Akhir bulan Februari, Istanbul sedang mengalami perubahan musim. Salju di beberapa tempat mulai mencair. Pohon-pohon mulai menumbuhkan dedaunan hijau. Bunga-bunga bahkan sudah terlihat bermekaran.
Beyza Isik, wanita berambut panjang kecoklatan terlihat berlari tergopoh-gopoh. Kedua tangannya sibuk menenteng beberapa barang, sebuah tas rajut dan juga beberapa map berwarna coklat muda. Dia menghentikan sebuah taxi, lalu buru-buru menaikinya.
“Villa Luxury, Please!”
Sebuah kawasan mewah di daerah Zeytinburnu. Selain kawasan yang terkenal mewah, juga menjadi sebagian besar wilayah keluarga Gulbar. Keluarga yang hampir 4 generasi merajai kursi bisnis di Turki.
Beyza buru-buru turun setelah membayar ongkos, kemudian berlari pergi, masuk ke dalam sebuah rumah mewah dengan nuansa putih. Dari depan saja, halamannya terlihat sangat luas, ditumbuhi rerumputan hijau dan beberapa pohon rindang.
Dari samping rumah, terlihat para wanita dan pria membentuk sebuah barisan yang cukup panjang. Entah, sudah berapa orang yang sedang berbaris di sana, Beyza seakan tidak memperdulikan itu. Sejak bergabung ke dalam barisan, dia hanya sibuk merapikan pakaian juga rambutnya.
Sorot matanya tiba-tiba terfokus ke arah jendela kaca yang ada di sampingnya, pada seorang pria berkemeja putih. Dari tempatnya berdiri, dia bisa melihat dengan jelas wajah tampan pria yang sedang berdiri di sana. Bahkan dia bisa mendengar apa yang pria itu ributkan.
“Bu, Ayolah! Aku masih ingin fokus dengan bisnisku!”
“Umurmu sudah 30 lebih. Sampai kapan kamu sendirian? Segeralah menikah dan beri aku cucu!” Suara seorang wanita terdengar jelas, tetapi Beyza tidak bisa melihat sosoknya.
Ketika sedang asik mendengarkan pembicaraan, suara wanita paruh baya tiba-tiba membuatnya terhenyak. Konsentrasinya pun kembali pada beberapa orang yang ternyata sudah berjalan ke depan. Beyza berlari kecil, menghampiri seorang wanita paruh baya yang berdiri mengumpulkan map coklat muda.
Ya, dia sedang melamar sebuah pekerjaan, menjadi seorang pembantu di kediaman Gulbar dengan gaji fantastis. Gaji yang bisa menunjang kehidupannya, juga kedua orang tua serta adik perempuannya.
Beyza yang menjadi tulang punggung, selama ini hanya bisa bekerja extra di dua tempat. Gaji yang mereka tawarkan untuk seorang pekerja tanpa gelar sarjana sangatlah kecil. Hingga akhirnya, kabar lowongan sebagai pembantu dengan gaji 2 kali lipat ia dengar.
“Beyza Isik!” Panggil wanita paruh baya yang tadi sempat memberinya beberapa pertanyaan.
“Mulailah bekerja besok!”
Mendengar dia diterima, hatinya sangat bahagia. Dia bahkan bangkit dari kursi dan mengucapkan banyak terima kasih pada wanita yang dipanggil Bibi Rubby. Seorang kepala asisten rumah tangga yang baru saja diangkat dua tahun lalu.
Beyza mulai menjalankan trainee selama dua hari penuh. Pelatihan membersihkan rumah, hingga memasak. Beyza yang sudah terbiasa dengan pekerjaan itu, terlihat cukup lihai di mata Rubby.
Jiwa muda dan semangat Beyza tiba-tiba mengingatkannya akan rekannya dulu, juga tentang dia yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarga Gulbar. Melihat itu, Rubby langsung menempatkan Beyza di rumah Tuan Muda Pertama.
Kediaman tuan muda pertama terletak tidak jauh dari Villa Luxury. Yah, itu setidaknya 10 kilometer dari Zeytinburnu. Terletak di kawasan elit di sekitar Fatih. Rumah bergaya modern dengan dua lantai, tidak terlalu besar atau kecil.
“Tuan muda tidak memiliki banyak keinginan tentang makanan. Dia hanya tidak suka sesuatu yang berlemak. Selain itu, hidungnya juga cukup sensitif terhadap bau yang menyengat dan debu.” Rubby menjelaskan kepada dua orang wanita yang ia bawa ke rumah tuan muda pertama.
“Jadi kalian perhatikan wewangian di rumah ini. Debu-debu juga harus diperhatikan dengan baik. Jangan menimbun sampah, tuan muda tidak menyukainya.”
Belum selesai Rubby berbicara, suara mesin mobil sayup-sayup terdengar. Tidak lama setelah itu, seorang pria dengan kemeja putih berjalan masuk sambil memijat keningnya. Rubby dan dua orang maid baru langsung memberi salam.
“Tuan Elder, mereka maid baru yang saya utus untuk mengurus rumah Anda,” terang Rubby.
Pria bernama Elder itu hanya mengangguk. Dia bahkan tidak menatap wajah para maid barunya atau menyapa mereka. Kakinya terus melangkah, melewati mereka dan menuju ke arah dapur.
Jadi namanya Elder.
Manik mata Beyza dari awal sudah terfokus pada wajah Elder. Wajah yang pernah dia lihat dari balik jendela di Villa Luxury. Wajah karismatik dengan sorot mata lembut, alis yang tidak terlalu tebal, juga bulu-bulu tipis di sekitar rahangnya.
Tepat ketika Elder berjalan melewati dirinya, bau harum woody yang maskulin, bercampur dengan wangi apel menyegarkan dan menenangkan, berhasil membuat dua maid itu menoleh. Pandangan mereka langsung tertuju pada Rubby yang sibuk menuang air minum.
“Apa nyonya membicarakan tentang pernikahan lagi?” tanya Rubby.
“Em, mereka terus menekanku beberapa hari ini. Bahkan wanita itu juga ….” Elder tiba-tiba menghentikan kalimatnya dan menghela napas panjang.
“Sudahlah, lupakan! Tolong urus mereka dulu, Bibi Rubby.”
Elder membawa segelas air yang baru saja dituangkan Rubby, lalu pergi ke kamarnya. Buru-buru ia membuka laci, mengambil botol obat, kemudian meminum 2 butir. Setelah itu, ia merebahkan dirinya ke kasur, tanpa melepas baju atau sepatu.
Tekanan dari orang tua serta kekasihnya untuk segera menikah, sungguh membuat kepala pria itu sakit setiap mendengar desakan mereka. Dia bahkan perlu minum obat untuk mengatasi sakit kepalanya.
Sebenarnya, dia sendiri sudah ingin menikah. Hanya saja, ada sebuah keadaan yang membuatnya takut dan bahkan tidak bisa untuk melangkah lebih jauh dengan sang kekasih. Namun hal itu tidak bisa ia sampaikan, atau dijelaskan dengan mudah.
Entah sudah beberapa hari berlalu, tetapi desakan itu masih saja terus berlanjut. Hingga pada akhirnya membawa Elder ke sebuah bar. Dia pikir, mabuk bisa membuat pikirannya sedikit tenang dari pada sebuah obat. Akan tetapi, hal itu justru mengantarnya pada sebuah malam panas.
“Phobia sialan!” umpat Elder yang berjalan masuk ke rumah sambil terhuyung, berusaha membuat langkah kakinya stabil.
Namun 3 botol whisky dengan kadar alkohol tinggi membuat keseimbangannya dan pandangan matanya memburan. Dia bahkan tidak sengaja menyandung kaki meja, hingga tubuhnya yang sudah tidak seimbang, membuatnya terjungkal.
Beruntung, Beyza yang saat itu sedang bekerja malam, menahan tubuh Elder dengan kedua tangannya. Tubuh besar pria itu berhasil ditahan agar tidak jatuh ke lantai, tetapi kepalanya tidak bisa terkontrol, sehingga ….
Dua bibir mereka bertemu tanpa sengaja. Pertemuan yang langsung membuat kedua mata Elder terbelalak. Rasa manis, dengan aroma peppermint dan rose, membuat pria itu ingin merasakannya lebih banyak lagi.
Hasrat sesaat membuatnya larut. Dia membuka sedikit mulutnya, kemudian memasukan lidah tak bertulang itu kedalam bibir Beyza, seorang Maid yang belum lama bekerja di sana. Rasa manis langsung tercap di lidahnya, bercampur dengan sisa getir alkohol.
Beyza yang shock hanya diam, ketika lidah sang majikan menjelajah bebas, mengecup dan menggigitnya tanpa permisi selama beberapa detik. Kedua matanya bahkan masih membulat penuh saat Elder mulai tersadar dan melepaskan ciumannya.
Benar, dia tersadar dari ketidakmampuan untuk mencium seorang wanita. Philemaphobia yang membuatnya takut, juga hal yang membuat ia menunda pernikahannya. Namun, phobia yang dianggapnya sialan itu justru menghilang ketika ia mencium Beyza.
Jelas-jelas Elder sudah berusaha mencium kekasihnya, tetapi hasilnya tetap nihil, dia masih tidak bisa meski sudah berusaha dengan keras. Pada akhirnya, Elder hanya bisa bergandengan tangan saja ketika menjalin asmara dengan wanita manapun.
Apa ini karena mabuk?
...☆TBC☆...
Holla epribadeh, kembali lagi dengan Kay di karya yang ke ... (embuhlah) 😅 pokoknya jangan sampe di anu lagi 👉👈
Ini yang kemaren nunggu² kisah Diego Junior . Hemmm, othor pantau yang gak langsung masukin ke rak dan tebar sajen.
Satu bab dulu aja, biar bisa baca komentar gemas dari kalian. Yang kepo visual, langsung pantengin Story Instagram Kaykha_kay
Yang belum Follow buruan Follow 🥺
Aku, mencium pembantu sendiri?
Sudah terlanjur malu atas sikapnya yang diluar kendali. Elder berpura-pura mabuk dan berjalan kembali ke kamar dengan langkah kaki gontai. Dia bahkan berpura-pura menabrak tembok demi bisa meyakinkan gadis yang baru saja di ciumnya.
Beyza sendiri hanya terdiam, antara terkejut dan bingung harus bersikap seperti apa. Jika dia marah atau menampar majikannya, mungkin dia harus mencari pekerjaan lagi besok.
Elder yang baru saja menutup pintu kamar, langsung menyentuh bibirnya sambil memikirkan banyak hal. Salah satunya, tentang phobia aneh yang selama ini menghantui dirinya.
Entah sudah berapa banyak dia mencoba dengan gadis yang dipacari. Namun semua tidak bisa membuat phobianya lenyap. Bahkan, dengan seorang model terkenal yang menjadi kekasihnya saat ini.
Buru-buru ia merogoh saku, mengambil ponsel dan menghubungi salah seorang psikiater terkenal, yang tidak lain adalah sahabat baiknya.
“Ka-kau harus membantuku!” pinta Elder ketika panggilan mereka baru saja terhubung.
“A-apa? Kau kambuh? mabuk?”
“Aku baru saja mencium seseorang?”
“Hah! Apa? Kau baru saja mencium siapa?” Pria bernama Jared terkejut dan juga tidak percaya dengan ucapan Elder, mencoba menanyakannya lagi.
“Seorang wanita! Apa telingamu sudah tidak berfungsi lagi?” Elder berkacak pinggang dengan satu tangannya.
“Oke, cukup! Datanglah besok ke tempatku!”
Disisi lain, Beyza yang masih sangat terkejut kembali ke kamarnya. Dia duduk di tepi ranjang, pandangannya lurus ke depan, tetapi terlihat tidak fokus. Perlahan dia memegang bibir, mengusapnya dengan lembut.
Ingatan tentang rasa getir pahit yang bercampur dengan rasa manis memikat. Aroma woody dan apel, yang menyatu dengan napas hangat. Beyza tiba-tiba terbayang akan gerakan lidah serta keahlian bibir Elder.
“Astaga! Aku benar-benar gila.”
Beyza buru-buru berbaring, menutupi tubuhnya dengan selimut dan mencoba untuk segera tidur. Namun sekeras apapun dia berusaha, gadis itu tetap saja tidak bisa tidur hingga pagi hari.
Waktu telah menunjukan pukul 7 pagi, ketika Elder turun dengan kacamata hitamnya dan buru-buru pergi meninggalkan rumah. Dia bahkan pergi tanpa menggunakan supir, menuju ke tempat sahabat baiknya itu bekerja.
Perlu setidaknya 45 menit perjalanan yang harus dia tempuh hingga sampai ke kawasan Sisli. Itu sedikit lebih lama memang, karena jalanan cukup macet di beberapa ruas lantaran jam kerja.
Sebuah bangunan 3 lantai dengan desain kuno, bercat putih, dan terletak di dekat jalan raya. Bangunan yang menjadi rumah sekaligus tempat Jared membuka praktek. Cukup strategis meski desainnya terlalu kuno, menurut Elder yang selalu protes pada Jared.
Elder buru-buru turun dari mobil ketika sampai. Dipencetnya bel pintu beberapa kali dengan cepat, berharap bujangan muda itu segera membuka pintunya. Namun nyatanya, Elder harus menunggu beberapa detik hingga pintu bercat putih itu terbuka.
“Kau buru-buru sekali!” ucap pria dengan piyama hitam yang berdiri di ambang pintu.
Elder tak mau banyak berucap. Dia pun melangkah masuk sambil mendorong tubuh Jared yang menghalangi jalannya. Lalu, duduk di sofa dengan santainya. Jared yang sebenarnya kesal pun tidak bisa melakukan apapun, lantaran Elder adalah salah satu investornya.
“Baiklah, ceritakan yang terjadi!”
Elder mulai bercerita, tentang bagaimana dia bisa berakhir dengan mencium pembantunya sendiri. Dari awal dia masuk ke rumah, sebenarnya ia cukup sadar. Hanya saja, mata, tubuh, dan kepalanya tidak bisa berkoordinasi dengan baik.
“Lalu, bagaimana rasanya?” tanya Jared yang Elder pikir itu sebuah ejekan. Hingga membuat Elder melepaskan kacamata dan menatapnya tajam.
“Hei perjaka tua!” keluh Jared kesal. “Aku tidak mengejekmu. Aku hanya ingin mengetahui respon tubuhmu!”
“Yah itu ….” Elder menyandarkan punggungnya sambil bersedekap tangan.
“Sedikit manis … mungkin,” lanjutnya dengan perasaan ragu.
Jared mengangguk, mencoba memahami hal yang terjadi pada Elder. Sebuah phobia aneh yang sudah menganggu pria itu selama belasan tahun. Hal yang membuatnya tidak bisa mencium wanita lantaran takut akan bakteri di dalam mulut.
“Kalau begitu, cobalah menciumnya seminggu sekali selama beberapa bulan. Mungkin itu akan menjadi sebuah terapi untukmu!” saran Jared setelah memikirkan solusi sahabatnya itu matang-matang.
“Kau gila!” Elder meninggikan suaranya sambil menegakkan tubuh secara bersamaan. “Mana mungkin aku bisa melakukan itu dengan wanita yang bekerja di tempatku sendiri!”
Jared mengedikkan bahunya, “Kalau begitu cobalah dengan Diana atau wanita yang lain jika kau bisa.”
Seakan mendapat pukulan telak, Elder tidak bisa berkata apapun lagi. Lantaran dia sudah mencoba kepada 20 wanita, tetapi masih ada yang belum berhasil.
Pada akhirnya, pria yang sudah tidak bisa berkata-kata itu bangkit berdiri. Dia pun pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pada Jared. Namun, apa yang dikatakan Jared membuatnya terus berpikir banyak kemungkinan untuk menyembuhkan phobianya.
Dua hari penuh Elder memikirkan saran dari Jared dengan matang-matang. Dia bahkan sampai tidak fokus dengan pekerjaannya. Beberapa rapat penting pun dia tidak bisa konsentrasi. Hingga malam setelah dia selesai bekerja, ia memutuskan untuk memanggil Beyza.
“Tentang malam itu, aku meminta maaf padamu,” ucap Elder ketika seluruh keberaniannya terkumpul.
“A-apa?” Beyza sedikit terkejut mendengar permintaan maaf dari majikannya. “Maaf, maksud saya … itu tidak masalah. Anda mabuk malam itu.”
Elder yang tadinya duduk di kursi kerja yang ada di rumah, perlahan bangkt berdiri. Pria dengan kemeja putih itu berjalan, lalu bersandar di ujung meja. Dia terlihat menarik napas panjang, mengumpulkan semua keberanian untuk mengatakan keinginannya.
“Sebenarnya, aku memiliki phobia.” Elder mencoba mengawali pembicaraan dengan membahas phobianya.
“Aku sudah coba berkonsultasi dengan dokter tentang itu, dan ….” penjelasan Elder terpotong. Dia menegakkan kepalanya, kemudian menatap Beyza yang terlihat bingung.
“Sudahlah lupakan itu!”
“Bantu aku menghilangkan phobia sialan ini! Aku akan memberimu bayaran mahal!” lanjutnya tanpa basa basi.
Beyza yang dari awal tidak mengerti maksud Elder, menjadi semakin tidak mengerti lagi dengan permintaan aneh sang majikan. Elder nyatanya cukup peka setelah melihat ekspresi bingung Beyza.
“Beri aku Lips Service setiap minggunya.”
Kedua manik mata Beyza membulat penuh. Dia jelas tahu arti dari Lips Service yang majikannya katakan. Sebuah layanan yang tidak masuk akal dan sudah terlewat batas, menurutnya.
“Maaf, saya tidak bisa! Saya tidak mempermasalahkan malam itu, juga perkataan Anda malam ini.”
Ditolak!
Elder yang semula cukup percaya diri dengan tawarannya, hanya bisa terngangga ketika Beyza mengatakan hal itu. Dia bahkan tak berdaya saat gadis belia yang baru berumur 25 tahun itu memohon untuk undur diri dan pergi keluar dari ruangan.
...☆TBC☆...
Bang El, terlalu percaya diri itu gak baik!
Contohlah ayahmu dulu, bagaimana dia mendapatkan ibumu, sampai kamu bisa terlahir
🤣🤣
Dahlah, yok malakin sajen ke Readres, biar neng Beyza mau kasih anu 👉👈
Apa-apaan itu?
Lips … Lips apa? Lips Service katanya?
Pemikiran buruk tentang Elder pun tercipta. Beyza yang awalnya mengira Elder sebagai sosok pria penuh wibawa, nyatanya hanyalah tuan muda cabul, tidak beretika, dan sangat mesum. Yah, seperti itulah pendapatnya saat ia mendengar tawaran Elder.
Dia bahkan tidak mau peduli dengan alasan Elder. Baginya, itu hanya sebuah taktik agar sang majikan bisa mendapatkan ciuman dari lawan jenis.
Namun disisi lain. Elder yang masih berdiri ternganga, merasa sangat kesal. Tentu saja, ini pertama kalinya dia mendapat penolakan. Padahal, biasanya Elder yang menolak hingga akhirnya memutuskan kekasihnya.
Namun Elder tidak menyerah. Ambisi untuk menaklukan Beyza tiba-tiba tumbuh hanya dalam semalam. Seolah merasa tertantang untuk menghadapi penolakan dari sang pembantu yang baru bekerja beberapa hari.
Sejak kejadian malam itu. Setiap tindakan Beyza selalu mendapatkan tatapan dingin dari Elder. Bahkan saat dia memasak, Elder berpura-pura membaca laporan sambil menatapnya diam-diam.
Ketika bersih-bersih pun, tatapan pria itu masih menatapnya dengan tajam. Seolah ditatap harimau tajam yang menjadikannya santapan makan siang.
Perlakuan Elder sudah pasti membuat Beyza tidak nyaman. Gadis itu pun mencoba berbicara pada Rubby untuk dipindahkan ke tempat lain. Namun sayangnya, sebelum dia berbicara pada Rubby, Elder mendahuluinya.
"Apa ada masalah disana?" tanya Rubby ketika Beyza mengutarakan keinginannya.
"Ti-tidak. Itu hanya …."
Perkataan Beyza tiba-tiba tertahan. Dia sendiri juga merasa bingung harus memberikan alasan seperti apa pada Rubby. Tidak mungkin jika dia membahas tentang tawaran tuan muda, jelas Rubby tidak akan percaya.
"Kamu baru beberapa hari bekerja. Jika pekerjaan ini terasa berat, kamu bisa mengundurkan diri," terang Rubby tanpa basa-basi.
"Tidak! Maaf, Bibi Rubby. Saya kehilangan fokus sesaat. Saya akan bekerja lebih giat lagi."
"Bagus. Aku menyukai pekerjaanmu yang rapi dan cekatan, Beyza. Jadi, bertahanlah."
Beyza mengakhiri panggilan teleponnya, kemudian menghela napas kasar. Dari awal, hal ini sudah diperkirakan. Rubby bukan orang yang mudah dibujuk dengan alasan apapun. Yah, itu seperti rumor yang beredar di kalangan para pekerja.
Pada akhirnya, dia mencoba untuk tetap bertahan meski Elder terus menatapnya seperti seekor kelinci yang akan menjadi santapan.
Hingga satu minggu berlalu setelah tawaran dari Elder. Hari itu Beyza mendapatkan tugas untuk berbelanja kebutuhan di luar bersama Baris, supir paruh baya yang sudah bekerja selama 10 tahun.
Beberapa barang kebutuhan sudah berhasil dibeli oleh Beyza, ketika tiba-tiba ia mendapatkan panggilan telepon dari adik perempuannya.
"Kak, kamu ada dimana? Cepat pulang, ayah dipukul para preman!"
Shock, sudah pasti. Beyza langsung menyuruh Baris pulang lebih dulu membawa barang belanjaan. Sedangkan dia buru-buru kembali ke rumah.
Balat, sebuah perempatan Yahudi tradisional di distrik Fatih, Istanbul. Terletak di sisi Eropa dari Istanbul, di kota lama, semenanjung bersejarah tepat di tepi barat Tanduk Emas.
Namun berbeda dari julukannya sebagai Tanduk Emas. Disisi lain distrik Balat, terdapat kawasan yang bisa dibilang kumuh. Beberapa rumah dan bangunan disana terlihat tak terawat, bahkan hampir roboh. Salah diantara bangunan itu adalah milik keluarga Beyza.
Gadis dengan rambut panjang yang digelung rapi terlihat berlari tergopoh-gopoh usai turun dari taxi. Melihat di depan rumahnya banyak orang berkerumun, dia semakin panik.
Buru-buru Beyza menerobos kerumunan tetangga yang sedang melihat sang ayah dihajar habis-habisan oleh para preman. Beyza yang langsung terfokus pada sang ayah, langsung melerai mereka.
Naas, tepisan tangan salah satu preman mengenai wajahnya. Beyza pun jatuh tersungkur tak berdaya. Namun dia buru-buru bangkit dan mengancam mereka sambil menunjukkan ponsel.
"Berhenti atau kupanggil polisi!"
Seketika, tiga preman bertubuh kekar itu menoleh, menatap Beyza yang memegang ponsel, bersiap memanggil polisi. Gertakan Beyza akhirnya membuat para preman melepaskan sang ayah.
"Tidak bisa bayar, ambil rumahnya saja!" ucap pria bertubuh kurus tinggi yang sejak tadi berdiri bersandar pada sebuah mobil kuno berwarna biru.
"Tidak! Tidak, jangan ambil rumah!" teriak seorang wanita paruh baya dengan lantang.
Wanita bernama Bedia buru-buru berlari menghampiri pria bertubuh kurus. Dia berlutut, memohon belas kasih padanya. Tak lama kemudian, gadis muda berusia 23 tahun juga menghampiri pria itu.
"Kami pasti akan membayar. Kakak ku bekerja di kediaman orang kaya, dia akan membayar kalian dalam seminggu. Percayalah!"
Perkataan sang adik membuat Beyza tertegun. Dia menoleh, melihat adik dan ibunya menjadikannya sebuah tameng hanya karena pekerjaannya.
Pria itu memincing tajam ke arah Beyza. Menatap dengan mata liciknya dari atas hingga ke bawah. Melihat baju maid hitam yang dipakai Beyza, membuatnya sedikit percaya perkataan Eren.
"Oke! Satu minggu lagi. Jika tidak bisa membayarnya, rumah ini jadi milikku!"
Kaki Beyza seketika lemas ketika beberapa orang itu pergi meninggalkan mereka. Ada perasaan lega, ada juga rasa khawatir tentang janji yang disematkan Eren.
Namun, rasa jengkel dan marahnya lebih mendominasi. Dia buru-buru mendekati Eren, kemudian melayangkan tangannya di pipi sang adik.
PLAK!!
"Apa kau sudah gila!" Beyza mencoba meluapkan emosi yang menggebu-gebu.
Bukannya mendapatkan pembelaan dari sang ibu, wanita berumur 50 tahun itu justru membela adiknya.
"Bukankah kamu sudah bekerja di keluarga orang kaya? Setidaknya pinjamlah sedikit dari mereka, lalu cicil dengan memotong gajimu!"
Mendengar itu, Beyza bertambah emosi. Dia meremas tangannya kuat-kuat, berusaha menahan agar tidak meledak di depan umum. Hanya saja, perkataan sang ayah membuatnya tambah geram.
"Ibumu benar. Pinjam sedikit dari mereka, 200 ribu lira hanya uang kecil bagi mereka."
"Benar, berbaktilah sedikit pada ayah, ibumu, Beyza," timpal beberapa tetangga yang akhirnya membuat emosinya meledak.
"Berbakti? Apa Anda mengerti dengan benar arti kata berbakti?" Beyza berbalik, menatap beberapa orang yang belum juga pergi.
"Menurut kalian, siapa yang menghidupi keluarga ini setelah sekolahku selesai? Menurut kalian, siapa yang hanya menonton serial di rumah, mabuk-mabukan, dan berjudi?" ucap Beyza sambil menatap para tetangga.
"Hutang 100 ribu baru saja selesai dibayar, dan aku harus bekerja dari jam 6 pagi sampai jam 1 malam selama dua tahun!" Beyza masih meneruskan luapan emosinya, dia bahkan sudi menatap Bedia dan Eren dengan tajam.
"Kamu mencoba berhitung dengan keluargamu sendiri? Ibu dan ayah membesarkanmu, Kak. Setidaknya bantulah sedikit. Itu tidak sebanding dengan pengorbanan mereka selama ini!"
Perkataan Eren berhasil membuat mata Beyza memerah. Gadis itu tidak bisa berkata apapun lagi. Usahanya untuk menyadarkan keluarganya berakhir sia-sia.
Alih-alih meneruskan perdebatan. Beyza memilih pergi tanpa berkata apapun. Membawa seluruh rasa kecewa, sedih, dan emosinya.
Haruskah aku merendahkan diri dan menerima tawaran Tuan Elder? Haruskah aku melakukan itu demi sebuah keluarga yang bahkan tidak pernah peduli dengan rasa lelahku?
...☆TBC☆...
Sajennya jangan lupa.
Othor sepertinya butuh secangkir kopi 😅😅
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!