NovelToon NovelToon

Dunia Kita Berbeda

Penghinaan

Airin gadis berusia 18 tahun yang saat ini masih duduk di bangku kelas 3 SMA.

Setelah ia lulus SMP Airin memutuskan untuk mondok di PP Al-Karim yang terletak di pinggir jalan, di belakang pondok itu terdapat sungai dan air sungai itu yang setiap hari ia dan teman-temannya gunakan untuk mandi.

Airin mondok di sana tidak sendirian, ada teman sebayanya yaitu Kamila dan juga ada banyak gadis yang satu kampung dengannya yang juga mondok di sana sehingga ia tidak kesepian.

Sudah 2 tahun berjalan Airin menuntut ilmu di dalam pondok pesantren tersebut.

Saat ini Airin tidak lagi berada di dalam pondok, ia pulang ke rumahnya karena sakit dan pihak pondok memberi izin cuman 3 hari.

Kini tersisa 1 hari Airin di rumahnya.

"Airin"

Panggil seorang wanita bernama Ratna yang berusia sekitar 35 tahunan yang merupakan ibu dari Airin.

"Ada apa bu?"

"Sekarang kamu siap-siap, nanti jam dua kamu ikut rombongan sama bu Juleha ke desa Kenanga, ada kerabat bu Nurma yang meninggal dunia kemarin" suruh Ratna.

"Kenapa harus Airin bu"

"Karena ibu habis ini mau ke rumah mbah mu dok, kamu wakilin ibu sana, kondisi kamu udah membaik toh"

"Iya bu, kondisi Airin sudah baikan"

"Sekarang kamu siap-siap gih sana, ibu mau ngambil beras dulu, nanti kamu bawa ya ke sana"

"Baik bu"

Airin kemudian masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap, sedangkan Ratna mengambil beras dan memasukkannya ke dalam tas untuk Airin bawa ke tempat orang yang sanak keluarga meninggal dunia.

Setelah selesai bersiap-siap Airin mengambil hpnya yang berada di atas nakas.

"Airin kamu sudah siap toh dok, itu orang-orang sudah ke rumah bu Nurma semua" panggil Ratna kembali.

"Udah bu" Airin bergegas keluar dari dalam kamarnya.

"Ini kamu bawa dan cepat berangkat sana ke rumah bu Nurma sebelum orang-orang pada berangkat" Ratna menyerahkan tas jinjing anyaman yang berisikan beras pada Airin.

Airin mengambil tas itu, lalu menyalami punggung tangan ibunya sebelum berangkat ke rumah bu Nurma.

"Airin berangkat dulu bu, assalamualaikum"

"Wa'alaikum salam"

Airin berangkat ke rumah bu Nurma dalam keadaan perut kosong, ia tidak makan seharian ini karena tidak nafsu makan.

Rumah bu Nurma hanya berjarak sekitar 2-3 rumah dari posisi rumahnya berada.

"Airin di mana ibu kamu, kok kamu yang ikut?" bu Nurma melihat air yang mendekati mobil pick up.

"Ibu gak bisa ikut mpok, karena ibu mau ke rumah mbah"

"Oh begitu, ayo naik" ajak Nurma.

Airin naik ke belakang mobil pick up itu yang berisikan banyak sekali orang-orang yang ikut.

Mobil pick up itu berjalan menuju tempat yang mereka tuju.

Saat sampai di sana mereka hanya di

jamukan dengan camilan ringan.

Di sana Airin hanya minum air mineral saja, ia tidak menyentuh camilan yang berada di depannya sama sekali.

Setelah beberapa saat berada di sana semua orang kembali pulang dengan membawa tas yang sebelumnya berisi beras, saat ini tas itu berisi mie instan sebanyak 2 biji.

Mobil pick up itu melaju menuju kampung Melati kembali.

Suara ibu-ibu yang sedang bergosib memenuhi pick up itu, saat berangkat hingga pulang mereka masih belum selesai yang membicarakan orang.

Airin hanya diam tak ikut serta seperti mereka.

"Eh Airin kamu katanya sakit, kok ikut rombongan?" nyinyir bu Juleha ibu dari Kamila teman Airin selama ini.

"Seharusnya kan kamu balik ke pondok kalau udah sembuh, bukan malah berkeliaran tak jelas, gimana sih kamu ini, mondok kok gak benar, kalau gak sakit gak usah sok-sokan sakit" nada bicara bu Juleha terdengar menghina Airin di depan orang banyak.

"Iya, kok Airin masih berada di sini, seharusnya kan berada di pondok, mondok apaan kok sering pulang" nyinyir bu Rukayah.

"Lihat noh Kamila, dia itu gak pernah pulang walaupun sakit kayak gimana pun, seharusnya kamu tiru dia, bukannya malah pulang terus, kamu itu lama-lama nyusahin orang tua aja deh" bu Juleha sengaja melakukan itu, dia di kampung Melati terkenal sebagai ibu-ibu tukang gosib atau bisa di sebut ratu gosib.

Airin diam, ia memikirkan setiap kata-kata menyakitkan itu, sungguh baru kali ini ia di hina-hina seperti ini, apalagi di permalukan di depan khalayak umum dan hal itu berhasil membuatnya tambah malu.

Airin berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh meski saat ini rasa sakit itu menusuk tajam ke dalam hatinya.

Sepanjang perjalanan Airin diam dengan terus memikirkan ucapan penuh hinaan yang ibu-ibu itu keluarkan.

Airin menatap kosong ke depan, ia down saat di hina-hina habis-habisan seperti itu.

Saat sampai di kampungnya Airin berjalan menuju rumahnya dengan perasaan linglung.

Ketika ia menginjakkan kakinya di depan pagar rumah yang terbuat dari tanaman bunga sepatu tiba-tiba Airin merasakan sakit di perutnya.

Airin langsung terduduk di bawah karena tak bisa menahan rasa sakit yang teramat sangat yang menyerang perutnya.

"Ibu" teriak Airin yang sangat kesakitan, air mata mengalir bagaikan sungai.

"Ibu sakit hiks hiks" tangis Airin dengan memegangi perutnya yang tiba-tiba sakit.

"Ibu, ibu tolong Airin" teriak Airin dengan air mata yang terus mengalir.

Ratna yang mendengar teriakan itu langsung berlari menghampiri Airin yang terus menangis dengan berteriak-teriak.

"Airin kamu kenapa, kenapa kamu nangis?" khawatir Ratna yang melihat anaknya yang sangat kesakitan.

"Ibu sakit, perut Airin sakit huhu" Airin terus menangis, rasa sakit di perutnya itu semakin lama semakin terasa, ia sungguh tak kuat menahan rasa sakit itu.

"Ada apa dek, kenapa Airin, ada apa dengannya?" Farhan bapak Airin mendekati mereka.

"Ini bang Airin tiba-tiba nangis, adek juga gak tau dia kenapa, tau-tau pulang-pulang sudah kayak gini" jawab Ratna.

"Ibu gak kuat, ibu sakit" teriak Airin yang terus berusaha menahan rasa sakit yang teramat sangat yang menyerang perutnya.

"Kamu kenapa sebenarnya Airin, kenapa kamu bisa kayak gini, siapa orang yang sudah buat kamu kayak gini, bilang sama ibu biar ibu datangin dia langsung?" Airin menggeleng dengan air mata yang terus berjatuhan.

"Sakit bu, Airin gak kuat, perut Airin sakit banget"

Airin terus mengatakan hal itu yang membuat kedua orang tuanya semakin cemas.

"Pak bu sakit" tiba-tiba mata Airin terasa berat, pandangannya mulai buram, kepalanya terasa sakit.

Pelan-pelan Airin kehilangan keseimbangannya.

"AIRIN" teriak orang tua Airin yang melihat Airin jatuh pingsan.

Ke puskesmas

Kedua orang tua Airin langsung panik saat melihat Airin yang tiba-tiba jatuh pingsan tepat di hadapan mereka.

"Airin bangun nak" khawatir Ratna kala tidak ada pergerakan dari diri Airin saat ia terus berusaha membangunkannya.

"Airin buka mata kamu, Airin jangan buat ibu panik" Ratna semakin panik ketika Airin tak kunjung sadar juga.

"Ada apa Ratna, ada apa sama Airin?" mik Muna nenek Airin yang mendengar suara teriakan anak dan menantunya langsung panik.

"Airin pingsan bu" jawab Ratna dengan terus berusaha membangunkan Airin.

"Farhan cepat bawa Airin masuk ke dalam" suruh abah Dullah kakek Airin.

Dengan cepat Farhan menggendong Airin dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Airin di letakkan di kamarnya, mereka semua khawatir pada keadaan Airin yang sampai saat ini masih belum siuman.

"Airin bangun nak hiks" isakan tangis Ratna yang melihat Airin tak kunjung bangun, ia khawatir ada apa-apa dengan anak pertamanya itu.

Mik Muna terus saja mengoleskan minyak kayu putih pada tangan, dan kaki Airin, namun tetap saja Airin tak kunjung bangun.

"Airin bangun nak, kamu kenapa Airin, kenapa kamu pingsan, tolong bangunlah nak, jangan buat kami khawatir" titah mik Muna yang terus menangisi Airin.

Airin menggeliat, mereka semua yang melihat tanda-tanda Airin akan sadar gembira.

"Airin" panggil mereka ketika melihat Airin membuka mata.

"Ibu sakit" hanya itu yang Airin ucapakan saat pertama kali sadar.

"Mana yang sakit nak, bilang sama ibu?" khawatir Ratna yang melihat wajah Airin yang pucat pasi.

"Perut Airin sakit bu, Airin gak kuat hiks hiks"

"Bang kita harus bawa Airin ke puskesmas, dia harus segera di obati" Ratna menatap ke arah Farhan yang diam tak bergeming dengan wajah yang cemas.

"Iya dek, kalian tunggu di sini dulu, bapak mau minta tolong pak Joni untuk bawa Airin ke puskesmas" mereka mengangguk kemudian Farhan keluar dari dalam rumah itu.

Farhan meminta tolong pak Joni, tetangganya yang mempunyai mobil untuk mengantarkan Airin ke puskesmas terdekat.

"Ibu sakit" Ratna memeluk tubuh Airin untuk menenangkannya.

"Kamu tahan dulu nak, bapak mu lagi berusaha buat bisa bawa kamu ke puskesmas" Airin mengangguk, ia terus menangis karena rasa sakit di perutnya itu yang tak kunjung reda juga.

"Dek, ayo dek, pak Joni sudah ada di depan" teriak Farhan yang masuk ke dalam kamar Airin.

"Ayo Airin, kamu bisa jalan kan nak?" Airin mengangguk dengan linangan air mata yang terus berjatuhan.

"Tapi sakit bu"

"Ayo ibu bantu" Ratna membantu memapah Airin untuk keluar dari dalam kamar.

Dengan tertatih-tatih Airin berjalan menuju mobil yang tak seberapa jauh itu, namun karena sakit di perutnya mobil yang dekat itu begitu terasa sangat jauh.

"Pelan-pelan saja Airin" Airin mengangguk, ia terus berusaha mendekati mobil hingga pada akhirnya keinginannya dapat ia capai juga.

"Ibu Nana ikut" teriak Nana, adik Airin yang masih berusia 7 tahun.

"Jangan Nana, kamu di sini saja sama mik" larang Ratna.

Nana langsung mengeraskan tangisnya ketika dirinya tak di perkenankan untuk ikut ke puskesmas bersama mereka.

"Nana jangan nangis, Nana di sini saja sama mik" mik Muna berusaha menenangkan Nana yang terus menangis.

"Ibu" teriak Nana semakin keras saat mobil putih itu membawa pergi keluarganya meninggalkan dia dan juga kakek neneknya.

"Mik ibu, Nana ingin ikut huhu" tangis Nana yang semakin menjadi.

"Mereka cuman sebentar Nana, Nana sama umik dan abah di sini" mik Muna terus berusaha menenangkan Nana yang masih terus menangis.

"Mik bawa Nana masuk" perintah abah Dullah.

Mik menuruti perintah abah dan membawa Nana masuk ke dalam rumah.

Airin di bawa ke puskesmas terdekat yang jaraknya lumayan jauh dari desa.

Sepanjang perjalanan Airin terus menangis karena rasa sakit di perutnya yang sangat luar biasa, seumur hidupnya ia baru kali ini merasakan rasa sakit yang teramat sangat itu.

"Ibu sakit, perut Airin sakit bu, ibu tolong Airin"

"Kita akan sampai nak sebentar lagi, kamu tahan dulu sebentar" Ratna mulai tak tenang sebab Airin terus saja menangis dan mengeluh sakit perut.

Airin terus menangis, ia merasakan perutnya seperti di cincang saking sakitnya.

"Pak lebih cepat lagi, Airin gak kuat pak"

Pak Joni yang menjadi supir mobil itu sekaligus pemiliknya mengangguk dan mempercepat laju mobilnya.

"Hiks hiks hiks"

Tangisan Airin terus terdengar di sepanjang perjalanan, Ratna terus berusaha menenangkan Airin, ia sungguh tak tega melihat anaknya yang kesakitan.

"Ibu sakit, ibu Airin gak kuat"

"Kamu yang sabar nak, sebentar lagi kita akan sampai, kamu tahan dulu sebentar" Airin menggeleng, ia sudah tidak kuat menahan rasa sakit itu.

"Airin gak kuat bu, Airin gak kuat"

"Kamu harus kuat, pak Joni tolong lebih cepat lagi" titah Ratna dengan menghapus keringat-keringat yang mengalir di dahi Airin.

Pak Joni semakin menambah kecepatan, tangisan Airin terus terdengar di sepanjang perjalanan.

Mobil berhenti tepat di depan puskesmas terdekat yang tidak terlalu besar itu.

"Ayo Airin kita keluar" ajak Ratna.

Airin mengangguk, ia keluar dari dalam mobil dengan di papah oleh bapak dan ibunya.

"Pelan-pelan saja" Airin mengangguk, ia berjalan dengan sepelan mungkin karena rasa sakit yang ada di perutnya itu begitu sangat terasa.

Airin berjalan dengan tertatih-tatih, rasa sakit di perutnya semakin terasa saat ia melangkahkan kakinya.

Setelah melakukan perjuangan yang berat akhirnya Airin bisa berbaring di dalam puskesmas itu.

"Bu bidan tolong periksa anak saya" titah Ratna yang sangat khawatir ada apa-apa sama Airin.

"Keluhannya apa bu?"

"Perutnya sakit bu, dia habis pulang dari rombongan langsung ngeluh sakit perut" jelas Ratna.

Bu bidan tampak manggut-manggut, ia lalu memberikan obat maag pada Airin karena ia merasa kalau Airin seperti ini karena sakit maag.

"Ini di minum bu 3x sehari setelah makan ya bu" Ratna mengangguk dengan mengambil obat itu.

"Iya bu, saya akan berikan obat itu 3x sehari"

"Semoga cepat sembuh anaknya ya bu"

"Terima kasih bu"

"Sama-sama"

"Ayo Airin kita pulang" ajak Ratna pada Airin yang masih tiduran di brankar, perutnya benar-benar sakit seperti di pukul oleh seseorang.

Airin bangun dan kembali masuk ke dalam mobil, perutnya masih sakit, tidak reda sama sekali, baru kali ini ia merasakan sakit yang separah itu.

"Airin kamu makan roti ini dulu nak, lalu minum obat biar perut kamu gak sakit lagi" Ratna menyerahkan roti yang sudah ia beli pada Airin.

Airin mengangguk lalu memakan roti itu, baru setelah itu ia meminum obat yang sudah bu bidan itu berikan.

Kemarahan Ratna

"Bagaimana, apa sudah mendingan" Airin menggeleng, rasa sakit di perutnya masih belum reda walaupun ia sudah minum obat.

"Sebentar lagi rasa sakitnya akan berkurang, kamu tunggu saja dulu, obatnya masih belum beraksi" Airin mengangguk, ia diam meski saat ini rasa sakit di perutnya masih begitu sangat terasa, namun sebisa mungkin ia menahannya.

"Airin kamu kenapa bisa tiba-tiba sakit saat habis pulang dari rombongan?" penasaran Ratna, ia ingin tau masalah utama anaknya sehingga terjatuh sakit seperti ini.

Airin langsung mengeraskan tangisnya dengan memeluk tubuh ibunya.

Ratna langsung panik saat melihat Airin yang tiba-tiba menangis.

"Ada apa nak, bilang sama ibu kamu kenapa, siapa yang udah buat kamu kayak gini?" Airin menggeleng dengan butiran-butiran bening yang terus keluar.

"Ibu waktu di rombongan bu Juleha hina Airin huhu" wajah Ratna langsung berubah menjadi merah saat tau kalau penyebabnya ada pada tetangganya sendiri.

"Bu Juleha bilang apa sama kamu?"

"Bu Juleha bilang Airin nyusahin, dia juga hina Airin di depan semua orang, Airin sakit hati bu, Airin sakit hati"

"Kurang ajar, dasar Juleha, akan aku hajar dia, beraninya dia hina anak ku, dia kira aku akan biarkan dia gitu aja" Ratna langsung meledak saat tau bu Juleha telah menghina Airin hingga Airin terus saja menangis.

"Airin kamu tenang aja, ibu akan bikin perhitungan dengannya, ibu gak akan diem aja kamu di permaluin sama si Juleha itu, ibu akan labrak dia ke rumahnya" geram Ratna yang ingin sekali mencabik-cabik tubuh bu Juleha yang mulutnya sangat ember.

Airin hanya menangis, ia sungguh merasa sangat sakit hati saat di permalukan di depan umum seperti itu, sekarang ini ia menumpahkan segala kesedihan yang sudah ia tahan-tahan sedari tadi.

"Pak Joni tolong lebih cepat lagi pak" titah Ratna yang sedang marah besar pada bu Juleha, ia ingin segera mendatangi rumah bu Juleha untuk membuatnya bungkam.

"Baik Ratna" pak Joni mempercepat laju mobilnya, ia yang mendengar itu semua hanya bisa diam tak berani mencegah sama sekali.

Sepanjang perjalanan Ratna terus saja mengumpat karena ia benar-benar kesal sekali pada bu Juleha yang sudah berani-beraninya membuat Airin malu di depan umum.

Saat sampai di rumah, Ratna bukannya mengantar Airin ke dalam kamar, dia malah langsung mendatangi rumah bu Juleha yang merupakan tetangganya.

Rumah bu Juleha berada di sebelah barat, sedangkan rumahnya berada di sebelah selatan agak ke timur.

"Juleha keluar kau!" teriak Ratna yang seperti orang kesurupan dan terus-terusan berteriak nama bu Juleha yang membuat orang-orang yang merupakan tetangganya langsung mendekatinya.

"Juleha keluar kau!"

Brak

Brak

Brak

Ratna memukul keras pintu rumah bu Juleha, ia begitu geram sekali pada pemilik rumah itu yang sudah berani-beraninya mengusik kehidupannya melalui anaknya.

Bu Juleha yang berada di dalam terkejut.

"Juleha keluar kau!"

"Itu kayak suaranya Ratna, kenapa dia teriak-teriak manggil nama aku"

Brak

Brak

Brak

"Juleha keluar kau!"

"Berani-beraninya kau menghina anak ku, sini kau hadapi aku kalau kau memang berani!" teriak Ratna dengan memukul pintu dengan kerasnya agar pemiliknya keluar.

Bu Juleha yang tau kenapa Ratna bisa marah langsung tegang.

"Waduh bahaya ini, Ratna lagi marah besar pada ku, aku gak mau keluar, bisa-bisa dia akan buat aku hancur lebur" pelan bu Juleha yang sudah ciut.

"Julehaaa keluar kau pengecut!"

"Berani-beraninya kau menghina anak ku, kalau kau memang berani, keluar dan hadapi aku, akan aku hajar kau ya"

Orang-orang yang berada di sana diam, tidak ada yang berusaha menghentikan tindakan Ratna karena sebagain dari mereka ada yang ikut-ikutan menghina Airin saat di rombongan.

"Hei pengecut, keluar kau, di mana nyali mu hah, tadi kau sok-sokan hina anak ku, aku tidak akan tinggal diam, keluar kau sekarang atau ku robohkan rumah mu" teriak Ratna yang membuat bu Juleha panas dingin di dalam.

"Aduh gimana ini, apa aku keluar aja ya?" bimbang bu Juleha yang tidak bisa tenang saat telinganya terus saja mendengar suara teriakan Ratna yang menyuruhnya keluar.

"Bu di luar ada apa, kok berisik banget?" Simanjuntak suami dari bu Juleha, ia keluar dari dalam kamarnya karena merasa terganggu dengan suara Ratna yang lagi marah-marah di depan rumah.

"Itu pak, Ratna lagi marah-marah sama ibu, padahal ibu gak salah apa-apa" bohong bu Juleha dengan harapan suaminya akan melindunginya dari kemarahan Ratna.

"Kalau ibu gak salah apa-apa, gak mungkin Ratna akan marah-marah, ini pasti ibu sudah buat kesalahan, cepat ibu ngaku, apa yang ibu lakukan sehingga Ratna sampai marah-marah kayak gitu" Simanjuntak memaksa bu Juleha untuk mengakui kesalahannya.

"Iya ibu udah hina Airin, dan sekarang dia gak terima, bapak tolongin ibu, tolong lindungi ibu dari dia" mohon bu Juleha yang agak ngeri pada Ratna yang saat ini sedang marah besar padanya.

"Bapak gak mau bu, ibu tanggung aja sendiri, bapak gak mau ikut-ikut" bu Juleha semakin panas dingin saat suaminya tidak mau berpihak padanya.

"Ayolah pak tolongin ibu, apa bapak gak kasihan sama ibu?" bu Juleha menatap tak percaya ke arah suaminya.

"Ibu sudah keterlaluan, bapak gak mau ikut-ikut, ibu urus saja masalah ibu" setelah mengatakan hal itu Simanjuntak masuk kembali ke dalam kamarnya.

"Aduh gimana ini, bapak gak mau bantuin aku, aku harus apa ini?" bu Juleha semakin panas dingin saat Ratna masih terus berteriak-teriak dengan menggedor-gedor pintu.

"Juleha keluar kau, apa kau mau ku robohkan rumah mu" teriak Ratna yang membuat bu panik.

"Aku keluar gak ya, tapi kalau aku keluar masalah ini akan lebih panjang, tapi kalau aku gak keluar, Ratna pasti akan robohin rumah ku" bimbang bu Juleha, ia tampak ragu-ragu ingin keluar atau tidak.

"Juleha, keluar kau, kenapa ngumpet hah, apa nyali mu sudah ciut hah!"

"Keluar kau pengecut!"

Bugh

Ratna menendang keras pintu rumah bu Juleha.

Bu Juleha yang berada di dalam terkejut saat Ratna seperti akan merobohkan rumahnya.

"Bagaimana ini, Ratna gak main-main sama ucapannya, haruskah aku keluar dan hadapi dia?" bimbang bu Juleha yang agak ragu.

"Juleha, keluar kau!" Ratna tak ada habis-habisnya yang berteriak, ia seperti orang yang kerasukan, ia sungguh tak terima ada orang yang menghina dirinya apalagi anaknya.

Orang-orang yang berada di sana pada diam, mereka agak ngeri saat melihat Ratna yang seperti orang kesurupan karena terus berusaha membuat bu Juleha keluar dengan cara menggedor-gedor pintu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!