Gealazuva, gadis cantik namun berpenampilan yang cukup sederhana. Perempuan yang mempunyai sikap kerasa kepala.
Namun, dibalik sifatnya yang keras kepala, Gea mempunyai sisi lembut pada sifatnya.
"Gea, Lu kenapa sih, perasaan dari tadi mondar-mandir gitu. Ada masalah kamu?"
Raya yang merasa aneh dengan temannya itu, langsung mengintrogasi Gea yang terlihat sibuk memikirkan sesuatu.
"Ya ih, kamu itu kenapa sih? perasaan aku perhatikan lagi cemas gitu. Kamu gak lagi ada masalah kan, Ge?" tanya Veliana ikut menimpali, lantaran penasaran seperti Raya.
"Enggak sih, aku cuma lagi bingung aja." Jawab Gea yang tengah menarik napasnya dengan panjang, dan membuangnya dengan kasar.
"Bingung kenapa lagi? Lu gak sedang jatuh cinta, 'kan?"
Gea menggelengkan kepalanya.
"Gak sih, aku tidak sedang jatuh cinta." Jawab Gea sambil memainkan jari jemarinya karena cemas.
"Terus, Elu mikirin apaan? pacar, bukan. Ada masalah, bukan juga. Cerita kek ke kita, siapa tahu aja kita berdua bisa bantu Elu." Kata Veliana.
"Bener nih, kalian berdua mau bantuin aku? nanti bohong, lagi."
"Ya gak lah Gea, siapa juga yang mau bohongi kamu. Gini gini juga teman Elu. Masa ya, kita jahat. Udah deh, mendingan kamu itu cerita sama kita. Ya ... siapa tahu aja dapet wangsit, bisa bantuin kamu." Kata Raya.
"Begini permasalahannya, kedua orang tuaku meminta aku untuk menikah. Sedangkan aku sendiri belum selesai kuliahnya. Pasalnya nih, aku gak punya pacar." Ucap Gea berterus terang dengan apa yang ia tengah pikirkan.
"Menikah?" tanya Raya sama Veliana.
Gea mengangguk.
"Ya, benar. Kedua orang tuaku mendesak aku untuk menikah. Katanya kalau tidak segera menikah, semua harta milik kakek aku akan hangus. Ayahku tidak akan bisa memegang kendali, dan akan jatuh di tangan paman aku. Soalnya anaknya paman aku akan menikah juga." Jawab Gea menjelaskan sedetail mungkin.
"Berat juga ya, Gea. Kamu diminta menikah, tetapi tidak mempunyai calonnya. Lah kenapa mesti repot, kamu minta dicariin calon suami aja kalau gitu, maksud aku minta tolong sama kedua orang tua kamu, beres." Kata Raya memberi saran.
"Aku gak mau, soalnya memang aku belum siap untuk menikah. Tolong dong, cariin aku saran atau ide, atau apalah." Ucap Gea yang merasa buntu untuk memikirkan sesuatu.
Raya maupun Veliana yang mendengarnya, pun merasa kasihan dengan temanya.
"Ray, gimana menurut kamu, ada solusi yang tepat atau enggak?" tanya Veliana.
"Sebentar, aku mau mikir dulu. Aku mau cari solusi yang tepat, sabar ya." Jawab Raya sambil berpikir untuk mencari ide yang sekiranya masuk akal dan tidak sulit untuk diajak kompromi.
"Enggak usah dipaksain, nanti aku cari jalan keluarnya sendiri." Ucap Gea yang tidak ingin merepotkan kedua temannya.
"Aku ada ide, tapi ya lumayan bikin jantungan sih." Kata Raya mengagetkan.
"Ide apaan, Ray?" tanya Veliana yang dibuat kaget oleh Raya.
Begitu juga dengan Gea, dirinya juga sama kagetnya seperti Veliana.
"Memangnya ide yang kamu dapatkan, ide apa itu?" tanya Gea penasaran.
"Kamu kan tajir nih, ngapain gak pakai ketajiran kamu itu. Kamu bisa bayar cowok dengan harga yang fantastik, gimana? ayolah di coba saran aku ini." Jawab Raya yang sudah mendapatkan ide yang menurutnya cemerlang.
Gea melotot, sama juga dengan Veliana. Keduanya benar-benar tidak menyangka dengan ide konyol yang diberikan dari Raya.
"Emang mau gitu?" tanya Veliana.
"Maulah, cowok mana yang gak mau dikasih uang yang fantastik gitu. Contohnya nih, 500 juta, atau gak 800 juta, bila perlu satu miliar." Jawab Raya yang asal menyebut nominalnya.
Gea maupun Veliana menelan ludahnya dengan kasar.
Gea masih berpikir mengenai solusi dari temannya.
"Kau itu kadang kadang kau ya, gile bener itu dwit sebanyak satu miliar." Kata Veliana.
Sedangkan Gea terlihat tengah berpikir.
"Gea, gimana menurut kamu? ah Elu mah, dikasih solusi malah diem."
"Bukan gitu Ray, takutnya nanti akan ketahuan. Jugaan mana ada lelaki yang bisa dipercaya omongannya, apa lagi udah dikasih uang." Ucap Gea yang tidak mau ambil resiko.
"Terus, mau pakai cara gimana? mana bisa dapetin cowok dengan cuma-cuma, kalau kamu punya pacar nah, itu mudah. Lah kamu aja gak punya pacar, gimana coba?"
"Masalahnya itu, aku harus punya anak."
"Tuh, dengerin Ray. Memangnya kamu mau, berhubungan dengan lelaki yang gak kamu sukai? bayangin aja deh kamunya."
Raya nyengir kuda.
"Ya dibuat perjanjian, gitu. Ngelakuinnya dengan suasana gelap, gak usah terang gitu." Kata Raya dengan ide konyolnya.
"Elu itu ya, kalau ngasih ide kek makan cabai mentah, main ceplus aja." Kata Veliana.
"Ya nih, aku juga pinginnya melakukan sesuatunya itu dengan sama-sama tidak merasa dirugikan. Takutnya kek mana gitu, ah takut ah akunya." Ucap Gea yang tengah cemas dibuatnya.
"Makanya, pacaran dong. Jadi, pas bareng cowok itu gak gugup gugup amat, gitu."
"Aku tuh udah males pacaran, kapok." Jawab Gea lagi-lagi membenarkan kaca matanya.
"Ya namanya juga pacaran, jangan dibuat serius." Kata Veliana.
Gea menggelengkan kepalanya, menolak atas saran dari Veliana yang ikut komentar.
"Gimana nih dengan ide dariku tadi, bisa kamu terima, 'kan?"
"Aku pikir dulu aja ya, Ray. Takutnya aku gak ada uang sebanyak itu." Kata Gea yang was-was karena belum mengecek saldo yang dimilikinya.
Selama kecil, Gea selalu menyisihkan uang yang menurutnya tidak ada gunanya untuk berfoya-foya, pikirnya.
"Semoga aja tabungan kamu luber, kita bisa kecipratan."
"Ya deh, nanti aku pikirkan lagi." Ucap Gea.
Setelah membicarakan soal Gea, tidak terasa sudah waktunya untuk pulang ke rumah.
"Ray, Vel, udah waktunya untuk pulang nih. Aku pulang duluan aja ya, takutnya kedua orang tua aku marah. Besok aku kasih jawabannya di kampus, bye."
"Ya, ok. Sampai ketemu lagi besok di kampus, hati-hati ya Gea."
Gea mengangguk.
Setelah berpamitan pulang, Gea segera naik mobilnya yang sudah menunggunya.
Sambil bersandar memikirkan ide yang diberikan dari temannya itu, Gea mencoba untuk mencernanya lagi. Takut, tidak sesuai yang di pikirkan.
Pak Didin yang selaku supirnya, merasa heran dengan Gea yang terlihat lesu. Biasanya sering mengajaknya mengobrol walau hanya tidak penting, tapi kini seolah seperti menyimpan beban yang berat.
"Pak Didin." Panggil Gea tiba-tiba.
"Ya, Nona, ada apa?" tanya balik oleh Pak Didin.
"Bi Narsih kapan kembali kerja, Pak?"
"Nanti setelah urusan di kampung selesai, Nona. Soalnya ibu mertua Bapak sedang sakit-sakitan, jadi istrinya Bapak di suruh tinggal di kampung untuk sementara waktu, sampai keadaan mertua Bapak sembuh." Jawab Pak Didin.
"Lama ya, Pak?"
"Gak sih, Non. Mungkin satu minggu lagi sudah kembali ke kota, doakan saja, semoga tidak ada halangan. Memangnya Nona ada perlu apa dengan Bi Narsih?"
"Enggak ada apa-apa kok, Pak. Kirain Bi Narsih gak balik lagi ke kota, soalnya sepi gak ada Bibi." Jawab Gea sambil melihat jalanan.
Percakapan antara Gea dan supirnya hanya untuk menghilangkan kejenuhannya, lantaran begitu penat untuk mengatasi masalah yang ia dapati.
Gea yang baru saja turun dari mobil, langsung masuk ke rumah dengan buru-buru.
"Gea!"
Saat itu juga, Gea menghentikan langkah kakinya saat namanya dipanggil.
"Eh, ada Mama sama Papa rupanya." Sahut Gea sambil nyengir kuda.
"Sini duduk sebentar." Perintah ayahnya, sedangkan ibunya mengangguk seraya memberi kode pada putrinya.
"I-i-i-ya, Ma." Jawab Gea terbata-bata karena gugup, lantaran takut diberi pertanyaan mengenai pernikahan.
Dengan terpaksa, Gea menuruti perintah ayahnya.
"Ada apa ya, Pa, Ma? gak lagi menghukum Gea 'kan?" tanya Gea penasaran, meski dalam hatinya mempunyai tebakan sendiri.
"Apa kamu sudah mempunyai calon suami?" tanya sang ayah.
Gea menelan ludahnya dengan kasar saat mendengar pertanyaan dari ayahnya.
"Gea sudah punya calon suami kok, Pa, Ma. Tenang aja, besok Gea akan memperkenalkannya sama kalian, tenang aja. Nanti Papa sama Mama tinggal menilainya." Jawab Gea yang terpaksa berbohong.
"Kirain Papa, kamu belum punya pacar. Terus kenapa kamu gak pernah mempertemukan Papa dan Mama dengan pacar kamu? apa kamu baru menemukan pacar?"
Gea yang merasa dapat sindiran dari ayahnya, hanya nyengir kuda seperti tadi.
"Gea malu lah Pa. Soalnya pacarnya Gea itu sangat jelek, jadi takutnya Papa kecewa. Gak cuma itu aja sih, Pacar Gea bukan golongan orang tajir, gimana?"
Dengan terpaksa si Gea harus banyak pura-pura d hadapan kedua orang tuanya.
"Tidak apa-apa, yang penting kepribadiannya baik dan tidak mengecewakan. Apalagi kalau pintar, Papa akan lebih beruntung dapetin menantu yang pintar dan juga cerdas." Kata sang ayah.
Gea sendiri hanya tersenyum tipis pada ayahnya.
"Semoga aja memang pintar dan cerdas. Em, kalau gitu Gea pamit ke kamar dulu ya, Pa, Ma. Gea capek, juga pingin istirahat." Ujar Gea yang ingin menghindari kedua orang tuanya, agar tidak mendapati banyak pertanyaan, pikirnya.
Kedua orang tuanya mengangguk dan mengiyakan.
Gea yang merasa lega karena dapat menghindar, langsung membuang napaanya dengan kasar.
"Akhirnya aku bisa menghindari Mama dan Papa, lega rasanya." Gumamnya lirih sambil menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Sampainya dalam kamar, Gea langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Andai saja aku punya kakak laki-laki, mungkin tidak akan menikah dengan paksaan. Kalau sampai aku tidak bisa menemukan lelaki yang bisa aku bayar, mungkin yang ada perjodohan. Semoga saja saran dari Raya dan Veliana itu bisa membantuku untuk berbohong, terutama dihadapan kakek. Tapi, kalau sampai ketahuan, bisa murka besar besaran. Ah, masa bodoh, jugaan aku tidak mempunyai cara lain selain membayar laki-laki untuk menjalani pernikahan kontra." Gumamnya sambil mencari ide.
Berbeda lagi dengan tempat lain, sosok lelaki yang tengah penat untuk menerima syarat dari keluarganya, yakni untuk menerima perjodohan.
"Pers_etan! dengan perjodohan." Umpatnya sambil duduk bersama teman-temannya.
"Kamu itu kenapa sih Bro, perasaan dari tadi itu menggerutu terus.
"Kamu bisa bantuin aku, gak?"
"Bantuin apaan?" tanyanya karena belum mengerti.
"Cariin perempuan yang bisa dijadikan istri pura-pura." Jawabnya yang langsung meminta bantuan, alias menyuruh temannya untuk menolongnya.
"Lah, kenapa kamu gak suruh aja si Lisa untuk pulang dan diajak menikah. Lisa kan, pacar kamu, kenapa gak suruh pulang aja. Kalau kamu nikah sama orang lain, yang ada tuh kamunya kelabakan."
"Sudah ku bilang berkali-kali, aku tidak mendapatkan restu dari kedua orang tuaku. Jadi, mana bisa aku menikah dengannya." Jawabnya.
"Masalahnya apa, Bro?"
"Yang jelas kedua orang tuaku menentang hubunganku dengan Lisa." Jawab Raka.
Karena Frustrasi tidak mendapat jalan keluarnya, akhirnya mengacak rambutnya yang tidak gatal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!