang pak Burhan itu BurKa. Apa ada artinya?” tanya kang ojek merasa tak enak hati dan segera mengalihkan topik pembicaraan.

“Ada. Burhan Arka,” jawab Arka santai.

“Oalah, jadi nama akang Arka ya,” ucap kang ojek sambil terkekeh.

“Iya.”

“Sudah sampai kang,” ucap kang ojek tepat di gapura desa menteng. Ternyata selama ia mengobrol dengan tukang ojek itu, ia sudah melewatkan jembatan sungai yang indah. Tepat pinggirannya Vila Al- Husna.

“Terima kasih kang,” ucap Arka seraya menyodorkan selembar uang berwarna biru tua ke arah kang ojek tersebut.

“Ah gak usah kang. Itung-itung sekarang tanda perkenalan saja. Lagipula pak Burhan teman masa kecil. Sampein salam saya sama pak Burhan ya,” ucap kang ojek itu kemudian mengangguk tanda permisi dan segera melajukan motornya kembali.

****************

Jangan lupa tinggalkan jejak ya

Kepergok Warga

Selamat membaca ...

****************

Kini, Arka melihat kampung tercinta dengan tatapan yang dapat diartikan. Ada rasa sedih, ada rasa rindu, ada rasau bahagia. Ah intinya anu. Mengingat dulu dia sering main hujan-hujanan bersama Fahri hanya dengan menggunakan kolor bergambar Spiderman. Mengingat semua kenangan bersama Bapak dan Mamah. Eh! Arka baru ingat, jika ada anak kecil yang sering ia usilin di kampung. Namanya Lela kalau tidak salah.

Arka mendessah pelan sebelum akhirnya naik ke pemukiman yang ada di dataran tinggi. Rumahnya bukan di pinggiran jalan, tapi harus naik lagi ke atas. Ah! Rasanya ia sudah lelah jika harus naik dan membawa koper segede gaban yang ia bawa.

Mau tidak mau ia harus cepat naik agar segera sampai di rumah. Suasana sudah menjelang sore, hingga banyak para warga yang baru saja pulang dari kebun dan sawah. Untung saja Arka sudah naik ke jalan gang sempit menuju rumahnya. Gang melewati belakang rumah beberapa warga, hingga gang itu atapnya tertutup genteng rumah.

“Hufft ... sepertinya itu ada sumur.” Arka melangkahkan kakinya menuju sumur umum yang disediakan warga sekitar, karena ingin membasuh wajahnya yang kepanasan sejak tadi di jalan. Biasanya sumur itu untuk beberapa rumah yang ada di dekat sana. Seperti sumur kelompok.

Sebenarnya di kampungnya ada sumur yang menyatu dengan Mushola, tapi rasanya itu terlalu jauh, dan ia juga sudah agak lupa di mana letak Mushola tersebut. Tanpa ada keraguan sedikit pun, Arka masuk ke dalam sumur yang hanya di tutupi dengan kain tersebut dan ....

“Aaarrrghh!” teriak seseorang yang sedang mandi di dalam dengan hanya menggunakan kain yang membungkus tubuhnya. Tak kalah kaget, Arka pun terjengkit sambil berteriak dengan keras hingga terdengar ke luar gang.

Para warga yang mendengar keributan di gang belakang, langsung saja berbondong-bondong untuk melihatnya, termasuk pak RT yang sedang bertamu di rumah pak Rohmat di depan gang.

“Astaghfirullah! Apa yang sedang kalian lakukan?!” tanya pak RT dengan membulatkan matanya, saat melihat sosok pria dan wanita yang ada di hadapannya sudah basah kuyup.

Arka yang melihat begitu banyak orang yang datang langsung terkejut. Begitu juga dengan sosok wanita yang sudah membungkus dirinya dengan handuk untuk melapisi kain tipis di tubuhnya. Wanita itu menangis karena malu ada banyak orang.

“Ini tidak seperti yang kalian bayangkan. Sungguh!” bela Arka saat tahu apa arti dari tatapan mengintimidasi dari pak RT. Wanita itu masih sesegukan dan tak berani mengangkat wajahnya.

“Apa kalian pikir kami bodoh? Kalian sedang berduaan sumur dengan pakaian yang sudah basah kuyup seperti itu. pasti kalian ingin berbuat hal yang tidak senonoh di sini kan?” tuduh salah satu wanita paruh baya di belakang pak RT.

“Sungguh! Ini hanya kesalah pahaman saja. Kami tid--.”

“Halaaah paling juga alasan. Udah banyak wanita hamil duluan pak RT. Sebaiknya kita arak mereka. Ini sudah keterlaluan dan akan mempermalukan kampung kita. Biar mereka kapok,” sela wanita paruh baya yang terlihat lebih tua dan giginya sudah ompong di tengah. Mungkin lepas karena gigit daging ayam.

Deg!

Diarak? Tidak! Arka tidak mau diarak dan mengekspos tubuhnya yang bagus dan rupawan. Bisa hancur pamor dia sebagai pria tampan dan gagah berwibawa. Sedangkan, gadis yang sejak tadi menunduk itu langsung mendongakkan kepalanya dan dan menggeleng dengan cepat.

“Pak kami tidak melakukan apapun. Ini salah paham. Hei! Kau. Cepat ikut jelaskan pada mereka,” titah Arka pada gadis tersebut yang hanya diam saja sejak tadi.

“Kalian ikut saya ke rumah!” ucap pak RT dengan tegas lalu pergi meninggalkan tempat tersebut, begitu pun dengan warga yang lain ikut membubarkan diri.

Dengan terpaksa, Arka mengikuti langkah kaki pak RT untuk ikut ke rumahnya. Ia merasa kesal, karena baru saja sampai di kampung halamannya sendiri, ia sudah dapat masalah dengan para warga. Padahal dia juga belum mengenalkan dirinya sebagai warga lama yang sudah merantau jauh.

Apakah ia begitu sial hingga baru saja sampai sudah dapat sial. Hais! Memikirkan hal itu saja membuat ia pusing tujuh keliling. Apa kata bapaknya nanti jika tahu ia dapat masalah besar dengan para warga. Apalagi bapak sedang sakit. Pasti bapak sangat kecewa, itu lah yang terlintas dalam benak Arka saat ini.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Arka sudah ada di rumah Pak RT dan duduk di ruang tamu dengan di kelilingi beberapa orang yang Pak RT kehendaki. Tak lupa juga sosok wanita yang bersangkutan dengan dirinya sudah ada di sana dengan pakaian lengkap tentunya.

Saat ini mereka berdua tengah disidang pak RT dan beberapa warga yang ikut sebagai saksi. Tak ada yang bisa mereka lakukan saat ini, hanya berharap suatu keajaiban datang menolongnya agar tidak diarak keliling kampung.

“Katakan dengan jujur. Apa yang telah kalian lakukan di sumur berduaan dengan pakaian basah seperti tadi?” tanya pak RT sambil menatap dua orang tersangka di hadapannya.

“Saya baru pulang dari kota, dan mau pulang ke rumah. Saat melihat sumur itu, saya ingin membasuh muka saya dari debu jalanan. Tidak disangka, jika ada wanita ini yang sedang mandi. Begitulah kronologi sebenarnya.” Arka menjelaskan dengan panjang lebar dan berharap pak RT percaya dengan ucapannya.

“Pulang? Siapa orang tua mu?” tanya Pak RT penuh selidik.

“Pak Burhan juragan empang, pak.” Sontak semua orang terkejut karena pria yang ada di hadapannya adalah putra Pak Burhan yang katanya sekolah tinggi di luar negeri.

Pak RT meneliti penampilan Arka dari ujung rambut hingga ujung kaki. Memang benar, pria itu terlihat sangat tampan dan rupawan. Terlihat seperti aktor Korea Ji Chang Wook.

***

Setelah mendapatkan kabar jika putranya sudah datang ke kampung dan membuat masalah, pak Burhan langsung mendatangi rumah Pak RT. Katanya Pak Burhan sedang sakit, tapi jika dilihat ulang, pria paruh baya itu terlihat sangat sehat segar bugar.

“Pak, mengenai anak bapak yang sudah melakukan hal tidak senonoh pada saudari Lela. Saya terpaksa harus menghukum mereka berdua, karena telah menggemparkan warga kampung dan membuat malu. Tetapi, jika hukuman Arak keliling kampung, mereka tidak melakukan nganu. Bagaimana jika kita nikahkan saja,” usul pak RT dengan tegas.

Arka dan Lela sangat terkejut saat mendengar usulan Pak RT yang sudah keterlaluan. Bagaimana mungkin ia harus menikah dengan gadis yang tidak ia kenal, hanya karena kesalah pahaman saja.

‘Pasti bapak tidak setuju. Waseek!’ girang Arka dalam hati.

“Baik kalau itu memang keputusan yang tepat. Lagipula, hal ini memang harus ditindak lanjuti. Jika tidak, maka para remaja lainnya akan mengikuti hal yang tidak baik ini. Seperti mengintip anak gadis orang.” Pak Burhan melirik ke arah putranya sembari menampilkan senyuman yang tak dapat diartikan.

Haiss! Lagi dan lagi, Arka harus menelan kenyataan pahit, saat bapaknya sendiri malah setuju untuk menikahkannya dengan gadis bernama Lela tersebut. Tunggu! Apakah gadis itu adalah Lela si kecil yang sering ia usilin?

****************

Jangan lupa tinggalkan jejak ya

Cincin Pernikahan

Selamat membaca ...

****************

Keputusan sudah ditetapkan. Arka harus menikah dengan sosok gadis yang tidak ia kenal. Lebih tepatnya lupa. Arka hanya menunduk tak bisa berbuat apapun lagi, tatkala pak Burhan sudah menyetujuinya.

“Bu Inah. Bagaimana dengan ibu? Apakah sudah setuju untuk menikahkan nak Lela dengan saudara Arka?” tanya pak RT pada Bu Inah selaku wali dari Lela, karena wanita itu anak yatim.

“Jika itu yang terbaik. Maka saya juga setuju,” jawab Bu Inah dengan nada pasrah. Lela menoleh ke arah wanita paruh baya yang ada di sampingnya sambil menggeleng tak percaya.

“Tapi saya tidak setuju pak RT. Saya masih suci kok,” ungkap Lela membela diri setelah sejak tadi hanya diam bagai patung. Wanita itu terlihat masih sangat polos.

“Keputusan sudah ditetapkan dan tidak dapat diubah. Benar kan, pak RT?” kini pak Burhan sangat antusias dengan masalah putranya yang mengintip anak gadis orang tengah mandi di sumur.

Lela hanya diam tak bisa mengatakan apapun lagi jika semua orang sudah setuju. Ia melirik ke arah pria yang ada di sampingnya. Tampan! pria itu juga tak kalah menunduk dan tak berani mengangkat kepalanya.

Tentu saja Arka tidak berani mengangkat kepalanya lagi, karena ini adalah kasus yang bisa merusak pamornya sebagai pria baik, tampan dan rupawan, kini jatuh karena telah menikahi gadis asing dengan tuduhan hal tidak senonoh.

“Benar, kalian harus tetap menikah. Jika tidak, para remaja yang lain akan mengikuti jejak jelek kalian.” Kini keputusan pak RT sudah tidak dapat diganggu gugat.

“Lalu, kapan pernikahan mereka dilaksanakan?” tanya pak Burhan bersemangat. Katanya sih sakit! Arka melihat bapaknya dengan tatapan penuh selidik.

“Besok Lusa. Lebih cepat lebih baik, daripada ketahuan sudah mengintip anak gadis orang lagi.” Pak RT melirik Arka dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

“Baiklah kalau keputusan sudah bulat. Kami permisi dulu.” Akhirnya semua orang pergi meninggalkan rumah pak RT.

***

Setibanya di rumah. Arka langsung memeluk pak Burhan yang sudah sejak lama tidak ia temui. Ia menangis dalam pelukan pria paruh baya tersebut dengan sesegukan bagai anak kecil.

“Sudah Nak, sudah. Bapak tahu kamu pasti kangen sama bapak. Suruh siapa kamu gak pernah pulang, mentang-mentang udah jadi orang luar.” Pak Burhan tetap melimpahkan kesalahan pada putra semata wayangnya, seraya menepuk punggung Arka.

“Bukan itu pak,” ucap Arka sambil terisak.

“Lalu?” tanya pak Burhan mengernyitkan dahinya tanda tak mengerti.

“Aku sudah ternoda oleh tuduhan tidak senonoh itu. Pamor ku yang baik dan tampan juga rupawan sirna sudah. Apalagi aku sampe nikah tanda sebuah tanggung jawab.” Pak Burhan menganga tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh putranya saat ini.

“Sudah, sudah! Itu memang kesalahan mu. Besok pagi ikut bapak ke pasar buat beli cincin mahar calon istrimu,” sela pak Burhan dengan cepat.

“Aku gak kenal sama wanita tadi pak. Bagaimana mungkin aku asal menikahi seorang wanita. Aku takut dia bukan orang yang baik.” Arka masih terus membela diri, dan berusaha melepaskan diri dari sebuah pernikahan dadakan sehangat tahu bulat itu.

“Bapak kenal. Dia salah satu karyawan bapak di empang. Kau tenang saja, Lela anak yang baik, meskipun agak anu,” ungkap pak Burhan dengan sarkas.

“Anu? Anu apa, pak?” tanya Arka penasaran.

***

Malam ini Arka benar-benar tidak bisa tidur, padahal tubuhnya terasa lelah. Kamar bernuansa putih dan abu, membuat ia merasa sangat nyaman, karena ia sangat tidak suka warna cerah. Pria tampan itu beberapa kali mendessah berat saat mengingat hari penikahannya tinggal satu hari lagi. Lebih tepatnya lusa.

Ia ingat ucapan bapaknya yang mengatakan jika Lela terkenal lugu dan polos. Arka kembali berpikir, sepolos dan selugu apa wanita itu hingga semua orang tahu sifatnya. Pak Burhan juga mengatakan kalau usia 30 tahun itu sudah tua jika di desa. Maka dari itu, ia harus mau menikah dengan Lela. Itung-itung dapat daun muda. Itu yang dikatakan oleh pak Burhan.

“Ah! Apa aku memang setua itu?” Arka bangkit dari tidurnya dan melihat cermin. Tidak ada yang kurang. Ia masih tampan dan rupawan. Pak RT pun mengakui ketampanannya mirip seperti Ji Chang Wook. Andai saja Lela itu Dilraba Dilmurat atau Zhao Lusi, pasti ia akan senang.

“Bapak berlebihan ah! Anak tampan begini dibilang udah tua. Padahal umur 30 tahun itu baru usia matang.” Entah kenapa Arka merasa gugup karena menikah dengan gadis berusia 21 tahun. Apakah ia akan terlihat seperti paman maung dan keponakannya?

Tak ingin tidur lebih larut, akhirnya pria itu memaksa matanya agar terpejam, lalu berlalu lalang mengitari alam mimpi. Ia ingat jika besok akan ikut ke pasar bersama bapaknya untuk membeli cincin mahar dan keperluan lainnya.

***

Pagi-pagi sekali Pak Burhan sudah membangunkan Arka, untuk pergi ke pasar. Dengan rasa malas, pria itu bangkit dan segera membersihkan diri. Entah kenapa bapak tega membohongi dirinya dengan berpura-pura sakit. Padahal meskipun bapak jujur, ia akan tetap pulang. Kalau tidak lupa.

Udara pagi yang begitu dingin, seakan masuk dalam setiap pori-porinya. Bahkan, matahari pun belum menampilkan secercah sinarnya, tapi Arka dan Pak Burhan sudah ada di jalan menuju pasar. Kata bapak, biar gak macet. Arka hanya patuh.

“Pak, padahal siang juga bisa kok beli cincinnya,” ucap Arka sedikit berteriak karena suaranya dihalau angin. Arka dibonceng pak Burhan.

“Kita bukan hanya beli cincin. Beli keperluan lainnya juga. Beli seserahan buat calon istrimu. Kamu juga belum beli jas buat kawin.” Pak Burhan sangat fokus mengendarai motornya, karena pagi ini masih terlalu gelap.

“Nikah pak! Nikah! Bukan kawin!” Arka tidak terima.

“Sama aja. Nanti ujung-ujungnya kawin juga.” Pak Burhan tak ingin kalah dari putranya.

Arka diam tak ingin menanggapi bapaknya yang keras kepala seperti dirinya.

Butuh waktu tiga puluh menit menuju pasar. Kini, pak Burhan dan Arka sudah sampai, dan tujuan pertama yang akan mereka kunjungi adalah pedagang sayur. Arka mengernyitkan dahinya, saat bapaknya masuk ke area pedagang sayur.

“Pak, kok kita masuk ke area pedagang sayur?” tanya Arka yang tidak suka bau di sekitar sana.

“Lah, kamu pikir tamu undangan gak butuh makan buat hadirin di acara nikahan kamu? Udah nurut aja apa kata bapak. Nanti kamu juga yang enak,” ungkap pak Burhan sambil mencubit perut Arka, hingga pria itu meringis. Mau tidak mau, Arka mengikuti arah langkah kaki pak Burhan ke manapun melangkah.

“Emang siapa yang masak nantinya, pak? Bukannya lebih baik pesan langsung aja ya,” usul Arka dengan lirih, takut pak Burhan mencubit perutnya lagi.

“Lebih baik masak sendiri, biar para tetangga yang bantu masak. Sekalian biar mereka makan gratis di rumah kita. Itun-itung sedekah.”

****************

Jangan lupa tinggalkan jejak ya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!