NovelToon NovelToon

Nafsu Semalam Pria Impoten

1. Pria Impoten

...Sekuel novel 'Menjerat Hati Perjaka Tua'...

...****************...

...(Flashback On)...

"Saya terima nikah dan kawinnya Tari Utami Zulkifli binti Daud Zulkifli dengan mas kawin emas logam mulia 100 gram dan 100 juta uang, dibayar tunai!" seru Rama dengan lantang.

"Bagaimana para saksi?!" tanya Pak Penghulu seraya menatap sekitar orang-orang yang duduk di kursi ijab kabul.

"Sah!" seru Mbah Yahya. Yang tidak lain adalah Daddynya Rama.

"SAH!!" sorak semua orang yang menyaksikan. Suaranya menggema pada gedung hotel itu.

"Alhamdulillah, kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri," ucap Pak Penghulu. Kemudian, Pak Ustadz segera memimpin do'a. Mereka semua termasuk kedua pengantin itu langsung memanjatkan do'a.

'Alhamdulillah ya, Allah. Akhirnya aku telah melepaskan masa lajangku. Semoga pernikahan ini langgeng. Sakinah mawadah warahmah,' batin Rama seraya mengusap wajahnya mengakhiri do'a. Setelah itu, dia pun saling bertukar cincin dengan istrinya.

Ramaditya Ardiansyah, seorang pria matang berusia 38 tahun. Dia tampan dan mapan. Bekerja sebagai pengusaha tambang emas dan memiliki 3 toko perhiasan. Dua di Jakarta dan satu di Tangerang.

Hari ini, Rama resmi menjadi seorang suami setelah berhasil menikahi Tari. Gadis yang dia cintai dan dia pacari selama satu tahun.

Hubungannya selama ini terjalin dengan sangat baik. Tari juga tipe gadis yang penurut, mandiri dan dewasa. Dia cukup cantik dan manis, usianya 25 tahun.

Seusai melaksanakan prosesi ijab kabul, kedua mempelai itu berdiri di depan pelaminan, menyambut beberapa tamu yang berdatangan.

"Tar, ini dari tadi hapemu bunyi terus," ucap Daud, Papanya Tari. Dia menghampiri sang anak lalu memberikan ponsel berwarna putih di tangannya.

"Siapa, Pa?" tanya Tari. Tertera nomor tidak dikenal pada layar ponselnya.

"Nggak tahu, coba angkat saja. Siapa tahu penting. Papa mau menyambut tamu lagi." Daud melangkah pergi, kemudian menghampiri Mbah Yahya yang tengah berdiri di depan pintu masuk.

"Halo, ini siapa?" tanya Tari saat mengangkat panggilan. Rama yang tengah bersalaman dengan tamu undangan itu menoleh sebentar kepadanya.

"Tar, ini aku Gisel. Kamu serius, hari ini jadi nikah sama Mas Rama?" tanya seorang perempuan dari seberang sana. Suaranya itu terdengar begitu nyaring.

Gisel ini adalah teman seprofesinya. Tari adalah guru TK yang pengajar di salah satu sekolah yang ada di Jakarta.

"Iya, kan kamu udah aku undang."

"Harusnya jangan, Tar. Kamu pasti akan menyesal."

"Menyesal?" Kening Tari mengerenyit. "Menyesal kenapa?"

"Mas Rama itu impoten!"

"Impoten itu apa?"

Rama sontak terbelalak mendengar kata itu. Dia menoleh sambil menelan saliva. 'Kenapa tiba-tiba Tari menyebutkan kata impoten? Dan siapa yang meneleponnya?' Mendadak, perasaan Rama tak tenang.

"Masa kamu nggak tahu impoten, impoten itu penyakit burung yang nggak bisa berdiri!"

"Burung Mas Rama maksudmu?" Jantung Tari tiba-tiba berdegup kencang.

"Iya. Kalau kamu nggak ngerti juga, impoten itu lemah syahwat. Letoy. Kamu bisa-bisa nggak akan bisa goyang ngebor untuk merasakan malam pertama. Dan otomatis, nggak akan bisa punya anak. Mau kamu?" cecar Gisel memberitahu.

Tari menyentuh dadanya yang sontak berdenyut nyeri, napasnya terasa sesak. "Kamu kata siapa? Jangan fitnah sembarangan!" serunya yang tampak tak percaya.

"Aku pernah ...." Ucapan Gisel mengantung kala ponsel yang Tari pegang perlahan jatuh. Begitu pun dengan sekujur tubuhnya yang terasa lemas. Dia menyandar pada penyangga kursi pelaminan.

"Kamu kenapa, Tar? Ada apa?" tanya Rama seraya merangkul Tari. Mata gadis itu sudah terlihat sayup.

"Mas ... jujur padaku, apa benar kamu impoten?" tanya Tari lemah.

Beberapa tamu undangan serta keluarga dari mereka yang ikut mendengar sontak terkejut.

Memang, selama ini Rama mempunyai penyakit impoten, atau dalam artian yang lebih mudah yakni lemah syahwat. Burungnya sulit untuk berdiri, dan kalau pun berdiri, itu hanya sebentar saja.

Entah sejak kapan penyakit itu ada, tetapi Rama sendiri baru tahu sejak dirinya berkonsultasi ke dokter ahlinya dan sudah menjalani terapi selama 3 tahun. Sayangnya, sampai sekarang penyakitnya itu belum sembuh.

Mbah Yahya sendiri yang seorang dukun sakti sudah mencoba menyembuhkan dengan pengobatan secara tradisional. Menyemburnya juga dengan beberapa ajian, tetapi tetap saja, ilmunya seolah tidak mempan. Rama sampai sekarang sulit mengalami ejakulasi.

Rama pria yang normal sebenarnya. Sebelum dengan Tari, dia juga pernah pacaran dengan orang lain.

Namun, setiap menjalin hubungan, selalu saja kandas lantaran Rama bercerita kalau dia pria impoten. Dan hanya Tari saja, satu-satunya pacar yang tidak Rama kasih tahu tentang penyakitnya.

Bukan maksud ingin membohongi. Hanya saja Rama berpikir, mungkin dirinya akan bisa sembuh dengan sendirinya kalau sudah menikah dan hendak melakukan malam pertama. Selain itu, Mbah Yahya orang pertama yang memang mengusulkannya.

"Kamu kata siapa?" tanya Rama dengan gugup. Wajahnya langsung merah padam lantaran menahan malu. Sebab selama ini, yang tahu dia impoten hanya kedua orang tuanya saja.

"Temanku yang memberitahu. Kalau benar, Mas impoten ... Aku mau kita bercerai saja, Mas. Aku nggak mau punya suami yang ... Aakkhhh!" Tari meremmas kebayanya di daerah dada. Jantungnya terasa sakit sekali dan tubuhnya seketika terguncang.

Perlahan, dia pun memejamkan mata, sambil menghembuskan napasnya untuk yang terakhir kali.

"Tar! Kamu kenapa? Maafkan aku, Tar!" teriak Rama panik. Dia menggoyangkan tubuh Tari dan menangkup kedua pipinya. Dia yang hendak mengendong gadis itu seketika urung, sebab ada seorang pria yang menghampiri. Kemudian menempelkan stetoskop ke dada Tari. Juga memeriksa denyut nadi.

"Ada apa ini?" tanya Daud. Dia berlari bersama Mbah Yahya menghampiri Rama dan Tari. "Kenapa dengan Tari, Ram?" Menatap wajah Rama yang sudah berkeringat dingin.

"Innalilahi, Tari sudah meninggal dunia, Pak," ujar seorang pria yang memeriksa tadi. Beliau memang seorang dokter.

"Apa?!" pekik Daud tak percaya. Dia menggeleng cepat. "Ini nggak mungkin! Anakku nggak mungkin meninggal. Tadi dia baik-baik saja kok," rintihnya menangis seraya menangkup kedua pipi anaknya.

Seorang wanita tua berkebaya putih yang berada di sana langsung memeluk tubuh suaminya, yang kini tengah memeluk Tari.

"Tari, kenapa kamu meninggalkan Mama, Sayang. Kamu baru saja menikah, hiks," rintihnya menangis.

"Kenapa dia bisa meninggal, Ram?! Apa yang terjadi?" Daud mencecar pertanyaan sambil menatap tajam mata Rama. Berkali-kali pria itu menelan saliva.

"Tari ...."

"Dia meninggal karena kaget, saat tahu Rama Impoten, Kak!" sarkas seorang wanita berhijab. Dia adalah adik perempuan Daud.

"Impoten?!" Mata Daud membelalak.

"Iya. Rama pria nggak normal!" serunya.

Dadanya sontak bergemuruh. Kedua tangan itu mengepal kuat dan secara tiba-tiba Rama pun mendapatkan bogem mentah sekaligus dua. Bolak balik.

Bugh! Bugh!

"Br*ngsek kau, Ram! Kau penipu!" geram Daud murka. Tidak sampai disitu, dia pun langsung mencengkeram leher Rama. Mencoba mencekiknya. "Kau juga harus mati!"

"Jangan sakiti anakku!" teriak Mbah Yahya tak terima. Dia menggenggam pergelangan tangan Daud dan sontak pria itu merasakan panas seperti terbakar. Cepat-cepat dia pun melepaskan leher Rama.

"Uhuk! Uhuk!"

"Kalian semua penipu!" pekik Daud dengan emosi yang menggebu-gebu. "Termasuk kau, Rama!" Menuding dengan jari telunjuk yang mengarah tepat ke wajah Rama. "Aku akan memenjarakanmu! Dasar pria tak berguna! Potong habis saja burungmu kalau dia nggak berfungsi!" tambahnya. Lantas mengendong Tari dan membawanya pergi keluar dari gedung hotel.

Rama langsung berlari turun dari pelaminan, lalu menyambar sebuah gunting yang kebetulan dia lihat ada di meja tamu. Setelah itu menuju kamar ganti pengantin.

...Hai, selamat datang dinovel yang ke-4 dan terima kasih sudah mampir 🤗...

...Di novel ini bukan hanya menceritakan kisah Om Rama, tapi nanti akan ada kisah Om Gugun. Sesuai dengan permintaan kalian....

...Tapi jangan lupa, tambahkan favorit, like dan komentarnya di setiap bab, ya! 😘...

...Vote dan hadiahnya juga. biar aku semangat 🥰...

2. Ternyata kita memang nggak berjodoh

Mbah Yahya yang melihat Rama pergi langsung berlari mengejarnya.

Dia pun membuka pintu kamar tersebut dan sontak—kedua bola matanya membulat kala melihat Rama tengah menempelkan gunting pada inti tubuhnya. Seperti berniat ingin memotong.

Gegas, Mbah Yahya mengambil gunting itu dari tangan Rama. Kemudian melemparnya ke ke jendela yang terbuka.

"Apa yang Daddy lakukan? Kenapa membuangnya?!" teriak Rama tak terima. Dia berlari menuju jendela, tetapi lengannya langsung dicekal oleh Mbah Yahya. Ketika dia mencoba naik ke sana.

"Kamu gila, Ram? Kenapa kamu mau memotong burungmu? Itu 'kan aset!" bentaknya marah. Mbah Yahya langsung membungkuk untuk membereskan celana anaknya yang turun sebatas lutut.

"Aset apanya? Kata Om Daud burungku ini harus dipotong karena nggak berfungsi, Dad!" Rama kembali ingin naik ke atas jendela, satu kakinya sudah naik. Tetapi lagi-lagi Mbah Yahya menghalangi dan langsung menutup rapat jendela itu.

"Burungmu berfungsi, Ram! Jangan dengarkan apa yang Daud katakan."

"Tapi apa yang Om Daud katakan itu benar, Dad. Dan Daddy bahkan lihat sendiri, Tari bahkan tadi telah meninggal dunia karena aku Impoten. Harusnya aku saja yang mati dan ...." Ucapan Rama terhenti diujung bibirnya kala merasakan kepalanya berdenyut sakit. Kedua tangannya pun langsung menyentuh rambut kepala seraya meremmas kuat. "Aarrrggh!" Rasa sakit itu mendadak bertambah dan seketika membuat tubuh Rama melemah.

Dia pun oleng dan langsung tumbang tak sadarkan diri, Mbah Yahya yang melihatnya langsung menopang tubuhnya. Lalu menjerit meminta tolong.

"Ada apa ini, Pak?" tanya seorang pria yang baru saja datang menghampiri. Dia memakai seragam pelayan.

"Tolong bantu bawa anakku ke dalam mobil, aku akan membawanya ke rumah sakit,' titah Mbah Yahya dengan wajah khawatir.

*

*

Pasca kejadian itu, bisa dikatakan hal tersebut adalah pengalaman terpahit dalam hidupnya. Menyandang status duda tapi perjaka bukan lah perkara mudah untuk Rama.

Selain mengalami depresi beberapa Minggu terakhir, Rama juga mendapatkan cemoohan dari beberapa orang yang sudah tahu akan penyakitnya.

Itu juga yang membuatnya terhambat akan mencari jodoh. Rama pun sekarang mulai menutup diri.

Baginya, jangankan yang gadis, yang janda saja tak akan mau dengannya. Jangankan yang muda atau seumuran, yang lebih tua darinya saja pasti tidak akan mau. Karena dengan dirinya impoten, Rama divonis tidak akan bisa mempunyai keturunan.

(Flashback Off)

7 bulan kemudian....

"Permisi, Pak. Ini ada undangan untuk Bapak dan Pak Yahya," ucap seorang pria berseragam satpam yang menghampiri Rama di ruang tamu. Pria tampan itu tadi tengah menatap tabletnya, memperhatikan model perhiasan hasil karyanya.

"Undangan dari siapa?" Dua buah surat undangan berwarna merah menyala Rama terima. Lalu membuka salah satunya.

"Saya nggak tahu, Pak. Kalau begitu saya permisi," kata pria itu pamit dengan membungkuk sopan. Setelahnya berlalu pergi meninggalkan Rama.

Pria itu membaca nama dua mempelai yang tertera di sana. Yakni bernama Tian dan Nissa. Dada Rama sontak sesak, hatinya pun sakit. "Pada akhirnya Nissa menikah dengan orang lain, bukan denganku."

Nissa ini bukanlah pacarnya. Rama hanya mengenalnya belum lama karena atas permintaan sang Daddy. Wanita itu berumur 36 tahun. Seorang janda cantik dan kaya, yang memiliki restoran dan gedung sekolah. Dia juga memiliki seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, bernama Juna. Selain itu, Nissa adalah anak dari temannya Mbah Yahya yang bernama Angga.

Tahap perkenalan dan pendekatan mereka dari awal memang sudah tak mulus. Itu semua dikarenakan Juna tahu kalau Rama impoten.

Dia sendiri tak menyangka, jika gosip itu bisa sampai ke telinga bocah yang masih duduk dibangku TK itu. Namun ternyata, penyebab Juna tahu yaitu dari Gisel yang tengah bergosip dengan ibu-ibu murid.

Dan Rama sendiri baru tahu, jika yang menelepon Tari sebelum dia meninggal adalah Gisel. Gurunya Juna dan temannya Tari.

Rama mengenal gadis itu saat dia berpacaran dengan Tari. Tetapi kenalnya tidak terlalu akrab. Hanya sebatas menganggap dia adalah teman Tari.

Hanya saja waktu itu, Gisel pernah mengatakan kalau dia menyukainya. Tetapi Rama tak menanggapi. Dia mengira kalau gadis itu pasti bercanda. Apalagi dia juga tahu, jika Rama sudah cukup lama berpacaran dengan Tari.

"Ternyata kita memang nggak berjodoh ya, Nis. Padahal aku kira ... setelah menikah denganmu burungku bisa bangun," gumam Rama dengan sendu. Selalu perkataan itu yang dia harapkan, saat ingin berniat serius pada perempuan. Sayangnya, Rama lagi-lagi mengalami kegagalan.

Rama membaca kembali surat undangan itu. Ternyata, selain pesta pernikahan Nissa dan Tian, Angga temannya Mbah Yahya juga mengadakan syukuran atas kelahiran cucu kembarnya. Acaranya jadi satu sambil mengundang anak panti asuhan.

*

*

"Kamu nggak usah datang deh, Ram," pinta Mbah Yahya saat baru masuk ke dalam kamar Rama, lalu mendudukkan bokongnya di atas kasur. Dia menatap anaknya yang tengah berdiri di depan cermin besar sambil membenarkan rambutnya. Rama tengah bersiap-siap ingin pergi kondangan dan sekarang, dia memakai stelan jas berwarna biru nevi.

"Kenapa memangnya?" Kening Rama mengerenyit. Dia pun menatap wajah sang Daddy yang mendadak sendu. "Om Angga mengundangku dan Daddy. Dua undangan yang aku terima, Dad."

"Iya, tapi nggak usah dateng kamu, Ram. Daddy juga nggak datang. Paling nanti titip amplop saja sama asisten Daddy?"

"Lho, kenapa Daddy nggak datang? Bukannya Daddy suka makan makanan orang hajatan, ya? Aku juga mau lihat anaknya si Steven. Katanya kembar, pasti lucu."

Mbah Yahya menggeleng cepat. "Jangan. Nanti yang ada kamu sedih. Pasti kamu jadi kepengen punya anak. Si Angga juga kurang ajar. Bisa-bisanya dia mengundangmu. Padahal dia tahu, kamu calon suaminya Nissa." Mengerucutkan bibirnya dengan kedua tangan yang meremmas kaos putihnya.

"Aku nggak sedih kok. Biasa aja. Aku dan Nissa 'kan memang nggak berjodoh. Kalau Daddy nggak mau datang ya nggak apa-apa. Aku saja yang datang, aku mau lihat anaknya Steven." Rama menyemprotkan parfum pada jasnya, setelah itu dia melangkah keluar dari kamar. Mbah Yahya langsung berlari menyusul, lalu mencekal pergelangan tangan kirinya.

"Jangan datang, Ram. Apalagi sendirian. Daddy kasihan padamu," pintanya Mbah Yahya. Berbeda dengan ekspresi wajahnya yang tampak sedih, Rama justru biasa saja.

"Malah lebih bagus sendirian, Dad. Siapa tahu aku ketemu jodoh di sana. Citra 'kan kata Daddy anak kuliahan. Pasti teman-temannya banyak yang datang."

"Nanti yang ada kamu ketemu Gisel, Ram. Kamu bisa-bisa digosipin!" tegur Mbah Yahya setengah berteriak. Tetapi anaknya itu tak mendengar, dia meneruskan langkahnya hingga menuruti anak tangga. 'Kasihan Rama. Sudah tua tapi belum dapat pasangan. Apa jangan-jangan jodohnya belum lahir kali, ya?' batinnya sedih.

***

Rama baru tahu, jika adik dari Nissa yang bernama Steven—yang memiliki anak kembar, adalah juniornya saat di kampus dan mereka dulu mengenal cukup dekat.

Sampai sangking asiknya mengobrol di pesta dengan Steven entah membahas apa saja, Rama jadi lupa waktu untuk pulang, sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Jam 10 bagi sebagian orang belum terlalu malam, tetapi bagi Rama yang tidak pernah keluar malam menganggapnya sudah malam. Sebab dulu saat masih berpacaran, Rama sering pulang jalan-jalan hanya sampai pukul 9 malam saja.

Menurutnya tidak enak, masa membawa anak gadis pulang sampai larut. Takut juga dimarahi orang tuanya.

"Duh, kenapa ini? Kok tiba-tiba mati?" tanya Rama bingung kediri sendiri, saat mendapati mobil yang dia kemudikan mendadak mati sendiri. Untungnya mobilnya berada di sisi jalan, bukan di tengah jalan. Dia menuju arah jalan pulang, tetapi jaraknya masih cukup jauh.

"Tolong!" Terdengar suara teriakan seorang perempuan yang entah asalnya dari mana. Tetapi yang jelas—suaranya begitu nyaring. Tanpa banyak berpikir, Rama memilih untuk turun dari mobil dan berniat menolongnya.

...Coba tebak 😀 siapa jodohnya Om Rama 🤭...

3. B*rungku yang mati sekarang hidup

Rama menoleh ke kanan dan kiri, mencari-cari sumber suara itu. Pandangan matanya pun jatuh pada seberang jalan, ada seorang gadis berambut pendek yang memakai dress brokat berwarna merah maroon tengah berjalan sempoyongan.

Di sebelah gadis itu ada seorang pria berjaket kulit hitam yang tengah merangkulnya. Dia berjenggot dan berkumis. Dilihat dari usia, sepertinya dia sudah 40 tahun lebih.

Tampak jelas di sana gadis itu seperti risih dan mencoba menepisnya, tetapi pria itu masih terus menganggunya. Bahkan sekarang mencoba menariknya entah mau dibawa ke mana.

Seketika, bola mata Rama membulat kala dengan lancangnya pria itu meremmas salah satu dada gadis itu.

"Lepaskan! Tolong!" teriak gadis itu yang mencoba mendorong dada pria di sampingnya.

Rama langsung berlari dan dengan kedua tangan yang mengepal kuat, kemudian langsung menonjok pria tersebut.

Bugh!!

Pipi kirinya berhasil Rama bogem, selanjutnya pipi kanannya.

Bugh!!

Tubuh pria itu pun tersentak jatuh.

"Dasar br*ngsek kau! Nggak punya adab! Berani-beraninya melecehkan perempuan!" geram Rama murka.

"Kau siapa memangnya?! Dia itu pacarku! Nggak usah ikut campur!" sarkasnya tak terima.

Pria berjaket itu lantas berdiri dan mencoba mendekati gadis yang kini berdiri di belakang Rama, dia terlihat seperti meminta perlindungan. Bahkan secara mendadak mendekap tubuh Rama dari belakang.

Jantung Rama seketika berdebar, dia pun mengendus aroma alkohol di tubuh gadis itu. Sepertinya dia habis minum.

"Lepaskan dia!" berang Rama marah saat pria itu mencekal tangan gadis itu. Segera, dia mendorong tubuh pria di depannya. Rama sama sekali tak percaya, jika pria itu adalah pacarnya. Kalau pun memang pacar, tak semestinya dia melakukan hal yang menurutnya kurang ajar itu. "Pergi sekarang atau kau akan kulaporkan ke polisi?! Aku ini anak polisi!" ancamnya.

Sengaja Rama berbohong sedemikian rupa, demi menakut-nakutinya. Dan benar saja, pria itu sempat membulatkan mata. Kemudian berlari pergi meninggalkan mereka.

"Terima kasih. Untung Kakak datang tepat waktu, aku takut, Kak," ucap gadis itu pelan.

Rama menyentuh lengannya yang berada di perutnya. Perlahan melepaskan lalu berbalik badan.

Keningnya langsung mengerenyit, wajah gadis itu merah padam dan matanya sayup. Tetapi dibalik itu, wajahnya terlihat familiar menurutnya, hanya saja Rama lupa pernah ketemu dia di mana.

"Kita sepertinya pernah ketemu, ya? Tapi di mana?" tanya Rama memastikan.

"Kakak ini bicara apa?" Gadis itu menatap Rama sambil terkekeh. "Kita ini 'kan pacaran, masa Kakak lupa sama aku." Dengan tubuh setengah oleng, dia pun menarik tangan Rama untuk mengikuti langkahnya.

"Pacar apanya? Aku bukan pacarmu dan kita mau ke mana?"

"Pulang, di mana motor Kakak?" tanya gadis itu menghentikan langkah. Tetapi tiba-tiba dia pun ambruk, jatuh pingsan.

Rama terbelalak, cepat-cepat dia meraih tubuh kecil gadis itu lalu membawanya masuk ke dalam mobil.

Mesin mobil itu dicoba lagi, mungkin saja akan menyala.

"Alhamdulillah, akhirnya nyala," ucap Rama penuh syukur, lalu mengemudikan mobilnya.

Di dalam perjalanan itu, dia merasa bingung sendiri akan mengantarkan gadis itu ke mana. Sedangkan sekarang saja dia tak sadarkan diri.

"Masa aku bawa dia ke rumah?" Rama menoleh sebentar ke arah gadis di sampingnya. Wajahnya cantik dan imut sekali. Sejak tadi jantung dia juga tak henti-hentinya berdebar kencang. "Tapi kalau aku bawa ke rumah nanti apa kata Daddy? Sedangkan dia terlihat mabuk."

Perlahan gadis itu mengerjapkan matanya, tetapi masih terlihat sayup. Rama langsung mengulum senyum, merasa senang.

"Akhirnya kamu bangun, di mana rumahmu? Aku akan mengantar ...." Ucapan Rama seketika mengantung kala secara tiba-tiba dia mendapatkan sebuah kecupan dibibir. Rama sontak terbelalak, kala gadis itu juga langsung meluumatnya sembari mengalungkan kedua tangannya pada tengkuk Rama.

Merasa takut kecelakaan sebab dia tengah mengemudi, Rama pun mengerem mobilnya asal, lalu mendorong tubuh gadis itu untuk melepaskan ciuman.

"Kenapa kamu tiba-tiba menciumku?! Ey, apa yang kamu lakukan?" Rama tampak tercengang sekaligus kaget dengan apa yang gadis itu lakukan. Sebab dia tengah menarik dress brokatnya ke atas hingga terlepas.

Seperti tak ada malu, kini tubuhnya yang putih nan seksi itu hanya tertutup bra putih dan celana pendek berwarna putih. Susah payah Rama menelan ludahnya.

"Panas banget, Kak, aku nggak kuat, eugh!" ucapnya sambil cegukan. Aroma alkohol itu langsung mengguar di hidung Rama.

"Kamu mabuk, ya? Minum berapa botol kamu?" Rama menggeleng cepat. Menetralkan pikirannya yang seketika travelling. Segera dia mengambil sebotol air mineral yang masih bersegel di dalam dasbor. Membuka, lalu memberikannya. "Ini, minum air putih dulu biar mabuknya hilang," sarannya.

Gadis itu mengambil. Tetapi bukannya diminum, dia justru menguyur tubuhnya.

Dia merasakan hawa panas yang menjalar, keringat dingin pun keluar dan inti tubuhnya terasa gatal hingga sekarang bokongnya ikut bergesekkan pada kursi.

"Kenapa kamu malah membasahi pakaian dalammu, nanti ... eh, kamu ngapain sekarang?" tanya Rama panik.

Tingkah gadis itu sangatlah aneh menurutnya, sebab sekarang dia justru membuat tubuhnya sendiri polos sempurna, lalu tanpa permisi dia pun duduk dalam pangkuan Rama.

"Kamu gila, ya?! Apa yang ... Eeemmpptt!" Ucapannya terhenti lantaran gadis itu mengecupnya lagi. Melummat kasar bibirnya dan menekan kepala pria itu supaya tak lagi melepaskan ciuman.

Rama berusaha mendorong tubuh gadis itu, tetapi gadis itu justru menggesekkan bokongnya di bawah sana.

Jantung Rama makin berdebar dan seperti ingin loncat rasanya. Namun, seperti ada yang janggal pada tubuhnya saat ini.

Yakni tiba-tiba saja, senjata pamungkasnya yang mati itu langsung bangun. Berkedut oleh sendirinya dan mengeras sempurna. Seperti merespon sentuhan yang gadis itu lakukan. Rama dapat merasakan betapa sesak dia di dalam celana.

'Apa hanya perasaanku saja, burungku yang mati sekarang hidup?' batinnya bingung.

Semakin lama, ciuman yang dilakukan gadis itu mendapatkan balasan. Rama yang semula diam dan menolak kini mulai terhanyut.

Tidak terlalu pandai, masih terkesan kaku. Tetapi bibirnya terasa manis dan membuat birahi pria yang selama ini mempunyai penyakit impoten itu kini menggebu.

Oleh sendirinya, tangan Rama mulai berkelana. Berawal dari mengelus kedua pipi. Kemudian turun ke leher lalu mendarat pada kedua dada yang terasa kencang dan kenyal. Ukurannya pas dalam genggaman tangannya. Lantas dia meremmas kuat benda itu.

"Eemm ...," gumam gadis itu, saat pucuk dadanya dipilin lembut oleh Rama.

Ini pengalaman pertama, Rama menyentuh dada seorang gadis. Sebab dulu saat dia berpacaran, hanya ciuman dan pelukan saja yang dia lakukan. Mungkin bonusnya dengan leher. Memberikan cupaang.

Tubuh Rama jadi ikut-ikutan panas, otaknya sudah tak bisa berpikir jernih. Yang dia pikirkan hanya apakah dia bisa, dan mampu mempertahankan miliknya untuk terus berdiri? Entahlah, tetapi saat ini Rama mau membuktikannya sendiri.

Dia lantas menarik tubuhnya sembari mengendong gadis itu, lalu membawanya menuju kursi belakang. Pelan-pelan dia merebahkan gadis itu di kursi. Dan terlihat, gadis itu begitu pasrah sekali.

...Mau ngapain Om? 🤣...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!