NovelToon NovelToon

Masih Dikejar Setan

1. Panjatan Onyet

"Om, Please. Ngomong sama Mami kalau aku mau naik gunung. Acara ini penting banget buat aku, Om?!" ucap Rion pada Karan Perkasa yang notabene adik sepupu dari maminya, Reva Velya.

"Kamu tentu sudah tau watak mami mu itu kan, Rion?"

"Iya, Om. tapi aku nggak mungkin absen di kegiatan ini. aku itu ketua Mapalanya, Om!" Rion memaksa.

"Mami mu itu tau kalau kamu ikut extra Mapala? Beneran tau?" om Karan naikin satu alisnya, sambil sesekali melihat ke arah tumpukan kertas yang ada di mejanya.

"Ya..." lirih Rion.

"Ya apa? Hem?"

"Ehm, ya nggak tau. Mami taunya aku cuma ikut taekwondo," ucap Rion mbleret

"Nah, dari situ aja kamu sudah tidak jujur," ucap Karan dengan senyum khasnya.

"Tapi, tapi aku punya alasan untuk itu, Om..." ucap Rion kalang kabut.

"Begini Rion, Kalau kamu minta mobil baru, atau minta tiket liburan ke Luar Negeri, Om akan kasih tanpa pikir panjang. Tapi kalau kamu minta Om buat bikin mami mu berubah pikiran, Maaf Rion. Kamu datang pada orang yang salah," ucap om Karan.

"Maksudnya?"

"Coba kamu minta tolong papi kamu, Rion, dia berhasil atau tidak,"

"Udah, aku udah minta tolong. Tapi gatot, gagal total?!"

"Papi mu saja gagal, apalagi Om?" ucap Om Karan sambil menandatangi berkas.

"Terus aku harus minta tolong sama siapa?"

"Tuhan?!" ucap Om Karan enteng.

"Berdoa saja supaya mami mu itu bisa berubah pikiran," lanjutnya.

Karan Perkasa bangkit dari kuburan, eh bukan dong ya. Dia bangkit darin kursinya dan berjalan mendekat pada Arion Putra Menawan, keponakan satu-satunya.

"Om Karan, Pleasee..." Rion tetap berharap Karan mau menolongnya.

"Semangat, Rion?! Kamu pasti bisa!" ucap Karan sambil menepuk pundak lelaki tampan yang datang ke perusahaannya.

"Om bantu Rion, Om....!" seru Rion, dia bangkit dan memutar badannya melihat Om Karan yang kini menarik handle pintu.

"Berusahalah lebih keras, anak muda?! Good luck...!" sahut Om Karan tanpa menghentikan langkahnya, dia berjalan keluar dari ruangannya.

Rion kemudian keluar dari ruang kerja Om Karan. Rambutnya yang panjang sebahu yang sengaja diikat ke belakang membuat garis rahangnya terlihat sangat jelas. Beuuh, kalian kalau lihat juga pasti klepek-klepek, nggak sanggup dengan kegantengan dia yang udah nggak ketolong.

Drrrt....?!

Drrrt....?!

"Ada apaan?" tanya Rion pada salah satu teman gengnya yang meneleponnya.

"Lagi dimana lo?" tanya Eza.

"Di kantor om gue, kenapa?"

"Ada yang harus kita diskusiin, kita tunggu lo di tempat latian?!" ucap Eza.

"Hem," Rion hanya menjawab dengan deheman, lalu ia mematikan sambungan telepon itu.

Rion bergerak cepat menuju basement. dia memperhatikan ke beberapa sudut.

"Ck, apaan sih? Hantu jaman sekarang kok ya pada caper banget?! Ck, tau aja ada orang ganteng?!" gumam Rion setelah masuk ke dalam mobil, dan sesekali merapikan rambutnya lewat kaca spion depan sebelum ia tancap gas meninggalkan perusahaan Perkasa Group.

Melihat sesuatu yang ghoib bukan sesuatu yang baru untuk Rion. Bahkan sedari kecil dia sudah terbiasa akan hal itu, namun dia sama sekali tidak mau ambil pusing, selama para ghoib itu hanya sebatas caper-caper dan tidak mengganggu ketentraman hidupnya dan juga keluarganya.

Sesekali Rion menghidupkan musik, biar nggak sepi. Dan mobil yang dikendarainya saat ini, mobil sport keluaran terbaru pemberian dari Om Karan beberapa bulan yang lalu. Hal ini sukses membuat mami Reva heboh di rumah. Dia meminta Rion untuk segera mengembalikan barang mewah itu.

Tapi bukan Rion namanya kalau dia nggak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, terlebih lagi dia anak tunggal.

Sudah pasti walaupun awalnya sang mami keukeuh tidak memperbolehkannya memakai barang mewah, akhirnya luluh atas bujukan Karan yang mengatakan garasinya sudah tidak muat untuk menampung mobil baru. apalagi, istrinya Luri nggak bisa nyetir mobil sendiri.

"Yakin banget, kalau nanti Om Karan bisa membujuk mami sama seperti waktu itu. Saat mami marah-marah dan nyuruh gue buat ngembaliin nih mobil," Rion menepuk pelan stir mobilnya, jari tangannya kini berpindah mengelus bibirnya yang semerah dan semanis strawberry.

"Gue harus bujuk Om Karan lagi," Rion bergumam sendiri.

Nggak sampai setengah jam, Rion sudah sampai di tempat yang menjadi wadah untuk mengeksplore hobi panjat memanjatnya.

"Weeeeyh," ucap Rion saat bertemu teman-temannya. Dia menyodorkan tangannya yang menggenggam pada temannya yang juga melakukan hal yang sama, toss yang biasa mereka lakukan.

Rion duduk di bawah sambil melihat beberapa temannya yang sedang melakukan wall climbing.

"Gimana? tempat, sarpras dan gamesnya udah fix semua?" tanya Rion pada Eza.

"Udah nih, tinggal nunggu konfirmasi masalah sewa tendanya," jawab Eza.

"Buat konsumsinya?"

"Urusan si Mova itu, gue belum nanya," sahut Eza enteng.

"Kenapa belum? katanya cuma nunggu konfirmasi soal tenda?" Rion naikin alisnya

"Ya kalau Mova mah urusan lu aja, Yon?!" kata Eza, dia meneguk air yang ada di botol minumannya.

"Lah kok gue?"

"Ya kan dia nurutnya sama lu, Yono?! kalau kita yang nanya, yang ada kita digeprek pake cobek?! ogah gue?!" Eza gelelng-geleng.

"Yono Yono?! itu mulut sembarangan kalau ngomong, mami gue susah-susah itu kasih nama Rion?! Kalau mami gue denger, bisa diuber pake sapu lidi lu, Za?! kalau nggak mulut lu itu bisa dikruwes-kruwes kayak kertas contekan," Rion ngremes tangannya.

"Heleh, anak mami lu?!" ledek Eza.

"Ck, lu kagak tau aja. Menurut sejarah, gue udah ganti nama sampe tujuh kali, tau nggak lu?"

"Buseeet, tujuh kali? kok gue baru tau?" tanya Eza.

"Ya emang gue nggak pernah cerita, nggak ada faedahnya juga..." sahut Rion yang matanya nggak lepas dari papan tinggi yang menjadi media teman-temannya manjat kayak anak onyet.

"Ya udah, nanti suruh Slamet aja kalau gitu, buat nanya ke Mova," ucap Rion.

"Slamet lagi, dia kan paling ogah sama Mova, Yon?!"

"Jangan pada bertingkah deh lu, ah?! pokoknya gue taunya semua beres, capek gue!"

"Capek apaan lu? capek ngeladenin adek tingkat yang pada sok caper?" Eza nyindir.

"Ya gimana ya? sesuai nama ya, Za. Me-na-wan, dari nama aja udah gede banget damage-nya. Jadi hawanya cewek-cewek maunya pada nemplok sama gue, Za?! Jadi, bukan salah gue dong kalau mereka pada terpesona sama kegantengan gue?" ucap Rion pada Eza yang sekarang pengen gumoh .

"Sama kita aja lu gesreknya, giliran sama ciwik-ciwik aja lu jaim, cemen lu?!" ledek Eza. Rion.

Rion yang sudah biasa diledekin pun hanya naikin dua sudut bibirnya ke atas.

Rion bersikap santai hanya pada Eza, Slamet dan Adam. Selain itu, Rion terkenal dengan sikap dinginnya pada perempuan. Sebanyak itu kaum hawa yang mendekatinya tidak ada satu pun yang mengena di hati Rion. buatnya tidak ada waktu untuk mencintai dan dicintai, hidupnya dia dedikasikan buat sekedar temen belanja mami dan manjat dinding wall climbing.

"Mau naik nggak?" tanya Rion pada Eza setelah melihat Slamet turun dan membuka kaitan tambang di tubuhnya.

"Siapa yang yang kalah, dia yang harus ngomong ke Mova?!" lanjut Rion.

"Woke lah, siapa atut?" Eza merasa tertantang dengan ucapan Rion.

Dua lelaki itu pun akhirnya dan mulai mengikatkan safety belt di tubuhnya, dia melumuri tangannya dengan serbuk putih.

"Jangan heran kalau nanti gue yang menang," ledek Eza.

"Sakarepmu, Za?!" ucap Rion.

2. Lorenza

Otot-otot tangan Rion tercetak jelas saat dia mulai memanjat. Satu pijakan demi pijakan dia lalui dengan mudah, jauh meninggalkan Eza yang masih di bawahnya.

"Mana? yang katanya mau menang lawan gue, hah?" teriak Rion pada Eza.

"Jangan banyak ba-chod lu, Yon?! gue yakin tadi lu nyuri start duluan?!" Eza nuduh.

"Skill lu masih jauh, Zaaaa...?!"

"Heh, lu berdua lagi lomba manjat apa lagi lomba ghibah?" teriak Slamet dari bawah, dia sesekali meneguk minuman rasa kelapa.

"Diem lu, Met...!" ucap Rion dan Eza kompak.

"Kagak paham gue ama duo manusia sok jaim itu," gumam Slamet yang menilai Eza dan Rion sama-sama penganut kudu jaim di depan cewek-cewek.

Rion terus saja memanjat, menantang langit sore yang sudah berwarna oranye. Bulir keringat mulai membasahi tangan dan wajahnya.

"Yeaaaahhh?!!! Wuuuuuuuhhh...!" seru Rion saat sudah mencapai puncak, dia menghembuskan nafasnya.

Kemudian dia turun dengan bantuan sling yang membelit badan kekarnya. Yang bikin ciwik-ciwik pada jejeritan dibuatnya.

"Butuh bantuan, Za?" ledek Rion saat berpapasan dengan Eza di satu garis lurus dalam waktu sepersekian detik.

"Rese lu, Yon?!" ucap Eza yang masih berjuang buat tetap naik ke atas.

Sedangkan Rion sudah turun ke bawah dengan napas yang terengah-engah. Otot tangannya sudah mulai kuat dan terlatih dengan baik.

Tiba-tiba Adam datang dengan seorang perempuan, yang sepertinya belum pernah Rion liat sebelumnya.

"Kenalin, sepupu gue. Namanya Lorenza..." ucap Adam

"Lorenza apanya Esperanza, Dam?" celetuk Eza.

"Zaa..." Adam memperingatkan.

"Sorry, sorry ... canda ya, Ren?" ucap Eza.

Hanya saja perempuan yang bersama Adam itu hanya memamerkan senyuman tipis.

"Oh ya, ini Arion temen Abang. Panggilannya Rion. Dia ketua Manusia Pecinta Alam, Mapala di kampus ini," ucap Adam mengenalkan Rion pada Loren.

"Rion," Rion mengulurkan tangannya

"Loren..." gadis itu menjabat tangan Rion sekilas kemudian melepaskannya.

"Oh ya, adik gue mau nyobain manjat, lu ajarin ya? tangan gue lagi sakit nih," ucap Adam.

"Loh, Bang---"

"Udah, nggak apa-apa. Rion paling jago loh manjatnya, gue yakin lu pasti lebih cepet bisanya kalau diajarin sama dia..."

"Udah tenang aja, dia orangnya nggak modusan kok. Kecuali kalau kamu diajarin Eza, baru tuh harus waspada," ucap Adam.

"Rese lu, Dam!" Eza tidak terima. Sedangkan dua temannya malah ngetawain, kecuali Rion. Rion hanya senyum sekilas, dia melihat Lorenza dengan tatapan yang dalam. Ada sesuatu yang membuat Rion rasanya nggak bisa melepaskan pandangannya dari gadis itu.

"Rion, titip Loren..." ucap Adam, memutus pandangan Rion pada Loren.

"Oke," sahut Rion.

"Bang ... Bang Adaaam...?!" Loren manggil kakak sepupunya.

"Udah nggak apa-apa. Tenang aja, pasti langsung bisa...?!" Adam bergabung dengan Eza dan Slamet yang lagi minum sambil ngeliat dua manusia yang canggung.

"Ck, harusnya gue aja yang ngajarin sepupu lu, Daam...!" ucap Eza.

"Berisik lu, Za! nggak tau tangan gue lagi nyut-nyutan, apa!" ucap Adam mijitin lengan dengan otot bisep yang ulalaaaaa.

Sementara Rion sedang menjelaskan bagaimana cara memanjat wall climbing yang ada di hadapan mereka.

"Kalau nggak kuat jangan dipaksain, turun aja pelan-pelan," ucap Rion yang lagi bantuin buat pasangin tali pengaman di badan Loren.

"Udah kuat! sekarang kamu bisa mulai naik," ucap Rion ketika memastikan tali yang mengikat badan gadis yang disampingnya ini udah beneran kuat. Loren mendongak ke atas, melihat dinding yang menjulang tinggi.

"Aman kok!" ucap Rion datar, seakan menepis kekhawatiran di wajah Loren.

Gadis itu mulai mengikat rambut panjangnya dan sekilas menengok ke arah kakak sepupunya, Adam. Pria itu mengangkat jempol tangan kanannya sebagai bentuk dukungan untuk Loren. Rion menyuruh Loren untuk stretching dulu, biar nggak kecetit katanya.

"Udah?" tanya Rion.

"Ya..." sahut Loren singkat.

Rion memberikan serbuk putih, "Lumuri telapak tanganmu supaya nggak licin,"

Loren pun melakukan apa yang disuruh Rion. Sementara pria itu juga mulai mengikatkan tali pengaman di badannya. Bagaimanapun keselamatan yang paling penting.

"Yuk, kita mulai..." ajak Rion. Loren hanya diam mengikuti setiap instruksi yang diberikan lelaki dengan garis rahang yang tegas dan rambut yang dikucir ke belakang.

"Pijak batu yang paling dekat dengan kaki," ucap Rion, dia mulai mengajari bagaimana caranya memanjat.

"Akh!" Loren mulai perlahan memijakkan kakinya.

Nggak usah terburu-buru," ucap Rion yang mulai memanjat dengan perlahan, menunggu Loren menyusulnya.

Gadia itu nampak mulai berkeringat, celana stretch dan juga kaos lengan pendek membuatnya mudah melakukan panjat memanjat. Tapi mungkin karena baru pemula, Loren merasakan kakinya kram.

"Kenapa?" tanya Rion yang melihat Loren kesakitan.

"Kram!" sahut Loren.

"Jangan panik;" Rion segera meraih pinggang Loren dan membawanya turun bersamanya.

Pandangan mereka bertemu beberapa detik, dan terputus saat suara Adam terdengar begitu khawatir pada adiknya.

"Ren? kenapa, Ren?" teriak Adam yang kemudian menghampiri Rion dan Loren.

"Aawkkh!" pekik Loren saat berhasil turun dengan sempurna.

"Sakit banget?" tanya Rion.

"Lumayan," jawab gadis itu. Rion membantu Loren membuka kaitan tali di badannya.

"Kenapa adek gue, Rion?" tanya Adam.

"Cuma kram, Dam...!" ucap Rion yang menyuruh Loren duduk.

"Lurusin dulu kakinya," ucap Rion pada Loren.

Setelah Loren duduk, barulah Adam memberi pijatan di sekitar tungkai dan betis adiknya. Sedangkan Rion melepaskan tali yang membelit badannya.

"Kenapa sampe kram sih, Ren? udah streching kan?" tanya Adam.

"Udah, Bang! tadi, awwkkh!" pekik Loren saat dia merasakan ototnya ketarik.

"Kenape sepupu lu, Dam?" Eza dan Slamet menghampiri.

"Kram doang!" ucap Adam.

"Udah, Bang. Udah nggak sakit kok!" kata Loren.

"Udah lurusin dulu kakinya, biar ototnya nggak tegang," ucap Adam

"Kan harusnya dek Loren belajarnya sama bang Eza," ucap Eza sok imut, padahal amit-amit.

"Yeeeuuuh! adik sepupu temen sendiri mau diembat juga!" Slamet ngegeplak pundak Ezaaa.

"Yang kamu lakukan itu jahaaaaad, Slameeet!" Eza memeluk dirinya sendiri, yang lain gumoh.

"Sumpeh gue ilfeel banget sama nih orang, dikarungin terus bawa ke pasar bisa nggak, Yon?" celetuk Slamet.

"Halah lu berdua tuh sama aja, disini cuma gue yang otaknya rada beneran dikit," sambung Adam.

Loren merasa kakinya sudah membaik, dan dia berdiri di bantu oleh Adam.

"Adek lu istirahat dulu aja, besok-besok lagi kalau mau latian manjat," ucap Rion sebelum meninggalkan teman-temannya itu.

"Zaaa, beresin ya!" seru Rion.

"Riooon, besok lu ajarin adek gue lagi yaaaak?!" teriak Adam.

Rion cuma ngangkat tangannya dan mengacungkan jempolnya yang berarti 'iya'.

Pengumuman

Mohon maaf sebelumnya, nama pemeran perempuannya tidak akan author ganti.

Jika tdk suka, silakan unfavorit dan jgn dibaca.

Mohon sedikit menghargai apa yang sudah author tulis.

Sekali lagi, menulis itu tidak mudah.

Jadi author mohon, jika tidak suka tinggalkan saja novelnya, cari novel yg sesuai dengan ekspektasi kalian

🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Moon maap

salam kremes

Reina

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!