Bismillahirohmanirohim.
"Aku tak menyangka ternyata musuh dalam selimut itu ada, tadinya aku tak percaya dengan peribahasa yang satu ini tapi setelah aku merasakannya sendiri barulah aku sadar" ucap Azam sambil menatap langit-langit kamarnya.
Azam memiliki sahabat yang sukses seperti dirinya, sahabatnya yang bernama Robert merupakan teman sukses bersamanya.
Tapi Azam tak menyangka jika malam itu disaat keluarga besarnya mengadakan sebuah acara yang begitu meriah dia harus menelan sebuah pil pahit, Azam mendengar dari mulut Robert sendiri jika selama ini dia bersahabat dengan Azam hanya untuk membalaskan dendam ayahnya, karena sang ayah tak berhasil merebut kekayaan yang dimiliki papa Azam.
Yang ada malah ayah Robert mati secara konyol, hingga hal ini membuat Robert begitu membenci keluarga Abraham.
Dan keberuntungan itu berpihak pada Robert saat dia mengetahui jika cucu Abraham ada yang seumuran dengan dirinya.
'Jika perempuan akan ku jadikan pacar atau istri sekalipun, tapi jika dia laki-laki maka orang itu akan ku jadikan saudara jika tidak dia akan menjadi sahabatku, maka aku adalah sahabat dalam selimut untuk dirinya'
'Ternyata aku berhasil menjadi sahabatnya bersiaplah Azam kamu akan melihat permainan menarik malam ini, nenekmu yang selalu kamu banggakan di hadapanku malam ini akan lenyap di tangan sahabatmu sendiri'
Begitulah perkataan Robert pada orang yang selalu bersamanya malam itu dan Azam mendengar semua yang dikatakan oleh Robert.
Sayang Azam terlambat neneknya sudah berada ditangan Robert, sedangkan acara pesta malam itu begitu kacau Azam tak sempat menyiapkan orang untuk segera membereskan kekacauan itu.
Malam itu Azam harus kehilangan neneknya yang selalu bisa membuatnya tersenyum bahagia.
Sejak hari itu Azam menjadi seorang yang dingin dan tak pernah lagi tersenyum, ditambah kedua orang tuanya yang tak pernah menganggap Azam dan sang adik ada, hal itu semakin membuat Azam menjadi hampa dalam hidupnya.
Robert bukan lagi sahabat bagi Azam, dia sudah masuk dalam list daftar musuh bagi Azam yang harus dimusnahkan.
Begitu juga Robert dia menargetkan Azam sebagai orang selanjutnya yang harus dia lenyapkan karena Robert menganggap dirinya selalu kalah star dari Azam.
Hal itu sehingga menimbulkan membuat Robert begitu membenci Azam.
Azam bangkit dari tempat tidurnya dia harus pergi ke kantor agar tak terus menerus ingat dengan sang nenek yang entah dimana keberadaanya saat ini.
Azam bahkan tidak tahu dimana jasad neneknya sekarang ini, Robert berhasil membawa kabur sang nenek malam itu.
"Aku merindukanmu nek" ucap Azam sambil memeluk sebuah foto yang sedari tadi dia pandang.
"Aku tak pernah lagi merasakan bahagia nek, bahkan sedari kecil aku tak bahagia hanya dengan nenek senyum ini bisa terukir dengan jelas, tapi sekarang nenek pun sudah tidak ada disamping Azam"
"Dunia ini memang benar-benar tidak adil ya nek" Azam tersenyum kecut sambil membelai muka neneknya yang ada di dalam foto.
Setelah puas Azam meletakkan foto neneknya di sebelah foto dirinya, setelah itu baru Azam bersiap untuk berangkat kerja.
Setiap hari saat bangun tidur seperti itulah kebiasaan Azam, rasa penyesalan terus menghantui dirinya, menyesal karena tak bisa menyelamatkan sang nenek dari bahaya.
Menyesal karena sudah percaya dengan seorang sahabat, menyesal karena sudah mau bersahabat dengan Robert yang nyatanya musuh besar Azam dalam selimut.
Setelah selesai membersihkan diri dan Azam sudah rapi, laki-laki itu segera turun dari kamarnya untuk pergi ke kantor.
Baru dia satu langkah keluar dari kamar bersama dengan adiknya, tapi tak ada sepatah katapun yang keluar dari dua laki-laki itu keduanya hanya sibuk dengan diri mereka masing-masing.
Bahkan menegur pun mereka sama sekali tidak melakukan hal itu, turun di lantai bawah Azam tak sarapan karena di meja makan juga tidak ada siapa-siapa sedangkan sang adik berbelok ke meja makan.
Adik Azam itu memperhatikan kakaknya sebentar ada harapan sang kakak ikut sarapan bersama dirinya, namun hal itu mustahil Azam tak akan pernah sudi melakukan hal itu entah kenapa.
Di depan rumahnya ada seorang yang sudah menunggu Azam. "Bos kita berangkat sekarang" ucap orang itu yang tak mendapatkan respon dari Azam.
Azam masuk ke dalam mobilnya begitu saja. Ya Azam juga jarang berbicara pada siapapun termasuk keluarga dan orang kepercayaan.
"Bos kita ada meeting jam 10" orang yang menyetir mobil Azam itu menjelaskan semuanya apa saja jadwal Azam hari ini.
Lagi-lagi tak ada suara yang keluar dari mulut Azam, hanya anggukan kepala sebagai respon Azam, orang itu sudah bisa dengan sikap Azam yang seperti ini, tanpa ekspresi tanpa ada suara.
Tak lama akhirnya mobil yang Azam tumpangi berhenti di sebuah gedung mewah. Saat akan memasuki gedung itu Azam sempat memperhatikan bagian bawah gedung tersebut.
'Besok aku akan mengurus mereka, aku yakin pasti dia pelakunya' batin Azam sambil meneruskan langkahnya masuk ke ruangan kerjanya.
"Apa bos berniat mengeksekusi mereka besok" ucap orang yang selalu ada bersama Azam itu, tapi dia tak berani berbicara dengan keras.
"Kapan bos ku itu bisa menjadi orang yang ada bicaranya walaupun sedikit aku merasa berbicara dengan patung"
Orang itu tidak sadar jika Azam mendengar ocehannya. Azam menatap tajam orang yang telah berani mengatai dirinya.
"Maaf bos tidak berniat" cicitnya namun Azam tak menanggapinya lagi dia langsung pergi begitu saja.
"Bos seperti jailangkung pergi begitu saja tapi sayang datang pun tidak tiba-tiba"
Azam berjalan dengan langkah penuh wibawa di dalam kantornya semua orang yang melihat kedatangan Azam menunduk dengan hormat tak ada satupun dari para karyawan Azam yang berani menyapanya.
Jika menyapa mereka bukan mendapat sapaan balik malah tatapan tajam yang Azam berikan.
'Untuk apa berkuasa jika tak mengenal bahagia, untuk apa berkuasa jika tak pernah merasakan bahagia' ucap hati kecil Azam.
'Kamu tahu Azam bahagia bukan hanya dari harta tapi ada banyak hal yang bisa membuat kita mencapai sebuah kebahagiaan' bisik hati kecil Azam namun Azam sama sekali tak pernah menghiraukan bisikan itu.
Azam menganggap bisikan itu hanya sebuah kata yang tiba-tiba muncul di hati kecilnya dan akan hilang begitu saja setelah itu.
Sampai di dalam ruangnya Azam langsung bergelut dengan seluruh dokumen yang sudah menunggu dirinya sedari kemarin karena dia tinggalkan lebih dulu pekerjaannya yang kemarin itu.
Jika sudah berurusan dengan dokumen Azam tak akan menghiraukan yang lainnya Azam hanya akan fokus dengan dokumen yang sedang dia periksa.
"Sungguh melelahkan semua dokumen-dokumen ini!" maki Azam tapi dia masih melanjutkan pekerjaannya walaupun dia tak berminat sama sekali.
Bismillahirohmanirohim.
Azam menatap malas rumah mewah yang ada di depannya saat ini, entah kenapa laki-laki itu tak bahagia dengan hidupnya saat ini, bukan tidak bersyukur tapi itulah yang dia rasakan sekarang. Tidak bahagia.
Siapa yang tak senang jika hidup dipenuhi dengan kemewahan, hidup berdampingan dengan harta, hidup bergelimangan harta, tentu setiap orang merasa merekalah orang yang paling bahagia, tapi tidak dengan Azam.
Semuanya berbanding terbalik dengan realita yang ada, sekalipun Azam tak pernah merasa bahagia, bahkan Azam saja lupa kapan terakhir dirinya tersenyum.
Bukan karena cinta atau kisah asmara yang membuat Azam seperti ini, tapi ada hal lain yang membuat dirinya sendiri tak tahu apa kurang dari dirinya saat ini.
"Bos kenapa anda melamun?"
"Hmmm" Azam hanya berdehem tak menjawab pertanyaan anak buahnya.
Laki-laki itu berjalan masuk ke dalam rumah yang bak istana itu, walaupun memiliki rumah seindah istana tapi Azam tak pernah menemukan kebahagiaan di dalamnya.
Orang tua Azam sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing begitu juga dengan dirinya dan sang adik, tak pernah ada canda tawa di rumah mewah itu.
"Bos ini hasil yang kita dapat seminggu lalu, para pebisnis ilegal yang ingin menghancurkan perusahaan bos sudah diamankan" seorang anak buah Azam menyodorkan sebuah dokumen yang berisi data-data tentang orang-orang itu.
Azam bangkit dari kursinya tanpa ekspresi, bahkan tak ada suara sedikitpun yang keluar dari mulut Azam sedari tadi.
Azam berjalan kembali ke dalam mobilnya, tapi belum sempat masuk ke dalam mobil dia melihat mama dan papa nya baru saja pulang, bersama seorang perempuan yang hanya Azam tahu namanya saja.
"Mau kemana lagi Azam? Zevana main ke rumah loh"
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Azam, laki-laki itu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam mobil.
Mama dan papa nya pun tak peduli jika Azam mengabaikan mereka. Kedua orang tua dari dua anak itu melangkah masuk ke dalam rumah, sambil mengajak Zevana masuk.
Tak ada respon apapun juga dari perempuan yang bernama Zevana itu, karena setiap dia berkunjung ke rumah keluarga Abraham pasti hal sama yang dia dapatkan.
Azam yang tak pernah berekspresi, kedua orang tua Azam yang tak pernah peduli dan tak pernah ingin tahu apa yang dikerjakan putra putra mereka.
Anak buah Azam yang selalu bersamanya itu, melajukan mobil milik Azam, tanpa Azam beritahu pun dia tahu kemana tujuan mereka saat ini.
Azam melamun di dalam mobilnya, dia sedang memikirkan hidupnya yang memiliki segala-galanya namun tak ada kebahagian sama sekali yang terpancar di hidup ini.
"Kenapa hidup ini begitu hampa? Padahal aku memiliki semuanya yang tak dimiliki orang lain, orang tua aku ada, keluarga lengkap, bahkan apapun yang aku inginkan pasti bisa aku dapatkan, tapi tak tahu kenapa hidup ini terasa begitu hampa" batin Azam, dia menatap keluar jendela mobil.
Suasana mendung seakan menggambarkan isi hati Azam yang begitu hampa ini, bahkan gerimis mulai berjatuhan satu persatu.
Tak terasa anak buah Azam memberhentikan mobilnya di sebuah gedung yang begitu mewah. "Kita sudah sampai bos" ucap anak buah Azam, sambil membukakan pintu untuk dirinya.
Lagi-lagi Azam tak bersuara dia hanya berdehem, membenarkan jas yang dia kenakan.
Azam berjalan lebih dulu, sementara anak buahnya mengikuti Azam dari belakang. "Kapan bos bisa tersenyum padahal dia punya segalanya" batin anak buah Azam.
Dia sudah biasa dengan pandangan Azam yang tanpa ekspresi.
Sampai ditempat yang Azam tuju, dia menatap orang-orang yang berada di sana dengan tatapan tajam miliknya.
"Dasar orang-orang tidak tahu diri!" maki Azam dalam benaknya.
"Kino" panggil Azam pada anak buahnya yang selalu menemani Azam.
"Iya bos!"
"Aku tanya kamu, lebih asik mereka dibuat apa?" tanya Azam dengan tatapan tajam yang dia berikan pada Kion.
"Itu terserah anda bos!" Kino tahu jawaban yang dia berikan itu salah, tapi apapun yang dia usulkan pada Azam, semuanya pasti salah.
"Aku malas mengurus tikus-tikus tak berharga ini, kamu urus mereka Kino dan pastikan mereka membuka mulut, siapa yang sudah menyuruh mereka melakukan semua ini"
Azam berlalu pergi begitu saja, setelah menyerahkan semua urusannya pada Kino, memiliki kekuasan tentu saja banyak hal yang bisa dilakukan Azam begitu saja, termasuk menyuruh orang dengan seenak dirinya, sesuka hatinya.
Azam berjalan mengikuti kemanapun kakinya melangkah, dia tidak peduli dengan gemercik air hujan yang perlahan-lahan membasahi dirinya.
Intinya hari ini dia ingin mencari sendiri seperti apa kebahagian yang sesungguhnya itu, Azam tak sadar entah dia sudah berjalan dimana saat ini.
"Apakah kebahagian itu? dan untuk apa ada manusia dimuka bumi ini? Kepada siapa diri ini harus menuntut kebahagiaan yang sesungguhnya?" Azam terus bertanya pada dirinya sendiri.
Sudah lama sekali dia merenungkan hal-hal semacam itu, tapi sampai saat ini Azam tak kunjung mendapatkan jawaban yang tepat dan memuaskan.
Terlahir dari keluarga kaya raya yang lebih mementingkan materi, materi dan materi. Yang lainnya selalu di nomor 2 kan oleh keluarga Abraham, membuat Azam sendiri tak tahu dia saat ini beragama apa.
Walaupun jelas di KTP nya tertulis dia beragama islam.
Azam yang sudah berjalan sedikit jauh tak sadar, jika di depannya ada angin kencang yang siap menghantam kapan saja.
Angin itu sekali hembus menyapu Azam dan yang berada di sekitar tempat itu. "Ada apa ini?" Azam berusaha membuka matanya namun dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hingga 5 menit berlalu angin itu sudah pergi meninggalkan Azam yang sudah tak sadarkan diri dan tempat disekitar sudah begitu berantakan.
Perlahan Azam membuka matanya, sambil menahan kepalanya yang begitu sakit, entah apa sebabnya Azam sendiri lupa.
"Argh..Argh...Argh....! Kenapa kepalaku sakit sekali" keluh Azam.
"Dimana aku?" tanyanya saat sudah membuka mata dengan sempurna. "Masih di tempat yang sama, tapi kenapa tempat ini menjadi begitu berantakan" ujar Azam lagi.
Azam melihat seperti ada cahaya berwarna putih kebiruan di depannya, tanpa pikir panjang Azam menggapai cahaya itu.
Ting........! Entah apa yang terjadi Azam sendiri tidak tahu, tiba-tiba setelah dia berhasil menggapai cahaya tadi seperti ada yang bersuara, tapi entah dari mana.
[( selamat anda berhasil mengaktifkan sistem keberuntungan untuk mencapai sebuah kebahagiaan, anda akan tahu kebahagiaan itu apa setelah menjelajah bersamaan System Ikon, sekali lagi selamat pada anda!)]
" ....." Azam hanya mengerutkan dahinya tak mengerti entah dari mana suara itu berasal.
"Siapa yang bicara?"
[Ini adalah sebuah sistem yang dapat membantu anda!]
Bismillahirohmanirohim.
"System? membantu untuk bahagia? Bagaimana caranya?" bingung Azam.
"Bahkan aku saja yang memiliki segalanya tak pernah merasakan bahagian, bagaimana bisa sebuah sistem membantuku untuk bahagia?"
"Apa yang dinamanyakan bahagia yang sesungguhnya?" Azam masih bengong memikirkan semua ini.
Laki-laki dengan perawakan hampir sempurna itu, masih tak mengerti apa yang dia alami saat ini, bertemu dengan sebuah sistem tentu saja hal yang tidak masuk akal bagi Azam.
Apalagi laki-laki itu selalu memikirkan sesuatu harus sesuai dengan logikanya, jika dalam logika tak masuk, maka hal itu tidak bisa terjadi itu bagi Azam.
[( Anda telah berhasil mengaktifkan sistem Ikon, itu artinya sistem akan membantu anda dalam hal apapun terutama untuk menemukan kebahagian yang sesungguhnya)]
[(Jika anda masih ragu, maka anda akan langsung melakukan misi pertama, jika anda setuju, maka harus menjawab Ya! )]
Suara yang mengaku jika, itu adalah sebuah sistem, kembali terdengar di telinga Azam, tapi dia masih tidak percaya dengan semua ini.
"Jika benar adalah sebuah sistem maka tunjukan wujudnya!" tantang Azam.
"......"
[(Ok!)]
[ Saya akan menjelaskan semuanya sebelum itu, cahaya yang anda gapai tadi adalah sebuah pantulan cahaya yang keluar dari sistem ini dan saat anda menggapai cahaya tadi itu artinya anda sudah mengaktifkan sistem Ikon]
[Anda sudah melihat wujud sistem yang asli sebelumnya, berupa cahaya putih campur dengan warna biru, tapi sekarang karena sistem sudah diaktifkan otomatis warna sistem juga akan sedikit berubah dari sebelumnya]
Azam berusaha bangkit dari tempat itu, dia masih mendengarkan suara yang terus muncul, tapi tak ada wujudnya itu.
Azam mencoba untuk duduk di rumput yang biasa orang sebut rumput jepang, rumput itu tumbuh lumayan banyak disana.
Azam sendiri tak tahu saat ini dia ada dimana, laki-laki itu memutar kedua bola matanya untuk mencari dari mana asal suara itu berada.
"Apakah benar-benar sebuah sistem? Ini sungguh tak masuk akal, bukankah hal seperti ini hanya ada di dalam novel, atau film-film" batin Azam.
[Sistem ulangi satu kali lagi, apakah anda akan melakukan misi pertama saat ini? Jika ya maka ucapkan Ya! Untuk menyetujui, jika tidak anda bisa mengulur waktu terlebih dahulu]
Azam membuang nafas kasar, dia sudah bisa diri dengan tegap seperti sedia kala. "Aku harus membuktikan semua ini terlebih dahulu" gumun Azam lirih.
"Jika benar semua ini adalah sebuah sistem, maka buktikan terlebih dahulu, dimana aku berada dan bawa aku ke tempatku sebelumnya" tantang Azam.
Masih tak percaya dengan semua ini, logika laki-laki itu masih terus berputar untuk mencerna hal ini riil atau tidak.
"Jadi aku tidak ingin langsung memulai misi!"
[Permohonan telah disetujui]
[Segera dilaksanakan! Apa yang anda inginkan] sistem itu menyetujui begitu saja apa yang Azam inginkan.
[ Sebelum sistem membawa anda ke tempat sebelumnya sistem akan menjelaskan saat ini anda berada dimana]
"Aku akan mendengarkan nya dengan sangat baik" sahut Azam, dia seakan mengobrol dengan temannya.
[Anda berada di daerah X yang jarang sekali dilewati orang, angin yang tadi menerjang anda, sampai membuat anda pingsan itu merupakan angin barat]
[Angin barat terjadi biasanya di bulan september-Desember, tapi angin barat akan lebih kental saat akhir desember, dan tempat ini memang jarang sekali orang lewati ]
Azam masih setia mendengarkan apa yang dikatakan oleh sistem tersebut. "Aku sendiri tak tahu berada dimana tadi, jika sistem ini tak menjelaskan padaku" gumun Azam lagi.
"Aku hanya mengikuti kemana kaki ku ini melangkah"
[Anda sudah mendengar semua penjelasan yang saya berikan, sekarang kita akan kembali ke tempat sebelumnya]
Tanpa disadari oleh Azam, sistem itu sudah menarik dirinya ke tempat pertama kali dia menginjakkan kaki di daerah situ, di mana dia dan Kino sebelumnya berada di sebuah gedung yang sangat bagus.
"Apa! Aku sudah benar-benar ada di depan kantor Abraham!" pekik Azam dalam hatinya.
Sejujurnya Azam masih tak percaya dengan semua ini, tapi sistem tadi sudah membuktikan pada Azam.
"Aku saat ini akan percaya hanya sampai ini saja dulu, tidak lebih jadi jangan bangga dulu ok!" ucap Azam begitu saja, entah sistem itu mendengar atau tidak intinya Azam sudah mengatakan apa yang dia inginkan.
Azam kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan bawah tanah, disana terlihat Kion sedang melakukan tugasnya, melihat Azam sudah datang Kino semakin was-was.
Tugas laki-laki itu yang Azam berikan padanya belum juga selesai, padahal Azam hampir pergi beberapa jam saja.
"Apa yang kamu lakukan dengan para tikus-tikus ini Kino?
Azam menatap Kino dengan malas, dia sudah pamah pasti setiap hal yang Azam suruh kerjakan pada Kino tak akan beres dalam waktu sekejap.
"Maaf bos, sampai saat ini mereka belum ada yang mau mengaku" cici Kino.
"Hmmmmm" deheman panjang dari Azam membuat Kino paham, dia kembali melakukan kegiatannya.
Kino menatap nyalang beberapa orang yang ada disana. "Dengarkan aku baik-baik!" ucap Kino menggelegar di tempat itu.
Azam duduk di kursi dengan santai, sambil menonton apa yang akan Kino lakukan. "Saat ini di depan kalian sudah ada bos Azam Abraham! Jika kalian berani tak mengaku lagi maka bersiaplah menanggung akibatnya!" ancam Azam pada beberapa orang yang ada di depannya.
Orang-orang itu berada di dalam jeruji besi, jadi mereka tak dapat berbuat apa-apa, hanya bisa bungkam atau mengaku.
"Untuk kalian hanya ada dua pilihan mengaku sekarang juga, atau bersiap tak mendapatkan ampunan, juga kesempatan kedua!" tegas Kino.
Mereka yang sedari tadi diam perlahan mulai menyuruh satu sama lain untuk berkata saat mendengar nama Azam Abraham disebut.
Seketika mereka semua menjadi tegang, walaupun Azam begitu terkenal, tapi hanya namanya saja, jarang sekali orang mengetahui seperti apa rupa dari seorang Azam Abraham, yang selalu diperbincangkan dimana-mana.
Namanya bukan hanya terkenal di kalangan pebisnis saja, tapi juga para kaum wanita maupun pria, sayang bukan namanya saja yang terkenal, tapi karakter tanpa ekspresi nya pun sudah begitu terkenal.
Azam Abraham, seorang pebisnis muda yang kekayaannya sendiri melebihi orang tuanya sendiri di usia muda sudah memiliki segalanya, anehnya walaupun hidup dengan gemerlap harta laki-laki itu tak pernah sekalipun tersenyum.
Itulah kabar yang beredar tentang Azam, mereka mengira Azam tak pernah tersenyum, karena pernah gagal dalam masalah cinta.
Yang sebenarnya terjadi dia gagal karena cinta yang sesungguhnya, cinta yang tak mengenal pemilik cinta itu sendiri.
Perlahan diantara orang itu mulai ingin membuka suara, tapi kembali terhalang dengan perkataan Azam. "Aku akan menghukum kalian dengan seberat-beratnya!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!