NovelToon NovelToon

PUTRI UNTUK PANGERAN

Ingin Tahu

Cuaca hari ini terlihat mendung tidak seperti biasanya. Sepertinya hujan akan segera turun dan membasahi bunga-bunga di taman istana. Aku sendiri sedang mengecek kembali persiapan apa saja yang belum terpenuhi. Dan ternyata, semuanya sudah selesai dikerjakan.

Akhirnya ....

Kulihat tatanan dekorasi ruangan di hadapanku sudah seperti keinginan putri. Warna merah dan hitam mendominasi dengan warna putih sebagai penghubungnya. Ruangan utama istana terlihat amat berbeda dari ruangan lainnya. Balon-balon berwarna-warni juga sudah menghiasi sekelilingnya. Tak jauh berbeda dari pesta ulang tahun mewah di duniaku. Ada balon, kado dan juga hiasan pesta lainnya. Sepertinya acara akan berjalan lancar malam ini.

Tak terasa seminggu lebih aku berada di sini. Tak terasa juga pekerjaanku sudah mau selesai saja. Lantas aku kembali menemui kepala dekorasi hari ini. Aku ingin mengatakan jika semuanya sudah sempurna. Namun, baru saja beberapa langkah, kudengar deru suara langkah kaki kuda yang datang dari luar istana. Dan ternyata kuda-kuda para pangeran berdatangan ke sini.

Astaga, mataku!

Entah ada berapa, sepertinya para putra mahkota dari banyak kerajaan telah datang ke istana Bunga. Aku pun menuju jendela untuk melihat lebih jelas apa yang terjadi di sana. Dan ternyata, raja dan ratu sudah menunggu mereka di teras depan istana. Tapi anehnya, kenapa aku tidak melihat putri kerajaan yang datang? Apakah hanya pangeran saja yang diundang oleh Negeri Bunga?

"Hei! Sedang apa?!" Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahuku dari belakang.

Aku menoleh. "Pangeran Xi?" Aku terkejut saat melihat sosok pangeran berpakaian kerajaan berwarna biru itu sudah berada di hadapanku.

"Em ...," Dia ikut melihat ke arah luar jendela. "Kau melihat mereka, ya?" tanyanya padaku.

Tinggi tubuhku hanya setelinganya saja walaupun sudah memakai high heels sekalipun. Tak tahu jika tidak menggunakannya, mungkin akan lebih pendek lagi. Xi memang pangeran bertubuh tinggi sama seperti kedua pangeranku. Yang membedakan hanya garis wajahnya saja yang lebih tirus. Sehingga terlihat imut dari yang lainnya.

"Kau sendiri sedang apa? Menanti putri-putri datang kemari?" Aku balik bertanya padanya.

Dia tersenyum padaku sambil menahan tawa. "Bunga tidak akan mengundang banyak putri ke sini." Dia mengatakannya dengan yakin.

"Eh?!" Aku jadi merasa heran.

"Negeri ini lebih memrioritaskan pangeran yang datang. Mungkin jika ada putri yang datang, itu hanya beberapa saja. Tidak banyak." Dia meyakinkanku.

"Kau seperti tahu benar bagaimana negeri ini, Pangeran." Aku menyelidikinya.

"Hahaha. Ya ... mungkin. Aku cukup tahu bagaimana negeri ini. Tapi ... tidak untuk dirimu, Ara," katanya yang membuatku terdiam seketika.

Err, apa maksudnya?

Aku menelan ludahku saat dia berkata seperti itu. Aku jadi deg-degan kala dia mengatakan hal seperti itu. Rasanya ingin segera berlari saja.

"Pangeran, kau banyak bercanda." Aku pun pura-pura tersenyum padanya.

Dia memegang lenganku. "Tidak. Aku serius," katanya yang membuatku kembali terdiam seketika.

Beberapa hari belakangan ini kami memang sering bertemu karena dia ikut membantu mendekorasi ruangan. Tapi aku lebih fokus bekerja dan tidak terlalu memedulikannya. Rose juga ikut menemani, jadinya aku cuek saja. Namun nyatanya, setelah beberapa hari berlalu, kami bisa sedekat ini. Dan tentunya membuatku semakin khawatir sesuatu terjadi pada pertemanan kami.

Aku tersenyum, nyengir tak karuan lalu menepiskan tangannya yang memegang lenganku. "Pangeran, tanganku ini seringkali kehilangan kendali. Ada baiknya jangan sembarangan menyentuhku, karena aku bisa saja menamparmu lagi." Aku pura-pura tidak terjadi apa-apa di antara kami.

Xi terperanjat. Matanya terbelalak karena perkataanku. Dia pun menelan ludahnya seraya menatapku. Mungkin tak menyangka jika aku akan seberani ini.

"Ara, sebenarnya—"

"Pangeran Xi!!!" Tiba-tiba saja ada seseorang yang berteriak memanggil namanya.

Lemparan Batu

Tak tahu siapa, kulihat seorang wanita bergaun ungu berjalan cepat ke arahnya. "Pangeran Xi, lama kita tidak bertemu." Wanita itu pun segera memegang tangan Xi lalu memeluknya.

Astaga! Astaga!

Aku tak percaya akan melihat pemandangan ini. Wanita ini begitu berani bersikap seperti itu kepada Xi. Apakah dia kekasih dari Xi sendiri?

Karena tidak ingin menjadi obat nyamuk, aku pun lekas pergi dari hadapan mereka. Namun, saat melangkahkan kaki, saat itu juga Xi menahan tanganku. Dia memegang tanganku ini.

Pangeran ...? Aku pun melihat tangannya yang memegang tanganku. Dia ini ...?

Aku tak tahu apa maksudnya. Tapi aku tidak mau mengganggu kebersamaan orang lain. Apalagi Xi kelihatan diam saja saat dipeluk wanita itu. Seperti tidak ada pencegahan sama sekali. Mungkin hal ini sudah terasa biasa baginya.

"Em, maaf. Aku masih harus bekerja. Permisi."

Lantas segera kulepas pegangan tangannya. Aku berlalu dari keduanya. Namun, kulihat Xi tidak membalas sedikitpun pelukan dari wanita itu. Dia terlihat biasa saja. Aku juga tidak mau memedulikannya. Toh, bukan urusanku juga.

Lebih baik aku segera menemui kepala dekorasi lalu menyelesaikan tugas ini.

Aku pun melangkahkan kaki menuju ruang kepala pelayan pria di istana. Dia juga kebetulan bertugas sebagai kepala dekorasi acara ulang tahun Rose ini. Ratu sendiri yang menunjuknya untuk membantuku karena aku sempat pingsan kemarin. Dan karenanya juga pekerjaanku jadi cepat terselesaikan. Semoga saja acara nanti malam berjalan dengan lancar. Agar aku bisa kembali ke Angkasa menemui kedua pangeranku.

Tetap semangat, Ara. Garis finis sudah di depan mata. Kedua pangeranmu sedang menunggu di Angkasa. Cepat selesaikan pekerjaanmu dan pulanglah dengan membawa kabar gembira.

Menjelang malam...

Sayup-sayup kudengar suara musik yang menggema hingga ke kamarku. Aku yang masih tertidur pun terusik dengan suara itu. Semakin lama suaranya semakin kencang saja. Lantas aku pun beranjak bangun untuk melihat sudah jam berapa.

"Enam ... lewat lima puluh ...."

Aku lelah. Sangat lelah. Suaraku juga mulai serak seperti terserang radang tenggorokan. Beberapa hari kemarin aku menguras tenaga untuk berpergian jauh. Dan kini rasanya badanku sudah tidak tertahankan. Aku ingin beristirahat lebih lama dari biasanya.

Tidur sebentar lagi saja.

Selepas menemui kepala dekorasi, aku kembali briefing dan membicarakan acara pesta ulang tahun Putri Rose. Kami kembali berbagi tugas tentang siapa saja yang akan mengantarkan makanan dan ikut menyambut tamu undangan. Tentunya mereka mengenakan pakaian hasil rancanganku. Pihak konveksi istana sudah bekerja keras untuk menyelesaikan semua rancangan busana. Sehingga aku tinggal menunggu kabarnya saja.

"Hoaaamm."

Aku pun masih memejamkan mata sambil memeluk guling berbulu tebal. Rasanya aku ingin beristirahat kembali. Lagipula semua pekerjaanku juga telah selesai. Jadi saat acara berlangsung, bukan lagi tanggung jawabku. Lantas aku kembali melemaskan tubuh ini. Aku ingin memasuki alam mimpi. Namun, suara ketukan di pintu itu menyadarkanku.

"Nona Ara. Nona tidak menghadiri pesta? Pesta sudah dimulai, Nona." Sepertinya suara seseorang yang kukenal memanggil.

Aduh, malasnya. Aku diam sajalah agar dikira tidur.

Karena malas bangun, aku tidak memedulikan panggilan seseorang itu. Aku kembali melemaskan badan lalu tidur di atas kasurku. Tapi, tiba-tiba saja ada suara yang mengagetkanku.

Su-suara apa itu?!

Kaca jendela kamarku seperti dilempari batu. Sontak aku pun terbangun dan lekas-lekas melihat siapa gerangan yang melempari kaca jendelaku.

Menawarkan Diri

Tidak ada orang?

Aku pun berjalan ke arah jendela untuk melihat siapa gerangan yang melempari kaca jendelaku. Tapi ternyata, tidak ada orang di luar sana. Seketika aku jadi terheran sendiri. Apakah aku sedang berhalusinasi?

Ih, siapa sih?! Mengganggu orang saja!

Karena kesal, aku tidak jadi tidur. Mana bisa orang kesal tertidur dengan nyenyak? Jadinya aku beristirahat sambil duduk di tepi kasurku. Kulihat jam juga semakin berlalu dan kini sudah pukul tujuh malam. Lantas aku pun bergegas untuk menghadiri pesta. Pesta ulang tahun putri negeri ini. Rose Flow.

Lima belas menit kemudian...

Kini aku merasa lebih segar setelah mandi. Dengan masih mengenakan handuk yang menutupi badan, aku pun berkaca sebentar dan melihat pantulan bayanganku di cermin. Dan ternyata aku sedikit kurusan beberapa hari ini. Mungkin karena faktor kelelahan yang menerjangku.

"Pakai baju apa, ya?"

Kulihat gaun yang kubawa dari Angkasa hanya tersisa satu untuk kupakai. Dan sepertinya tidak cocok kugunakan untuk menghadiri pesta ulang tahun putri negeri ini. Karena gaunnya berlengan panjang. Mungkin cocok jika digunakan untuk menghadiri pesta pernikahan karena terlihat sangat formal.

"Aku tidak punya baju pesta ulang tahun. Astaga ...."

"Nona!" Tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu kamarku di tengah rasa gundahku ini. "Nona, apakah Nona sudah bangun?!" tanya seseorang itu.

"Lara?"

Segera saja aku menyadari siapa yang mengetuk pintu. Aku pun bergegas untuk membukakannya. Dan ternyata memang benar, Lara lah yang datang.

"Salam Nona." Dia membungkukkan sedikit badannya kepadaku. Kulihat dia juga membawakan sesuatu.

"Lara, ada apa?" tanyaku padanya.

"Maaf, Nona. Saya diminta pihak konveksi istana untuk mengantarkan ini kepada Nona. Ini adalah baju pesta," katanya.

"Eh?" Aku jadi terheran. "Bagaimana mereka tahu jika aku tidak mempunyai baju pesta untuk ulang tahun putri?" Aku bertanya kepada Lara.

Lara tersenyum. "Mungkin hanya perkiraan saja, Nona. Lagipula ini adalah hadiah dari kerja keras Nona selama ini." Lara memberikan senyumnya kepadaku.

Aku mengangguk, tapi juga merasa heran. Mana mungkin pihak konveksi istana sampai repot-repot memberikan busana pestanya untukku. Pasti ada seseorang yang memintaku untuk datang ke acara dengan memberikan gaun ini. Tapi, siapa?

"Em, baiklah. Aku akan mengenakannya. Semoga cocok ya." Aku pun menerima busana yang dibawakan Lara.

Lara mengangguk. Aku juga mempersilakannya untuk menunggu. Sedang aku sendiri segera berganti pakaian ini. Aku akan mengenakan pakaian dari pihak konveksi istana. Entah benar atau tidak, kucoba saja untuk memakainya.

Setengah jam kemudian...

Kini aku mengenakan gaun pemberian dari pihak konveksi istana. Tak tahu benar apa tidak, rasa-rasanya gaun ini bagus sekali. Gaunnya berwarna hitam tanpa lengan dan penuh dengan pernak-pernik indah. Rasa-rasanya harganya mahal apalagi jika dibuat dengan cepat. Pasti jasa pembuatannya menguras isi kantong. Tak tahu benar atau tidak pemberian dari konveksi istana, aku memakainya saja.

"Nona cantik sekali." Lara datang membawakan teh hangat untukku.

"Terima kasih, Lara." Aku pun tersenyum padanya.

"Boleh saya merias Nona?" tanyanya padaku.

"Kau bisa merias?" tanyaku balik.

Dia mengangguk seraya tersenyum.

"Baiklah. Kalau begitu coba rias aku."

Aku tak tahu apakah pelayan yang mirip seperti asisten pribadi ini bisa merias atau tidak. Tapi dia menawarkan dirinya padaku. Jadinya aku iyakan saja. Toh, jika kurang cocok aku bisa menghapusnya. Aku juga ingin tahu sejauh mana kemampuan merias yang dia punya. Karena pastinya jika berani menawarkan diri, itu berarti ada bakat terpendam yang dimilikinya. Jadinya kupersilakan saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!