NovelToon NovelToon

Perseteruan 2 Calon Pewaris

1. Mata Hazel Sama

#Flashback

Kavi saat ini sedang dalam perjalanan menuju kampus. Tapi sebelum itu dia akan mengantar adiknya ke sekolah, karena kebetulan sekolah Mirza satu arah dengan kampus Kavi.

Kavi hanya melirik sekilas pada adiknya yang sangat asyik memainkan game online pada gadgetnya. Bahkan sejak tadi laki-laki yang sedang duduk di bangku kelas dua belas itu sama sekali tidak menganggap keberadaan sang kakak di sampingnya.

Bagi Kavi dia sudah biasa dengan sikapn dan sifat adiknya yang memang jelas bebeda dengan dirinya. Tapi satu hal, Kavi sangat menyayangi Mirza. Begitu juga dengan Mirza.

“Udah sampai, Za! Bisa nggak berhenti dulu main game’nya? Kamu mau sekolah atau main game?” tanya Kavi tanpa melihat adiknya.

“Oh, sudah sampai ya, Kak? Sorry!” jawab Mirza dengan santai lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas.

“Tambahin uang sakuku dikit dong, Kak!” rayu Mirza pada Kavi yang sejak tadi menatap lurus ke depan.

Kavi hanya mencebik, lalu mengambil selembar uang dari dompetnya dan diberikan pada adiknya. Dia tahu kalau Mamanya membatasi uang jajan Mirza karena adiknya itu pasti kehabisan uang hanya untuk membeli paket game berlangganannya.

“Thnaks, Kak! Kamu memang Kakakku yang paling baik.” Ucap Mirza sambil mengedipkan matanya pada sang Kakak.

Kedua laki-laki kakak beradik yang memiliki mata hazel sama itu memang terlihat selalu kompak dan rukun, meskipun memiliki sifat yang berbeda. Dulu semasa kecil, wajah mereka agak berbeda. Satu mirip sang Ayah, satunya lagi mirip sang Mama. namun semakin mereka tumbuh besar, keduanya sama-sama tampan dan wajahnya hampir mirip. Hanya tatanan rambut mereka saja mungkin yang membedakan. Kalau orang lain yang belum mengenal mereka berdua, pasti menganggap Kavi dan Mirza seperti saudara kembar. Sama-sama tampan.

Mirza keluar dari mobil kakaknya dan langsung masuk ke gerbang sekolah bersama teman-temannya yang lain. Sedangkan Kavi masih menunggu kondisi jalanan sedikit lengang, karena di depannya masih banyak siswa-siswi yang berseliweran.

Inilah yang tidak disukai Kavi kalau ada jadwal kuliah pagi dan berangkatnya sama Mirza. Pasti akan terdampak macet. Apalagi dosennya agak killer dan tidak mentolerir keterlambatan mahasiswanya.

Saat hendak menginjak pedal gas mobilnya, tiba-tiba tatapan Kavi tertuju pada sebuah mobil yang sedang melaju lambat namun seperti mengicar seseorang. Lalu Kavi melihat, siapa orang yang sedang berada tak jauh dari mobil itu.

Dengan cepat Kavi keluar dari mobilnya dan berlari secepat mungkin untuk menyelamatkan seorang perempuan berseragam seperti Mirza. Dan sepertinya perempuan itulah yang menjadi target penabrakan mobil mencurigakan itu.

Ckiittttt

Brakkkk

Bruk

Mobil itu mengerem mendadak dan menabrak pembatas jalan. Sedangkan Kavi berhasil menyelamatkan si perempuan yang diduga menjadi target penabrakan tadi. tapi sayangnya posisi mereka berdua sama-sama tidak menguntungkan. Apalagi si perempuan itu mendapat luka di bagian keningnya dan mengeluarkan darah.

Beberapa siswa yang masih ada di luar halaman sekolah langsung berhamburan mendekati si perempuan tadi untuk menolongnya. Kavi sendiri juga ingat kalau dia buru-buru ke kampus.

“Hei, kamu nggak apa-apa?” tanya Kavi pada perempuan yang hampir pingsan itu.

“Terima kasih.” Jawabnya singkat dengan menatap lekat mata laki-laki itu, sebelum akhirnya hilang kesadaran.

“Karin! Kamu nggak apa-apa?” seorang laki-laki langsung datang dan menyelamatkan perempuan itu.

#Flashback Off

“Sayang, aku nanti nggak bisa jemput kamu karena aku ada pekerjaan penting.” Ucap Mirza pada kekasihnya yang baru saja ia antar pergi bekerja di sebuah restaurant cepat saji yang ada di kota.

“Nggak apa-apa, Za. Aku nanti naik angkot saja, atau bisa pesan ojol.” Jawab Karin.

Cup

Mirza berhasil mencuri kecupan di kening Karin sebelum pergi meninggalkan kekasihnya itu. sontak saja pemandangan itu tak luput dari teman-teman Karin yang kebetulan datang bersamaan dengan Karin.

“Bye!” ucap Mirza melambaikan tangannya pada Karin yang wajahnya sudah bersemu merah karena malu.

“Cieee…. Mesra sekali sih!”

“Duh, aku juga mau dong punya cowok cakep dan tajir melintir seperti dia.”

Masih banyak lagi godaan teman-teman Karin. Namun Karin hanya menanggapinya dengan senyuman dan bergegas masuk ke dalam restaurant.

***

Sementara itu Mirza yang baru saja memasuki area perkantoran, dia tampak sibuk berbicara melalui sambungan telepon dengan temannya. Setelah itu dia masuk ke ruang kerjanya.

“Za!” seru Kavi menghentikan langkah Mirza.

“Nanti siang ada meeting dengan klien dari luar negeri, tolong kamu yang handle. Aku ada pekerjaan lain.” Ucap Kavi yang tampak buru-buru.

“Sorry, Kak. Aku juga sudah terlanjur ada janji dengan teman. Ini juga mengenai pekerjaan penting.” Tolak Mirza dengan entengnya lalu masuk ke ruangannya tanpa melihat wajah Kavi yang menahan kesal.

Kavi lagi-lagi harus menghandle meeting itu. semenjak sang Ayah sering keluar negeri mengurus perusahaan mendiang Grandpa’nya, pekerjaan Kavi menjadi sangat sibuk. Apalagi Mirza yang baru saja masuk perusahaan, justru berbuat semaunya sendiri. Karena sebelumnya Mirza sudah mempunyai bisnis sendiri yang bekerjasama dengan temannya. Jadi, meskipun dia masuk ke perusahaan, Mirza tidak bisa meninggalkan bisnis yang sudah dia bangun dengan temannya itu. kalau Kavi atau Ayahnya memaksa Mirza untuk fokus membantunya, Mirza akan lebih memilih keluar dari perusahaan dan mengembangkan bisnisnya sendiri.

Kavi masuk ke ruang kerja Mirza dulu sebelum pergi. Terlihat adiknya itu sedang sibuk di depan layar laptop, namun ponselnya dalam keadaan menyala.

“Za, aku keluar sebentar. Nanti kalau ada karywan bagian humas datang memberikan laporan, tolong kamu simpan dulu.” Ucap Kavi.

Mirza hanya mengacungkan jempolnya. Setelah itu tatapan matanya tertuju pada layar ponsel yang masih menyala itu.

.

.

.

*TBC

Hai semuanya!! Selamat tahun baru 2023🤗😗

Jangan lupa untuk terus mengikuti karya baru author ini ya... Semoga suka🤗🤗

Happy Reading!!

 

2. Calon Pewaris

Saat jam pulang kantor tiba, Mirza langsung melesat ke suatu tempat. Yang tak lain adalah kantor tempat ia membuka usaha bersama temannya. Usaha yang bergerak di bidang ekspor dan impor yang dirintin oleh Mirza bersama temannya itu berdiri dua tahun yang lalu. Lebih tepatnya saat Mirza baru saja menyelesaikan kuliahnya.

Mirza yang merupakan tipe orang tidak suka di atur, lebih memilih bekerja bebas tidak mau terikat dengan suatu instansi. Dia lebih suka bekerja di bagian lapangan. Dan usahanya yang ia rintis ini sudah cukup berkembang, meskipun masih kecil-kecilan dan memiliki karyawan yang masih sedikit. Setidaknya, itu hasil jerih payahnya sendiri yang membuat hati Mirza merasakan puas.

Jam kerja di kantor milik Mirza tidak seperti jam kantor pada umumnya. Karena memang bergerak di bidang ekspor dan impor, jadi dia membuka tiga shift waktu untuk karyawannya. Apalagi dirinya yang memilih di bagian lapangan, terkadang malam hari ada pengiriman barang yang masuk ataupun keluar, dia harus mengeceknya langsung untuk menangani kendala teknis dan pengaturan operasional trucking untuk bongkar muat.

“Baru datang?” tanya Deo, teman sekaligus partner kerja Mirza.

Deo yang baru keluar dari kamar mandi, melihat wajah lelah Mirza sebenarnya sangat kasihan. Bayangkan saja, setelah pulang dari kantor Ayahnya, Mirza langsung melesat ke kantornya sendiri.

“Hmm” Jawab Mirza dengan gumaman.

“Kita makan dulu, setelah itu langsung berangkat ke pelabuhan. Sepertinya kapal yang datang akan sedikit terlambat. Aku tadi mendapatkan informasinya seperti itu.” ucap Deo.

Kedua pria yang sudah bersahabat sejak lama itu akhirnya makan bersama setelah seorang kurir datang dengan membawa makanan yang sudah dipesan oleh Deo.

Tepat pukul enam, Mirza dan Deo langsung pergi menuju pelabuhan. Sedangkan di kantornya ada satu staff yang sedang berjaga untuk menerima informasi dari Mirza.

Tepat saat Mirza dan Deo baru saja sampai pelabuhan, kapal yang akan bertransaksi dengannya juga baru bersandar. Namun dari jauh Mirza seperti meihat keanehan. Ada seseorang yang dia sendiri tidak mengenalnya tampak sedang bicara dengan salah satu awak kapal yang akan memakai jasanya.

Mirza tahu kalau orang asing yang tak dia kenal itu berusaha merebut pelanggannya. Tentunya dengan mengiming-imingi biaya pengurusan dokumen yang lebih murah.

“Hei!” teriak Mirza.

Pria itu sangat terkejut dan segera berlari sebelum Mirza berhasil menangkapnya. Begitu juga Deo ikut mengejar Mirza dengan nafas ngos-ngosan.

“Siapa pria tadi, Pak?” tanya Mirza pada seorang pria yang memakai jasanya mengurus dokumen pengiriman barangnya.

“Saya juga tidak tahu. Dia tadi baru saja datang dan menanyai saya tentang barang-barang yang sedang saya bawa. Tapi setelah itu dia berlari saat melihat anda.” Jawab pria itu.

Mirza hanya menghela nafasnya kasar. Lain kali dia harus lebih berhati-hati. Karena memang saingan bisnisnya sangat banyak.

Beberapa saat kemudian Mirza dan Deo menyelesaiakn transaksinya dengan memeriksa keaslian dokumen. Memang harus teliti dan membutuhkan waktu yang lama, karena jika barang-barang yang diangkut kapal itu terbukti barang illegal, maka dia juga yang ikut terkena imbasnya.

Drt drt drt

“De, tolong kamu lanjutkan sebentar. Aku ada panggilan dari Ayah.” Ucap Mirza lalu beingsut meninggalkan Deo.

Tidak lama Mirza berbicara dengan Ayahnya melalui sambungan teleponnnya. Dia menunjukkan wajah kesalnya lalu menghampiri Deo.

“De, sorry aku harus pulang dulu. Ada urusan yang sangat penting di rumah. aku percayakan semuanya padamu.” Pamit Mirza tanpa mempedulikan jawaban Deo.

***

Sesampainya di rumah, ternyata sudah ada sang Ayah dan kakaknya, Kavi. Kedua pria itu seperti sedang menunggu kedatangannya. Tanpa rasa bersalah dan mengucapkan maaf, Mirza langsung duduk bergabung dengan Ayah dan kakaknya.

“Ada apa, Yah?”

“Ayah dan Mama kamu akan pergi ke luar negeri lagi. tapi kali ini agak lama. Jadi Ayah akan menyerahkan perusahaan pusat pada kalian berdua. Ayah percaya pada kalian berdua. Dan untuk kamu Mirza, Ayah harap kamu bisa professional dan fokus. Bantu kakak kamu.” Ucap Sean seakan menyiratkan makna kalau Mirza selama ini tidak bekerja dengan professional karena anak bungsunya itu selalu mengutamakan bisnisnya sendiri.

Sedangkan Kavi hanya diam saja. memang selama ini dia sedikit kualahan. Memiliki partner kerja adiknya sendiri membuatnya tidak bisa bebas memberi perintah. Apalagi Mirza juga sibuk dengan bisnisnya.

“Za, mungkin ini berat bagi kamu. Tapi Ayah sangat salut dengan usaha yang kamu rintis itu. tapi bagaimanapun juga kamu akan tetap ada di perusahaan membantu kakak kamu. Karena kalian berdua adalah calon pewaris.” Ucap Sean menatap anak bungsunya yang sejak tadi tertunduk.

Kalau tidak berharap pada dua anak laki-lakinya, kepada siapa lagi Sean akan mempercaykan perusahaannya. Apalagi perusahaannya tidak hanya satu dua, melainkan banyak sekali cabangnya. Sedangkan dua anak tirinya Chandra dan Viana sudah fokus dengan keluarganya masing-masing dan memegang perusahaan milik mendiang Ayahnya sendiri.

Ya, Sean adalah ayah dari Kavi dan Mirza. Dia dulu menikah dengan seorang janda beranak dua. Istri dari mantan bosnya. Meskipun Sean yang telah mengambil alih semua perusahaan milik mendiang bosnya, tapi ia juga memiliki hasil dari jerih payah sendiri.ditambah lagi dengan aset peninggalan mendiang Papanya yang ada di luar negeri membuat Sean kualahan.

Beberapa aset kekayaan milik mendiang bosnya juga sudah ia serahkan pada dua anak tirinya yang kini sudah berkeluarga. sekarang tugasnya hanya fous pada dua anak kandungnya sendiri. Membuat dan menjamin kehidupan Kavi dan Mirza kelak akan bahagia seperti kakak-kakaknya.

“Kalau sudah tidak ada lagi yang dibicarakan, Mirza mau masuk ke kamar dulu.” Pamit Mirza lalu beranjak meninggalkan Ayah dan Kakaknya.

.

.

.

*TBC

Happy Reading!!

3. Merenggut Masa Muda

Usai pembicaraan dengan Ayah dan kakaknya, Mirza masuk ke kamar. dia berdiam diri di sana, merenungi ucapan sang Ayah. Memang benar semua yang dikatakan oleh pria paruh baya yang sudah menyayangi dan merawatnya sejak kecil itu. tapi untuk meninggalkan sebuah usaha yang sudah lama ia geluti sangat tidak mudah bagi Mirza.

Mirza bahkan sempat mempunyai pikiran kalau posisi yang paling aman dan menguntungkan saat ini adalah kakaknya. Karena kakaknya memang sejak dulu sudah bekerja membantu Ayahnya di perusahaan. Apalagi nantinya sang Kakak lah yang menggantikan posisi Ayahnya. Karena memang dirinya bukan anak tertua. Menurut Mirza, kakaknya sama sekali tidak pernah tahu rasanya jungkir balik membangun sebuah usaha.

Lelah memikirkan masalah keluarganya, Mirza pun menghubungi Karin, kekasihnya. Karena hanya perempuan itu lah selalu menjadi obat dari semua kegelisahannya.

Tepat sekali Karin langsung membalas pesannya. Waktu juga masih menunjukkan pukul sembilan malam. jadi Mirza memutuskan untuk pergi ke rumah kontrakan Karin.

Sementara itu Kavi yang sedang duduk di balkon kamarnya melihat mobil Mirza baru saja keluar dari halaman rumah. entah anak itu pergi kemana, Kavi tidak tahu.

Kavi menghembuskan nafasnya pelan. Setelah pembicaraannya dengan sang Ayah tadi, dia merasa bersalah pada Mirza. Seolah dirinya lah yang mengadu pada sang Ayah atas kinerja adiknya selama ini.

Sebenarnya Kavi tidak masalah jika harus mengurus perusahaan pusat seorang diri. Dia juga bisa merekrut asisten yang benar-benar mumpuni di bidangnya dan bisa membantunya. Tapi dia ingat kalau mempunyai adik yang pastinya juga sangat berkompeten.

Kavi benar-benar merasa serba salah. Dia tidak ingin dianggap Mirza ingin menguasai perusahaan milik sang Ayah. Tapi untuk membuat Mirza fokus dengan perusahaan hingga memaksanya merelakan bisnis yang sudah lama digeluti adiknya itu juga Kavi tidak tega.

Andai saja Mirza tahu tentang perjuangannya selama ini. perjuangannya membantu sang Ayah di perusahaan sebelum adiknya masuk. Sampai-sampai Kavi melewatkan masa mudanya yang harusnya bisa berkumpul dengan teman-temannya untuk menghabiskan weekend, ataupun jalan dengan kekasihnya, Kavi sama sekali tidak pernah melakukan hal itu. di usianya yang sudah menginjak dua puluh tujuh tahun, tidak ada yang lebih penting lagi di hidupnya selain keluarga dan pekerjaan.

Cklek

Tiba-tiba pintu kamar Kavi terbuka. Pria itu belum menyadari kedatangan Mamanya. Karena sejak tadi ia terus menatap langit malam yang tampak bertaburan bintang tapi berbeda jauh dengan kondisi hatinya saat ini.

“Anak bujang Mama lagi ngelamunin apa sih?” ucap Lidia membuyarkan lamunan Kavi.

“Eh, Mama dari tadi? maaf, Kavi nggak tahu.” Jawabnya kikuk lalu mempersilakan Mamanya duduk di kursi sebelahnya.

Lidia hanya mengulas senyum. Sebenarnya wanita paruh baya itu mengerti kalau anak laki-lakinya seperti sedang banyak pikiran. Apalagi baru saja suaminya mengatakan kalau beberapa hari lagi akan mengajaknya tinggal beberapa waktu di luar negeri, dan mempercayakan perusahaan pada dua anaknya. tentu saja itu akan menjadi beban berat bagi Kavi, secara anak bungsunya yang memiliki sifat cenderung susah diatur.

“Apa anak Mama yang tampan ini sedang memikirkan sang pujaan hatinya?” gurau Lidia.

“Mama ini ada-ada saja. memangnya Mama pernah lihat Kavi membawa perempuan datang ke sini dan mengenalkannya pada Mama dan Ayah?” tanya Kavi dan dapat jawaban gelengan kepala dari Lidia.

Karena memang benar adanya. Justru Mirza lah yang pernah mengenalkan kekasihnya padanya dan juga suaminya. kalau Kavi sejak dulu memang tidak pernah dengar dekat perempuan. Seketika itu Lidia merasa bersalah pada Kavi. Sebagai orang tua dia seperti merenggut masa muda anaknya dan membebaninya dengan urusan perusahaan.

“Tapi Mama ingin kamu memperkenalkan calon mantu Mama. ingat, usia kamu sudah tidak muda lagi, Kav!” Ucap Lidia membuat Kavi tersenyum getir.

“Mama tenang saja. jika nanti sudah saatnya tiba, pasti Tuhan akan mempertemukan jodoh Kavi. Kavi juga sama sekali tidak keberatan jika Mirza yang lebih dulu menikah.” Jawab Kavi dengan tenang sambil tersenyum hangat menatap Mamanya.

***

Saat ini Mirza sudah berada di rumah kontrakan Karin. Mirza tampak sedang berbaring di atas sofa ruang tamu Karin. Sedangkan Karin membuatkan kopi kesukaan Mirza di dapur.

“Ini, minumlah dulu!” ucap Karin membawa secangkir kopi untuk kekasihnya.

Kavi meminum kopi buatan kekasihnya itu. ada rasa tenang dalam hatinya. Bukan karena kopinya saja, melainkan perhatian Karin lah yang membuat Mirza tenang. Dia semakin sayang pada sosok perempuan cantik nan sederhana itu.

“Sebenarnya ada masalah apa?” tanya Karin duduk di samping Mirza.

Mirza langsung meletakkan kepalanya di atas pangkuan Karin. Dia menceritakan kegalauan hatinya terlebih masalah keluarganya. Dengan menceritakan keluh kesahnya seperti itu pada Karin, jujur saja membuat Mirza merasa lebih tenang daripada sebelumnya. Dan pastinya Karin akan memberikan nasehat yang sangat bijak untuknya.

Mirza menatap wajah Karin dari bawah. Dia tersenyum tipis pada kekasih yang selalu ada untuknya. Tak lama kemudian Mirza bangkit dari pangkuan Karin. Namun Mirza menopang tubuhnya dengan tangannya sendiri hingga wajahnya berada tepat di depan wajah Karin. Tak lama kemudian dia mendaratkan bibirnya tepat pada bibir ranum Karin.

Ciuman yang hanya beberapa detik itu cukup membuat Mirza lega dan hilang penat dalam pikirannya sejak tadi. sedangkan Karin, selalu saja dadanya berdegup kencang saat Mirza mencium bibirnya seperti itu.

“Aku sangat mencintaimu, Karin. Terima kasih telah sabar berada di sisiku selama ini. aku janji setelah semua pekerjaanku tidak padat lagi, aku akan melamar kamu.” Ucap Mirza dengan sungguh-sungguh.

.

.

.

*TBC

Happy Reading!!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!