Naura menggeliat panjang saat hawa dingin menyapu tubuh polosnya, mata wanita dewasa itu nampak mengedip pelan seiring dengan sinar matahari yang perlahan masuk ke dalam kamar melalui celah jendela yang sedikit terbuka.
Sedetik kemudian matanya pun membulat sempurna saat tangannya menyentuh seorang pria yang kini masih dalam keadaan tertidur pulas dan tentu saja polos sama seperti dirinya.
''Akh ... Dasar, udah di kasih enak tidurnya sampe ngorok kayak gini,'' gumam Naura.
Dia pun bangkit lalu memasukan jari kelingkingnya ke dalam telinga dan memutarnya pelan, suara dengkuran laki-laki yang semalam membawanya melayang ke awang-awang itu benar-benar membuat telinga wanita bermata indah itu merasa tidak nyaman.
Tanpa rasa malu sedikitpun pun, wanita bernama lengkap Naura Greesia itu pun turun dari atas ranjang dan meraih satu-persatu pakaian yang berserakan sembarang di atas lantai, lalu memakainya satu-persatu.
''Semalam benar-benar luar biasa, kemampuan pria ini lumayan juga, ha ... ha ...'' gumamnya lagi tersenyum menyeringai.
Setelah selesai memakai seluruh pakaiannya, Naura meraih tas kecil miliknya lalu merogoh segepok uang dan meletakan'nya di meja kecil yang berada tepat di samping ranjang.
''Aku kasih bonus karena kamu telah benar-benar memuaskan aku,'' bisik Naura di telinga pria itu membuatnya menggeliat lalu mencoba membuka mata.
''Hey, mau kemana kamu?'' tanya pria yang saat ini masih dalam keadaan setengah tertidur.
''Aku udah bayar kamu plus bonusnya juga. Pelayanan kamu semalam benar-benar luar biasa. Aku pergi dulu,'' jawab Naura berjalan ke arah pintu lalu keluar dari dalam kamar hotel.
Tuk ... Tuk ... Tuk ...
Suara sepatu high heels yang dikenakan oleh Naura menggema di koridor hotel, berjalan meliuk layaknya model papan atas sedang berjalan di catwalk internasional, tubuh langsing berbalut celana jeans hitam lengkap dengan t-shirt berwarna putih dilengkapi dengan jaket kulit dengan warna senada dengan celananya, membuat penampakannya begitu sempurna dan cantik menggoda.
Naura pun nampak memakai kacamata hitam besar untuk menutupi kedua mata indahnya.
Dia pun berjalan dengan penuh percaya diri, mengabaikan mata setiap orang yang saat ini menatap dirinya dengan tatapan penuh rasa takjub. Sampai akhirnya tubuh moleknya itu tiba-tiba menabrak seorang pria yang sedang berjalan dengan membawa satu gelas minuman.
Bruk ...
Minuman yang dipegang pria itu tumpah mengenai tubuh Naura alhasil, jaket kulitnya kini basah juga meninggalkan noda berwarna merah, dan benar-benar membuat Naura seketika membulatkan bola matanya merasa murka.
''Argh ...! Kamu kalau jalan liat-liat dong? kamu tau berapa harga jaket kulit ini, hah ...?'' teriak Naura memekikkan telinga.
''Maaf Nona, saya benar-benar tidak sengaja,'' jawab pria itu menunduk hendak membersihkan jaket Naura dengan tangannya.
Naas, Naura yang kini sudah merasa kesal menyikut wajah pria tersebut dengan sikutnya, membuat pria yang merupakan salah satu pelayan hotel itu mengerang kesakitan kini.
''Argh ... Ampun Nona, sakit!'' teriaknya hampir tersungkur.
''Itu balasan untuk mata kamu yang tidak digunakan dengan benar,'' jawab Naura datar.
''Tapi saya sungguh tidak sengaja.''
''Sengaja tidak sengaja kamu tetap salah. Di kamus ku selalu seperti itu, orang yang sudah mencari perkara dengan aku selalu salah, dan aku selalu benar, oke ...?''
''Kamus dimana yang kamu maksud? kalau memang benar ada, aku ingin membeli dan membakarnya?'' terdengar suara seorang pria, berjalan mendekat dan menatap Naura tanpa rasa takut.
''Siapa kamu?'' tanya Naura membulatkan bola matanya.
''Saya ...? saya hanya orang lewat yang tidak suka melihat ketidakadilan, seperti yang sedang saya lihat sekarang, reaksi kamu berlebihan, Nona. Hanya karena pakaian kamu tertumpahi minuman oleh dia, kamu melakukan tindakan kekerasan? apa kamu tau kalau tindakan kamu itu bisa dilaporkan atas tuduhan perbuatan yang tidak menyenangkan dan penganiayaan?'' tegas pria itu panjang lebar.
''Heh, ini bukan urusan kamu, ya. Jangan ikut campur, kalau kamu tidak mau mendapatkan perlakuan seperti dia juga.''
''Coba saja kalau bisa.''
Naura melayangkan kepalan tangannya ke udara hendak memukul pria tersebut. Namun, kepalan tangannya dapat di tepis dengan begitu mudah dan dia pun terhempaskan dengan sendirinya karena high heels yang kenakannya terlalu tinggi membuat tubuhnya tersungkur ke atas lantai.
Perlahan pria tinggi, kekar dan berotot itu mulai berjalan maju dan mau tidak mau Naura mengikuti gerakan langkah kaki pria itu dengan tatapan mata yang saling bertemu dan menatap satu sama lain saling melayangkan tatapan tajam, hingga tubuh Naura bersandar tembok kini.
''Siapa nama kamu, Nona?'' bisik pria tersebut mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Naura.
''Untuk apa kamu menanyakan namaku segala?''
''Untuk melaporkan semua tindakan kamu ini ke pihak berwajib,'' bisiknya membuat Naura seketika menahan napas, aroma tubuh pria yang tidak dikenalnya itu tercium begitu wangi menenangkan.
''Na-naura ...'' lirih Naura seolah terbius dengan wajah tampan penuh karisma pria itu.
''Oke, Naura ... Nama kamu bagus, wajah kamu juga cantik, tapi sayang kelakukan kamu tidak secantik dan sebagus nama dan wajah kamu, arogan, kasar, dan satu lagi tidak punya tatak krama,'' bisiknya di telinga Naura, membuat wanita itu seketika memejamkan mata.
Setelah puas mengatakan itu semua, pria itu pun menepis tangan Naura, lalu pergi begitu saja meninggalkannya yang saat ini masih dalam keadaan diam mematung menatap wajah tampan dengan tubuh kekar, pria tersebut.
''Tunggu ...'' cegah Naura berteriak.
Pria itu pun seketika menghentikan langkah kakinya lalu menoleh dan menatap wajah Naura.
''Siapa nama kamu wahai pria tampan?'' tanya Naura dengan hati yang berdebar.
''Gak usah tau nama saya, karena kita tidak akan pernah bertemu lagi dan saya juga tidak sudi bertemu dengan wanita bar-bar seperti kamu,'' teriak sang pria membuat Naura semakin terpesona menatap wajah tampannya.
'Apa ini? kenapa hatiku tiba-tiba saja berdebar,' ( Batin Naura )
...****************...
Naura Gracea wanita berusia 32 tahun. Dia Memiliki sifat Arogan, semena-mena, keras kepala, maunya menang sendiri, dan satu lagi Naura sedikit nakal dan tidak bisa melihat laki-laki tampan.
Bukan tanpa alasan dia memiliki sifat seperti itu, Naura yang sudah yatim piatu dari semenjak dia berumur satu tahun itu dibesarkan oleh Om dan juga Tante yang selalu memperlakukan dirinya dengan semena-mena.
Sebenarnya, Naura memiliki ayah angkat yang telah menjaganya hingga dia berumur tujuh tahun, sampai akhirnya adik dari mendiang ibu kandungnya itu mengambil dirinya dengan paksa dengan alasan yang tidak masuk akal, yaitu karena warisan.
Padahal jika dibandingkan dengan warisan, Naura akan lebih bahagia apabila dia tinggal bersama ayah angkatnya yang saat ini entah berada di mana. Karena waktu itu umurnya masih berusia tujuh tahun, membuat kenangannya dengan ayah angkatnya itu semakin memudar, dia bahkan tidak dapat mengingat lagi wajah sang ayah.
Akan tetapi, kerinduan dirinya akan sosok ayah angkatnya tersebut selalu memenuhi relung hati Naura, rindu kasih sayang dan rindu akan pelukan hangat sosok yang kini telah memudar di dalam otaknya tersebut.
Naura nampak tertidur lelap di kamar pribadinya, kamar berukuran luas lengkap dengan perabotan mewah dan ranjang super besar. Tubuh ramping Naura menggeliat panjang, dengan mata yang masih terpejam dan mulut yang di buka lebar. Setelah itu, perlahan dia pun mulai membuka mata, mengedipkan pelupuknya pelan sampai akhirnya mata indahnya itu mulai terbuka sempurna.
''Jam berapa ini?'' gumamnya menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
''Heuh baru jam 10 pagi, sial ... aku kira udah siang,'' gerutunya lagi lalu kembali memejamkan mata. Namun, seketika dia kembali membuka mata, saat mengingat sosok pria yang dia temui kemarin di lobi hotel.
Aroma tubuh pria tersebut masih terasa begitu hangat dihidungnya, tangan kekarnya, bahkan tatapan sinis pria tersebut terasa begitu menggoda membuat jiwa nakal Naura seketika bangkit mengingat sosok tersebut.
"Sial, kenapa aku gak sempat nanyain nama dia kemarin," gerutu Naura memeluk bantal guling.
Tok ... Tok ... Tok ...
Pintu kamarnya tiba-tiba saja di ketuk lalu sayup-sayup terdengar suara pelayan di rumah memanggil namanya.
"Nyonya Naura, di depan ada tamu?"
"Siapa, bi?"
"Saya kurang tau Nyonya, tapi dia seorang pria, tampan lho nyonya," ucap pelayan itu lagi, seolah mengerti jika dia menyebutkan laki-laki tampan maka majikannya itu akan langsung terbangun.
'Apa ...? laki-laki tampan?' (Batin Naura)
"Suruh tunggu sebentar, aku ke sana sekarang," teriak Naura lalu bangkit seketika.
Naura pun benar-benar menyudahi tidur panjangnya, berdiri lalu berjalan keluar dari dalam kamar mengabaikan tubuhnya yang masih berbalut Lingerie hitam tembus pandang. Dia hanya meraih kain tipis untuk menutup bagian atas tubuh moleknya itu.
"Hmmm ... Siapa kira-kira laki-laki tampan yang datang ke rumah ini? perasaan aku gak manggil siapapun ke sini," gumam Naura pelan.
Perlahan dia pun mulai menuruni tangga, kaki jenjangnya menapaki satu-persatu anak tangga yang panjang menjuntai menjadi penghubung antara lantai satu dan lantai dua kediamannya, sampai akhirnya dia pun sampai di ujung tangga, berdiri menatap punggung lebar seorang laki-laki yang saat ini duduk di kursi di ruang tamu. Jika dilihat dari postur tubuh laki-laki tersebut, sepertinya laki-laki itu adalah pria yang tidak dia kenal, juga bukan salah satu gigolo yang selalu dia panggil.
"Ada perlu apa anda datang ke rumah saya?" sapa Naura berjalan menghampiri.
Laki-laki itu pun bangkit lalu berdiri, menoleh ke arah sumber suara membuat Naura seketika terkejut membulatkan bola matanya, bahkan kain tipis yang melingkar di pundaknya yang semula dia genggam erat dengan satu tangannya seketika terlepas membuat bagian atas tubuhnya terekspos sempurna kini.
'Dia 'kan? Akh ... apakah ini takdir? kenapa pria ini tiba-tiba ada di sini saat aku sedang memikirkan dia? jiwa nakalku seketika meronta-ronta, ingin rasanya aku segera membungkus dia ke dalam kamar,' ( batin Naura)
Dia pun menatap wajah pria itu seolah tanpa berkedip sedikitpun, mengabaikan belahan dadanya yang kini terekspos menggantung begitu indahnya tanpa penutup apapun. Sementara itu, sang pria hanya menundukkan kepalanya. Baginya, apa yang tersaji di depan matanya itu hanyalah seonggok daging yang tidak pantas untuk dilihat oleh kedua matanya.
Dia pun berjalan mendekati Naura, membuat wanita itu senang dan mengira bahwa laki-laki tampan dan gagah itu akan tergoda dengan kemolekan tubuhnya itu, tapi ternyata kenyataan tidaklah sesuai dengan apa yang dia harapkan.
Pria itu kini berjongkok dan meraih kain yang tergeletak sembarang di tepat di bawah kaki wanita bernama Naura tersebut. Setelah itu dia pun melingkarkan-nya di pundak Naura dan menutup sempurna bagian atas tubuhnya membuat Naura terpana sekaligus terpesona.
'Baru kali ini ada laki-laki yang tidak tergoda sedikitpun melihat kemolekan tubuh aku ini' ( Batin Naura )
''Apa kamu gak malu sama sekali berpakaian seperti ini di depan seorang laki-laki yang tidak kamu kenal?'' ketusnya, lalu memutar badan tidak ingin berlama-lama berada di depan wanita yang membuat darahnya terasa mendidih itu.
Sebagai pria normal tentu saja hal yang wajar jika dia merasa berdesir melihat tubuh wanita terekspos tepat di depan matanya. Apalagi bagian gunungan kembar yang terlihat menyembul dengan titik bulat kecil tepat di tengah-tengahnya juga bagian segitiga di bawah sana yang terlihat samar-samar membuatnya menahan napas saat berada di dekat wanita itu.
''Aku tanya, ada apa kamu ke rumah aku? atau jangan-jangan kamu diam-diam mengikuti aku sampai ke sini dan sebenarnya kamu tertarik sama aku, iya 'kan?'' ucap Naura penuh percaya diri.
''Heuh ... Percaya diri banget kamu? aku ke sini karena mendapatkan petunjuk bahwa orang yang aku cari itu ada di sini, dan orang itu gak mungkin kamu,'' jawabnya datar.
''Siapa maksud kamu? tidak ada orang lain lagi yang tinggal di sini selain aku?''
''Hmm ... Aku mencari gadis bernama Naura,'' ujarnya ketus.
''Naura ...?''
''Iya ... Aku tidak yakin kalau Naura yang dimaksud itu adalah kamu.''
''Hey ... Hanya ada satu Naura di dunia ini, maksud aku hanya ada satu Naura di rumah ini.''
Pria itu pun diam mematung merasa tidak percaya, Naura yang digambarkan oleh sang ayah adalah sosok yang manis, imut, baik hati dan juga ceria, sedangkan wanita yang ada di hadapannya ini adalah wanita Arogan, sombong, tidak tau malu pula.
Akan tetapi, ada satu hal yang dia lupakan, Naura yang digambarkan oleh ayahnya itulah adalah Naura kecil. Naura yang masih berumur 7 tahun, dia sama sekali tidak tahu bahwa Naura kecil yang manis, baik dan ceria telah bertransformasi menjadi Naura yang Arogan, kejam, dan juga sombong.
...****************...
️
25 tahun yang lalu.
''Naura, sayang. Putri ibu, sini Nak.'' Pinta Jasmine terisak dan mengusap wajah cantiknya dengan jilbab berwarna merah yang dipakainya.
''Bu ...? kenapa semua baju Naura di masukin ke dalam tas, emangnya kita mau kemana?'' tanya Naura tidak tahan lagi untuk tidak bertanya.
''Hmm ... Sayang, bukan kita tapi kamu, besok akan ada yang menjemput kamu ke sini, mereka Om sama Tante jauh kamu,'' lirih Jasmine dengan air mata yang terus berjatuhan membasahi wajah anggunnya.
Naura yang sama sekali tidak mengerti hanya bisa tersenyum senang. Dia mengira bahwa dirinya akan pergi berlibur dengan kedua orang tuanya.
''Hmm ... Asik ... kita berlibur, ya udah pakaian Papa sama ibu beresin juga, ko cuma baju aku aja yang dimasukin.''
Gabriel yang sudah tidak tahan lagi harus menahan kesedihan di dalam hatinya menghentikan gerakan tangannya. Dia menatap putri yang sudah dia rawat dari semenjak Naura masih bayi dengan tatapan sayu, dia pun menghampiri putrinya lalu memeluknya erat.
''Naura, sayang. Putriku ... hiks hiks hiks ...'' Gabriel benar-benar tidak bisa lagi membendung kesedihan yang membuat dadanya terasa sesak kini.
''Papa ... Kenapa Papa menangis, ada apa? apa Naura nakal? Naura janji akan jadi anak yang baik, asal Papa jangan nangis kayak gini, Naura sedih kalau liat Papa nangis,'' tangan kecil Naura melingkar sempurna di pinggang sang ayah.
''Nggak ko, sayang. Kamu gak nakal sama sekali, kamu baik, selalu baik. Papa hanya mau bilang sama kamu, besok Om dan Tante kamu akan jemput kamu ke sini, tapi hanya kamu yang ikut Papa sama ibu gak ikut, ya. Tapi nanti Papa janji akan sering-sering jengukin kamu ke sana, Papa janji, sayang,'' lirih Gabriel tangisnya semakin pecah seketika.
''Apa ...? Maksud papa gimana? jadi kita bukan berlibur bersama? hanya aku aja yang pergi? hiks hiks hiks! Aku gak mau, Pah! Kalau aku nakal aku minta maaf, aku janji akan jadi anak yang lebih baik lagi, tapi Papa sama ibu jangan usir aku dari sini, aku gak mau tinggal sama orang yang sama sekali tidak aku kenal, aku mohon, Pah. Hiks hiks hiks!'' Tangis Naura terdengar pilu.
''Sayang, putri cantik Papa. Kami tidak mengusir kamu, Nak dan kamu juga tidak nakal kamu selalu menjadi akan yang baik, hanya saja-'' Gabriel tidak kuasa untuk meneruskan ucapannya.
''Hanya saja- apa, Pah? kenapa gak di terusin ngomongnya? pokoknya aku gak mau. GAK MAU, TITIK!'' Naura berteriak lalu berlari keluar dari dalam kamar.
Jasmine yang menyaksikan hal itu segera berlari mengejar Naura dengan perasaan hancur sebenarnya. Sebagai seorang ibu tentu saja dia merasa sangat terluka dan dia pun tidak menginginkan perpisahan ini sebenarnya. Jasmine berdiri tepat di depan pintu kamar dimana Naura mengunci diri saat ini lalu mengetuk pintu.
Tok ... Tok ... Tok ...
''Naura, putri ibu ... hiks hiks hiks ...''
''Naura benci sama ibu, sama Papah juga. Naura benci kalian ...'' teriak Naura dari dalam sana.
''Sayang buka pintunya, Nak. Kami sayang kamu, Naura. Kami tidak bermaksud membuang kamu, ini hanya sementara, kami janji akan jemput lagi nanti sayang.'' Jasmine tidak menyerah, meski dadanya terasa sesak kini, bahkan air matanya pun tidak berhenti berlinang.
Berat bagi Jasmine untuk melepas gadis kecil bernama Naura itu sebenarnya, gadis lucu dan baik hati yang sudah dia anggap seperti putri kandung sendiri. Dada wanita berhijab itu terasa sesak kini, dia bahkan berkali-kali mengusap wajah dengan hijab panjangnya, membersikan air mata yang masih saja berjatuhan dengan begitu derasnya. Jasmine pun memundurkan langkahnya, berbalik lalu berjalan menghampiri sang suami yang masih berada di dalam kamarnya.
''Mas, kita harus bicara?'' pinta Jasmine menatap wajah Gabriel dengan tatapan tajam.
''Saya tau apa yang ingin kamu bicarakan.''
''Lalu?''
''Saya gak punya pilihan lain lagi, sayang. Mereka akan menuntut saya jika saya tidak mengembalikan Naura kepada mereka, mereka saudara kandung Naura, sementara saya ... Saya hanyalah ayah angkat, dan saya sama sekali tidak punya dokumen resmi pengangkatan anak, dan itu yang membuat saya terpaksa melakukan hal ini,'' jawab Gabriel menahan rasa getir sebenarnya.
''Tapi, Mas. Apa gak ada cara lain agar Naura bisa tetap bersama kita?''
''Gak ada, Jasmine. Hanya ini satu-satunya cara. Walaupun saya tidak menyerahkan dia, mereka akan tetap mengambil putri kita secara paksa, dan itu akan lebih menyakitkan lagi bagi Naura. Kamu tau, saya sayang sama dia melebihi apapun saya pun berat melakukan ini sebenarnya. Saya gak sanggup untuk berpisah dari dia. Hati saya sakit Jasmine, tapi saya juga tidak ada pilihan lain lagi hiks hiks hiks ...'' lirih Gabriel menangis sesenggukan.
Jasmine yang menyaksikan hal itu segera memeluk tubuh suaminya, dia mengerti lebih dari siapapun bagaimana perasaan suaminya itu. Betapa sang suami sangat menyayangi Naura lebih dari apapun, dan saat ini Jasmine tau betul bahwa hati seorang Gabriel pasti sangat terpuruk karena harus berpisah dengan putri kesayangannya itu. Gabriel menangis sesenggukan di dalam pukulan sang istri kini.
***
Keesokan harinya.
Pagi hari, Naura sudah berpakaian rapi. Dia sudah siap untuk di jemput oleh orang asing yang harus dia panggil dengan sebutan Om dan Tante. Naura terpaksa mengikuti keinginan ayah dan ibunya karena tidak ingin melihat kedua orang tuanya itu bersedih.
Mobil mewah nampak melipir di tepi jalan, dan sepasang suami-istri pun keluar dari dalam mobil. Gabriel menatap wajah putri kesayangannya itu untuk terkahir kalinya, sebisa mungkin dia mencoba untuk menahan tangis yang sebenarnya terasa akan meledak membuat dadanya terasa sesak.
''Sa-yang ... Putri Papa. Maafin Papa, Nak. Papa janji akan jemput kamu nanti, kamu anak yang baik, kamu anak yang Soleh, gak boleh nakal. Kamu harus nurut sama Om dan Tante kamu it ya,'' lirih Gabriel dadanya terasa semakin sesak.
''Iya, Pah. Janji bakalan jemput aku, ya. Kalau tidak, aku bakalan beneran marah sama Papa, aku tunggu besok ya, aku gak mau lama-lama tinggal di sana, hiks hiks hiks ...'' rengek Naura menangis lalu memeluk tubuh sang ayah.
''Iya, sayang. Papa sayang sama kamu, Nak. Putriku ...'' Gabriel balas memeluk tubuh mungil putrinya.
'Maafin papa, Nak. Maafin Papa ...' ( Batin Gabriel )
Jasmine yang juga berada di sana untuk melepaskan kepergian sang putri pun tidak sanggup lagi untuk mengatakan sepatah katapun. Dia hanya bisa memeluk tubuh mungil Naura, matanya yang nampak memerah juga membengkak menandakan bahwa dia telah menangis semalam.
Maurin dan juga sang suami akhirnya sampai di depan pintu. Mereka menghampiri Naura dengan tersenyum ramah kepadanya. Hati Maurin benar-benar merasa senang karena akhirnya dia bisa menemukan keponakan satu-satunya yang selama ini dia cari.
''Halo, sayang. Kenalin ini Tante Maurin, kamu masih ingat sama Tante? kita pernah ketemu satu kali di rumah sakit?''
Naura hanya terdiam.
''Kita langsung berangkat aja, ya. Nanti kemalaman di jalan lho.'' Pinta Richard tanpa memikirkan perasaan kedua orang tua angkat Naura dan tanpa mengatakan apapun lagi, Naura pun di bawa begitu saja oleh mereka.
''Papa, hiks hiks hiks ...!'' lirih Naura, saat tubuhnya di gendong oleh Maurin.
Gabriel tidak bisa berbuat apapun, kini dia menunduk menatap lantai berwarna putih yang terasa begitu dingin menyentuh lututnya. Sampai akhirnya, Naura yang saat ini terus menangis seraya memanggil namanya pun mulai dimasukan ke dalam mobil dan mobil pun seketika dinyalakan lalu perlahan mulai berjalan pelan.
Gabtiel yang menyadari hal itu segera berlari mengejar mobil yang perlahan meninggalkan tepi jalan itu, dia mengetuk pintu mobil meskipun mobil tersebut tidak berhenti sedikitpun dengan perasaan hancur dan hati yang sangat terluka tentu saja.
''Naura ... Naura sayang, jangan pergi, Nak. Maafkan Papa, jangan tinggalin Papa, Nak!'' teriak Gabriel dengan kaki yang terus berlari agar bisa terus seiiringan dengan mobil yang perlahan mulai mempercepat lajunya.
Naura yang berada di dalam sana pun hanya bisa menangis sesenggukan seraya memanggil nama ayahny. Hati seorang Naura begitu sangat terluka melihat sang ayah berlari mengejar mobil yang ditumpanginya kini.
''Papa! hiks hiks hiks!''
Terdengar suara kecil sang putri menangis histeris di dalam mobil dan hal itu membuat Gabriel semakin merasa terluka. Sampai akhirnya, kaki Gabriel pun tidak mampu lagi mengimbangi laju mobil dan mobil tersebut benar-benar meninggalkan dirinya kini. Namun, dia sama sekali tidak menyerah kakinya terus berlari secepat mungkin meskipun dia tahu betul mustahil baginya untuk mengejar mobil tersebut.
''NAUARAAAAA ... HIKS HIKS HIKS!'' teriak Gabriel.
Bruk ...
Tubuhnya pun ambruk tepat di tengah jalan dengan hati dan perasaan hancur, jiwa seorang Gabriel benar-benar merasa terguncang. Naura, putri yang telah dia besarkan dengan penuh kasih sayang layaknya putri kandung sendiri kini telah benar-benar pergi meninggalkan dirinya.
''Haaaaaa ... Naura ... Putriku, jangan pergi sayaaaaang ... Maafin Papa, Nak. Haaaaaaaa!'' teriak Gabriel menangis sesenggukan tepat di tengah jalan.
Flash back and.
*****
Untuk kalian yang penasaran kisah lengkapnya silahkan intip, "Tobatnya sang Mafia." Season 1 ya. Babnya gak panjang ko, cuma 59 bab aja. Terima kasih Reader.❤️❤️❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!