NovelToon NovelToon

Saldo Rekening Pacarku

Pelakor

Fujiko menelan ludahnya, dirinya benar-benar ketakutan saat ini.

"Om..." ucapnya lirih kala tangan gemuk dengan kulit kecoklatan itu membelai pahanya.

Tangan pria yang sudah berusia sekitar 50 tahun itu, menyentuh dagunya mengusap bibir sang gadis menggunakan jemari tangannya. Mendekat dan semakin mendekat hendak mencium bibir sang gadis.

Seorang direktur perusahaan Jepang bernama Tenko Group, itulah profesi Ridwan. Seorang pria gemuk yang memakai pakaian lengkap.

"Ayolah, aku akan menikahimu. Jangan tegang rileks saja ..." ucapnya penuh rayu, memegang pundak Fujiko. Benar-benar warna kulit yang kontras dengan wanita blasteran Jepang-Indonesia itu.

Sang wanita terlihat pasrah, dirinya gemetar ketakutan. Haruskah menyerahkan keperawanannya demi mendapatkan suami kaya raya? Dirinya juga tidak yakin dapat menghadapi rasa takut ini setiap hari jika menikah dengan duda di hadapannya.

"Akh..." ucapnya ketakutan, berusaha menyingkirkan tangan sang pria gemuk yang semakin naik dari pahanya. Tidak ada perasaan cinta sama sekali. Bibir sang pria semakin monyong hendak mencium sang wanita original yang bahkan belum pernah berciuman.

Rahwana dan Sitha? Mungkin istilah itu yang terlihat saat ini menatap wajah keriput dengan rambut beruban sang pria.

Mobil yang sempit, membuat sang wanita semakin terpojok. Jantungnya berdegup cepat karena ketakutan, tapi dirinya harus kuat demi menjadi istri orang kaya.

Memejamkan matanya, hanya itulah yang dapat dilakukannya.

Bug!

Bug!

Bug!

Suara seseorang wanita menggedor kaca jendela mobil terdengar. Sebuah mobil terlihat terparkir di belakang mobil mereka.

"Buka! Pasangan mesum! Pelakor! B*jingan!" banyak kata-kata kasar yang diucapkan sang wanita yang mungkin berusia sekitar 40 tahunan.

Fujiko mengenyitkan keningnya, benar-benar terkejut. Pelakor? Berbagai macam hal kini ada dalam otaknya. Apa pria di hadapannya ini bukan seorang duda? Dirinya menjadi pelakor?

"Om bukan duda?" tanyanya, mendorong kepala pria beruban yang hendak menciumnya.

"Belum sayang, demimu aku akan menceraikan istriku dan meninggalkan anak-anakku," ucap Ridwan seolah-olah tidak mempedulikan istrinya. Kembali memayunkan bibirnya, tangannya bahkan merayap lebih keatas lagi, mengusap-usap paha Fujiko.

Gadis yang benar-benar kesal, dirinya memang materialis tapi tidak akan merebut milik wanita lain. Pintu mobil dibukanya, segera keluar, membuat pria itu memanyunkan bibir di hadapan istrinya.

"Bagus ya? Kamu berselingkuh!" Bentak sang wanita dengan wajah full make up itu.

"Aku mencintainya!" Ridwan keluar dari mobil. Hendak menarik Fujiko yang berusia setengah dari usianya. Sekitar 25 tahun.

"Aku tidak mau menjadi pelakor! Dia membohongi---" Kata-kata Fujiko terhenti.

Plak!

Wanita itu menampar pipi sang gadis dengan cukup kencang. Wanita mana yang tidak emosi, kala dirinya mengurus anak-anaknya yang akan wisuda. Suaminya malah berselingkuh dengan wanita muda.

Fujiko meraba pipinya yang terasa kebas.

"Dasar pelakor! Kamu juga seorang wanita! Bagaimana jika kamu yang diselingkuhi! Bagaimana jika ayahmu lebih memilih wanita lain yang lebih muda!" Bentak sang wanita mengepalkan tangannya dalam tangisan.

"Aku tidak menyukai si gemuk beruban! Om! Kembali sana! Sudah gemuk, beruban, bau tanah, nyusahin!" Berbagai macam hinaan dilontarkan Fujiko. Tidak ingin dirinya terlibat sebagai orang ketiga.

"Aku mencintaimu sayang! Kamu terlalu baik, karena itu ingin aku kembali pada si buluk ini! Aku tidak akan kembali padanya. Aku mencintaimu!" Ridwan memeluk Fujiko secara paksa. Wanita yang meronta bingung harus bagaimana.

"Kalian pasangan hina! Laknat!" Teriak wanita itu memukul-mukul punggung suaminya yang memeluk wanita keturunan Jepang itu erat.

"Lepas!" Fujiko meronta, ingin menangis rasanya. Mengapa dirinya dapat terlibat masalah seperti ini?

"Ya Tuhan, tolong aku, aku memang ingin suami kaya. Tapi aku tidak ingin menjadi pelakor. Masih ada banyak jomblo di luar sana ya Tuhan...Aku tidak ingin mengorbankan nama baikku hanya untuk kambing tua yang senang dengan daun muda..." batinnya masih berusaha lepas dari pelukan sang pria.

Hingga pertolongan itu datang. Seorang pria rupawan yang keluar dari tempat kost kumuh tempat Fujiko tinggal.

Bug!

Pria itu ditariknya, roboh dengan satu pukulan yang dilayangkannya. Tangan gadis itu diraihnya merangkul bahu sang gadis. Benar-benar adegan romantis, jantung gadis itu berdegup lebih cepat. Kesulitannya untuk bernapas rasanya, sekaligus rasa nyaman yang menyebar.

"Pelakor?Dia bukan pelakor, kami sudah lama menikah." Ucap pemuda itu penuh senyuman.

Raka, itulah namanya. Benar-benar terlihat keren jika tidak menyadari pakaiannya. Hanya kaos kutang, celana pendek dan sandal jepit dasar putih dengan tali hijau.

"Kalian sudah menikah? Tapi Fujiko bilang dia masih singel! Kamu pasti berbohong kan?!" bentak Ridwan.

Raka tersenyum menghina, aura dingin yang terpancar dari pemuda berpakaian rumahan itu. Benar-benar mengintimidasi, bahkan melebihi seorang CEO perusahaan yang mengadakan rapat evaluasi bulanan.

"Sudah, kami sudah menikah selama dua tahun. Berani-beraninya kamu merayu istriku. Ingin aku mengambil pisau di rumah, kemudian mengeluarkan ususmu?" tanya Raka, mencengkeram pipi Ridwan.

Wanita yang mungkin merupakan istri Ridwan itu terlihat gugup. Beringsut mundur, pemuda yang memiliki tatapan tajam membunuh.

"Dan kamu! Jaga suamimu baik-baik. Jika dia berani menggoda istriku, aku akan benar-benar mengeluarkan ususnya," peringatan dari Raka.

"I...iya..." Entah kemana hilangnya keberanian dan kemarahan wanita itu. Mungkin karena insting bertahan hidupnya membuatnya ketakutan.

"Ayo kita pulang!" Ucap Raka menarik jemari tangan Fujiko.

Pasangan muda yang benar-benar romantis. Tapi apa benar?

*

Fujiko mengenyitkan keningnya melihat tetangga kostnya menggeledah isi dapurnya. Hingga menemukan sebungkus mie instan dan telur. Bagaimana rumahnya sendiri, Raka bahkan tanpa malu menyalakan kompor.

"Aku pinjam mie instan, telur dan gasmu." Ucap pemuda pengiritan itu tersenyum, menampakan deretan giginya yang putih ala iklan Pepsodent.

Fujiko hanya dapat memijit pelipisnya sendiri. Inilah sosok asli dari Raka tetangga kostnya. Memakai handphone android murah di tangannya. Mungkin hanya sebuah laptop murah yang menjadi barang berharga di kamar pemuda tersebut.

Entah apa profesinya, ketika ditanyakan Raka hanya akan mengatakan ghost writer, penulis online yang tidak menggunakan nama asli. Penghasilannya? Katanya hanya 900.000 per bulan. Tapi diluar itu katanya dirinya juga memiliki pekerjaan iseng. Hidup hemat seperti ini.

Menggaruk-garuk kakinya sambil memakan mie instan. Sesekali melihat ke arah handphonenya terlihat konsentrasi.

Entah apa perkejaan sampingannya. Tapi bisa aku perkirakan selain ghost writer, penghasilan sampingannya paling juga menghasilkan dibawah 1 juta rupiah. Benar-benar pemuda yang tidak memiliki masa depan cerah.

"Kamu pria, cari profesi lain. Kenapa tetap memaksakan dengan pekerjaanmu sekarang?" tanya Fujiko, pada sang pemuda yang sering masuk ke tempat kostnya tanpa ijin.

"Aku pinjam kamar mandimu. Sabunku habis," ucapnya seakan-akan tidak mempedulikan kata-kata Fujiko. Tetap makan sembari mengetikkan pesan di handphone android murah miliknya.

"Sabun habis, ya beli!" bentak Fujiko tidak tahan lagi rasanya memiliki tetangga seperti ini.

Pemuda yang tiba-tiba bangkit, memojokkan sang gadis ke dinding."Aku belum gajian..." bisiknya. Benar-benar membuat Fujiko tidak dapat berkata-kata, menelan ludahnya sendiri.

"Mandi sana!" Fujiko yang gelagapan mendorong tubuh Raka.

Sang pemuda yang tersenyum simpul, menghabiskan mie instan miliknya. Setelah mengirimkan pesan pada CEO Tenko group. Tempatnya menginvestasikan lebih dari puluhan juta dollar.

'Pecat karyawan bernama Ridwan, dengan alasan pelanggaran kode etik.'

Itulah pesan yang ditulisnya. Pemuda yang meraih handuk milik Fujiko, memasuki kamar mandi menggunakan sabun batangan yang sama dengan sang gadis.

Siapa sebenarnya Raka? Seorang ghost writer tidak terkenal. Yang menyimpan banyak rahasia, mencium aroma sang gadis dari sabun batangan yang dipakainya. Benar-benar pemuda aneh yang tidak tahu malu.

Teman

Pemuda yang keluar tanpa malu sedikitpun. Handuk masih terlilit di pinggangnya. Tanpa atasan sama sekali. Mulai duduk di meja rias milik Fujiko, menyemprotkan parfum milik sang wanita pada tubuhnya.

"Aku pinjam..." ucapnya.

"Pinjam tapi tidak pernah dikembalikan," sindir wanita yang tengah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menatap ke arah langit-langit ruangan.

"Kalau aku sudah gajian kamu boleh pakai parfumku," ucap Raka, menyisir rambutnya. Bagaikan tempat itu bagian dari kamarnya sendiri.

"Aku? Memakai parfum pria?! Bagaimana caranya punya pacar. Mereka akan mengira aku wanita murahan," gumamnya, melempar bantal pada kepala pemuda yang kini menggunakan skin care miliknya.

"Kamu ingin pacar yang seperti apa?" tanya Raka mengenyitkan keningnya. Menepuk-nepuk wajahnya sendiri, merasakan aroma tubuh yang sama dengan Fujiko.

"Kaya, memiliki status sosial tinggi, gajinya minimal diatas 5 juta sebulan." jawab Fujiko.

"Kalau aku bagaimana?" Raka berbalik penuh rasa percaya diri. Otot-otot dada dan perutnya terlihat, wajah rupawan dengan rambut yang masih basah. Sumpah demi apapun, jantung Fujiko berdegup cepat saat ini. Dirinya benar-benar gugup. Tapi sekali lagi, pemuda pengiritan ini hanya akan menjadi beban.

"Gaji tukang parkir saja lebih besar dari gajimu! Cari kerja sana! Kalau tidak cari sugar mommy!" Fujiko tiba-tiba bangkit mencium aroma skincare mahal dari tubuh sang pemuda.

"Kamu pakai skincare milikku?! Itu satu paketny 650 ribu!" lanjutnya, berjalan mendekati meja rias.

Raka mengangguk polos kemudian tersenyum."Aku merasa wajahku benar-benar halus,"

Fujiko menadahkan tangannya."Karena ini mahal satu kali pakai 25 ribu!"

"Aku tidak punya uang, tunggu aku gajian ya?" Ucap Raka, tersenyum tanpa dosa.

"Aku ingin mencincang makhluk kikir ini. Wajahnya bagaikan CEO sombong, tapi tingkat kemiskinannya bagaikan pengamen jalanan." Batin Fujiko menghela napas berkali-kali.

"Tidak mau tahu! Bayar!" bentak Fujiko kembali menadahkan tangannya pada tetangga kostnya yang telah melewati suka duka bersama satu tahun ini.

Raka memelas, menatap dengan pandangan berkaca-kaca."Kamu tega padaku? Aku bahkan yang mengganti lampu kamarmu. Mengangkat jemuran pakaian dalammu saat kamu bekerja. Kita sudah menjalani kisah seperti ini. Ternyata kamu benar-benar---"

"Bayar!" Fujiko kembali menadahkan tangannya.

Raka meletakkan tangannya pada jemari tangan Fujiko."Kembaliannya untuk melunasi hutang mie instan, telur dan gas." ucapnya.

Fujiko menatap ke arah tangannya sendiri tidak ada uang disana."Apa maksudnya? Tidak ada uang---"

Kata-kata gadis itu terhenti. Entah sejak kapan Raka sudah berdiri, memegang tengkuk kepalanya. Memejamkan mata, menikmati bibirnya. Fujiko terdiam membatu, membulatkan matanya. Tidak terasa lidah pemuda itu menerobos ke dalam celah bibirnya.

Kala itulah perlahan mata Fujiko terpejam. Benar-benar merasa kenyamanan yang berbeda, otot-otot lengan pemuda itu di cengkram olehnya. Seolah-olah kehilangan pijakan, ini adalah ciuman pertama baginya.

"Umh..." gumamnya kala pemuda itu semakin agresif. Yang lebih gilanya lagi lidah mereka bermain di luar mulut. Garis tipis tercipta, terlihat jembatan liur disana.

Segalanya diakhiri dengan beberapa kecupan, perlahan Fujiko membuka matanya. Bersamaan dengan Raka, dahi mereka bersentuhan, mengatur deru napas yang tidak teratur.

"Satu ciuman seharga 100 ribu. Jadi masih ada kembalian untukmu." Kata-kata memuakan dari mulut sang pemuda yang melarikan diri dari kamar Fujiko.

"Br*ngsek!" umpat wanita itu mengejar Raka menggunakan sapu.

Beberapa tetangga kost mereka yang merupakan mayoritas mahasiswi dan mahasiswa hanya dapat menghela napas.

"Suami istri tidak boleh saling memukul! Itu namanya KDRT!" teriak Ragil (seorang mahasiswa, tetangga mereka).

"Siapa yang suami istri! Mana sudi aku mempunyai suami pengiritan sepertinya!" bentak Fujiko.

"Irit untuk masa depan kita bersama," Raka menengok kembali dari dalam kamarnya.

Plak!

Satu pukulan mendarat pada kepala sang pemuda oleh Fujiko.

"Apa sebenarnya hubungan kalian? Kalian kumpul kebo? Pasangan yang tidak terikat tali pernikahan, tapi membuat anak? Celap-celup, jleb-jleb seperti teh Sariwangi?" tanya Ragil yang baru dua bulan mengontrak, kata-kata tanpa sensor darinya.

"Kami hanya teman, saat aku pertama kali mengontrak di sini. Kutu ini sudah ada disini, awalnya dia tersenyum. Tapi akhirnya menghisap darahku hingga habis," gerutu Fujiko, dengan Raka yang kembali bersembunyi di dalam kamarnya sendiri.

"Benarkah? Aku melihat semuanya, kalian sering berbagi sabun, berbagi handuk, berbagi sikat gigi. Pasangan suami-istri bahkan ada yang tidak seintim itu. Intinya kalian teman tapi enna-enna," sindiran dari Ragil, berjalan membawa teh yang baru diseduhnya. Intinya teh hasil celap-celup dari pucuk daun teh berkwalitas tinggi. Bahkan ulat pun tidak berhasil mendapatkannya setelah memanjat ke pucuk.

Fujiko semakin geram, berjanji pada dirinya sendiri tidak akan membiarkan Raka masuk ke kamar kostnya lagi. Dirinya harus menjaga citra sebagai calon istri orang kaya yang entah siapa.

Sementara itu di dalam kamar, Raka tengah duduk di hadapan laptopnya. Jemari tangannya mengetik dengan cepat mengirim naskah, wajahnya tersenyum-senyum sendiri.

Dirinya tidak berbohong, penghasilannya sebagai ghost writer tidak terkenal hanya 900.000. Namun, putra tunggal konglomerat itu, menanamkan banyak saham di berbagai perusahaan.

Pura-pura miskin? Tidak, dirinya tidak pura-pura miskin. Hanya saja terlahir sebagai makhluk kaya paling kikir saja.

Segera setelah menulis naskah, dirinya mulai menyandarkan tubuhnya di kursi. Menatap ke arah saldo rekeningnya yang baru diperiksanya.

"Aku terlalu boros satu minggu ini," gumamnya menghela napas kasar, berfikir bagaimana harus lebih berhemat lagi. Jika bisa berbagi kamar saja dengan Fujiko.

*

Tapi apa benar Fujiko tidak akan mengijinkan Raka masuk ke kamarnya lagi?

Malam semakin gelap, gadis itu perlahan terbangun mendengar suara benda-benda. Sekelebat bayangan seperti lewat dalam kegelapan saat lampu tidak menyala.

Dirinya benar-benar ketakutan saat ini."Raka!" pada akhirnya nama itu kembali di panggilnya.

Pemuda yang dengan sigap segera datang masih dengan muka kusut menggunakan boxernya saja."Ada apa?" tanyanya menguap beberapa kali, menyalakan lampu kamar.

"Ada setan!" teriak Fujiko menutup matanya ketakutan.

Raka kembali mematikan lampu kamar. Kemudian memeluk Fujiko."Dimana setannya?" tanyanya.

"Di sana!" jawab wanita itu tidak berani menoleh.

Sang pemuda yang tetap mendekap tubuhnya."Itu bukan setan, hanya bayangan daun di luar jendela yang tertiup angin."

"Benar?" Fujiko membuka matanya memastikan.

Raka mengangguk."Aku kembali dulu ke kamarku," ucapnya menggaruk-garuk p*ntatnya sendiri tidak menjaga gengsi sama sekali.

"Raka...menginap disini ya?" pinta Fujiko, masih menatap ke area sekitarnya.

Raka mengangguk, memasukan dirinya ke dalam selimut yang sama dengan sang gadis. Fujiko menghela napas kasar, berada dalam pelukan Raka yang memejamkan matanya.

Tangan wanita itu meraih phonecell, kembali membuka media sosial. Mencari pria kaya, mapan idamannya, wajah tidak penting yang penting isi dompet tebal.

Persahabatan Jadi

Mata Fujiko sedikit bergetar kala sinar matahari tipis menerpa wajahnya. Gadis yang membuka mata, menelisik keadaan sekitarnya."Jam 7!" Teriaknya berlari, mengambil handuk.

"Pelan-pelan nanti jatuh," ucap pria yang tengah menyajikan makanan.

Satu persatu makanan terhidang, tentunya dari bahan di kulkas milik Fujiko. Diletakkannya di lantai, mulai memakan makanannya, pasalnya ini bukan tempat mewah. Hanya tempat kost dengan ruangan tiga kali empat meter. Dapur dalam yang tidak begitu besar, serta kamar mandi sempit lengkap dengan gayung dan kamar mandi jongkok.

Gadis cantik yang merentangkan tangannya. Sambil berteriak."Raka! Ambilkan sabun!"

"Em..." pemuda itu bangkit masih dengan mulut dipenuhi nasi. Mengambil sabun untuk wanita yang masih mengulurkan tangan. Sekelebat terlihat tubuh wanita itu dari balik pintu. Mungkin jika pria lain Fujiko tidak akan melakukan ini. Tapi ini adalah Raka, pria yang tidak akan masuk ke kamar mandi kemudian melecehkannya.

"Ini," benar saja, pemuda itu hanya memberikan sabun, kemudian kembali duduk bersila sembari makan.

Gadis yang masih ada di kamar mandi, menatap pantulan wajahnya di cermin. Terlihat benar-benar rupawan, pria manapun pasti akan terpikat olehnya. Tapi kenapa nasibnya selalu sial? Banyak pria yang mendekati tapi gaji mereka di bawah standarnya.

Bukan apa-apa masalahnya ketiga kakak perempuannya memiliki kekasih mapan. Bahkan calon suami kakak tertuanya akan mengadakan pesta ulang tahun kecil-kecilan untuk ayah mereka.

Sedangkan dirinya? Selalu berakhir dengan crazy rich tapi hanya sewaan. Kalau benar-benar kaya, sudah punya istri seperti kejadian kemarin. Siapa jodohnya? Tidak mungkin dirinya menjadi perawan tua, kemudian harus hidup dengan menua dengan manusia pengiritan seperti Raka.

Menghela napas kasar, setidaknya hanya satu kebaikan pemuda itu, selalu mendengar dan menolongnya. Seorang sahabat yang baik.

*

Fujiko keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk yang menutupi area dada, hingga pahanya. Mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Matanya menelisik, Raka sama sekali tidak menoleh padanya, sama seperti biasa. Membuatkan makanan, menumpang sarapan, lalu kembali ke kamarnya sendiri.

"Apa pria ini normal?" mungkin itulah yang ada dalam fikiran Fujiko memincingkan matanya.

Wanita dengan bentuk tubuh yang benar-benar sempurna itu berpose. Bentuk bagian depan 38 B, bagian belakang yang tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, perut rata, kaki jenjang yang indah.

"Raka..." panggilnya membuat sang pemuda yang memakai kaos kutang dan boxer itu menoleh.

"Apa? Omong-ngomong nanti sore aku pinjam motormu ya?" Pemuda yang tersenyum, seakan tidak mempedulikan pemandangan di hadapannya. Pemandangan yang benar-benar indah, bagaikan gambar anak TK, dimana terdapat dua gunung yang tidak terlihat sempurna.

"Iya!" bentak Fujiko, memakai lotionnya. Apa dirinya tidak menarik? Mungkin saja pemuda ini yang tidak normal.

Menyukai Raka? Sejatinya hanya menganggapnya sebagai teman. Tapi entah kenapa bagaikan setiap detik memerlukannya. Ini aneh bukan? Namun, itulah kenyataannya.

Walaupun jantungnya berdegup cepat, walaupun mengagumi wajah rupawan itu, tapi isi dompet lebih penting. Hanya beberapa lembar uang berwarna hijau dan ungu. Lebih tepatnya dua puluh ribu dan sepuluh ribu yang ada disana, dua lembar kartu ATM dan satu buah KTP. Jadi dengan tegas dirinya menyatakan sebuah pengumuman, bahwa Raka hanya akan menjadi sahabatnya saja.

"Kamu mau kemana pakai motorku? Apa menemui wanita?" tanya Fujiko.

Raka mengangguk."Mungkin, tempatnya lumayan jauh," jawaban darinya memakan sayuran dan tempe.

Fujiko segera mengenakan seragam pabrik tempatnya bekerja. Menatap ke arah Raka yang memang selalu memunggunginya, ketika dirinya berganti pakaian. Tidak menengok sedikitpun.

"Kamu hebat, tidak tergoda denganku sama sekali," gumam Fujiko setelah memakai pakaiannya. Memakan masakan yang dibuatkan Raka.

"Tentu saja, tidak ada yang bisa dilihat." Kata-kata pedas dari Raka.

"Sshh...ah...sial," batinnya sesekali menggigit bibirnya sendiri, menahan agar tidak mengeluarkan suara. Mungkin inilah keburukan Fujiko, selalu sembarangan di hadapan Raka.

Membuat sang pemuda normal hanya dapat makan tapi tidak kenyang. Walaupun ada makanan di hadapannya, namun wanita itu lebih menyenangkan untuk disantap.

"Kapan kamu gajian?" tanya Fujiko dengan mulut penuh.

"Tidak tahu," Raka tertunduk, masih makan dengan tenang.

"Raka, kenapa kamu tidak mencari pekerjaan yang lain. Usiamu sudah 28 tahun, cepat atau lambat akan memiliki keluarga. Tentunya aku juga tidak bisa menolong keluargamu saat aku sudah menikah nanti---" Kata-kata dari Fujiko yang tersipu, tersenyum-senyum sendiri.

Matanya sedikit melirik ke arah Raka. Tatapan cerah penuh senyuman berubah, menjadi menatap tajam membuat gadis itu ketakutan.

"Kamu akan menikah?" tanya Raka.

Fujiko mengangguk."Aku harus segera menemukan pacar yang mapan. Kamu juga, jika tidak bisa menemukan pekerjaan yang layak, carilah sugar mommy, Tante-tante girang yang serius bersedia menikah denganmu,"

Raka kembali melanjutkan makannya. Tidak menanggapi kata-kata Fujiko. Setelahnya tidak banyak bicara, benar-benar berbeda dari biasanya. Bahkan saat pemuda itu mencuci piring pun sama.

*

Suara starter motor matic terdengar, motor yang tidak mau menyala sama sekali. Wanita yang kebingungan saat ini, dirinya sama sekali tidak bisa berangkat kerja.

Kring!

Kring!

Kring!

"Biar aku antar," ucap Raka berhenti di hadapan Fujiko.

"Bayar berapa?" tanya gadis itu seakan mengetahui motif sang pria.

"Nanti malam aku fikirkan. Tidak akan terlalu mahal," jawaban dari Raka. Tanpa ragu, gadis itu menaiki sepeda.

Memegang pinggang pemuda itu erat, wajah rupawan sang pemuda yang diterpa angin. Mengayuh sepeda dengan cepat, di jalanan menurun. Melewati jalanan yang cukup rindang, udara bersih masih terasa."Aaa....aaa..." teriak Fujiko tidak pernah merasa segembira ini.

"Aku mencintaimu!" teriak Fujiko tiba-tiba.

"Mencintai siapa?" tanya Raka.

"Aku mencintaimu! Uang!" teriak wanita itu lagi.

Dua orang sahabat tertawa bersama, mengayuh sepeda lebih cepat lagi. Kali ini bukan kaos kutang. Raka menggunakan sweater dan celana jeans hitam. Tersenyum dengan wajah cerahnya, jalanan yang tidak begitu padat melewati area jembatan gantung."Aku juga mencintaimu! Uang!" teriak Raka menimpali.

Entah kenapa Fujiko kembali duduk, menyandarkan kepalanya pada punggung Raka. Mengeratkan pelukannya, membiarkan rambutnya di terpa angin.

Terasa nyaman, bukankah begitu perasaan seorang sahabat?

Pada akhirnya sepeda berhenti di area depan pabrik tekstil. Raka memberikan plastik berisikan air putih dan makanan yang tadi pagi dimasaknya di rumah Fujiko.

"Cie! Diantar pacarnya!" teriak salah seorang pekerja pabrik.

"Bukan pacar! Cuma teman! Siapa yang mau pacaran dengan pria pengiritan!" cibir Fujiko pada Raka.

"Pasti ada!" ucap Raka mengecup pipi Fujiko dengan cepat, kemudian melarikan diri menggunakan sepedanya.

"Dasar pengiritan!" teriak Fujiko, mengusap-usap pipinya sendiri.

Sedangkan teman kerjanya mulai bernyanyi."Kudapati diri makin tersesat, saat kita bersama, desah nafas yang tidak bisa dusta persahabatan jadi cinta---"

Plak!

Fujiko melayangkan pukulannya pada kepala sahabatnya. Benar-benar kesal rasanya, dirinya tidak akan mungkin bersama dengan makhluk pengiritan. Hingga manager baru pabrik terlihat, pria yang baru saja turun dari mobil. Berkulit sawo matang, tinggi, namun kurus.

Bug!

Dengan sengaja Fujiko menabraknya."Maaf pak?" ucapnya.

"I...iya tidak apa-apa," sang manager baru gelagapan. Wanita cantik berdarah Indonesia-Jepang menawan berada di hadapannya.

"Palingan gagal lagi. Makanya jangan selingkuh," gumam sahabat Fujiko.

Kepala temannya sesama pekerja itu, kembali dipukul.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!