Assalamualaikum readers, jumpa lagi dengan othor receh tapi gak recehan lho, hehehe. Sebelumnya Aku mau ucapin selamat tahun baru. Semoga kita sehat selalu dengan hidup yang berkah, Aamiin.
Yuks ah, Sekarang kita mulai memasuki dunia halusinasi othor yang receh ini. Semoga bermanfaat 😁. Dan ingat kasih rate bintang lima ya, love you all 😘🥰😍, like dan komentar juga.
🌺🌺🌺
Irfin Setyo Nugraha tersenyum lebar saat membaca sebuah notifikasi pesan masuk ke dalam handphonenya. Ia menepuk bahu Fauzan sang sahabat dengan hati gembira.
"Ada apa? dapat customer ya?" tanya Fauzan dengan wajah penasaran. Irfin tidak menjawab tetapi langsung memperlihatkan layar handphonenya.
"Wahhh, besar banget. Selamat ya, hari pertama kerja kamu langsung mendapatkan orderan sebanyak itu." Irfin kembali tersenyum dengan kata-kata Fauzan. Tetapi seketika wajahnya berubah khawatir.
"Makanan sebanyak ini pasti butuh modal yang sangat besar Zan. Gimana ini?" Irfin kembali duduk di lantai warung makanan yang sudah bekerjasama dengan aplikasi online tempatnya bekerja sebagai seorang kurir makanan.
Pria itu tidak mempunyai uang sebanyak itu untuk membayar pesanan makanan dari seorang customer pertamanya. Bahkan motor yang ia pakai sekarang pun adalah motor pinjaman dari temannya yang lain.
"Aku punya uang Fin. Tetapi kamu harus balikin uang nya padaku setelah customermu sudah membayar semua tagihan ini, bagaimana?" Irfin tersenyum lebar dengan perasaan kembali bersemangat.
"Terimakasih banyak ya Zan. Aku juga pasti akan memberikan kamu bonus," ujar Irfin kemudian segera memasuki warung untuk memesan makanan sesuai yang tertera dalam aplikasi onlinenya.
Fauzan ikut masuk karena ia yang akan membayar tagihan itu untuk Irfin. Setelah semuanya siap. Irfin pun segera mengantar makanan-makanan itu ke sebuah pusat perkantoran di dalam sebuah alamat yang cukup jauh dari tempatnya sekarang berada.
Irfin harus menempuh jarak sekitar 60 menit untuk sampai di tempat costumernya. Macet karena kecelakaan di jalanan yang ia lalui membuatnya semakin menambah waktu untuk sampai di tempat tujuan.
"Ya ampun Mas. Acara ulang tahunku sudah selesai. Dan kamu baru datang?" seru Cindy saat Irfin sampai di depan kantor itu membawa pesanan dari gadis itu.
"Maaf Mbak. Ini ada macet tadi di jalan dan saya jadi terlambat."
"Lah terus? Aku yang harus menanggung gitu?" tantang Cindy dengan wajah yang tidak mau peduli.
"Ya, gimana dong Mbak. Ini kan pesanan Mbak. Yang ada saya rugi dong." Irfin berusaha meminta pertanggung jawaban dari customer itu dengan segala cara mengingat bahwa ia harus mengganti uang dari Fauzan.
"Ih, bodo amat. Aku gak peduli. Siapa suruh kamu terlambat!" seru Cindy dengan bibir mencibir.
"Dan apa kamu tidak lihat kalau Aku sudah membatalkan pemesanan Aku?" Cindy menatap tajam pada kurir makanan yang sedang memakai masker itu.
"Tapi Mbak, barang yang sudah dikirim gak bisa dibatalkan begitu saja dong, Itu kan merugikan saya." Irfin tetap bertahan juga dengan pendapatnya.
"Terserah! Pokoknya Aku tidak mau menerima makanan ini Titik!"
"Aku sudah mentraktir teman-temanku karena kamu terlambat datang. Dan ya mereka juga sudah kenyang. Jadi kamu bawa pulang makanan ini." Cindy mendorong semua paket makanan itu dengan kakinya.
"Terserah kamu mau makan sendiri atau sedekahkan ke tempat lain!" Cindy meninggalkan tempat itu dengan wajah tak bersahabat. Sedangkan Irfin hanya bisa mengurut dadanya sabar.
Pria itu baru menyadari susahnya menjadi pekerja seperti dirinya saat ini. Ia harus lebih banyak bersabar dengan keangkuhan orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti Cindy.
Ia pun menatap paket makanan itu dengan hati nyeri. Ia tidak mungkin juga memakan semuanya. Ingin ia sedekahkan kepada orang lain, tetapi bagaimana dengan uang Fauzan yang ia pinjam?
Huffft
Tarikan nafasnya yang berat menunjukkan betapa galaunya hatinya saat ini. Pria itu duduk di lantai teras Kantor itu dengan wajah tertunduk.
Beberapa potongan peristiwa berkelebat dalam pikirannya. Ia jadi mengingat sebuah kejadian yang terjadi padanya beberapa hari yang lalu.
Flashback on
Radiman Said Nugraha menatap wajah cucu kesayangannya itu dengan tatapan tajam.
Pria tua itu tak menyangka kalau permintaannya yang cukup mudah dan menguntungkan malah ditolak oleh Irfin Setyo Nugraha, sang cucu.
"Kakek memangnya tidak punya permintaan lain selain menjodohkan Aku dengan Nana si culun itu?" tanya Irfin dengan wajah mengeras tak suka.
"Heh, bicara apa kamu hah?!"
"Aku bicara yang sebenarnya Kek. Kakek terlalu banyak mencampuri urusan pribadiku selama ini, dan Aku tidak suka." Irfin berdiri dari duduknya dengan maksud ingin meninggalkan ruangan sang kakek.
"Irfin, duduk! Kakek belum selesai bicara!" Radiman Said Nugraha menunjuk kursi di hadapannya. Ia meminta dengan tegas agar cucunya itu kembali duduk dan mendengarkan apa yang akan dikatakannya.
Irfin mendengus kemudian duduk kembali di atas kursi yang masih hangat bekas duduknya beberapa menit yang lalu.
"Perjodohanmu dengan Nana sudah kami atur sejak kamu masih sekecil ini," ujar Radiman Said Nugraha dengan tangan mempraktekkan seorang anak yang masih sangat kecil.
"Tidak Kek. Aku tidak mau. Dan jangan sekali-kali memaksaku!" Irfin berdiri lagi dari duduknya untuk menghindari perdebatan yang sering terjadi ketika membahas tentang perjodohan.
"Kakek akan bekukan semua aset yang kamu punya Fin kalau kamu tidak mendengarkan kata-kataku!" seru pria tua itu dengan emosi diwajahnya. Irfin hanya tersenyum kemudian menjawab dengan santai,
"Terserah kakek!"
"Kakek akan miskinkan kamu Irfin!"
"Terserah kakek!"
"Irfin! Kakek tidak akan memberikan harta sedikitpun yang bisa kamu bawa pergi dari Rumah ini!" teriak sang kakek lagi.
"Terserah kakek!"
"Hanya pakaian yang kamu pakai sekarang yang bisa kamu bawa, selebihnya tidak!"
Irfin tidak perduli dengan apa yang dititahkan oleh pria tua itu. Orang yang selama ini selalu memanjakannya setelah kematian kedua orangtuanya. Ia tetap melangkah keluar dari Rumah besar itu dengan langkah tegap.
Cibiran yang selama ini ia dapatkan dari anggota keluarga yang lain membuatnya semakin tak betah di rumah itu. Ia harus meninggalkan rumah dan harta sang kakek dan menjadi miskin saja.
Mereka mengatakan kalau ia bisa sukses seperti sekarang karena kucuran dana dari sang kakek tetapi bukan dari usahanya sendiri.
Flashback off
"Mas." Irfin tersentak kaget dengan suara panggilan dari arah belakangnya. Seorang gadis cantik yang sepertinya merupakan karyawan di kantor ini berdiri di belakangnya dengan senyum yang sangat manis.
"Ya, ada apa Mbak?" tanya Irfin dengan wajah bingung. Ia baru saja kembali dari lamunan panjangnya tentang masa lalunya.
"Ini uangnya, Aku aja yang ambil semua paket makanan ini. Makasih banyak ya Mas." Gadis itu menyerahkan sejumlah uang pada Irfin kemudian meraih semua paketan itu dan membawanya ke dalam ruangan di kantornya.
"Hah?" Irfin melongo tidak percaya dengan apa yang terjadi.
Ia menatap gadis cantik baik hati itu dengan perasaan haru. Uang yang ada di tangannya ia genggam dengan erat. Ia berterima kasih pada gadis itu yang sudah mau membayar semua makanan ini.
🌺
*Tobe Continued.
Ingat lho untuk memberikan like dan komentarnya 😍
Gadis itu bernama, Najla Irham, seorang wanita karir yang cantik dan juga baik hatinya. Ia rela membayar orderan teman kantornya itu dengan menggunakan uang tabungannya yang sudah ia simpan untuk pulang kampung saat libur akhir tahun tiba.
"Ya ampun Najla, kamu ambil semua makanan ini pakai uang kamu?" tanya Ralian dengan tatapan tak percaya. Ia tahu kalau Najla hanya karyawan biasa dan juga tidak punya uang sebanyak itu.
"Tidak apa. Aku kasihan sama Kurirnya. Pasti dia rugi kalau gak kita ambil."
"Iya sih, tapi kan bukan kamu yang harus membayar tapi Cindy," ujar Ralian dengan wajah tidak rela. Ia tetap tidak setuju dengan cara Cindy berbuat sewenang-wenang begitu pada orang lain.
"Gak Apa-apa. Gak usah dibahas lagi. Nanti kita bagi ke orang-orang yang ada di depan jalanan sana. Mereka pasti senang."
"Najla, jangan bilang kalau itu adalah dari uang tabungan kamu ya," Ralian menatap sahabatnya dengan tatapan menyelidik.
Najla mengangguk kemudian tersenyum. Ia lalu berucap, " Insyaallah akan ada rezeki yang lebih banyak dari hari ini. Yang penting kita selalu semangat untuk bekerja."
"Duh, kamu kok baik sekali sih. Semoga saja Aku juga bisa membantumu saat tiba kamu pulang kampung." Najla menyentuh bahu sahabatnya itu kemudian membawa paket-paket makanan itu ke dalam ruang kantornya.
Setelah istirahat makan siang tiba ia akan membagikan makanan itu pada orang yang sedang membutuhkan.
Irfin tercekat. Ia yang kembali ke tempat itu karena lupa mengambil helmnya tak sengaja mendengar percakapan kedua gadis itu.
Pria itu merasa tidak enak hati karena pada akhirnya tahu bahwa gadis itu juga bukanlah seorang yang kaya. Ia terpaksa menerima bantuan gadis itu dengan harapan akan membayarnya suatu saat nanti.
Irfin melajukan motornya untuk kembali berkumpul bersama dengan teman-temannya sesama kurir makanan. Ia juga ingin mengembalikan uang Fauzan yang ia pinjam.
Sungguh ia tidak tahu perasaan apa yang ia rasakan saat ini. Terlalu campur aduk. Mendapatkan orderan yang banyak dengan hati gembira dihari pertama bekerja tetapi ternyata berakhir kurang mengenakkan.
Bayangan gadis baik hati itu selalu mengganggu pikirannya. Ia merasa sangat kasihan pada gadis itu tetapi ia bisa apa, ia juga butuh belas kasihan. Andaikan ia kaya seperti dulu. Uang sejumlah ini hanya bisa ia jentikkan dengan jari dan langsung ada.
Dengan wajah tak bersemangat, ia menghampiri Fauzan yang sedang sibuk dengan handphonenya.
"Makasih ya Zan atas bantuan kamu. Nih uangnya," ujarnya seraya menyerahkan sejumlah uang yang ia dapatkan dari gadis baik hati itu.
Fauzan meraih uang itu dengan hati gembira. Ia lantas memandang wajah teman barunya itu dengan tanda tanya diwajahnya.
"Kok gak semangat? semuanya baik-baik saja 'kan?"
Irfin menarik nafas berat kemudian menjawab, "Costumernya membatalkan orderannya karena Aku telat sampainya."
"Lho? trus apa yang terjadi?" tanya Fauzan penasaran. Ia juga pernah dan sering mengalami kejadian buruk seperti ini. Dan ia sangat tahu rasanya.
"Ada seorang gadis yang membantu Aku. Ia yang membayar semua makanan ini. Dan apa kamu tahu? uang ini juga bukanlah uang yang longgar untuknya." Irfin menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Ia pun melanjutkan dengan wajah menunduk.
"Aku kasihan padanya Zan. Aku rasanya ingin mengembalikan uang itu padanya. Akan tetapi Aku juga tidak bisa karena itu kan uang kamu." Irfin berucap dengan wajah sedih. Pria itu menyesali dirinya yang sangat miskin seperti sekarang ini.
Akan tetapi jika ia teringat pada rencana perjodohan yang dibuat oleh sang kakek dengan Nana. Gadis culun dan juga sangat rese' serta sangat kampungan itu ia jadi merasa beruntung karena bisa keluar dari kemewahan sang Kakek.
Belum lagi cibiran dari para sepupu serta Om Tantenya. Ia lebih baik jadi pria miskin daripada merasa tertekan dengan tuntutan itu semua.
Fauzan hanya bisa terdiam. Ia juga tidak bisa membantu. Yang ia bisa hanya berdoa agar Irfin bisa betah menjadi seorang kurir.
"Aku ingin mencari pekerjaan tambahan agar bisa mengembalikan uang gadis itu, Zan," ujar Irfin setelah lama terdiam. Fauzan tampak berpikir. Ia ingat dengan toko yang ada di dekat perempatan jalan di sebelah Utara tempat mereka berada sekarang.
Sebuah Toko serba ada yang sedang membutuhkan seorang cleaning servis. Ia pernah mendengar hal itu ketika sedang berbelanja di sana.
"Ada sih lowongan kerja tapi jadi cleaning servis, apa kamu mau?" ujar Fauzan seraya menatap teman barunya itu dari atas ke bawah. Untuk pekerjaan seorang cleaning servis rasanya Irfin tidak akan cocok. Pria itu terlalu tampan untuk itu.
"Iya, tidak apa. Aku akan bekerja aia saja yang penting bisa mengembalikan uang gadis itu." Irfin menjawab dengan cepat. Ia tidak perlu berpikir panjang tentang hal tersebut.
"Waktunya kapan?"
"Sore sampai malam sih. Jadi kamu tetap bisa menjadi kurir."
"Oh iya. Aku setuju." Irfin tersenyum lebar. Meskipun ia tidak pernah ikut membersihkan di Rumah sang kakek tetapi kalau hanya memegang sapu dan alat kebersihan lainnya maka ia yakin pasti bisa.
"Baiklah. Kita berangkat sekarang. Mumpung belum ada orderan." ujar Fauzan dan langsung mengajak Irfin untuk mengunjungi Toko itu sebelum ada pelamar lain yang sudah mengisinya.
Tak butuh waktu lama. Mereka sampai di Toko itu dengan hanya memakan waktu 10 menit. Sebuah hal yang sangat mereka berdua syukuri adalah lowongan pekerjaan itu masih kosong.
Irfin pun langsung menyanggupi untuk bekerja sore itu juga. Pria itu terlalu senang dengan pekerjaan baru ini. Hingga setelah mengantarkan orderan yang masuk pada notifikasi di aplikasinya, ia pun segera menuju toko tersebut.
"Selamat datang ya Fin, semoga kamu betah," ujar seorang perempuan cantik yang merupakan pemilik Toko itu.
"Iya Bu," jawab Irfin dengan senyum diwajahnya yang sangat tampan. Rossy balas tersenyum dengan tatapan takjub pada pria itu. Ia merasakan sesuatu yang berbeda dengan karyawan barunya itu.
"Saya mulai kerja ya Bu?" tanya Irfin berbasa-basi dengan perasaan sedikit gugup. Ia merasa seperti ditelanjangi oleh Rossy sang pemilik Toko.
Mata perempuan cantik itu memandangnya dengan tatapan lapar dan juga sangat genit.
"Ah iya, silahkan. Saya akan mengawasimu dari sini," ujar Rossy kemudian meraih kursi dan duduk untuk melihat Irfin bekerja. Perempuan itu merasakan pesona pria itu mulai membakar sesuatu yang ada dalam dirinya.
Gerakan otot tangan pria itu yang sedang mendorong kain pel di lantai toko itu membuat kepalanya membayangkan yang tidak-tidak.
Rossy merasa sangat ingin kedua tangan itu bekerja dengan baik pada tubuhnya yang sudah lama butuh sentuhan. Dalam hati ia pun ingin memiliki pria itu menjadi teman diatas ranjangnya yang selama ini sangat dingin dan kaku.
"Maaf ya Fin, kamu sepertinya belum bisa pulang cepat," ujar Rossy dengan suara tegasnya. Waktu itu penanda waktu sudah menunjukkan pukul 9 Malam. Semua karyawan toko sudah bersiap pulang tetapi Toko belum Tutup.
"Kenapa Bu?" tanya Irfin dengan wajah bingung. Ia merasa semua pekerjaannya sudah sangat beres. Rossy tersenyum miring kemudian menjawab, " Apa yang kamu sembunyikan di sadel motormu?"
"Hah? maksud ibu apa?"
Najla Irham yang sedang berada di depan kasir untuk membayar barang belanjaannya memasang kupingnya dengan sangat baik. Ia mengenal pria kurir itu. Dan juga sempat melihat kalau ada sesuatu yang tidak beres di depan matanya.
🌺
*Tobe Continued.
Vote, like, dan komentar ya sayang 😍🥰😘
"Maaf Mbak, ada lagi?" tanya seorang kasir di hadapannya yang langsung membuat Najla Irham tersentak kaget.
"Ah eh iya, kenapa?" gadis itu balik bertanya dengan ekspresi yang sangat lucu bagi Irfin yang berdiri tak jauh dari tempat itu.
"Totalnya 125 ribu ya Mbak. Maaf sekalian menawarkan, siapa tahu Mbak mau ambil minuman ini, beli satu gratis tiga, harganya diskon lho Mbak," ujar sang kasir dengan sangat ramah. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya yang cantik.
Najla balas tersenyum. Ia sudah tidak punya uang lagi untuk menambah stok belanjaannya. Hanya Mie instan, telur, dan satu toples sosis yang ia beli untuk menyambung hidupnya beberapa hari ke depan.
Gadis itu pun menyerahkan uang sejumlah yang diminta ke depan kasir itu.
"Uangnya 130 ya mbak. Terimakasih dan selamat berbelanja kembali," ujar sang kasir seraya menyerahkan uang kembalian 5000 rupiah pada gadis itu.
"Sama-sama Mbak," balas Najla Irham tersenyum. Ia pun membawa barang belanjaannya keluar dari toko itu dengan ekor mata melirik ke arah Irfin yang sedang disidang oleh pemilik Toko itu.
"Aku tidak mengerti Ibu. Akan tetapi, kalau ibu mau periksa motor saya, silahkan." Irfin dan beberapa karyawan toko mendatangi motor pria itu yang ia parkir di depan halaman Toserba itu. Rossy pun ikut untuk membuktikan tuduhannya.
Najla Irham yang masih berada di tempat itu ikut penasaran dengan apa yang terjadi. Ia pun ikut memasang telinganya dengan frekuensi tingkat tinggi.
"Nah ini apa Fin?" tanya Rossy seraya menunjuk beberapa barang yang terbilang cukup mahal ada di dalam sadel pria itu.
Irfin menatap tak percaya akan apa yang ia lihat di depan matanya. Lututnya tiba-tiba gemetar dan sangat lemas.
Seumur hidupnya ia tidak pernah mencuri meskipun itu benda seujung kuku sekalipun. Kakeknya selalu mengajarkan dirinya untuk jujur sejak ia masih kecil.
"Ini tidak benar Bu. Bukan saya yang mengambil barang semacam ini apalagi memasukkannya ke dalam sadel motor ini." Irfin menyangkal. Ia tentu tidak ingin mengakui apapun yang tidak dilakukannya.
"Buktinya ada di sini Fin. Dan kamu tidak bisa lagi mengelak. Bayar sekarang atau kamu saya laporkan ke kantor polisi!" ujar Rossy dengan tatapan tajam. Ia yakin pria muda dan tampan ini pastinya tidak mempunyai uang untuk membayar saat ini juga.
Irfin merogoh saku celananya. Meskipun ia tahu kalau tidak ada uang disana tetapi ia tetap berharap ada beberapa lembar pecahan seratus yang tiba-tiba ada di dalam sakunya. Ia berharap Tuhan mau menolongnya saat ini.
Sungguh ia tidak tahu siapa yang rela berbuat jahat seperti ini padanya. Padahal ini adalah hari pertamanya bekerja. Untuk membayar uang kontrakan di sebuah kamar kost saja ia harus menjual jam tangannya.
"Saya tidak punya uang Bu. Bagaimana kalau saya berutang dulu," ujar Irham pasrah. Karena tangannya hanya bisa mendapat uang 50 ribu dari dalam sakunya. Itu pun dari hasilnya menjadi kurir makanan seharian ini.
"Kalau begitu ikut saya ke dalam Toko. Dan kalian semua bisa pulang." Rossy meninggalkan tempat itu setelah memerintahkan semua karyawannya untuk pulang. Kebetulan jam kerja juga sudah selesai.
Semua karyawan yang ada ditempat itu menatap Irfin dengan tatapan kasihan. Mereka sungguh ingin membantu tetapi mereka takut pada Rossy, sang pemilik Toko.
Dengan langkah pelan, Irfin pun mengikuti langkah perempuan cantik yang sudah berusia sekitar lima puluh tahun itu.
Najla Irham ikut dibelakang Irfin karena ia tahu kalau pria itu sedang dituduh melakukan sesuatu yang tidak dilakukannya.
Ia melihat sendiri salah satu karyawan membawa barang itu keluar dari Toko dan menyimpannya pada sebuah motor.
"Hey, siapa kamu?" tanya Rossy saat melihat seorang gadis ikut di belakang Irfin saat ia meminta pria itu menutup pintunya.
"Aku pelanggan di Toko ini Bu," jawab Najla seraya memperlihatkan sebuah kresek bertuliskan nama Toko itu. Irfin yang mendengar ada suara seseorang di belakangnya langsung berbalik dan melihat kalau gadis yang menolongnya tadi ternyata belum pulang.
"Lah, Toko kan sudah tutup. Jadi kamu bisa belanja di tempat yang lain. Maaf. Fin tutup Pintunya!" titah Rossy dengan tatapan tak suka.
"Eh, Ibu mau ngapain? Aku tahu ini hanya konspirasi yang sangat buruk. Jadi sebelum Aku melaporkan Ibu ke Polisi, biarkan pria ini pergi dari sini." Najla menatap Rossy dengan tatapan tajam.
"Apa? kamu mau mengancamku ya?" Rossy melotot tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia paling tidak suka kalau ada yang menggangu kesenangannya.
"Kalau ibu merasa Aku mengancam maka itu pasti benar. Aku melihat sendiri salah satu karyawan ibu yang melakukan hal ini." Irfin yang mendengar perkataan gadis itu tersenyum lega. Ia berharap ia bisa lolos dari tuduhan yang sangat tidak jelas ini.
"Kalau ibu tidak percaya, kita bisa memeriksa rekaman CCTV di toko ini," lanjut Najla semakin berani.
"Apa katamu?! beraninya kamu menuduh saya seperti itu?!" Rossy meradang. Wajah cantiknya kini tak tampak lagi.
Matanya merah karena marah. Ia lantas menghampiri Najla dan ingin menarik rambut gadis itu tetapi Irfin segera membawa gadis itu keluar dari Toko.
"Barang ini saya kembalikan!" teriak Irfin seraya menyimpan sebuah barang yang menjadi sumber tuduhan padanya yang tak beralasan itu di depan toko.
"Ayo Aku antar kamu pulang," lanjutnya lagi dan meminta Najla untuk naik ke boncengan motornya. Hari ini juga ia akan berhenti bekerja di sana. Ia akan tetap setia jadi kurir saja daripada mendapatkan hal yang seperti ini.
Mereka berdua pun pergi dari sana dengan teriakan kesal seorang Rossy, seorang janda yang ingin menjadikan Irfin sebagai penghangat ranjangnya.
"Kamu tinggal dimana?" tanya Irfin pada Najla yang sedang berada dalam boncengan motor tuanya. Pria itu bertanya dengan intonasi suara yang agak besar karena angin kencang yang mengiringi perjalanan mereka.
"Aku tinggal di lorong depan," jawab Najla dengan nada suara yang sama. Mereka saling berteriak karena suara bising jalanan yang mereka lalui.
Tak lama kemudian mereka pun sampai di tempat yang dimaksud. Najla turun dari motor itu dan mengucapkan terimakasih, begitupun Irfin.
Hari-hari berikutnya, mereka berdua semakin sering saling bertemu pada kesempatan yang tidak disangka-sangka.
Najla sudah mulai suka dan tertarik pada pria tampan dan sederhana itu, begitupun dengan Irfin. Benih-benih cinta mulai tumbuh didalam hati mereka. Komitmen untuk menjalin hubungan pun mereka ikrarkan.
Hingga suatu hari Irfin ke kantor Najla dengan membawa orderan makanan dari beberapa karyawan di sana. Pria yang menjadi pimpinan di kantor itu tak sengaja bertemu dengan Irfin di pintu masuk.
"Pak Irfin? anda disini?" tanya pria itu dengan membulat kaget. Ia memandang pria itu dari atas ke bawah dengan tatapan tak percaya.
"Anda sedang berakting 'kan dengan pakaian seperti ini?" sekali lagi pria itu berucap dengan alis terangkat.
"Bapak kenal sama dia?" tanya Najla seraya meraih paket makanan yang sedang diantar oleh pria itu.
"Tentu saja Aku kenal. Dia kan CEO perusahaan PT. RSN," jawab sang bos dengan senyum diwajahnya. Irfin dan Najla saling berpandangan.
Entah kenapa gadis itu merasakan nyeri dan kecewa dihatinya. Ia merasa tertipu dengan kesederhanaan pria itu yang ternyata adalah seorang pria kaya yang sedang berpura-pura miskin.
🌺🌺🌺
*Tobe Continued.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!