Di saat angin malam mulai menerpa rambut kemuning yang terurai panjang, hati Kemuning juga ikut merasakan dinginnya hawa di malam itu. Sekilas tanpa sengaja Kemuning melihat sekelebat bayangan hitam melintas di hadapannya.
“Oh, bayangan apa itu?” tanya kemuning yang saat itu masih merasa heran.
Namun rasa herannya itu, tiba-tiba saja berubah menjadi keanehan yang luar biasa, pasalnya hanya beberapa saat saja, kemuning merasa disentuh oleh sesuatu, tapi dia tak tau siapa yang menyentuhnya.
Seperti dalam keadaan di hipnotis, Kemuning langsung saja masuk kedalam kamar dan melepaskan seluruh pakaiannya.
“Oooh." rintihan suara Kemuning yang membuat semua hewan tertunduk seperti sedang memberi hormat pada kenikmatan yang dirasakan Kemuning saat itu.
Memang malam itu, Kemuning merasakan kenikmatan yang sangat luar biasa, dia seperti sedang melaksanakan senggama dengan seseorang.
Akan tetapi dia tak melihat makluk apa yang sedang tidur bersamanya saat itu. Setelah melewati waktu yang telah ditentukan, tiba-tiba saja Kemuning tak merasakan apa-apa lagi.
“Aneh, kemana gerangan makhluk yang telah menyentuh ku tadi?” tanya Kemuning seraya berlari keluar rumah dan memandangi sekitar rumahnya.
Karena merasa kenikmatan yang luar biasa telah didapatkan di malam itu, Kemuning langsung tertidur pulas di kamarnya, tanpa harus menunggu Bondan pulang kerumah.
“Tok, tok, tok !” tiba-tiba saja pintu diketuk dari luar.
Walau pun pintu diketuk secara berulang-ulang kali, Kemuning masih belum terbangun dari tidurnya, Bondan yang merasakan keanehan pada Kemuning, dia pun tak berani lagi membangunkan Istrinya yang tertidur dengan lelap.
Di depan pintu, Bondan pun duduk menunggu Kemuning bangun dan membukakan pintu untuknya, namun hingga matahari terbit, Kemuning masih belum membukakan pintu untuk suaminya.
Sementara itu, kemuning yang terbangun dari tidurnya, baru sadar kalau malam itu, dia belum membukakan pintu untuk suami tercintanya.
“Ya ampun! jadi semalaman aku tertidur begitu lelapnya, sehingga lupa membukakan pintu untuk Mas Bondan,” kata Kemuning pada dirinya sendiri.
Karena sadar dengan kelakuannya, Kemuning langsung berlari ke pintu, untuk membukakan pintu agar Bondan bisa masuk.
Saat pintu dibuka, benar saja. Ternyata semalaman Bondan tidur diluar rumah. Dan meringkuk didepan pintu.
“Ya ampun, Mas! kenapa tidur diluar?” tanya Kemuning heran.
Bondan yang mendengar Kemuning merasa heran, dia pun jadi bertanya-tanya di dalam hati. Namun Kemuning tetap saja tak tau apa sebabnya Bondan tidur diluar malam itu.
“Jadi, benar kamu nggak sadar kalau semalaman Mas tidur diluar?”
“Nggak Mas, aku benar-benar nggak dengar, kalau semalam Mas udah berulang kali mengetuk pintu.”
“Baiklah, untuk kali ini, Mas bisa memaklumi diri mu.”
“Makasih sayang,” jawab Kemuning yang langsung memeluk tubuh Bondan.
Walau merasa begitu kesal, namun Bondan sangat bahagia ketika dikecup oleh istri tercintanya. Dia pun kembali tersenyum manis, setelah semalaman menahan rasa amarah.
“Mas,” ucap Kemuning dengan suara lirih.
“Hm, ada apa sayang?”
“Mas!” kemuning kembali mengeluarkan kata yang penuh hasrat.
“Ada apa sayang?” kata Bondan seraya duduk disebelah Kemuning.
Perempuan cantik itu diam saja, dia hanya memutar-mutar dasi baju milik Bondan dan merengek meminta disentuh.
“Oh sayang, kamu kepingin ya?”
“Hm!”
“Baiklah, aku akan istirahat sekarang, dan akan melayani tuan putri dengan sebaik-baiknya.”
“Aaah, Mas Bondan,” ucap Kemuning bermanja.
Pagi itu, kemesraan mereka berdua menyatu, gairah yang dirasakan Kemuning malam itu, masih menggebu hingga pagi hari, dia selalu ingin disentuh oleh Bondan sesering mungkin.
Dan kejadian itu, bukan hanya sekali yang dirasakan Kemuning, setiap malam sebelum Bondan pulang kerumah, Makluk itu telah mengajak Kemuning untuk bersenggama di kamarnya.
Meski pun Kemuning tak melihat siapa yang sedang menidurinya, namun Kemuning merasakan betapa nikmatnya saat makhluk itu menyentuh dirinya.
Begitu juga di saat Bondan pulang kerumah, Kemuning selalu merengek minta kemesraannya kembali menyatu.
“Aku capek sayang?”
“Sebentar aja!” jawab Kemuning sembari menyentuh tubuh Bondan yang baru melepas pakaiannya.
“Kenapa ya, kamu selalu mengajak aku bercinta, sayang?”
“Kamu heran Mas?”
“Nggak juga, tapi kan?”
“Tapi apa Mas?”
“Biasanya kamu paling nggak suka kusentuh, kamu sering marah dan membuat alasan yang akhirnya kita berdua nggak jadi melakukan hal itu.”
“Kau benar Mas, bukan hanya diri mu, aku sendiri juga merasa heran, kenapa akhir-akhir ini, hasrat ku selalu bergejolak.”
“Apakah kamu udah periksakan hal itu ke dokter sayang?”
“Belum sih, Mas.”
“Gimana kalau besok kita kerumah sakit, untuk memeriksakan keadaan mu.”
“Baik, Mas,” jawab Kemuning mengikuti keinginan suaminya.
Benar saja keesokan harinya, Bondan membawa Kemuning ke puskesmas, untuk memeriksakan kondisi tubuhnya.
Setelah melewati beberapa kali pemeriksaan, Bondan pun bertanya kepada dokter yang memeriksa Kemuning.
“Gimana dok, keadaan istri saya?”
“Saya nggak melihat hal aneh pada istri mu!”
“Tapi dok, istri saya selalu minta saya menyentuhnya, dia tiba-tiba saja memiliki gairah yang luar biasa dibandingkan hari sebelumnya."
“Bagus dong, berarti Istri Bapak memiliki horman yang baik, lalu kenapa Bapak merasa takut, kalau dia menginginkannya? lagian sebagai seorang istri wajar kan dia menuntut kemesraan dari suaminya?”
Mendengar penjelasan dokter yang memeriksa fisik Kemuning, Bondan tak mengomentari apa-apa, dia kemudian membawa kemuning kembali pulang kerumah.
“Kan, Mas? kita udah periksa, tapi kata dokter aku biasa-biasa saja kan?”
“Iya sayang, aku dengar sendiri kok.”
Sebenarnya, Kemuning sengaja menyembunyikan rahasia itu dari suaminya agar tak ada kecurigaan sama sekali di hati Bondan.
Malam yang ketujuh, disaat bulan purnama bersinar terang, Kemuning kembali kedatangan makhluk gaib yang selalu menidurinya.
Malam itu Kemuning mencoba untuk menolak penyatuan itu, dia ingin tau siapa gerangan yang selama tujuh malam tidur bersamanya.
Makluk gaib itu tak menjawab, di hanya menarik tangan Kemuning dan melepas seluruh pakaian kemuning dengan perlahan.
“Aku hanya ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri, tentang makluk apa yang telah tidur dengan diri ku selama tujuh malam ini.
Di saat Kemuning terus saja mempertanyakan makluk apa yang telah bersama dirinya selama ini, tiba-tiba saja Kemuning merasakan aroma yang sangat wangi sekali, yang membuat dirinya terlena.
Seperti malam pertama pernikahan, Kemuning merasakan kenikmatan yang luar biasa yang selama ini belum pernah dia rasakan bersama Bondan.
Lalu, tiba-tiba saja Kemuning melihat seorang pria tampan sedang berada didalam pelukannya.
“Hah!” jerit Kemuning seraya melepaskan pelukannya.
“Nggak usah kaget sayang.”
“Kamu! kamu siapa?”
“Aku pria yang selama tujuh malam ini tidur bersama mu,” jawab pria itu seraya tersenyum manis.
"Hah benarkah tapi aku tak melihatmu selama tujuh malam ini. Lalu kenapa kau tiba-tiba ada bersamaku saat ini."
"Ssst...!" ujar pria itu.
Bersambung...
*Selamat membaca*
“Kenapa kau lakukan itu semua pada ku, apa mau mu?”
“Aku hanya menitipkan titisan ku didalam Rahim mu.”
“Titisan? titisan apa?”
“Saat ini kau sedang mengandung putri ku, dia adalah titisan ku, bukan anak Bondan suami mu.”
“Kenapa kau menitipkan putrimu kedalam rahim ku, bukan kah di dunia ini begitu banyak perempuan yang belum berkeluarga?”
“Aku tau, sebelum kau memberitaukan tentang hal itu, aku hanya ingin rahimmu, karena aku melihat kebaikan pada hati mu.”
Di saat makhluk itu sedang bercumbu dengan Kemuning, tiba-tiba saja dari luar terdengar suara pintu di ketuk, keduanya saling bertatap pandang. Lalu Kemuning sadar kalau yang datang adalah Bondan suaminya.
Dengan bergegas, Kemuning berjalan menuju pintu. Tapi alangkah terkejutnya Bondan, saat di lihatnya Kemuning berpakaian sangat tipis, sehingga liku tubuhnya terlihat jelas dari luar.
“Sayang! kenapa kau berpakaian seperti ini?” tanya Bondan sembari celingak celinguk melihat kedalam dan keluar.
“Kamu sedang melihat apa sih, Mas?” tanya Kemuning heran.
“Apa ada orang lain di kamar?”
“Orang lain? maksud mu apa sih Mas?”
“Aku hanya bertanya, apa ada orang lain di dalam?”
“Jadi kau menuduh ku memasukan orang lain kekamar kita!”
“Bukan begitu maksudnya sayang?”
“Lalu apa?”
“Kamu berpakai begini, nanti di lihat orang gimana?” ucap Bondan menutupi perasaan curiganya.
Belum lagi Bondan melepas pakaian kerjanya, Kemuning udah mulai merangsang tubuh Bondan, Kemuning melakukannya dengan perasaan yang menggebu-gebu, hal itu membuat Bondan kewalahan.
Namun setelah mereka sama-sama mulai terangsang seknya, lalu tiba-tiba saja, Kemuning mendengar bisikan dari makhluk gaib itu di telinganya.
“Jangan lakukan itu Kemuning? karena ini malam terakhir kita melakukannya.”
Mendengar bisikan itu, Kemuning langsung berhenti melakukan hubungan dengan suaminya. Melihat Kemuning langsung berhenti merayu dirinya, Bondan menjadi sedikit heran.
“Ada apa sayang? kenapa berhenti?”
“Aku nggak mau melanjutkannya,” jawab Kemuning datar.
“Kenapa?” tanya Bondan heran, karena sebelum itu, Kemuning begitu bernafsu ingin bercumbu dengannya.
“Aku capek Kang Mas.”
“Ya udah, kalau kamu capek, istirahatlah dulu, nanti kalau ada kesempatan kita lakukan lagi.”
“Baik Kang Mas.”
Di saat mereka berdua sedang berbaring, tiba-tiba saja Kemuning mendengar bisikan itu lagi.
“Mandilah Kemuning, bersihkan tubuh mu, kita akan bercumbu malam ini.”
Lalu Kemuning langsung mendengarkan perintah makhluk itu dan dia pun bergegas menuju kamar mandi.
“Mau kemana sayang?”
“Aku gerah Mas, mau mandi rasanya,” jawab Kemuning seraya menutup pintu kamar mandi.
Ketika Kemuning mandi, Bondan pun tertidur dengan nyenyaknya di atas ranjang, sehingga dia sendiri tidak mengetahui kalau tubuhnya sudah berpindah tempat keruang tamu.
Sementara itu, Kemuning yang sedang mandi, di datangi oleh makhluk yang selama ini tidur dengan dirinya.
Makluk itu menyentuh tubuh sensitive Kemuning, sehingga Kemuning langsung terangsang, bagai di sentuh oleh seseorang, Kemuning mengerang menahan rasa nikmat yang belum pernah dia rasakan.
Disaat keduanya sedang bercumbu di kamar mandi, tiba-tiba saja Kemuning telah berada diatas Kasur, kain seprai yang tadinya berantakan terlihat rapi seketika.
Dengan birahi yang membara, Kemuning menerima makhluk itu di dalam dekapannya.
“Ini malam terakhir kita Kemuning, aku titip benih ku di rahim mu, jaga dan rawat dia seperti bayimu sendiri.”
“Bagai mana kalau Mas Bondan tau?”
“Dia tak akan tau tentang hal ini, asalkan kau tidak buka mulut.”
“Kenapa?”
“Jika Bondan tau, maka dia pasti akan menceraikan mu. Berlagaklah seperti biasa, agar Bondan mengira kalau anak itu adalah benih keturunan darinya.”
“Baiklah, akan ku jaga rahasia ini dengan nyawa ku sendiri.”
“Bagus, dan untuk biaya hidup kalian berdua, aku akan memberikan kalian kemewahan sesuai dengan usia putri ku kelak.”
“Baiklah,” jawab Kemuning mematuhi perkataan makhluk itu.
Benar saja, ketika janin itu berusia satu minggu, di Rahim Kemuning, perempuan itu merasa keanehan yang tak dapat di ucapkan dengan kata-kata.
Kadang kala, ditengah malam tampak kemuning menari sendirian di atas balkon rumahnya, dengan menggunakan pakaian adat sunda, Kemuning menari sembari di iringi dengan gamelan jawa.
Bukan itu saja, di tengah malam Kemuning sering terbangun dari tidurnya dan dia minta di carikan bunga tujuh rupa, jika tidak dituruti Kemuning menangis histeris.
“Kenapa sih sayang, kau terlihat aneh beberapa malam ini?” tanya Bondan heran.
“Aku nggak tau Mas! aku hanya pingin kembang, tolong carikan dulu!” ucap Kemuning seraya merengek minta dicarikan.
“Aduh! Kang Mas mau cari di mana coba,” jawab Bondan Seraya mengernyitkan dahinya.
“Ayolah Mas, di beli kek, yang penting ada, aku sangat lapar sekali!”
“Kalau kamu lapar, mbok ya makan, tuh di dapur ada nasi.”
“Kang Mas, cepat dong carikan,” paksa kemuning pada suaminya.
“Aduh! Kemuning, Kemuning!” ujar Bondan seraya bergegas keluar rumah untuk mencarikan kembang tujuh rupa.
Dengan menggunakan sepeda motor miliknya, Bondan mencoba untuk mencari kembang tujuh rupa itu di toko bunga.
“Buat apa sih pak! nyarik kembang tujuh rupa dimalam seperti ini?” tanya penjual kembang itu.
“Entahlah Bu, semua itu untuk keperluan istri saya dirumah.”
“Ooo, gitu,” jawab pemilik bunga, mesti dia sendiri merasa heran.
Setelah, kembang itu diterimanya, Bondan pun segera pergi meninggalkan toko bunga. Sementara dirumah, Kemuning telah menanti dengan gelisah sekali.
Saat pintu rumah dibuka, Kemuning langsung merebut kembang tujuh rupa itu dari tangan Bondan. Karena Bondan berhati lembut dan tak pemarah, Bondan pun tak menggubris kebiasaan buruk yang dilakukan Kemuning setiap hari.
Malam itu, Bondan melihat sendiri Kemuning memakan kembang itu dengan lahapnya, hati Bondan sedikit bergidik menyaksikan hal itu.
Ditempat kerja, Bondan sampai tak konsentrasi lagi, dia selalu melamun dan berlagak seperti orang lagi kebingungan.
Tak tahan dengan kebiasaan aneh Kemuning, Bondan langsung mengajak istrinya kerumah sakit untuk periksa.
Kemuning tidak menolak sedikit pun, dia menuruti saja apa yang di inginkan oleh suaminya.
“Selamat ya Pak, saat ini istri Bapak sedang mengandung!”
“Apa? istri saya sedang mengandung!” ujar Bondan tak percaya.
“Iya, benar Pak, tapi kandungannya saat ini masih berusia dua minggu.”
“Alhamdulillah, akhirnya!” kata Bondan seraya memeluk tubuh Kemuning dengan lembut.
Di saat Bondan memeluk tubuh istrinya, saat itu dia merasakan seseorang sedang mendorongnya, sehingga Bondan pun terjungkal kebelakang.
“Astagfirullah, Mas!” teriak Kemuning seraya menolong Bondan berdiri.
Bondan tak melihat siapa-siapa yang berada didekatnya, lalu dia pun berusaha berdiri kembali.
“Kenapa terjatuh Mas?”
“Kang Mas merasakan ada seseorang telah mendorong kang Mas kebelakang.”
"Benarkah, tapi aku nggak melihat siapa-siapa, yang mendorong kang Mas."
"Benarkah?" tanya Bondan pada Kemuning.
Bersambung...
*Selamat membaca*
Mendengar penjelasan dari suaminya, Kemuning merasa itu pasti ulah makluk gaib yang tak senang saat Bondan memeluk tubuh Kemuning.
Setelah mereka selesai melakukan cek up, Bondan langsung membawa kemuning pulang kerumahnya, walau berada telah jauh dari rumah sakit, tapi Bondan masih kepikiran dengan kejadian yang baru saja dia alami.
“Kenapa Mas, kau tampak begitu lesu semenjak pulang dari rumah sakit tadi?” tanya Kemuning ingin tahu.
“Kang Mas, masih kepikiran dengan kejadian yang dirumah sakit tadi Sayang.”
“Barang kali itu, hanya makhluk usil yang ingin merusak kebahagiaan kita, Mas,” jawab Kemuning dengan suara datar.
Akan tetapi di saat Kemuning bicara seperti itu, tiba-tiba saja, di dapur rumahnya suara peralatan masaknya terdengar begitu kacau sekali, seperti ada benda yang berjatuhan.
“Hah, suara apa itu sayang?” tanya Bondan pada istrinya.
“Entahlah Mas, aku nggak tau,” jawab Kemuning sedikit cemas.
Lalu mereka berdua pun, pergi kedapur secara bersamaan, untuk melihat benda apa yang sedang terjatuh.
Saat mereka berdua memasuki daerah dapur, betapa terkejutnya Bondan dan Kemuning, ternyata semua peralatan masaknya habis berserakan di mana-mana.
Kemuning sadar kalau itu semua pasti ulah makluk itu, ternyata dia begitu kesal mendengarkan pembicaraan Kemuning dan Bondan di ruang tamu.
“Siapa yang melakukan ini semua sayang?”
“Aku nggak tau kang Mas,” jawab Kemuning seraya mengembalikan peralatan masaknya ketempat semula.
Mesti pertanyaan demi pertanyaan belum ada yang terjawab, tapi Bondan masih bersyukur kepada Allah, karena di usia pernikahan mereka yang telah begitu lama, baru kali ini Bondan mendapatkan seorang anak.
Sementara itu, Bondan melihat Kemuning tampak biasa-biasa saja, tak sedikitpun terlihat di raut wajahnya tanda bahagia karena telah mendapatkan keturunan.
Malam itu Bondan melihat lagi, keanehan pada diri Kemuning, Dia minta kembang tujuh rupa. Bondan pun mengikuti kemauan istrinya itu, di tengah malam Bondan pergi ke toko bunga untuk membeli kembang.
Pemilik toko bunga sudah lama merasa heran, tapi dia tak mau bertanya lebih jauh lagi, namun untuk kali itu, mereka mencoba bertanya tentang apa yang selama ini mengganjal dalam fikiran mereka.
“Aku heran, kenapa kau sering membeli kembang Bondan?” tanya Mak Rodiah heran.
“Untuk Kemuning Mak,” jawab Bondan datar.
“Emangnya istrimu makan kembang ya?"
“Iya, Mak,” jawab Bondan jujur.
“Berarti istrimu kerasukan makhluk halus, Bondan.”
“Ah, emak! aku lihat kemuning biasa-biasa aja kok, kagak ada masalah.”
“Tapi istrimu makan kembang Bondan?”
“Emangnya kalau makan kembang kenapa Mak, siapa tau itu bawaan si jabang bayi.”
“Kalau kagak percaya, ya udah!”
“Emak jangan ngomong kayak gitu dong!”
“Mak ini udah tua Bondan, mak tau betul apa yang kagak kau ketahui.”
“Iya Mak, aku ngerti. Tapi gimana caranya agar kita tau kalau Kemuning itu kerasukan makhluk gaib.”
“Iya juga sih, Mak juga kagak ngerti Bondan.”
“Ya udah, aku pulang dulu Mak, nanti Kemuning kelamaan nunggunya.”
“Iya, ntar Mak cari informasi dulu ya, siapa tau Mak tau gimana cara mengatasinya.”
“Iya, Mak,” jawab Bondan sembari pergi meninggalkan Mak Rodiah. Si penjual kembang.
Di perjalanan menuju rumahnya, Bondan melihat sesosok bayangan mengikutinya dari belakang. Makhluk itu terus saja mengikuti Bondan dari jarak yang tidak begitu jauh dan hal itu diketahui Bondan dari kaca spion sepeda motor yang dikendarainya.
“Ya Allah, makhluk apakah itu?” tanya Bondan pada dirinya sendiri.
Melihat makhluk itu terus saja mengikutinya dari belakang, bulu kuduk Bondan jadi merinding, dia begitu takut sekali.
Setibanya di rumah, Bondan dengan cepat mengetuk pintu, Setelah Kemuning membukanya, tak begitu lama Bondan langsung masuk kedalam rumah dan kemudian menutup pintunya dengan rapat.
“Kenapa lama sekali pulangnya Mas?”
“Kang Mas takut, sayang! dari tadi Kang Mas terus di ikuti oleh makhluk yang mengerikan sekali.”
“Apakah Mas melihatnya sendiri?”
“Nggak sayang, tapi Kang Mas melihatnya dari kaca spion.”
“Seperti apakah bentuknya Mas?”
“Kang Mas takut Sayang, jangan bertanya lagi.”
“Baiklah,” jawab Kemuning pelan.
Lalu kembang itu di ambil Kemuning dari tangan suaminya, kembang itu dimasukan kedalam sebuah wadah yang sudah di beri air, di hadapan Bondan Kemuning menukar pakaiannya dengan pakaian kebaya lengkap dengan selendang berwarna hijau.
“Kenapa kau berpakaian seperti itu sayang?” tanya Bondan heran.
“Kenapa? apakah nggak boleh?”
“Boleh, tapi kang Mas merasa sedikit heran dengan kelakuanmu akhir-akhir ini.”
“Kelakuan seperti apa Mas?”
“Kau suka makan kembang, kau berpakaian seperti seorang penari ronggeng dan bahkan, kau memiliki nafsu yang sangat berlebihan.”
Mendengar ucapan Bondan, Kemuning pun terhenyak duduk di samping suaminya.
“Bukan hanya kau seorang yang merasakan keanehan ini Mas, aku juga begitu, tapi aku diam saja, aku nggak mau semua orang tau tentang semua ini.”
“Baiklah, kalau begitu semua ini akan kita jadikan rahasia kita berdua sayang.”
“Iya, Mas,” jawab Kemuning seraya membenahi pakaiannya.
Dengan langkah sangat berhati-hati sekali, Kemuning mencoba menuju balkon rumahnya, diatas balkon itu, Kemuning menari di antara kembang yang telah ditebarkan.
Dari kejauhan Bondan memperhatikannya dengan serius sekali, samar-samar Bondan mendengar suara gamelan, lama kelamaan bunyinya semakin santer.
Bulu kuduk Bondan terasa merinding, dia mencoba merapatkan tubuhnya kedinding rumah. Di saat itu Bondan mendengar Kemuning bicara sesuatu seraya meletakkan kedua telapak tangannya di depan dada dengan di katupkan.
“Apa yang terjadi dengan diri mu sayang?” tanya Bondan pada dirinya sendiri.
Tak terasa air mata Bondan menetes membasahi kedua pipinya, kesedihan seperti telah bergelayut di pelupuk matanya yang bulat kecoklatan.
Setelah begitu lama Kemuning menari mengitari kembang tujuh rupa yang bertebaraan di balkon rumahnya, Kemuning pun langsung tak sadarkan diri karena terlalu letih.
Bondan yang melihat istrinya terkapar tak sadarkan diri, langsung berlari mengendong istrinya menuju kamar.
Setelah beberapa jam Kemuning pun sadar, dan dia melihat ada Bondan disamping kirinya.
“Sebenarnya, apa yang sedang kau lakukan Sayang, Kang Mas nggak mengerti sama sekali.”
“Aku harus mesti gimana Mas, aku juga lelah sekali,” jawab Kemuning dengan suara lirih.
“Siapa yang telah menyuruh mu melakukan semua ini sayang?”
“Nggak ada yang menyuruhku melakukannya Mas, tapi bayi ini seakan-akan memaksa ku untuk melakukannya.”
“Apakah setiap bayi yang berada dalam kandungan Ibunya seperti itu Kemuning?”
“Jangan tanya aku Mas, karena aku baru kali ini mengandung.”
Melihat istrinya tersiksa, Bondan merasa sedih, tapi dia sendiri tak dapat berbuat apa-apa.
Dalam kesendiriannya, Bondan meneteskan air matanya, lalu dengan langkah gontai Bondan berjalan menuju rumah seorang Ustad, Bondan ingin sekali menanyakan tentang penyakit yang di alami Kemuning istrinya.
“Tok, tok, tok !”
Bersambung...
*Selamat membaca*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!