NovelToon NovelToon

Anak Untuk Suami Kakak

AUSK - 1. Rahim Pengganti

Plakkk!

"Mau sampai kapan mama menunggu kamu hamil, Luna!"

Teriakan dari Ningsih pun menggelegar di seluruh sudut rumah, sampai Arumi yang baru saja pulang dari sekolah terkejut melihat itu.

"Luna nggak tau, Ma."

Tangis Luna semakin pecah setelah mendapat tamparan keras dari sang mertua. Hati Arumi hancur melihat ini, wanita sebaik Luna harus merasakan kepahitan rumah tangga karena tak kunjung mendapatkan anak.

"Selalu saja jawab nggak tau! Mamah ini malu Luna, malu! Setiap pergi arisan, teman-teman Mamah selalu tanya kapan punya cucu, sudah sepuluh tahun menikah kok belum ada cucu! Mau ditaruh mana ini muka, Luna!" bentak Ningsih.

"Alam itu anak Mamah satu-satunya, jika nggak ada penerusnya, harta keluarga mau diwariskan ke siapa ha!"

Arumi semakin sakit hati melihat kepala Luna di dorong-dorong dengan jari telunjuk Ningsih, dia ingin sekali mencabik-cabik mulut jahat mertua kakaknya, tapi Arumi takut semakin memperkeruh keadaan.

"Aku minta maaf, Ma. Tapi, aku juga sudah berusaha sekuat mungkin untuk melakukan program hamil, tapi hasilnya belum ada." Suara Luna semakin terdengar serak.

"Jangan hanya berusaha ke dokter! Pergi ke dukun beranak, minta benerin itu perutmu. Barangkali ada jin nya, mamah yakin jika rahimmu itu banyak di huni jin, jadi sulit sekali hamil!" Tuduhnya semakin kejam.

"Cukup tante!" teriak Arumi tak bisa menahan lagi. Dia tak mau kakaknya terus dihina seperti ini, tidak.

"Jangan ikut campur kamu anak kecil! Ini urusan orang dewasa dan lagi, kamu hanya orang luar yang dipungut Luna, jadi cepat pergi!" seru Ningsih semakin membuat Arumi marah.

"Aku memang hanya orang luar, tapi hatiku ikut sakit jika Kak Luna tersakiti!" teriak Arumi seakan-akan menantang Ningsih.

"Rumi, tolong jangan semakin memperumit keadaan. Kamu masuklah, biar ini jadi urusan Kakak." Luna langsung menarik tangan Arumi dan memintanya agar pergi.

"Kakak ...." Arumi terlihat sangat kecewa karena Luna seperti melarangnya untuk memaki-maki Ningsih, padahal dia sudah sangat geram dan ingin menyumpal mulut pedasnya.

"Rumi, dengar apa kataku. Masuk, jangan ikut campur akan hal ini. Kakak bisa selesaikan sendiri," kata Luna sangat memohon.

"Tapi —"

"Kakak bilang masuk, Rumi!"

Dengan menghentakkan kaki, Arumi pun meninggalkan mereka berdua. Dia sangat marah, sehingga pintu kamarnya dia banting dan menimbulkan dentuman kencang.

"Anak nggak tau sopan santun!" seru Ningsih.

"Ma, dia masih anak-anak. Wajar emosinya masih sangat labil," bela Luna.

"Ck! Lupakan dia, Mamah kasih waktu kamu satu tahun untuk hamil. Jika dalam waktu satu tahun kamu tak kunjung hamil, maka hanya ada dua pilihan yang harus kamu pilih ...." serunya sengaja menggantung ucapannya.

"Apa ma?" Luna terlihat ragu-ragu mengatakan hal itu.

"Tinggalkan anakku atau siap-siap dipoligami!"

***

Arumi terlihat fokus pada layar laptop, dia terus mencari jalan keluar untuk kakaknya. Sebisa mungkin Arumi akan bantu Luna, karena dia sudah berhutang banyak pada kakaknya itu.

Jika bukan karena Luna, mungkin Arumi masih menjadi gelandang di luar sana dan hidup dalam keluarga toxic. Luna bagaimana malaikat penolongnya, sebab itulah dia harus menemukan cara agar rumah tangga kakaknya terselamatkan.

"Rahim pengganti," lirih Arumi sangat penasaran dengan artikel rahim pengganti.

Karena penasaran, Arumi pun membuka artikel tersebut. Di sama dia membaca jika seseorang yang sulit memiliki anak, bisa mencoba dengan cara rahim pengganti, dimana orang lainlah yang mengandung namu benih serta sel telur dari calon orang tua.

Arumi sangat tertarik dengan prosedur ini, dia ingin memberitahu kakaknya dan secepat kilat Arumi berlari meninggalkan kamar menuju kakaknya.

"Kakak! Kakak!" teriak Arumi sangat nyaring sehingga Luna maupun Alam menutup telinga.

"Ada apa? Bisa nggak perlu teriak-teriak, telinga kakak mau jebol rasanya," kata Arumi. Sedangkan Alam hanya tersenyum melanjutkan makan malamnya.

"Kak, aku tau caranya biar Kakak nggak diomelin nenek lampir te —"

Seketika Luna membungkam mulut Arumi, dia benar-benar shock ketika Luna memberi julukan nenek lampir pada mertuanya di depan Alam.

"Nenek lampir?" Alam menaikan satu alisnya.

"Eemm ... emm!" Arumi berusaha melepaskan tangan Luna, tapi ternyata semakin erat sampai dia kesulitan nafas.

"Jangan dengarkan apa kata Arumi, dia agak aneh akhir-akhir ini!"

Tak mau semakin menambah masalah, segera membawa pergi adiknya itu. Tapi, baru saja selangkah Alam melontarkan kata yang membuat dia mau tak mau harus melepaskan Arumi.

"Lepaskan Rumi, Lun," ucapnya sampai dua kali.

"Ta-tapi ...."

Melihat tatapan tajam Alam, akhirnya Luna melepaskan bungkaman-nya pada Arumi. Terlihat sekali adiknya langsung menarik nafas dalam-dalam, sambil berusaha bernafas normal.

"Ish, Kakak mau membunuhku?" Sungut Arumi.

"Bukan seperti itu," lirih Luna. Dia terlihat sangat takut jika Alam mengetahui semuanya.

"Rum, kamu tadi bilang Nenek lampir. Siapa itu?" tanya Alam sangat serius.

"Siapa lagi kalau bukan tante Ningsih! Asal kak Alam tau, tante tadi ke rumah dan maki-maki Kakak!" serunya tanpa kebohongan.

"Benar itu Lun?"

"Be-benar, Mas." Luna terlihat sangat takut sekali.

"Kenapa kamu nggak ngomong? Jika Mas tau mamah ke rumah, pasti aku akan langsung pulang," kata Alam terlihat sangat marah.

"Oh ya, dia ada bicara apa saja sama kamu?" tanya Alam lagi.

"Nggak ada, Mas."

"Bohong!" Luna semakin memejamkan matanya saat Arumi terus menyahuti pertanyaan dan jawaban dari Alam juga dirinya.

"Kak Alam tau, tante mengancam kak Luna jika dalam satu tahun dia nggak kunjung hamil, maka dia harus memilih dua pilihan. Diceraikan atau dimadu, kan kurang ajar banget mertua seperti itu!" ucap Arumi sangat lugas tanpa takut sedikitpun.

"Bagaimanapun dia mertua Kakak, Rum!" tegur Luna.

"Mertua macam apa, memaksa menantunya untuk hamil? Ahh, lupakan saja masalah itu yang jelas aku hanya ingin memberikan solusi untuk kalian," kata Arumi. Daripada dia terlalu emosi, lebih baik langsung ke intinya.

"Solusi apa yang kamu punya? Kita sudah berusaha sekuat mungkin, tapi hasilnya tetap sama. Menjalani program bayi tabung juga gagal dua kali, Kakak sudah kehabisan cara, Rum!" serunya sampai berkaca-kaca.

Jika mengingat perjuangannya, Luna merasa sedih karena selalu tak mendapatkan hasil. Padahal suaminya sudah habis uang banyak, tapi jika Tuhan tak berkehendak Luna mau apa.

"Rahim pengganti! Kalian belum mencobanya kan?" tanya Arumi.

"Rahim pengganti?" Dua pasangan suami istri itu pun sampai bertanya secara bersamaan.

"Iya rahim pengganti, jadi sel dan benih dari kalian tapi yang mengandung orang lain. Hanya ini jalan satu-satunya, aku yakin semua pasti berhasil." Arumi terlihat sangat percaya diri.

Dia yakin cara ini sangat ampuh dan dalam beberapa bulan saja mereka pasti akan mendapatkan kabar baik, jadi ancaman Ningsih tak akan pernah terjadi.

"Masalahnya siapa orang yang mau meminjamkan rahimnya? Ini bukan hal biasa, mengandung anak orang lain dan setelah melahirkan dia harus pergi," ucap Alam.

"Kalian tenang saja, aku sudah menemukan orang yang mau mengandung anak kalian," kata Arumi

"Siapa?" Mereka berdua terlihat kaget mengetahui kalau Arumi mendapatkan ibu pengganti secepat itu.

"Orangnya adalah aku sendiri."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

AUSK - 2. Membujuk Kembali

"Orangnya adalah aku sendiri."

Duaar!

Luna dan Alam sangat terkejut dengan ungkapan Arumi yang bersedia menjadi rahim pengganti, mereka tak habis pikir wanita sepolos Arumi memiliki pemikiran sejauh ini.

"Nggak bisa!" tolak Alam langsung.

"Kenapa?" Arumi terlihat sangat kecewa karena ditolak.

"Masih tanya kenapa? Umurmu masih 19 tahun, masa depanmu masih panjang dan ... dan pokoknya Kakak nggak setuju!" tegas Alam semakin membuat Arumi putus asa.

Padahal Alam sangat berpikir keras tentang masa depan Arumi nantinya, siapa yang mau dengan wanita pernah melahirkan tanpa pernikahan nanti. Di tambah Arumi masih suci, Alam tak bisa merusak itu semua.

"Tapi ini jalan satu-satunya, Kak!" seru Arumi semakin mendesak Alam.

"Masih ada cara lain, intinya bukan ide gilamu!" serunya semakin marah.

Arumi mengerucutkan bibirnya, dia menatap Luna dan memohon agar kakaknya bisa menerima bantuannya ini. "Kak ...." Arumi terlihat memelas.

"Benar apa kata, Mas Alam. Masa depanmu masih panjang, Rum. Untuk mengambil keputusan seperti ini, sama saja kita egois," balas Luna.

"Ish, kalian nyebelin tau nggak sih! Padahal aku ini benar-benar tulus ingin membantu kalian, itung-itung balas budi karena mau menerima anak jalanan sepertiku," ungkap Arumi penuh kekesalan.

Sepuluh tahun lalu, Arumi mengalami kepahitan dunia. Di umurnya yang masih sembilan tahun, harus dijual sang ayah ke tempat hiburan malam. Karena tak ingin melakukan semua, dia akhirnya kabur dan terlunta-lunta di jalanan.

Tapi, Tuhan masih sayang padanya. Ketika Arumi berada antara hidup dan mati, sepasang suami-istri menolongnya dan merawat Arumi sampai sebesar ini.

"Rumi, Kakak ikhlas menolong kamu waktu itu. Sungguh, nggak pernah terbesit di hatiku untuk meminta balas budi," kata Luna.

"Kak —"

"Arumi Salsabila!" Akhirnya Alam membentak Arumi. Jika namanya sudah di sebut lengkap, maka itu artinya Alam benar-benar kesal dan sangat marah.

"Terserah kalian!" Arumi menghentakkan kakinya dan langsung meninggalkan mereka berdua, lagi-lagi dia harus menuruti perkataan mereka.

Dengan perasaan berkecamuk, Arumi memilih pergi dari rumah. Dia ingin menenangkan pikirannya dan mencari strategi agar mereka setuju akan usulnya, intinya Arumi ingin membantu mereka secepatnya sebelum waktu satu tahun itu berlalu.

***

Arumi berjalan pelan memasuki rumah, karena terlalu sibuk merancang rencana dia sampai lupa waktu dan berakhir pulang larut malam. "Sepertinya semua orang sudah tidur," lirih Arumi sambil menenteng sepatunya.

Dengan sangat pelan, dia menutup pintu agar tak menimbulkan suara. Namun sepelan apapun Arumi menutup pintu, tetap saja bunyinya sangat keras sampai membuat Arumi panik. "Shut! Jangan berbunyi, jika sampai mereka bangun, matilah aku!" serunya amat pelan.

Setelah memastikan pintu terkunci, Arumi segera membalikkan badan. Tapi, baru saja kakinya ingin melangkah pergi, lampu ruang tamu seketika menyala dan menampakkan seorang lelaki tengah duduk di atas sofa dengan tatapan marah.

"Dari mana kamu, Arumi Salsabila!" seru Alam penuh penekanan.

Arumi pun tersenyum kikuk sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya. "Kakak belum tidur?" tanyanya cengengesan.

"Kakak tanya, dari mana kamu!"

Meski tersentak kaget, tapi Arumi tetap tersenyum dan menghampiri Alam. "Kakak, jangan marah-marah terus dong. Nanti cepat tua loh, aku nggak mau punya Kakak ipar yang banyak kerutan," kata Arumi terus duduk di sebelah Alam.

"Badanmu bau, cepat mandi sana!" tegas Alam sambil mendorong tubuh Arumi agar menjauh. Namun, tindakan Alam membuat Arumi mengerucutkan bibirnya dan sedikit mencibir.

"Ck, aku masih wangi kali!" serunya.

"Kak ...." Sambung Arumi. Dia pegang tangan Alam, sambil menatap penuh mohon pada Alam.

"Jika kamu bahas masalah tadi, maka jawabannya tetap sama."

"Ish, ayolah Kak." Mohon Arumi.

"Nggak!"

"Ya sudah, kalau Kakak menolak sama saja menyiksa batin kak Luna! Asal tahu saja, setiap hari kak Luna menangis setelah dihina tante Ningsih!" serunya lagi membuat Alam menaikan satu alisnya.

"Setiap hari?" tanya Alam masih tak percaya.

"Hampir setiap hari, tante selalu datang ke rumah setelah Kakak berangkat kerja." Arumi mendadak lesu jika mengingat bagaimana kejam mulut mertua Luna.

Bukan hanya penghinaan fisik, tapi secara mental juga sehingga kerap kali Arumi marah dan membela, tapi Luna terlalu baik sehingga melarang dia marah-marah.

"Buat apa mama kesini?"

"Buat apalagi kalau bukan untuk menghina kak Luna! Mulut tante sangat pedas, bahkan terbilang keterlaluan. Sering sekali kak Luna dikatain mandul, pembawa sial dan lebih parahnya kemarin." Arumi menjeda ucapannya karena terlalu emosi jika mengingat semua.

"Tante bilang rahim kak Luna ada jin-nya, sehingga sulit hamil." Tak terasa air mata Arumi pun menetes, dia hapus kasar air matanya terus menatap kembali Alam.

"Ayolah, Kak. Semua demi keutuhan rumah tangga kalian, jangan sampai semua hancur hanya karena anak. Terimalah bantuanku ini, aku mohon," ucap Arumi.

Dia langsung berdiri dari duduknya dan berpindah posisi ke bawah. Setelah itu dia pegang kaki Alam, sambil terus memohon. Terlihat sekali Alam juga marah setelah mendengar cerita Arumi, tapi untuk mengambil keputusan ini dia bingung.

"Kak, ayo bicaralah." Arumi terus menggoyang-goyangkan tangan Alam.

"Kakak bingung, Rum. Di satu sisi aku sakit hati mendengar mama selalu menghina Luna, tapi disisi lain aku nggak bisa merusak masa depanmu hanya demi kebahagiaan kami," balas Alam terlihat sangat putus asa.

"Aku nggak merasa dirusak, Kak. Semua ini aku lakukan dengan sadar, apapun hasilnya nanti, mau ada atau nggak ada orang yang menerima kondisiku itu menjadi urusan nanti. Sekarang selamatkan rumah tangga kalian, please ...."

Alam benar-benar bingung, dia hanya bisa mengusap kasar wajahnya. Haruskah dia mengiyakan permintaan Arumi, tapi resikonya sangat tinggi itu yang selalu Alam pikirkan.

"Kuliahmu bagaimana? Nggak mungkin kan kamu kuliah dalam keadaan hamil, bagaimana nanti pandangan mereka?" Alam masih terlihat menolak permintaan Arumi.

"Aku akan mengambil cuti jika hamil nanti, ini hanya menjadi rahasia kita bertiga. Mereka nggak perlu tau akan hal ini, cukup Kakak pura-pura hamil saja jika bertemu orang," kata Arumi terlihat sangat mantap dengan keputusannya. Berbeda dengan Alam yang masih ragu dan bimbang.

"Tapi Luna nggak mungkin setuju —"

"Aku setuju jika kamu setuju, Mas. Jika dipikir-pikir benar apa kata Arumi, lebih baik Arumi yang melahirkan anak kita daripada orang lain masuk dalam pernikahan kita nanti," ucap Luna tiba-tiba.

Alam pun mendongak mencari sumber suara tersebut, begitu pula Arumi. Dia langsung berdiri dan menghampiri Luna. "Kakak setuju?" tanyanya sangat bahagia.

"Iya, aku setuju jika Mas Alam setuju," jawab Luna.

Arumi sangat senang, dia kembali ke tempat Alam dan terus menampakkan senyuman tulus. "Kakak dengar kan? Kak Luna setuju, jadi nggak ada alasan lagi untuk menolak," kata Arumi.

Dia seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan dan terus melompat kegirangan menanti jawaban Alam atas idenya kali ini, Arumi sangat yakin seratus persen jika semua akan berjalan lancar jika mereka percaya.

"Huft ... baiklah, aku setuju dengan idemu. Aku dan Luna akan meminjam rahimmu untuk program bayi tabung atau inseminasi buatan, tapi jika proses ini gagal maka kita berhenti, apa kamu setuju?" tanya Alam.

Meski sedikit keberatan dengan ucapan Alam, tapi Arumi mengiyakan dulu. Meski belum tau endingnya akan berhasil atau gagal, yang penting Alam setuju mengikuti semua rencananya.

"Aku setuju!"

...----------------...

AUSK - 3. Perdebatan

Setelah saling memantapkan hati, Alam, Arumi dan Luna kini mulai mengunjungi dokter spesialis kandungan untuk konsultasi tentang proses bayi tabung melalui ibu pengganti.

Beberapa jam mereka saling berbincang-bincang, tapi nyatanya hasil yang mereka dapat adalah kekecewaan. Dokter menolak keras ide Arumi, bukan tak bisa tapi dokter tidak mau melakukan tindakan bayi tabung jika kondisi Arumi masih virgin.

Dokter mengatakan jika semua tetap dilakukan, yang ada akan merusak selaput darah Arumi dan mungkin nantinya dia akan kehilangan keperawanannya karena tindakan medis.

"Apa nggak ada cara lain, Dok? Setidaknya kita tetap melakukan pembuahan, tanpa merobek selaput darah Arumi," kata Luna sampai membuat Alam terkejut.

Alam merasa istrinya sangat memaksa sehingga membuatnya langsung menggenggam erat pergelangan tangan Luna. "Jangan memaksa!" bisiknya sangat sarkas.

"Mas!" Mereka berdua pun terlihat adu argumen dengan keputusan Dokter. Satunya ingin tetap melakukan program, sedangkan yang satunya tak ingin memaksakan keadaan.

"Maaf, tapi semua cara tidak akan bisa, Bu. Prosedur rumah sakit juga menjadi salah satu faktor program ini tak bisa dilanjutkan. Aturan dari disini yang melakukan inseminasi atau program bayi tabung harus pasangan suami-istri sah, jadi mohon maaf saya tidak bisa melakukan semua," ungkap Dokter Zilfan agar mereka berdua berhenti berdebat.

"Kok bisa, Dok? Saya melihat artikel di internet boleh-boleh saja, kenapa sekarang tidak boleh?" Kini Arumi yang protes akan penjelasan dokter.

Dokter Zilfan pun tertawa kecil mendengar perkataan Arumi, ''karena yang anda baca artikel luar negri, memang di negara sana program inseminasi atau bayi tabung bebas siapa saja yang mau melakukannya, tapi ini indonesia Bu.'' Dokter Zilfan sedikit menekankan ucapannya.

''Jadi semua bisa dilakukan jika di luar negeri, Dok?'' Arumi seperti memiliki harapan setelah mendengar penjelasan Dokter Zilfan.

"Iya, Bu.''

Arumi tersenyum ke arah Alam, berharap kakak iparnya itu mengurus semua di luar negeri saja. Namun harapan Arumi seakan-akan sirna, saat Alam menggeleng sebagai tanda tak menyetujui semua. ''Kita pulang dan jangan bahas masalah ini lagi di rumah,'' putus Alam.

kecewa? ya, Arumi sangat kecewa dengan keputusan Alam. padahal kemarin oke oke saja, tapi hanya gara-gara dokter mengatakan kerugian Arumi nantinya, lelaki itu jadi berubah pikiran.

***

"Kenapa kamu menolak, Mas? Apa kamu senang jika aku selalu dihina, bahkan dicaci-maki?"

Alam menatap marah pada Luna. Baru sekarang dia melihat istrinya seegois ini, padahal selama sepuluh tahun berumah tangga Luna tak pernah memaksakan keadaan.

"Apa penjelasan Dokter Zilfan kurang jelas, Luna! Semua itu bisa merusak selaput darah Arumi, aku nggak mau berdosa karena hal itu," bentak Alam.

"Itu hanya kemungkinan saja kan? Aku pernah melihat film, gadis itu masih Virgin sampai dia melahirkan, jadi kamu jangan takut, Mas!" seru Luna tak kalah lantang.

Alam pun tersenyum kecut. "Gila kamu, ya! Film kamu percaya, coba ingat-ingat lagi Lun! Berapa kali kita program bayi tabung? Pasti akan ada proses USG transvaginallllll, otomatis jalan lahir akan di masuki alat USG, itu yang kamu bilang akan aman-aman saja?" Alam merasa sangat frustasi akan hal ini.

Dia bisa gila rasanya jika terus ditekan Luna maupun Arumi. Mereka berdua hanya memikirkan hal kecil, padahal yang menjalani pernikahan adalah dirinya, jadi mau orang tuanya memaksa jika Alam menolak ya tak akan pernah terjadi.

"Oke, aku memang gila mempercayai film. Tapi disini Arumi bersedia, Mas! Dia tidak peduli keperawanannya akan hilang, kenapa kamu malah bingung sendiri?" Lagi-lagi Luna membantah ucapannya.

Alam menarik rambutnya kasar, "astaga, Lun! Coba pikir kedepannya, jangan terlalu pendek pemikiranmu!" Alam semakin kesal pada Luna. Entah setan apa yang merasuki Luna sampai dia begitu ngotot, tanpa memikirkan efek kedepannya.

"Aku capek, Mas! Capek selalu dituduh aneh-aneh oleh mamah dan selalu dihina, iya kamu enak nggak pernah disalahkan, tapi aku?" Luna menunjuk dirinya sendiri.

"Tapi aku selalu dihina, Mas! Sepuluh tahun mulutku selalu diam, tapi sekarang nggak bisa! Jika memang pilihanmu begitu, maka lebih baik aku mati!"

Luna berlari ke arah dapur, dia segera mengambil sesuatu di sana yang ternyata sebuah pisauu dan langsung menempelkan benda itu ke lehernya.

"Luna!"

"Minggir! Lebih baik aku mati daripada harus di hina terus-menerus, cepat minggir!" teriak Luna sangat keras sampai membuat Arumi keluar dari kamarnya.

"Kakak, apa yang kamu lakukan!" seru Arumi panik.

"Minggir!" Luna semakin menekan pisauu di tangannya sampai melukai kulit lehernya sendiri.

"Kak Alam, ini sebenarnya kenapa? Cepat tolong Kak Luna, lihatlah lehernya sudah terluka," ucap Arumi mulai menangis.

Arumi takut terjadi sesuatu pada Luna, hanya kakaknya lah yang dia miliki saat ini. Jika sampai terjadi sesuatu, maka Arumi akan menyalahkan dirinya sendiri.

"Luna jangan seperti anak kecil! Aku tau kamu sangat tersakiti, tapi jalan yang kita ambil ini sangat merugikan Arumi nantinya," jelas Alam sekali lagi.

"Jadi karena ini, Kak?" tanya Arumi sambil menghapus air matanya.

Alam tak menjawab, dia sendiri sangat dilema. Keputusan apa yang harus dia ambil, bukan Alam tak bisa tegas, tapi jika harus mengorbankan Arumi, itu sangat tidak manusiawi sekali.

"Kakak, aku bersedia kan dari awal? Kenapa harus diributkan lagi, kasian Kak Luna kalau seperti ini, tolong lah jangan egois. Tak perlu memikirkan aku, terpenting sekarang adalah kalian bisa hidup tenang," mohon Arumi.

"Tidak —"

"Akkhh!"

"Kakak!" Arumi berteriak histeris. Dia sangat panik melihat darah semakin banyak keluar dari leher Luna, Arumi ingin mendekat tapi kakaknya itu selalu mundur sehingga membuatnya terus menangis.

"Kak Alam!" teriak Arumi.

"STOP! LEPASKAN PISAUU ITU, LUNA!" bentak Alam mulai murka akan tindakan kekanak-kanakan Luna.

Dia mendekati istrinya dan mengambil paksa pisauu tersebut sambil membuangnya ke sembarang tempat. Alam menatap tajam wajah Luna, terlihat sekali dia marah besar tapi mencoba sabar.

"Aku ikuti apa kemauanmu, tapi jika terjadi sesuatu jangan pernah menyalahkan aku maupun orang lain. Ingat ucapanku, Luna!" seru Alam.

"Beberapa hari lagi kita akan pergi ke luar negeri dan menjalani proses itu, puas kamu Luna, PUAS!" Sambungnya. Setelah itu Alam pergi meninggalkan istrinya, dia ingin mencari ketenangan agar bisa menjernihkan pikirannya.

Sedangkan Arumi, segera menghampiri Luna dan membantu kakaknya membersihkan darah yang terus mengalir. Arumi terisak pilu, hatinya sangat sedih melihat keluarga kakaknya menjadi berantakan karena anak.

"Kakak tenang saja, aku akan berusaha memberikan kebahagiaan untuk kalian. Tapi, kumohon jangan lakukan ini lagi, jangan Kak ...."

Arumi masih menangis, dengan perlahan dia membersihkan luka Luna dan mengobati penuh kasih.

"Terima kasih, Rum. Terima kasih, sudah mau membantuku. Terima kasih," ucap Luna tiba-tiba memeluk erat Arumi.

Pelukan itu Arumi balas, mereka akhirnya menangis bersama dan saling menguatkan satu sama lain.

...----------------...

Selamat Menikmati 😭😭😭

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!