JAM kosong setelah shalat Jumat itu sudah seperti anugrah bagi mereka yang malas masuk kelas untuk mendengarkan segala penjelasan guru dan berhadapan dengan rentetan soal yang membuat kepala ingin meledak saja. Masih untung kalau-kalau guru yang mengajar baik dan pengertian dan juga cantik atau tampan. Namun jika sudah killer, gendut, dan tidak bisa menoleransi? Matilah!
Seperti saat ini, sembilan anak cowok berbaju kokoh dengan motif dan warna yang berbeda, memilih singgah ke mushalla setelah menunaikan shalat Jumat di masjid besar yang tidak jauh dari kawasan SMA Garuda, sekolah mereka.
“Ah …, adem euy. Kayak liat senyum doi,” ujar cowok berbaju kokoh putih dengan motif sulaman seperti batik. Dia Ezra, cowok yang saat ini membaringkan tubuh dengan tangan terentang di atas sajadah yang lembut.
“Kalo aja kelas kita ada AC-nya. Kagak bakal gue suka bolos,” timpal yang lainnya lagi. Cowok berbaju kokoh hitam polos yang bersandar di tembok. Dia Adnan, si cowok yang memiliki suara bagus di antara mereka namun langsung ambyar jika sudah berkolaborasi dengan Tian.
“Mantap, tuh, kalau ada AC-nya. Lah, itu kelas kita udah panas, ribut, gurunya minta disayang lagi!” mereka terkekeh menanggapi Tian. Cowok yang memakai baju kokoh padahal ia tidak menjalankan shalat Jumat dikarenakan non muslim. Katanya, hanya suka saja melihat dirinya berbaju kokoh.
“Van, lo kan kaya, nih. Beliin kelas kita AC dong!”
“Kelas aing juga, Bang Devan. Panas juga sumpah!”
Devan Ardeon. Cowok berbaju kokoh merah maroon itu memutar mata malas menanggapi Malik dan Dimas yang baru saja menyuruhnya membeli AC. “Enak banget lo! Lo juga pada banyak duit napa nyuruh-nyuruh gue!” balas Devan acuh dengan berbaring pada sajadah seraya bermain ponsel.
“Pelit lo jadi orang kaya!” cibir cowok berambut gondrong yang memakai baju kokoh berwarna navy. Bagus Baskara namanya.
“Percuma kaya tapi gak suka berbagi.” Arnold. Cowok berbaju kokoh yang bersandar di pilar masjid itu ikut menimpali. Ia sama seperti Tian, non muslim namun suka memakai baju kokoh.
Memutar mata malas, Devan kemudian mendengus. “Noh, suruh pak Bos aja. Banyak duit juga,” tunjuknya pada seseorang yang bersandar di tembok dengan posisi bersedekap dan mata terpejam.
Dia Alkavero Mahardika. Si Ketua Geng The Lion yang menjabat tahun ini. The Lion adalah sebuah geng besar khusus anak cowok di SMA Garuda yang sudah melebar luas ke sekolah-sekolah lain sejak satu tahun yang lalu di mana belum ia yang menjadi ketua. Dan sekarang, The Lion bergerak di bawah kaki tangannya.
“Mantul!! Bos boleh, lah!” ujar Malik menaik turunkan alisnya. Cowok berbaju kokoh coklat gelap itu tampaknya senang menggoda Alka.
Cowok berbaju kokoh hitam dengan motif sulaman putih itu membuka mata lalu menatap datar pada Malik. “Duit lo lebih banyak.” Hanya kata itu yang menjadi balasan hingga mereka mendengus.
Alka ini terkenal dengan sifatnya yang dingin, datar dan irit bicara. Jangankan ke teman-temannya, ke pacarnya saja ia masih kaku. Namun, Alka punya cara sendiri untuk membuat orang-orang terdekatnya merasa nyaman dengannya tanpa banyak bicara.
“Main, kuy! Bosen nih kalo ngadem doang!” Ezra bangun dari pembaringannya.
“Main apaan?” tanya Tian.
“TOD, lah! Asik tuh kayaknya.”
Mereka lalu mendekat pada Ezra, yang berbaring mulai bangun dan ikut bergabung. Pulpen yang sejak tadi tersembunyi di saku celana abu-abu Tian keluar untuk dijadikan sebagai pengganti botol.
“Nyolong pulpen siapa lo, nyet?” tanya Adnan yang menyadari itu bukan pulpen Tian. Terlihat dari bentuknya yang unyu dengan warna merah muda, khas cewek sekali.
Tian menunjukkan deretan gigi rapinya. “Pulpennya si Alea,” jawabnya.
Alea adalah ketua kelas XII IPS 4, kelas mereka, yang terkenal galak namun pintar juga menggemaskan hingga tak urung cewek itu sering mejadi korban kejahilan Adnan, Tian dan Malik.
“Dasar lo gak modal!” cibir Bagus.
“Bodo!”
Permain Truth Or Dare dimulai dengan Alka yang memutar terlebih dahulu walau di awal-awal cowok itu menolak dan tidak ingin ikut bermain.
“Mampus lo kena!”
Semuanya—kecuali Alka—menyoraki Devan yang kini menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari mengumpat.
“Truth Or Dare?” tanya Tian kelewat semangat.
“Dare.” Devan menjawab malas. Ia yakin sekali, jika memilih truth, maka teman-teman minim akhlaknya ini akan bertanya yang tidak-tidak walau semua rahasia Devan sudah hampir mereka ketahui. Memilih dare pun Devan merasa ragu mereka tidak akan memberikan tantangan yang tidak-tidak. Tapi mau bagaimana lagi?
Tian mengusap-usap dagunya seperti berpikir dibantu dengan Adnan yang mengetuk-etukkan jari di pelipis dan Malik yang menerawang ke atas. Ketiga cowok paling jahil itu tengah memilih dare yang paling tepat untuk seorang Devan Ardeon.
Yang lain hanya memutar mata malas dan mendengus melihat tingkah ke tiga cowok itu.
“Kalau ngasih mobil Lambor terbaru lo, pasti gak bakal ngaruh buat lo. Jadi gue mau, lo jalan sama cewek, terserah lo siapa terus update ke Instastory biar kak Aluna liat,” ucap Malik yang disetujui Adnan dan Tian.
Devan berjengit tidak terima. “Gak mau! Lo boleh minta apapun asal jangan yang itu. Entar Luna salah paham gue sendiri yang repot.”
Aluna, adalah cewek kelulusan Oxford yang tidak lain adalah sepupu Bagus sekaligus pacar Devan. Tentu saja Devan akan menolak dare ini mentah-mentah jika melibatkan pacarnya. Masih mending jika yang baik-baik, lah, ini?
Adnan, Tian dan Malik serempak menggeleng disusul kekehan yang lain. Devan hanya bisa menghela napas pasrah kemudian memutar pulpen. Selanjutnya, Adnan yang mendapat dare menyembunyikan mascara bu Ratna, Tian yang ditantang menggombali Alea, dan Alka yang ditantang menjauhi Meira, pacarnya.
Tidak ada yang memilih truth sebab, kata mereka itu terlalu kecewekan. Terakhir, setelah Arnold, Ezra dan Dimas mendapatkan dare masing-masing, ujung pulpen yang ada penutupnya itu berhenti berputar dan menunjuk cowok gondrong yang belum mendapatkan dare sama sekali.
“Ini nih yang gue tunggu-tunggu!” pekik Tian senang. Tampaknya permainan ini hanya dikendalikan oleh tiga cowok itu sebab, hanya mereka yang paling aktif memberikan dare dan paling semangat.
“Apaan, nih? Jangan aneh-aneh, yah, lo pada! Awas aja!” ancam Bagus menunjuk Tian, Adnan dan Malik dengan tatapan horror. Sementara yang ditunjuk hanya menampilkan smirk penuh arti.
“Santai, Kanda. Ini cukup menguntungkan buat, lo,” sahut Malik.
“Lo tau ketua ekskul modern dance sekolah kita gak, yang dapat julukan Queen Shadow?” tanya Adnan pada Bagus.
“Yang semok itu, yah, Bang?”
“Gue gak nanya lo, sat.” Dimas hanya cengengesan dengan balasan Adnan.
“Siapa? Gak tau gue ketua dari ekskul-ekskul kayak gitu. Gak penting.” Bagus menyahut malas. Perasaannya mulai tidak enak.
Adnan memutar matanya malas. Bagus ini sebenarnya masuk dalam kategori cowok yang cukup cuek pada perempuan. Ia hanya pernah tertarik pada seseorang namun, sayang langsung dipatahkan sebelum resmi.
“Dia itu terkenal banget, bray! Masa lo gak tau, sih! Yah, walaupun namanya doang yang terkenal, mukanya masih agak asing di sekolah,” timpal Malik.
“Yang sering bareng miss Gracia bukan, sih?”
Adnan mengangguki Devan. Benar, orang yang dia maksud adalah orang yang sering terlihat bersama dengan miss Gracia. Guru yang menjadi pembimbing ekskul modern dance SMA Garuda. Namun, cewek itu terkenal akan sifat anti sosialnya. Keberadaannya pun masih seperti bayang-bayang hingga mendapat jukukan Queen Shadow.
“Cantik, sih. Tapi kayak sombong,” celetuk Arnold yang diangguki Ezra. “Banyak yang bilang dia sombong dan pilih-pilih teman. Tapi gak tau, lah. Kan, kita gak bisa nilai seseorang lewat cerita doang,” timpal Ezra.
Bagus memutar mata malas. Mau cewek itu semok, cantik, famous atau bahkan sombong ia tidak peduli. Hatinya benar-benar susah untuk kembali berhadapan dengan makhluk yang namanya cewek.
“Kalian mau ngasih gue dare, atau mau ngegosipin tuh cewek?” tanya Bagus mulai jengah.
Mereka terkekeh terutama Adnan dan Tian. “Jadi ini tantangan lo. Lo harus deketin tuh cewek. Kita kasih lo waktu dua bulan buat bikin dia suka sama lo, abis itu lo jelasin ke dia kalau ini cuma dare.”
“LO GILA APA?!” Bagus memekik menyahuti Tian. Yang benar saja! Bagus sudah tidak ingin bermain-main dengan hati setelah berhasil dipatahkan oleh seseorang.
“Kalian jangan aneh-aneh. Ini bisa jadi boomerang buat kita sendiri,” kata Alka setelah sejak tadi diam mendengar segala tantangan teman-temannya.
“Ayolah, Gus. Ini cuma main-main. Lagi pula tuh cewek pasti gak bakal baper. Mukanya aja datar gitu mana bisa baper,” ujar Tian berusaha meyakinkan.
“Setuju aja, Gus. Hitung-hitung nyari kegiatan buat lupain doi,” timpal Ezra menyetujui.
“Bener, Bang Gus. Cewek cantik dan bohai mubazir kalau disia-siaiin, atuh.” Dimas juga ikut menimpali walau cowok kelahiran Bandung itu juga sedikit ragu.
“Mau, yah, Gus?” Bagus menatap temannya satu persatu. Adnan, Tian dan Malik mengeluarkan puppy eyes yang demi apapun sangat menjijikan di mata Bagus. Dimas dan Ezra menaikturunkan alisnya dengan senyum lebar sedangkan Alka dan Arnold hanya berekspresi datar menatapnya.
“Oke fine gue terima! Dua bulan aja, kan?”
.
.
.
GIMANA-GIMANA??😂
JUMPA LAGI DENGAN IBU PRESIDEN THE LION DI SINI, HAHA🤣🤣
VOTE, LIKE, KOMEN DAN SHARE JANGAN LUPA YAH😈
“Alea, ada yang baru, nih.”
Cewek yang baru saja disebut namanya oleh Tian itu memutar mata malas lalu memilih menyelesaikan tugasnya yang baru saja diberi oleh bu Sartika, Guru TIK di SMA Garuda.
“Alea cantik, deh, matanya mutar-mutar gitu. Aku doain semoga gak bisa berhenti, yah.”
“Ih rese lo semua! Ngapain ke sini, sih!” buku paket tebal dengan judul Teknologi Informasi dan Kominikasi itu mendarat dengan bertubi-tubi di punggung Adnan dan Tian.
“Aduh, Lea. Kan, yang ngomong gitu Adnan, napa juga gue kena imbasnya!” Alea tidak memperdulikan Tian, cewek yang menjabat sebagai ketua kelas di XII IPS 4 itu tetap melayangkan pukulan bertubi-tubi pada Adnan dan Tian yang selalu hobi mengganggunya.
“Woi, syaiton! Bantuin, woi!”
Sekelompok anak laki-laki yang dimaksud Tian untuk memberikan bantuan hanya tertawa geli. Pemandangan Tian, Adnan dan Alea bertengkar adalah hal yang sudah sangat biasa namun tetap lucu di mata mereka.
“Yah, lo lari, lah beg0! Ngapain malah di situ?” seru Malik yang dengan santai duduk bersila di atas meja. Di dekatnya ada Arnold yang bersedekap dan Devan yang memakan bekal dari cowok cupu yang telah dia mintai dengan cara tidak santai.
“Gimana mau lari, nj1ng?! ini rambut gue yang jadi sasaran!” mereka semakin tertawa saat tangan kanan Alea menjambak rambut Adnan sementara tangan kiri cewek itu menjambak rambut Tian.
“Alea, sakit monyet! Lepasin dong, ah! Entar rambut gue bau terasi lagi, nih!” ujar Adnan di sela-sela kesakitannya.
“APA LO BILANG?! SECARA GAK LANGSUNG LO NGATAIN TANGAN GUE BAU TERASI, HAH?!” Adnan dan Tian kontan meringis.
“Nih, cewek makan apa sih kuat bener,” gumam Tian seraya berusaha menjauhkan tangan Alea dari rambutnya namun gagal. Jambakan cewek itu semakin menjadi-jadi.
“Woy! Mana yang namanya Alea? Sini lo, ada tugas Negara!” suara cowok gondrong yang kini berkacak pinggang menatap Alea mengintrupsi hingga jambakan cewek itu terlepas. Tentu saja Adnan dan Tian menggunakan kesempatan ini untuk kabur setelah mereka berhasil menjitak kepala Alea.
“Apa lo?!” sahut Alea masih dengan nada garang. Percayalah, Alea beraninya hanya dengan antek-antek Alka, sama Ketua Gengnya, yah, Alea masih sayang nyawa. Dipelototi sama Alka saja nyali Alea langsung ciut.
“Dih, garang banget lo kayak singa mau bertelur. Sini lo, disuruh sama bu Sartika buat ambil buku paket TIK. Mau dibagi-bagiin biar bisa kerja tugas.”
“Lo beg0 apa terlalu pinter, sih, Gus? Singa, tuh, operasi sesar, bukan bertelur,” celetuk Malik yang mendapat kekehan dari Bagus.
“Lo lebih beg0, Man,” balas Bagus santai kemudian kembali pada Alea. “Buru, elah.”
Alea memutar matanya malas lalu kembali duduk pada kursinya. “Lo aja, deh, Gus. Tugas gue masih banyak, nih, dari bu Sartika. Belum lagi absen kelas yang mau gue setor ke bagian kesiswaan. Lo aja sono!”
Bagus mendelik tajam. “Ogah, ya! Lo, yah, lo! Mana ada sejarahnya gue ke perpus!”
“Kan, ambil buku doang. Ribet lo kayak rambut lo!”
“Heh! Lo jangan bawa-bawa rambut gue, ya!” Alea nyengir kemudian menunjukkan wajah memelas. “Please, yah, Gus. Lo aja. Lagian kan bukunya banyak, mana bisa gue bawa sendiri.”
Melihat wajah memelas Alea, Bagus mendengus kemudian mengibaskan tangan. “Nyusahin, lo!” ucapnya lalu keluar menuju perpustakaan.
####
Ini yang membuat Bagus benci masuk ke perpustakaan. Bau buku usang dan debu yang menjadi satu hingga meninggalkan kesal geli di hidungnya kemudian terjadilah sebuah bersin. Bagus menggosok-gosok hidungnya lalu melangkah pada rak khusus buku TIK dan sejenisnya.
Di rak paling sudut, matanya memicing ketika melihat cewek dengan rok lipit abu-abu di atas lutut tengah memanjat rak buku tersebut. Bagus terkekeh geli lalu mengedarkan pandangan.
Banyak orang yang berada tidak jauh dari rak tersebut, namun tampaknya cewek itu tidak ingin menyusahkan orang lain. Atau mungkin tidak ingin bantuan orang lain?
Mata Bagus kemudian membulat saat rak buku itu sedikit bergerak di karenakan cewek pendek yang sok tinggi itu memanjat ke tingkatan rak pertama dengan kedua kakinya untuk mengambil buku bersampul biru mudah di rak paling atas.
“Nih, cewek sok tinggi banget, sih. Udah tau semeter gak sampai tetap aja nekat gak mau minta bantuan orang lain.”
Sembari bergumam, Bagus melangkah mendekat. Langkah yang awalnya pelan perlahan berubah menjadi lari kecil saat gerakan rak buku itu semakin kentara hingga deretan buku-buku paling atas jatuh.
Bagus memejamkan mata ketika entah berapa puluh jumlah buku tebal itu menghantam punggungnya bersama dengan rak buku tersebut. Sedangkan cewek sok tinggi yang saat ini ada di pelukannya membeku untuk mencerna apa saja yang terjadi. Semua tatapan yang mengarah padanya pun tidak lagi dipedulikan.
“Lo jadi cewek gak usah sok tinggi. Gara-gara lo punggung gue kebas, nih!” Bagus tidak membentak ataupun meninggikan suaranya. Namun, suara kesalnya berhasil membuat cewek berambut coklat itu terkesiap lalu dengan cepat menarik diri dari Bagus.
“Salah sendiri nolongin gue!”
Membulatkan mata, Bagus kemudian mendorong rak buku itu dengan pelan agar kembali ke posisi semula. “Bener ya kata orang. Kalo di dunia ini itu ada dua kata yang susah buat diucapin sama manusia.” Bagus memberi jeda dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celana abunya. “Maaf dan terima kasih,” sambungnya menatap cewek itu.
“Gue gak minta lo nolongin gue, jadi buat apa terima kasih? Gue gak ngapa-ngapain lo, jadi buat apa minta maaf?” cewek berekspresi datar itu masih pada pendiriannya.
“Seenggaknya lo kan bisa bilang makasih. Kalo aja gak ada gue, bonyok noh muka songong lo!” Bagus menunjuk wajah cewek itu dengan dagunya namun, sang empu hanya mendengus kemudian berbalik tanpa sepatah kata.
“Cewek sok tinggi! Sana minum vitamin peninggi dulu baru songong!”
Melihat penolakan cewek itu, Bagus tersenyum miring lalu mensejajarkan langkahnya dengan cewek tersebut yang sudah keluar dari perpusatakaan. Masalah buku TIK, ia akan men-chat Malik nantinya.
“Tinggi lo berapa, sih? Pendek amat. Gak pernah minum vitamin peninggi, ya?” cerca Bagus mengikuti cewek itu dengan kedua tangan yang masih tersembunyi di dalam saku celana.
“Bukan urusan lo!”
Bagus terkekeh. “Bener, ya, yang orang sekolah bilang kalo Queen Shadow sekaligus ketua ekskul modern dance SMA Garuda itu sombongnya minta ampun.”
Cewek itu memilih diam lalu menaiki tangga menuju lantai dua kemudian naik lagi pada tangga menuju lantai tiga.
Kalo bukan karna dare gila itu, mana mau gue deketin cewek songong sok tinggi ini! Batin Bagus menatap malas cewek di sampingnya ini.
“Nah, kan. Lo bener-bener sombong. Diajak---Eh, eh, tiati, Bray!” Bagus mempelototi anak cowok yang tadi berlarian di koridor kelas XII hingga menabrak keras pundak cewek di samping Bagus alhasil, cewek tersebut terjungkang kebelakang jika saja Bagus tidak memeluk pinggangnya.
“Apasih lo peluk-peluk!”
Bagus tertawa. “Lo kayaknya hobi banget dipeluk sama gue.”
.
.
.
UDAH BISA NYIMPULIN GIMANA KARAKTERNYA SI QUEEN SHADOW?😂
VOTE, LIKE, KOMEN DAN SHARE JANGAN LUPA😈
•[CERITA INI MASIH BERLATARKAN SEKOLAH SMA]
•[BUKAN LANJUTAN SENIOR, TAPI SPIN OF-NYA]
-----
“Krystal!”
Cewek yang baru saja dipanggil namanya itu menghela napas malas lalu berbalik kemudian menampilkan senyum tipis pada wanita berpakaian modis di depannya.
“Kenapa, Miss?”
“Itu, loh. Kamu ngapain di sini? Semua teman-teman kamu lagi latihan di lapangan, kok, kamu gak ikutan? Kamu, kan, ketuanya, Tal.”
Cewek bernama Krystal ini mengernyit. “Kok, di lapangan, Miss? Kan, biasanya di ruang latihan. Ini saya mau ganti seragam dulu baru ke ruang latihan.”
“Gak, Krystal. Saya sengaja nyuruh teman-teman kamu latihan di lapangan biar nanti terbiasa. Kan, acaranya bakal diadain di lapangan, jadi kalian harus terbiasa sama lokasi.”
Krystal menghela napas lirih. Di ruangan latihan yang jelas-jelas tertutup saja ia sangat malas, apalagi di ruang terbuka seperti lapangan. Krystal bukannya takut hitam, bau keringat atau sejenisnya hanya saja, ia terlalu malas menjadi objek tatapan dikarenakan posisinya yang selalu terlihat menonjol.
“Yaudah, Miss. Nanti setelah ganti seragam saya ke sana.”
Miss Gracia yang tidak lain adalah pembimbing ekskul modern dance itu tersenyum lalu menepuk lengan Krystal kemudian berbalik menuju lapangan. Menyisakan Krystal yang mendengus dengan langkah terhentak menuju ruang ganti.
Percayalah, menjadi ketua ekskul yang paling popular di SMA Garuda ini sama sekali bukan pilihannya. Ia sangat benci dengan organisasi yang ia ketuai ini hanya saja, entah kenapa saat pergantian ketua, Miss Gracia dan junior-juniornya memilih dirinya sebagai ketua padahal ia bukan kandidat.
Alasannya sederhana. Krystal punya tubuh yang elastis, bodygoals, cantik dan juga pintar. Tinggi badannya pun tidak pendek-pendek amat seperti yang dikatakan cowok gila yang menolongnya saat insiden di perpustakaan kemarin.
Membuka loker dengan kasar, Krystal mengambil seragamnya. Ini lagi yang membuatnya tidak suka pada organisasinya. Seragamnya yang terlalu minim hampir seperti seragam cheers. Setelah mengambil seragam latihannya, Krystal kembali menutup loker dengan tidak santai.
“Santai dong, Mbak. Ngegas amat kayak lagi PMS.”
Suara cowok gondrong terikat yang tengah mengambil jersey futsal di loker khusus cowok itu membuat kekesalan Krystal bertambah. Lokasi loker putri dan putra sebenarnya sama. Hanya dipisahkan dengan sebuah tripleks tipis. Tapi, tentu saja ruang gantinya berbeda.
Krystal beranjak menuju pintu tanpa membalas cowok yang ia ketahui itu adalah anggota geng yang terkenal di sekolahnya. The Lion. Geng yang terkenal akan kepopulerannya dan anggotanya yang ganteng-ganteng dan mampu memikat banyak cewek. Hanya saja, pesona mereka tidak bisa menembus seorang Krystal Raquelnesya.
####
Dengan celana legging hitam dan atasan putih, cewek bersurai coklat yang dikuncir satu itu melangkah masuk ke lapangan basket, tempat teman-temannya berkumpul. Apa yang ia kenakan saat ini bukanlah seragam yang seharusnya namun, malas berpakaian minim ia lebih memilih memakai apa yang ia bawa dari rumah.
Semua mata tertuju padanya, entah itu murid yang berada di koridor ataupun anak cowok yang bermain futsal di lapangan futsal. Banyak decak kagum yang terdengar dan juga beberapa nyinyiran. Dirinya yang jarang terlihat di sekolah dan hanya terkenal nama saja tentu membuat mereka yang penasaran tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melihat Queen Shadow SMA Garuda.
“Miss Gracia mana?” tanya Krystal pada salah satu anggotanya yang terlihat meregangkan otot-otot.
“Lagi ke ruang guru, ada panggilan dari kepsek. Katanya mau bahas lomba kita nanti.”
Ber-oh ria, Krystal kemudian mengangguk lalu mulai memberi aba-aba kepada lima anggotanya untuk membentuk formasi yang telah mereka hapal di luar kepala. Selain karena cantik, bodygoals, dan elastis. Alasan Miss Gracia memilihnya menjadi ketua juga karena keahlian Krystal dalam dancing. Ini semua gara-gara dirinya yang pernah kedapatan menari di ruang music gara-gara sebuah film.
Krytasl berada di posisi tengah-tengah sebagai main dancer. Setelah musik disetel, mereka mulai menggerakkan badan sesuai aba-aba yang diberi Krystal. Miss Gracia yang baru saja datang tersenyum puas diikuti decak kagum para penonton.
Sayangnya, itu tidak berlangsung lama sebab, seorang Krystal Raquelnesya jatuh terduduk di lantai lapangan setelah bola futsal menghantam lengannya. Serangan tiba-tiba itu membuat keseimbangannya tidak terjaga hingga kaki kanannya terkilir. Sontak, Miss Gracia memekik bersama anggotanya dan para penonton.
“Ya ampun, Tal. Kamu gakpa-pa?” Miss Gracia panik. Ia mengecek kaki Krystal yang tampak mulai membiru.
Sementara salah satu pemain futsal yang menjadi pelaku itu meringis di tempatnya. Menggaruk rambut gondrongnya yang terikat lalu berlari keluar lapangan menghampiri keramaian. “Lo gakpa-pa?” tanyanya merasa bersalah sembari jongkok di samping Krystal.
Krystal menatap tajam pada Bagus. “Sialan lo!” umpatnya lalu memekik saat Miss Gracia tidak sengaja menggerakkan kakinya.
“Maaf, maaf,” ucap Miss Gracia.
“Kalian semua bereskan alat latihan dan siapkan kotak obat buat Krystal di UKS,” titahnya pada lima cewek anggota Krystal yang langsung mengangguk patuh dan bergegas.
“Kamu! Gendong Krystal ke UKS!” suruh Miss Gracia pada Bagus agak ketus. Mudah-mudahan saja anak emasnya ini tidak kenapa-napa untuk pertandingan tiga minggu lagi.
“Gak usah, Miss! Saya bisa sendiri, kok.” Krystal menolak mentah-mentah. Ia tidak ingin lagi berurusan dengan cowok gondrong ini.
“Tapi, Tal. Kaki kamu terkilir, bahaya kalau kamu paksain.”
“Gakpa-pa, Miss. Saya bis-”
“Gue juga mau latihan jadi gak usah sok nolak. Buang-buang waktu!” tanpa persetujuan dari Krystal, Bagus menyelipkan tangannya di lekukan lutut Krystal dan punggung cewek itu. Yang mana membuat sang empu kaget dan kontan mengalungkan lengan di lehernya.
“Bau keringat lo, ih! Jorok!” cerca Krystal mendelik jijik. Krystal akui ia munafik, karena sebenarnya walau berkeringat sekalipun cowok ini sama sekali tidak bau malahan, aroma maskulin semakin menyeruak bercampur dengan keringatnya.
“Udah diem aja. Tau, kok, lo suka dipeluk sama gue.”
.
.
.
VOTE DONG, HIKS:"(
FOLLOW IG @_nurulzstory12 buat liat visual Krystal Raquelnesya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!