NovelToon NovelToon

Istri Kontrak Ayah Sahabatku

Bingung

Di sebuah rumah yang lumayan sederhana yang terletak di pinggiran kota. Yaitu rumah kediaman Alisa, seorang gadis yang baru saja tamat sekolah SMA dan sedang mencari pekerjaan yang belum juga ia mendapatkannya.

Di suatu sore yang cerah ini, Alisa sedang duduk bersama sang kekasih yang bernama Rahman. Pria yang lumayan tampan dan banyak di sukai oleh banyak perempuan.

Termasuk sahabatnya Alisa yang bernama Liana. Liana yang naksir berat pada Rahman namun Pria yang terkenal dengan kemandiriannya, yang menjadi pengusaha chicken wing dari nol. Sehingga kini usahanya menjadi berkembang pesat. Itu hasil dari kegigihannya dalam menjalankan usahanya. Rahman lebih memilih Alisa sebagai kekasihnya.

Alisa dan Rahman saling mencintai, dan mereka pacaran sudah hampir dua tahun dan bukan tidak ada niat untuk serius. Tetapi Rahman masih ingin meluluhkan hati keluarganya yang kurang menyetujui terhadap hubungannya dengan Alisa.

Alisa adalah anak seorang tukang becak dan kini sudah meninggal dunia, sejak beberapa tahun silam. Dan beberapa bulan lalu ibunya menikah lagi dengan seorang pria yang bernama Anwar. Keseharian sang bunda bekerja di rumah-rumah komplek sebagai buruh nyuci.

Agar sang bunda bisa mempunyai penghasilan tanpa membebankan pada suami barunya yang seorang tukang ojek online tersebut.

Alisa memiliki kedua adik perempuan yang bernama Lilis dan Sinta yang masih duduk di bangku sekolah SMP. Dan kini Alisa tentunya harus bisa menjadi tulang punggung dari kedua adiknya tersebut.

"Kenapa? kok kelihatannya murung terus kenapa sih," tanya Rahman sambil melirik ke arah Alisa.

"Aku bingung nih," sahutnya Alisa sembari melirik sekilas.

"Bingung kenapa? sayang ..." Rahman menatap heran sembari memegang tangan kekasihnya itu.

"Gimana gak bingung ciba? nyari kerjaan gak dapat-dapat juga!" keluh nya Alisa sambil menghela nafas dalam-dalam.

"Kalau mau, kau bisa bekerja tempat usaha ku saja! Jadi kau tidak perlu mencari pekerjaan lagi," saran dari Rahman pada sang kekasih.

"Di outlet milikmu?" tanya Alisa kepada Rahman.

"Iya dong Lisa ... di mana lagi? dari pada kamu sana-sini mencari pekerjaan, mendingan sama aku aja, kan?" jawabnya Rahman meyakinkan.

Sejenak Alisa berpikir, memang ada benar juga yang dikatakan oleh Rahman. Dari pada sana-sini mencari pekerjaan yang belum dapat juga. Mendingan kerja bersama Rahman saja dia outletnya.

"Aku mau sih tapi bagaimana dengan orang tuamu? mereka bukannya tidak suka sama aku! aku nggak mau memperkeruh keadaan, Man." Alisa menatap cemas.

"He ... justru kita harus tunjukkan keseriusan kita berdua. Dan lagian ... kau itu kerja dan akan mendapatkan gaji dariku, bukan kerja cuma-cuma ataupun sekedar kita pacaran di sana!" jelasnya Rahman.

"Iya juga sih kalau kita akan menjadi sebatas karyawan dan bos kami di sana!" ucapnya Alisa.

"Iya benar, kita harus menjadi profesional. Kerja ya kerja! pacaran ya pacaran," tambahnya Rahman.

"Oke kalau begitu, aku mau bekerja denganmu. Dari pada aku nganggur? nggak punya pekerjaan, nggak ada penghasilan, boleh lah." Alisa mengangguk dan Alisa seolah mendapatkan angin segar.

"Kalian sedang apa? berduaan mulu? nanti ketiganya setan lho," suara Luky dari arah depan, dia baru datang ke tempat tersebut. Luky adalah anak dari Anwar yaitu anak sambung dari ibunya Alisa.

"Abang mau ketemu Bapak?" tanya Lisa sembari menatap ke arah Luky. Pria itu usianya sekitar 25 tahun lah, anak sulung dari pak Anwar.

"Benar, ada nggak bapak ku di dalam?" Luky membenarkan pertanyaan dari Alisa sembari bertanya tentang ayahnya.

"Beliau ... ada di dalam." Alisa mengangguk seraya menyilakan tamunya untuk masuk ke dalam rumah, dan kebetulan orang tua nya ada di dalam sana.

Kemudian, Luky pun masuk ke dalam rumahnya Alisa.

"Apa dia biasanya datang ke sini?" tanya Rahman sambil menatap kepergian Luky ke dalam rumah.

"Kalau dibilang sering, ya sering sih! orang ketemu bapaknya," jawabnya Alisa.

"Tapi ... aku lihat bukan cuma sekedar itu--"

"Maksudnya?" Alisa memotong perkataan dari Rahman.

"Sepertinya dia menyimpan sesuatu sama kamu!" lanjutnya Rahman.

"Suatu apaan? lagi-lagi Alisa memotong perkataan dari Rahman kembali.

"Sepertinya ... Sudahlah gak usah dibahas lagi. Baiklah, besok kamu langsung datang saja ke outlet aku dan untuk formalitas! bawa ijazah kamu, walaupun tanpa itu aku akan menerimamu. Tapi itu sebagai salah satu syarat aja sih," ucapnya Rahman sambil berdiri lantas dia berpamitan.

"Baiklah jam berapa Aku harus ke sana?" tanya Alisa tampak serius.

"Sekitar pukul 07.00 lah, agar kamu langsung bisa bekerja nantinya," jelas Rahman.

"Oke! sebelumnya aku ucapkan terima kasih ya? kamu itu baik sama aku!" ucapnya Alisa.

"Jangan begitu, bagaimanapun kau adalah kekasihku. Aku berkewajiban untuk membantumu," sejenak mereka saling bertatapan seolah ingin saling menyelami perasaan nya masing-masing.

"Oke, besok aku tunggu!" setelah itu Rahman pun pulang.

Dan Alisa pun mengangguk seraya mengantarkan. Sang kekasih dengan tatapan matanya.

Setelah, Rahman tidak berada lagi di teras. Luky menghampiri Alisa dan Alisa pun menoleh langsung dan menyapa sosok Luky.

"Bapaknya ada, Bang!" tanya Alisa.

"Adalah, itu pacarmu sering datang ke sini ya?" Luky balik bertanya sembari mendengarkan pandangannya ke jalan, dimana jalan itu dilewati oleh Rahman beserta motor besarnya.

"Iya, Bang!" Lisa mengangguk.

"Kapan kalian menikah?" selidiki Luky Menolehkan kepalanya ke arah Alisa.

"Entahlah, Bang. Masih berencana," jawabnya Alisa.

"Ehem ... kalau kau ingin segera menikah dan dia tidak juga menikahi mu, menikah saja denganku!" tawarnya Luky.

Dan Alisa langsung menoleh ke arah lucky putra Bapak sambungnya itu. "Abang bicara apa sih? bagaimanapun kita ini saudara meskipun sambung, jangan bercanda deh!" Alisa menggeleng.

"Emangnya kenapa? kan kamu juga bilang kalau kita saudara sambung, lagian belum berapa bulan bapak ku menikahi ibumu. Apa salahnya kalau kita menikah? sebenarnya aku naksir kamu sebelum bapakku menikahi ibumu. Aku kira bapak itu mau melamar kamu buat aku! eh ... ternyata melamar buat dia sendiri," ucap Luky sembari menggoyangkan kedua bahunya.

Karena malas dan takut kepanjangan, Alisa pun beranjak dari induknya. "Maaf ya? Bang aku masuk dulu! bentar lagi magrib."

"Eeh ... malah ditinggal? aku belum selesai bicara Alisa? Lisa?" Luky memanggil Alisa, namun gadis itu tetap saja meninggalkan Luky di teras.

"Ada apa itu Abang nya memanggilmu?" sapa sang Bunda yang bernama ibu Sofiah.

"Nggak apa-apa, Bu. Cuma bercanda doang dia," jawabnya Alisa sembari memasuki kamarnya.

"Biarkan saja Sofi ... biasalah anak-anak muda!" timpalnya Anwar, yaitu suaminya Sofiah, yaitu sang bunda dari Alisa.

Alisa yang satu kamar dengan kedua adiknya, tampak dalam kamar tersebut Lilis dan Sinta tengah membaca buku.

"Kalian sudah mengambil air wudhu belum? sebentar lagi magrib!" tanya Alisa kepada kedua adiknya tersebut.

"Sebentar lagi, Kak. Maksudnya Maghrib belum mulai." Jawabnya lilis dan Sinta berbarengan.

"Tinggal berapa menit lagi," Lisa kepada kedua adik nya Lilis dan Sinta.

Pada akhirnya Lilis dan Sinta pun beranjak dari duduknya masing-masing. Mereka berdua mau bergantian untuk mengambil air wudhu, namun ketika mau kembali ke kamer! keduanya pada menjerit ....

Ikhlas

Lilis dan Sinta menjerit-jerit. Karena digangguin oleh Lucky yang berusaha ingin menyentuh kulit Lilis dan Sinta Untuk membatalkan wudunya.

"Maaf, Bang? jangan ganggu mereka, mereka mau salat." Alisa menatap ke arah Luky dengan tatapan serius.

Dan Luky hanya nyengir tanpa kata, dia mendudukan dirinya di sofa.

Alisa hanya menggelengkan kepalanya. Lantas masuk ke kamar mandi, dan pas membuka pintu untuk keluar. "Astagfirullah. Abang, Abang sedang apa?

Luky sedang membungkuk, dan langsung melonjak berdiri tegak. Rupanya dia sedang mengintip Alisa dari celah kunci pintu tersebut.

"Eh, eh ... tidak." Elak Luky sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu, dia tampak malu-malu.

"Jangan macam-macam, Bang. Nanti saya adukan ke pak Anwar lho," ancam Alisa sambil berjalan cepat ke arah kamarnya.

"Untungnya aku cuma wudu, coba kalau mandi iih ..." batinnya Alisa sembari bergidik.

"Kenapa, Kak?" tanya Lilis melihat sang kakak yang terus bergidik seperti melihat yang geli-geli saja.

"Em, kalian. Hati-hati ya kalau ada bang Luky, barusan aja Kakak di intip sewaktu di kamar mandi." Wajah Alisa menjadi cemas dan berpikiran suudzon terhadap Luky. Masih mending tidak setiap hari dia berada di sini nya, kalau setiap hari pasti bikin was-was.

Lilis dan Sinta saling menoleh, bertukar pandangan satu sama lain. Keduanya pun bergidik ngeri kalau begitu adanya. Dan jadi takut dengan sosok Luky.

...----------------...

"Sayang, saya penyakitan, dan saya sudah tidak bisa melayani kamu lagi. Sebagai seorang istri. Saya tidak mampu lagi mengemban tanggung jawab saya," ungkap Diana dengan lirih yang tentunya di tujukan pada sang suami.

"Jangan bilang begitu sayang, kamu istri dan satu-satunya untuk selamanya," akunya Hadi Dirgantara. Mengelus dan mencium punggung tangan sang istri yang terduduk lemas di kursi rodanya.

"Tidak, kamu harus menemukan seorang wanita yang dapat melayani mu lahir maupun batin," ucap Diana lagi dengan tatapan yang penuh harap kepada sang suami.

Hadi adalah pria tampan dan berwibawa yang berusia sekitar 43 tahun Sudah berumah tangga dengan Diana selama kurang lebih 20 tahun. Dan memiliki dua putri dan putra, si sulung seorang perempuan yang bernama Liana berusia 18 tahun yang genap nya sekitar dua bulan lagi, sementara putra laki-laki bernama Putra Dirgantara yang baru saja menginjak usia 8 tahun.

Diana, sang istri sudah 4 tahun ini sakit-sakitan. Dia terkena penyakit kanker otak yang menyerangnya dan kini dia hanya bisa duduk di kursi roda saja.

"Saya tidak ikhlas bila harus meninggalkan mu tanpa pendamping. Saya ridho kamu menikah lagi," ucapnya Diana dengan lirih.

“Jangan bilang seperti itu, saya yakin bila kamu akan sembuh! Dan jangan berpikiran pendek begitu ahk, saya tidak suka mendengarnya,” ungkapnya Hadi dengan tutur kata yang lembut sambil mengusap punggung tangannya sang istri.

“Tapi saya mohon menikahlah?saya ikhlas kau menikah lagi dan ... saya ada dua kandidat atau calon buat kau jadikan istri. Saya mohon agar kau mau memilih satu diantara dua!  Demi aku?” pinta Diana penuh harap.

Hadi menggelengkan kepalanya. Namun Diana terus memohon agar suaminya ini mau memenuhi permohonan nya. Agar mau menikah lagi dengan wanita pilihannya.

Hadi dibuat bingung, apakah dia harus memenuhi permintaan dari sang istri? Sungguh dia menjadi dilema dibuatnya. Sementara tidak sedikitpun dalam benaknya ada niatan untuk menduakan sang istri.

“Saya mohon sama kamu, Bang. Saya idak ridho bila meninggalkan dirimu tanpa istri. Saya ikhlas bila suatu saat aku tiada, kau sudah ada yang mendampingi dan menyayangi kalian bertiga,” lirih nya Diana kembali.

Sejenak Hadi terdiam dan menatap dengan lekat dengan tatapan penuh arti.

“Oke, dengan berat hati ... baiklah saya mau menerimanya jika itu akan membuat mu bahagia,” ucap Hadi dengan nada lesu dan terus mengelus tangan sang istri.

“Saya melihat ... kalau adik saya, Dania. Orangnya baik dan akan menyayangi dirimu dan juga anak-anak! dia pasti akan menjadi istri yang baik untuk mu, dan--" Diana menjeda perkataannya dengan menghela nafas yang tampak berat.

"Dan ada satu lagi yang saya rasa dan saya lihat lebih besar potensinya. Menjadi istri yang bisa kamu arahkan, yaitu ... Alisa, walaupun dia masih sangat muda dan usianya sama dengan putri kita, saya yakin sekali bahwa dia akan lebih bisa di arahkan olen mu. Sebagaimana yang kamu mau!” ujar Diana panjang lebar.

Di balik pintu kamar Hadi dan Diana, Liana diam-diam

mendengarkan perbincangan kedua orang tuanya. Kedua manik matanya berkaca-kaca, sedih melihat kondisi sang bunda yang tidak kunjung sembuh juga sudah bertahun.

Kepala Liana mendongak ke langit-langit, hatinya terasa sakit dan pedih menerima kenyataan ini. Dia sering tidak sanggup berhadapan dengan sang bunda.

“Apa kau yakin dengan keputusan mu yang akan menjodohkan

saya dengan dua wanita tersebut?” Hadi menatap begitu lekat kepada sang istri yang tampak serius itu.

“Insya allah saya yakin dengan keputusan ini, saya ingin kau menikahi salah satunya. Abang harus menikahinya dihadapan saya! dan saya akan melamar kan keduanya untuk mu, maksud saya akan melamar kan salah satunya

untukmu. Kau tinggal memikirkan yang mana saja, nanti saya yang akan melamarnya untukmu.” Diana menatap lembut sang suami tercinta nya yang kini menunduk pilu.

“Baiklah, terserah dirimu saja. Aku ngikut saja! terserah kamu saja bila itu baik untukmu!” ucap Hadi dengan nada lesu yang dia tunjukan kepada sang istri.

“Bukan untuk ku, Abang ... tapi untuk kamu juga dan anak-anak, terus kau mau pilih yang mana? Dania atau Alisa?” tanya Diana

pada sang suami dengan lirih.

‘Sepertinya ... Alisa terlalu muda bagi saya!’’ Hadi seolah berpikir untuk memilih.

“Saya tidak ingin terburu-buru dalam soal ini. Saya ingin

kau pikirkan lebih matang dan kau harus mengenal lebih baik orangnya. Sebelum kau memilih untuk kau jadikan istri.” Ucap Diana sembari menghela nafas panjang.

“Oke sayang, aku pergi bekerja dulu?” Hadi beranjak sambil mendorong kursi roda sang istri ke dekat tempat tidur.

“Bolehkah ku meminta sesuatu darimu?” Diana mendongak

melihat ke arah Hadi dengan tatapan penuh harap.

“Apa itu sayang? Dan apa pun itu akan aku penuhi, asal kau bahagia.” Hadi begitu meyakinkan sambil menatap lembut kepada sang istri.

‘Aku ingin mandi dan seperti biasa kau yang memandikan ku! Sebelum kau berangkat kerja, bisa, kan Abang memandikan ku?” suara Diana begitu lirih yang di tujukan kepada sang suami.

“Tentu aku bisa dong sayang,” ucap Hadi sambil menyingsing kan lengan bajunya yang sudah rapi itu.

Hadi memboyong tubuh sang istri yang kurus dan terasa ringan tersebut dari kursi roda, dibawanya ke dalam kamar mandi. Untuk memandikan ....

...Bersambung!...

.

Yang sempurna

Diana mengalungkan kedua tangannya ke pundak sang suami sembari dengan tatapan yang lembut dan pilu, Diana tahu. Begitu banyak beban yang menimpa suaminya itu. Begitupun dengan kebutuhan biologisnya yang sudah lama tidak terpenuhi dikarenakan kesakitan dirinya.

Hadi memandikan sang istri dengan lembut dan ikhlas seperti layaknya orang tua yang sedang memandikan anak kecil.

Liana yang mendengar obrolan sang bunda dengan sang ayah selesai, langsung pergi menggunakan sepeda motornya. Dengan tujuan ke rumahnya Alisa.

“Terima kasih? Abang sudah menyayangi ku dengan sepenuh hati, kau suami ku yang terbaik. Semoga kau mendapat wanita yang sempurna, yang dapat mencintai mu lebih-lebih,” ungkap Diana dengan tatapan yang lembut, setelah selesai mandi dan saat ini sudah berada di atas tempat tidur.

“Bagi aku yang terbaik dan sempurna itu hanya kamu, istri yang sudah hampir mau dua puluh tahun ini menemai ku! Tidak akan ada wanita yang seperti kamu, yang sabar dan baik, selau pengertian dengan segala kekurangan ku selama ini.” Hadi memakaikan pakaian Diana yang disodorkan oleh sang asisten yang khusus menjaga Diana.

“Aku yakin suatu hari nanti kau akan mendapatkan wanita yang tulus mencintai kamu dan anak-anak kita, seseorang akan kau cintai juga,” ungkap Diana penuh harap.

“Sudahlah, sekarang kau sudah rapi. Dan kau harus sarapan! Biar sehat,” Hadi bersiap untuk menyuapi Diana.

“Sudah siang, sebaiknya kau berangkat saja, biar aku makan sendiri atau sama bibi saja. Tidak enak bila kau terlalu siang ngantornya!” ucap Diana sambil memegangi tangan Hadi.

Hadi pun melirik ke arah jam yang melingkar di tangan nya. “Em ... baiklah kalau begitu? Aku berangkat kerja dulu. Kalau ada apa-apa bilang saja, Bi tolong jagain istri saya?” Hadi menoleh pada asisten bergantian dengan sang istri.

“Baik. Tuan,” asisten mengangguk serta mengambil piring dan bersiap untuk menyuapi sang majikan yang tampak lemah tersebut.

Sesaat kemudian, Hadi berangkat untuk bekerja yang memang sudah siang, sebelumnya mencium kening sang istri dengan mesra.

"Assalamu'alaikum sayang! cepat sembuh ya?" lirihnya Hadi.

"Wa'alaikumus salam ..." Diana memejamkan kedua maniknya disaat bibir Hadi mendarat di keningnya. Lalu Diana mencium punggung tangan Hadi penuh hormat.

Saat ini, Hadi sudah berada di dalam mobil dan dia lebih suka menyetir sendiri. Sesaat dia terdiam dan melamun memikirkan permintaan sang istri.

"Abang ... belum berangkat?" sapa Dania yang tiba-tiba berdiri di dekat mobil Hadi.

Hadi pun langsung terkesiap lamunannya terganggu oleh suara Dania. Wanita cantik berkerudung itu menatap ke arah dirinya.

Hadi sesaat menatap ke arah wajah Dania yang jelas mirip dengan sang istri, Diana.

"Saya, baru mau berangkat. Kau mau ketemu mbak Diana?" pada akhirnya Hadi membuka suaranya.

"Iya, Bang. Aku mau bertemu mbak Diana, kakak ku itu kasihan sekali ya? keadaannya belum ada perubahan!" ucap Dania dengan nada pura-pura sedih.

Hadi menghela nafas panjang, kemudian berkata. "Ya, tapi saya merasa sekarang dia lebih segar! Oke, saya pergi dulu, Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumus salam ... Abang!" balas Dania, mantap mobil tersebut. Dengan sedikit senyuman yang menghiasi bibir.

"Suatu saat nanti, kau akan menjadi milik ku! aku tunggu duda mu Hadi Dirgantara." Gumamnya Dania sambil tetap tersenyum penuh arti.

Kemudian dia buru-buru membawa langkahnya ke rumah mewah tersebut untuk menemui sang kakak.

Hadi yang fokus menyetir. memorinya terus berputar dan berpikir siapa yang akan dia pilih, Dania sang adik ipar yang wajahnya mirip sang istri? atau ... gadis muda yang usianya mungkin sama dengan putri nya, Liana.

Hadi menggeleng, merasa pusing sendiri memikirkannya. Dan berusaha berpikir gimana nanti sajalah, semoga Allah memberi petunjuk yang terbaik pada nya.

...----------------...

"Ada apa pagi-pagi datang, kau tampak lesu begitu? buat apa kau datang! bila hanya membawa kesedihan padaku?" sambut Alisa pada Liana yang tampak bermuram durja itu.

Liana langsung memeluk sahabatnya itu dengan rasa yang dia sendiri pun sulit mengartikannya. "Al, bila ortu aku melamar mu, mau ya? please?"

Alisa bengong, tidak paham dengan maksudnya Liana yang tiba-tiba bicara demikian.

"Jawab aku, Al ... oke, tidak usah kau jawab dengan kata-kata. Kau cukup mengangguk saja. Kau harus mau ya dilamar ortu ku, dan menikah dengan papa ku!" lanjut Liana yang semakin menambah Alisa bingung.

"Apa maksud kamu Liana? aku gak mengerti. Melamar? menikahi? apa maksud mu Lian ... ngomong dong yang jelas!" Alisa kebingungan dan mengajak Liana untuk duduk di teras, mereka duduk di kursi yang sudah jelek.

"Aku sedih, melihat nyokap aku yang sakit itu. Dan tadi aku mendengar obrolan mereka kalau nyokap meminta bokap menikah lagi--"

"Terus apa urusannya sama aku? Liana ... aneh kau ini!" Alisa memotong perkataan Liana yang tampak sedih tersebut.

"Aku belum selesai bicara, Al ... main potong saja kamu itu! mama aku itu ... merekomendasikan dua wanita pilihannya untuk papa aku pilih--"

"Iya, apa hubungannya dengan ku? Liana ... aku gak tau apa-apa!" lagi-lagi Alisa memotong perkataan Liana.

"Heh ..." Liana mendorong kening Alisa dengan jarinya. "Dengar dulu Alisa ... aku belum selesai ngomong! mau potong saja."

"He he he ... iya-iya. Aku dengerin oke? silakan ngomong?" Alisa nyengir.

Liana memutar bola matanya. "Dengarkan aku? mama merekomendasikan dua orang wanita untuk papa ku pilih. Satu Tante ku, Dania! tahu kan dia? dan nama yang satu lagi adalah ... kau Al, jadi kalau papa memilih kamu! mama akan melamar kamu untuk papa."

Suasana hening. Alisa terdiam sambil menatap ke arah Liana yang menyuruhnya untuk mendengarkan.

"Aku tidak mau kau papa menikahi Tante ku, aku mau mendingan kau saja yang menikahi papa ku! iya sih ... Tante itu lebih dewasa, tapi hati aku gak sreg berasa ada yang mengganjal gitu!" Liana menoleh pada Alisa yang terus terdiam dengan ekspresi yang tampak shock.

"Kenapa nama ku di sebut-sebut?bukan kali, bukan diriku! tapi nama yang sama dan orang yang berbeda." Batin Alisa bermonolog sambil melihat ke arah lain.

"Al, ngomong dong? diem Mulu kau ini!" Liana menggoyang tangan Alisa.

"Katanya aku harus mendengarkan? aku dengarkan kau suruh aku bicara, gimana sih?" ucap Alisa sambil tertawa samar.

"Aku sudah selesai bicara Alisa ..." pekik Liana tertahan.

"Ehem. Mungkin nama Alisa yang di maksud bukan aku, Liana. Tapi orang lain, lagian nama aku itu kan pasaran! alias banyak." Alisa tampak serius.

"Gak, aku yakin itu kamu, sebab kata mama juga usianya sangat muda. Aku mau Tante aku jadi ibu sambung ku!" Liana lesu.

Sementara waktu keduanya terdiam dan tiba-tiba Alisa teringat sesuatu sehingga dia melonjak bangun ....

...Bersambung!...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!