NovelToon NovelToon

Suamiku Berondong Manis

Dijebak

“Aku menginginkan gadis itu.” Seorang pria menunjuk ke arah gadis yang sedang duduk di salah satu meja restoran hotel bersama kliennya.

“Tuan, apa Anda serius? Bukankah dia itu direktur sebuah perusahaan permodelingan? Saya takut kalau dia menuntut Anda.”

Pria yang menginginkan gadis itu melirik tajam ke asistennya yang dianggap banyak bicara, hingga kemudian dia berkata, “Bukankah aku selalu mendapatkan yang aku inginkan.”

Gadis yang ditunjuk oleh pria tidak dikenal itu sedang berdiskusi dengan salah satu kliennya. Hingga pelayan datang dan menyuguhkan jus jeruk pesanan gadis bersurai coklat yang bergelombang terurai indah, bola mata birunya menunjukkan jika dia bukanlah berasal dari negara itu.

“Baiklah Nona Cheryl, saya akan menunggu kabar dari Anda,” ucap klien wanita.

Gadis bernama lengkap Cheryl Fernandez itu tersenyum, kemudian mengulurkan tangan ke arah kliennya.

“Saya akan memberikan kabar secepat mungkin ke Anda,” balas Cheryl.

Setelah mencapai kesepakatan, akhirnya mereka menikmati hidangan yang dipesan, termasuk jus jeruk yang baru saja disajikan oleh pelayan restoran hotel itu.

Cheryl berada di toilet hotel dan merasakan kepalanya pusing, ditatapnya bayangan dari pantulan cermin dan rasanya kelopak matanya begitu berat.

“Kenapa aku merasa tidak nyaman?” Cheryl membasuh berulang wajah agar lebih segar, tapi tubuhnya malah terasa panas dan wajahnya begitu merah.

Merasa dirinya dalam kondisi tidak baik, Cheryl pun segera keluar dari kamar mandi, hingga tanpa sengaja dia menabrak seorang pria saat baru saja menginjakkan kaki keluar kamar mandi.

“Maaf,” lirih Cheryl sambil memegangi kening karena pusing.

“Anda butuh bantuan, Nona?” tanya pria yang ditabrak Cheryl.

“Hah? Apa?” Cheryl tidak bisa mendengar jelas pertanyaan pria itu, tubuhnya sempoyongan dan hampir limbung.

Pria itu langsung meraih tangan Cheryl, kemudian memapah tubuh gadis itu menuju lift dan membawanya naik ke lantai teratas gedung hotel itu.

Cheryl merasa tubuhnya lemas, bahkan tidak sadar jika pria itu membawanya naik ke lantai atas. Kaki Cheryl mulai terasa berat, tapi dia terus dipapah hingga memasuki sebuah kamar di lantai itu.

“Ini gadis yang Anda inginkan.”

Samar-samar Cheryl mendengar suara pria bicara, gadis yang diinginkan? Apa maksudnya itu? Cheryl merasa bingung tapi juga tidak tahu harus apa.

“Rebahkan dia di ranjang!” perintah pria yang ternyata tadi menginginkan Cheryl.

Tidak mengenal tapi pria itu sangat tertarik saat melihat Cheryl, hingga dia melakukan segala cara untuk mendapatkan gadis itu, termasuk memasukkan obat ke jus jeruk yang dipesan Cheryl.

Cheryl terbaring lemas tidak berdaya, kepalanya semakin berputar hingga pandangannya mulai terasa kabur.

“Siapa namamu?”

Suara pria terdengar begitu berat, Cheryl samar-samar melihat pria itu ada di atasnya.

“Siapa kamu?” tanya Cheryl dengan suara lemah. Pandangannya samar-samar melihat wajah pria yang mengukung tubuhnya, tapi tidak terlalu jelas.

“Pria yang akan memuaskanmu,” jawab pria itu sambil membelai pipi Cheryl.

Cheryl mulai kehilangan kesadarannya, tubuhnya benar-benar tidak memiliki tenaga sama sekali. Dia merasakan pakaiannya dilucuti dari tubuh, tapi gadis itu tidak bisa berbuat banyak karena obat bius yang mulai bereaksi.

“Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Cheryl dalam kondisi setengah sadar.

“Membawamu ke puncak kenikmatan.”

Setelah menjawab pertanyaan Cheryl, pria itu menyentuhkan bibir mereka, merasakan lembut bibir berwarna peace dengan polesan lipstik tipis. Pria itu mulai menyentuh setiap inci tubuh Cheryl saat gadis itu sudah kehilangan kesadaran seluruhnya, membuat gadis itu tidak pernah ingat apa yang terjadi kepadanya.

**

Sakit dan perih dirasa dalam ketidaksadaran. Cheryl mencoba membuka perlahan kelopak matanya yang terasa begitu berat. Dia mengangkat tangan yang terasa lemas, memaksakan agar bisa menyentuh kepala yang sakit.

“Kenapa kepalaku terasa pusing?” Cheryl memegangi kepala.

Dia mengerutkan kelopak mata erat, hingga tubuh terasa dingin karena udara yang terasa menusuk kulit putihnya. Hingga Cheryl akhirnya membuka mata, menatap langit-langit yang begitu asing baginya.

“Di mana aku?” Cheryl mencoba bangun, hingga merasakan bagian intimnya terasa sakit.

“Akh ….” Cheryl memekik kesakitan, sampai akhirnya dia sadar jika tidak mengenakan sehelai benang pun yang menutup tubuhnya.

“Apa yang ….” Cheryl sangat panik, dia langsung membungkus tubuhnya dengan selimut.

Cheryl bangun meski bagian bawah tubuhnya terasa sakit, hingga mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan tidak mendapati siapapun di sana.

“Apa yang terjadi?” Gadis berumur dua puluh delapan tahun itu ketakutan. Dia memeluk erat selimut yang membungkus tubuhnya.

Cheryl panik, lantas menggeser tubuhnya dan melihat bercak merah di sprei putih yang terpasang di ranjang itu. Syok dan sakit, itulah yang dirasakan Cheryl, hingga gadis itu lantas memeluk tubuhnya sendiri dan menyembunyikan wajah di antara lutut sebelum kemudian menangis begitu pilu.

“Mommy, Mimi!” teriak gadis itu yang baru sadar jika dirinya telah diperkosa dan direnggut kesuciannya oleh pria yang dia sendiri tidak tahu siapa.

Hatinya begitu hancur, bagaimana nasibnya setelah semua yang terjadi malam itu. Cheryl terus terisak, takut dan cemas akan nasibnya.

Hamil

“Orion, ini untukmu.” Seorang gadis tampak menyodorkan kotak coklat dengan tali pita berwarna merah di atasnya, ke seorang pemuda yang kini sedang duduk sendirian di perpustakaan kampus.

Pemuda bernama Orion wijaya itu mendongakkan kepala, menatap gadis yang sedikit menunduk sambil tersenyum-senyum malu.

“Dalam rangka apa?” tanya pemuda dengan suara lembut itu. Wajahnya yang manis serta senyum yang memiliki lesung pipi di sisi kanan, tentu akan membuat para gadis seumurannya terpesona.

Belum lagi, Orion menjadi incaran para gadis untuk dijadikan pacar. Pesonanya sudah tidak dipungkiri siapapun, murah senyum, baik, serta ramah terhadap semua orang, sampai membuat beberapa gadis salah paham dan mengira kalau Orion memberikan perhatian.

“Aku hanya ingin kasih saja, nanti di makan ya.” Gadis itu meletakkan kotak itu di meja, lantas meninggalkan Orion begitu saja.

Orion mengerutkan dahi, tapi sepertinya bisa menebak apa yang sebenarnya dilakukan gadis itu. Dia membuka kotak itu, lantas melihat isinya di mana ada secarik kertas berwarna merah muda di sana.

“Sudah kuduga,” gumam Orion.

Dia pun membuka kertas itu dan membaca sekilas isinya. Orion mendesau, surat cinta kembali diterimanya dan itu bukanlah sekali didapat dari para gadis berbeda di kampusnya. Orion memilih menyimpan surat itu di tas, lantas mengemas buku dan tasnya, kemudian berdiri sambil mencangklong tasnya di pundak kiri, sedangkan tangan kanan memegang kotak coklat.

“Buat Ibu.” Orion memberikan kotak coklat itu ke penjaga perpustakaan.

Wanita berumur sekitar empat puluh tahunan itu melirik Orion dari balik kacamata tebalnya, lantas kemudian berdeham karena tampaknya tahu dari mana coklat itu di dapat.

“Ditembak gadis lagi,” seloroh wanita itu yang tahu betul sudah berapa banyak yang ingin menjadi pacar pemuda itu.

Orion tersenyum lantas mengangguk pelan. Setiap mendapatkan makanan atau sesuatu dari pada gadis, Orion memang sering memberikannya ke penjaga perpustakaan.

“Kalau kamu tidak menolak dengan tegas, mereka akan selalu mengejar-ngejarmu,” kata wanita itu.

“Kalau aku tolak dengan tegas, nanti mereka sakit hati dan menangis. Aku tidak bisa melakukannya,” balas Orion.

Ada hal yang membuat Orion tidak bisa menyakiti hati wanita, salah satunya adalah karena dia pernah melihat seseorang yang disayanginya menangis karena cinta.

“Tapi mereka akan selalu salah paham,” kata wanita itu lagi.

“Aku akan menjelaskan, tapi dengan cara pelan dan tidak membuat mereka syok karena menolak saat mereka memberi. Ya … aku anggap itu tidak sopan,” balas Orion santai sambil menyematkan tas di pundak.

Orion pun pamit, lantas keluar dari perpustakaan. Wanita itu menatap punggung Orion sampai menghilang, hingga kemudian menggelengkan kepala pelan.

“Pemuda langka, baru kali ini ada pemuda yang menjaga perasaan wanita.”

**

Jam dinding berdenting seiring jarum jam yang terus berputar menunjukkan waktu yang sedang berlangsung. Cheryl mengerutkan dahi ketika mimpi buruk kembali menghampiri. Ini sudah lebih dari satu bulan semenjak kejadian buruk menimpa dirinya di hotel. Saat itu Cheryl ketakutan dan sampai tidak berani bicara ke kedua orangtuanya maupun orang lain. Dia malu dan takut membuat kedua orangtuanya marah karena dia lalai dan tidak bisa menjaga dirinya, di usianya yang sudah matang.

Waktu menunjukkan pukul empat pagi, Cheryl terbangun dengan cepat karena perutnya terasa mual dan rasanya seperti diaduk-aduk begitu cepat. Wanita itu bangun dengan cepat dari ranjang, lantas berlari ke kamar mandi dan berdiri di depan wastafel. Cheryl mual hingga muntah, bahkan lambung yang kosong pun terus mencoba memuntahkan sisa-sisa air di dalam sana.

Cheryl berpegangan pada kedua sisi wastafel setelah selesai muntah dan membersihkan mulutnya. Tubuhnya gemetar dan kedua tangan mencengkram erat wastafel saat gejolak di perutnya kembali terjadi. Buliran kristal bening luruh dari kelopak mata, menandakan betapa rapuhnya wanita itu saat ini.

Cheryl keluar dari kamar mandi dan mengambil sesuatu dari tasnya. Sudah beberapa hari dia merasa mual dan muntah, serta tamu bulanannya yang belum datang membuat Cheryl cemas dan takut.

“Apa aku harus melakukannya?” Gumam Cheryl sambil menatap testpack yang ada di tangan.

Dia takut jika apa yang dipikirkan benar, tapi dia juga tidak bisa terus penasaran.

Cheryl akhirnya mencoba mengecek urine-nya apakah yang dipikirkan benar terjadi, meski rasa takut telah membalut perasaan dan pikiran.

Cheryl duduk di atas kloset yang tertutup, menatap testpack yang kini menunjukkan garis dua di sana. Bola mata Cheryl berkaca-kaca, air mata luruh saat mengetahui jika dirinya hamil.

Dia begitu emosi hingga melempar testpack itu ke tempat sampah, sebelum kemudian menangkup wajah dengan kedua telapak tangan untuk menyembunyikan kesedihannya.

“Apa yang harus aku lakukan?” Cheryl kalut dan takut, kenapa semua hal ini menimpanya, setelah dirinya berusaha menjaga diri dan menjaga batasan karena takut hal yang menimpa ibunya, akan menimpa dirinya.

Namun, kenyataannya takdir tidak berpihak kepadanya, tetap saja hal yang tidak diinginkannya itu terjadi kepadanya.

**

“Kamu masih sakit? Apa mau ke rumah sakit dan libur ke perusahaan?” tanya sang mommy saat melihat Cheryl yang berwajah pucat pagi itu.

Cheryl menggelengkan kepala sambil tersenyum, mencoba bersikap jika baik-baik saja meski dirinya dalam kondisi buruk.

“Kalau kamu sakit, istirahat saja, Cher. Biar Daddy yang urus pekerjaanmu,” kata ayah tiri Cheryl.

“Aku baik-baik saja, Dad. Daddy dan Mommy jangan cemas,” balas Cheryl lagi-lagi tersenyum palsu.

Kedua orangtua itu akhirnya memilih tidak bertanya lagi, tidak ingin membuat putri mereka tidak nyaman.

Saat sarapan, Cheryl terlihat mual dan ingin kembali muntah. Namun, dia mencoba menahannya karena tidak ingin membuat kedua orangtuanya cemas.

“Mom, Dad, aku berangkat dulu karena nanti ada rapat pagi.” Cheryl berdiri kemudian mencium pipi sang mommy dan daddy, lantas pergi meninggalkan meja makan.

“Apa menurutmu ada yang aneh dengan Cheryl?”

“Entah, aku juga melihat dia sedikit berbeda dari biasanya.”

Saat Cheryl sudah pergi dan kedua orangtua Cheryl kembali sarapan. Pembantu rumah mendekat dengan takut-takut.

“Nyah, maaf jika saya lancang,” kata pembantu rumah itu.

“Ada apa?”

“Ini. Saya menemukan di tempat sampah kamar mandi Non Cheryl.” Pembantu rumah itu menunjukkan testpack yang ditemukan.

Wanita berumur lima puluh tahunan itu sangat terkejut, hingga menatap sang suami dengan ekspresi wajah takut dan cemas.

“Apa Cheryl hamil?”

Bukan Langit

Cheryl pergi ke perusahaan modeling milik keluarga ayah tirinya. Dia berangkat lebih awal karena ingin menghindari masalah pembahasan tentang kondisi tubuhnya. Cheryl belum siap jika orangtuanya tahu tentang kehamilannya, meski tanpa Cheryl sangka jika orangtuanya baru saja tahu.

“Pagi, Bu Cheryl.” Sapa Mila—sekretaris ayah Cheryl.

“Pagi.” Cheryl mencoba tersenyum meski wajahnya terlihat pucat.

“Anda sakit?” tanya Mila memperhatikan wajah Cheryl.

Cheryl menyentuh wajahnya, kemudian menggelengkan kepala pelan.

“Nggak, hanya kurang istirahat,” jawab Cheryl mempertahankan senyumnya.

Cheryl pun pamit untuk pergi ke ruangannya, hingga tiba-tiba pandangannya sedikit kabur dan tubuhnya terasa lemas.

Mila melihat Cheryl yang berjalan gontai, hingga begitu terkejut saat Cheryl tiba-tiba jatuh dan tergeletak di lantai.

“Bu Cheryl!” teriak Mila sambil menyusul Cheryl dan berjongkok untuk melihat kondisi putri atasannya itu.

Mila berteriak minta tolong, hingga security datang dan membantu Mila membawa Cheryl ke mobil untuk dibawa ke rumah sakit.

**

Bayangan akan ketakutan itu kembali menghantui, dalam ketidaksadarannya Cheryl menangis karena hal yang menimpa hingga kini apa yang dialaminya. Jemarinya tanpa disadari mencengkram erat selimut yang menutup kaki, membuat Lusy—ibu Cheryl, berdiri dan langsung membelai rambut putrinya.

“Cheryl.”

Suara lembut dan penuh kasih sayang itu terdengar merdu di telinga. Cheryl membuka kelopak mata perlahan, pandangannya masih kabur dan kepalanya terasa pusing.

“Mom,” lirih Cheryl saat tahu jika yang berada di sampingnya adalah sang mommy.

“Ya, ini Mommy, sayang. Kamu baik-baik saja?” tanya Lusy memastikan.

Cheryl mengangguk-angguk, tubuhnya masih terlihat lemas.

Lusy menoleh dan memandang suaminya yang juga ada di sana, terlihat gurat kecemasan juga kekecewaan di wajah keduanya.

Cheryl sendiri mencoba membuka mata agar sadar sepenuhnya, tapi kepalanya masih berat hingga membuat Cheryl memilih tidak memaksa bangun.

Hampir dua jam setelah Cheryl sadar, akhirnya wanita itu kini sudah duduk dan mencoba bersikap biasa seolah tidak terjadi sesuatu.

“Apa kamu mau makan? Pagi tadi kamu makan sedikit,” kata Lusy memberikan perhatian ke putrinya.

Cheryl menggelengkan kepala tanda menolak, meski ingin makan tapi perutnya terus bergejolak dan tidak membiarkan makanan masuk ke lambung.

Lusy kembali menatap sang suami, hingga melihat pria yang sudah hidup bersamanya hampir dua pulih lima tahun itu mengangguk.

Cheryl melihat mommy dan daddy-nya saling pandang dan memberi isyarat, membuatnya penasaran kenapa kedua orangtuanya bersikap demikian.

“Mom, ada apa?” tanya Cheryl.

Lusy meraih tangan Cheryl dan menggenggamnya erat, kemudian menepuk-nepuk punggung tangan Cheryl, sebelum menatap wajah putrinya itu.

“Cher, boleh Mom tanya sesuatu?”

Cheryl mengangguk-angguk mendengar pertanyaan sang mommy.

Lusy mengulum bibirnya, terlihat ragu tapi harus memastikan.

“Siapa ayah janin yang ada di rahimmu?” tanya Lusy dengan hati-hati setelah menahan rasa penasaran sejak tadi.

Ketika Cheryl pingsan, Lusy meminta dokter mengecek apakah benar Cheryl hamil. Mereka berharap bahwa testpack yang ditemukan itu bukan milik Cheryl. Namun, fakta tidak bisa ditutupi, dokter sudah memastikan jika Cheryl memang sedang hamil.

Cheryl syok mendengar pertanyaan sang mommy, tidak menyangka jika kedua orangtuanya sudah tahu.

“Mom, aku ….” Cheryl kebingungan, ditatapnya kedua orangtuanya secara bergantian.

“Jujur ke Mommy, Cher. Siapa yang menghamilimu? Mom dan Dad akan memintanya bertanggung jawab,” ucap Lusy masih bersabar karena tidak ingin putrinya semakin syok dan panik.

Cheryl menunduk, lantas menggelengkan kepala pelan.

“Apa maksudnya itu, Cher? Kamu tidak mau memberitahu kami?” tanya Lusy berusaha melihat wajah putrinya yang menunduk.

Cheryl masih menggeleng, tentu dia tidak tahu siapa ayah dari bayi yang dikandungnya.

“Cher, kamu tidak mau jujur ke Mommy?” Lusy mulai marah karena dia mencemaskan nasib masa depan putrinya. Jangan sampai Cheryl seperti dirinya, hamil dan melahirkan tanpa suami.

Lusy menggoyang lengan Cheryl agar putrinya itu mau bicara.

“Sayang, tenang dulu. Beri Cheryl waktu agar bisa tenang.” Ayah tiri Cheryl pun mencoba menenangkan Lusy.

Lusy langsung berdiri, satu tangan memegangi kening sedangkan satu tangan lainnya berkacak pinggang. Lusy mondar-mandir di ruangan itu, mencoba memikirkan satu nama yang mungkin menghamili putrinya.

Cheryl panik dan takut, dia menangis dan kedua pundaknya terlihat bergetar.

“Chery, cerita ke Daddy. Kamu pernah tidur dengan siapa dan kapan?” tanya Zayn—ayah tiri Cheryl, bicara dengan tenang agar Cheryl mau bicara.

Namun, Cheryl tetap menggelengkan kepala karena benar-benar tidak tahu siapa yang menidurinya.

Lusy berhenti melangkah, kemudian teringat akan satu nama dan dia lantas menatap putrinya yang masih menangis.

“Cher, jangan bilang itu Langit! Kamu pernah menginap di apartemennya, ‘kan?”

Lusy ingat saat Cheryl yang pulang di pagi hari dengan wajah lesu. Itu adalah hari di mana malam sebelumnya kesucian Cheryl direnggut oleh seorang pria. Ketika Lusy bertanya ke mana saja putrinya semalaman tidak pulang, Cheryl menjawab jika ketiduran di apartemen Langit—adik angkat Cheryl, membuat Lusy berpikir jika mungkin saja malam itu mereka telah tidur bersama dan melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan.

Cheryl sangat terkejut mendengar ucapan Lusy, hingga menggeleng cepat untuk menyanggah pemikiran sang mommy.

“Bukan Langit, Mom!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!