Tak terasa waktu sudah dilalui begitu banyak oleh kedua anak manusia. Andra anak sulung Bimo dari istri sebelumnya menjadi jembatan yang mempertemukan ayahnya dengan mami baru. Leela.
Sepasang manusia yang tengah mengenang masa-masa pertama mereka bertemu itu saling tersenyum. Saling merengkuh untuk memeluk satu sama lain. Bahkan keringat bekas tempur pun belum benar-benar kering.
"Terima kasih sudah menemaniku membesarkan Andra dan anak-anak kita."
Iya sekarang putra mereka bukan hanya Andra. Sekarang bocah gembul yang selalu merengek meminta dibuatkan adik itu sudah memiliki pengikut. Yaitu ketiga adiknya yang bernama Kean Aditya Kusumo, Shafia Aditya Kusumo dan Leo Aditya Kusumo.
Jarak Andra dan Kean adalah enam tahun. Jarak dengan Shafia sembilan tahun dan jarak dengan si bungsu adalah dua puluh tahun . Siapa mengira dia akan punya adik lagi saat dia sudah duduk dibangku kuliah. Sekarang adiknya sedang berusia dua setengah tahun.
"Kalau aku gak bertemu Andra pasti ceritanya akan berbeda ya?" Leela melirik sang suami yang mengangguk.
"Mungkin juga kita tidak akan memiliki crew tambahan sekarang," kekeh Bimo saat mengingat istrinya cemberut karena hamil lagi. Hamil yang tidak disangka-sangat karena Leela pikir ia tidak akan hamil lagi.
"Aku lupa kb waktu itu. Kasian Andra kalau jalan membawa Leo tampak seperti ayah muda ya," kekeh Leela.
"Ya anggap saja Leo cucu kita dan kita akan membuat adik lagi untuk Andra."
Leela memicing saat suaminya memberikan tatapan bahaya. Tatapan ingin menambah anggota keluarga baru, tentunya dengan cara kembali berperang di atas ranjang.
Dulu gak mau bahkan sampai berbulan-bulan istrinya hanya jadi penghias ranjang. Sekarang Bimo sering protes saat sang istri mendapat tamu bulanan.
"Mas," kekeh Leela saat bibir sang suami mulai menyentuh bagian telinga membuat ia geli.
"Gak adil kalau Leo gak punya adik seperti kakak-kakaknya," bisik Bimo.
Sayangnya dia harus mendengus kesal saat mendengar bel kamar berbunyi.
"Maaf mengganggu, Pak. Den Leo nangis terus katanya mau tidur sama ibu," kata pengasuh Leo dari interkom.
"Ck! Kenapa sih Leo selalu pindah di jam-jam kerusial," ujar Bimo sambil turun dari ranjang dan mengenakan kembali baju tidurnya.
Begitu pun Leela yang segera beranjak ke kamar mandi sebelum anak bungsunya masuk.
Leela keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap. Ia tersenyum pada Bimo yang memberengut dan mantap sang anak. Bukannya tidur, Leo malah menunggu maminya keluar dari kamar mandi.
"Tidur, besok kita akan menghadiri wisudanya kak Andra." Bimo mengusap wajah sang anak agar terpejam.
"Jangan gitu dong, Mas. Kasian Leo, capek loh kita bikinnya."
Bimo membalikkan badan dan memunggungi istri serta anaknya. Namun saat sudah mendengar dengkuran halus dari Leo dan sang istri, dia pun berpindah ke samping istrinya. Memeluknya dari belakang.
"Mas," protes Leela yang merasa tidurnya akan terganggu.
"Besok aja serangan fajar," bisik Bimo lalu mengecup puncak kepala sang istri dan terlelap bertiga.
Sesuai niat semalam Bimo hendak melakukan serangan fajar pada sang istri. Akan tetapi lagi-lagi harus gagal karena pintu kamar yang diketuk.
"Pi, Mi sudah bangun?" itu suara Andra dari interkom.
"Gak sulung gak bungsu ganggu terus," dengkus Bimo sambil membuka pintu. Melihat putranya berdiri di depan pintu kamar Bimo kembali mendengus. "Masih subuh Andra. Apa cari mami?"
"Dih papi kok marah-marah." Andra melongokan kepala untuk melihat situasi di dalam. Pantas subuh-subuh wajah papinya tidak segar. Rupanya tidak mendapat jatah. "Diganggu Leo ya?" Andra menutup mulutnya agar tidak tertawa. Membuat Bimo semakin kesal.
"Kenapa cari mami?" Seperti biasa di depan sang anak Bimo akan menunjukan sikap dingin. Apalagi ketika sang anak mengganggu kebutuhan bilogisnya.
"Pi kalau marah-marah terus nanti papi cepat tua. Nanti mami cari yang lebih muda dari papi loh."
"Kak, ada apa?" tanya Leela sambil menggosok mata dan menyingkap selimut.
"Itu, Mi, pakaian aku buat wisuda."
"Kenapa? kan sudah digosok sama pelayan."
"Gak perfect seperti hasil mami. Ayo lah mi maaf kalau aku harus mengaggu mami subuh-subuh."
Leela tersenyum karena Andra selalu membutuhkan dirinya. Dia sempat mengira Andra akan berubah setelah mulai mengerti bahwa ia hanya seorang ibu kandung. Akan tetapi dugaannya salah. Andra selalu manja pada dirinya. Selalu mengungkapkan kalimat manis bahkan lebih manis dari papanya.
Jika Andra memuji dengan tulus, lain halnya dengan Bimo yang memuji karena modus meskipun katanya tulus.
***
"Wajahnya gak perlu tegang gitu, Pi." Andra masih ingin menggoda papanya di dalam mobil menuju tampat wisuda.
Bimo mendelik. Andai di dalam mobil hanya ada Dia dan si sulung sudah pasti Bimo akan menimpali ucapan anaknya. Akan tetapi di dalam mobil tidak hanya ada mereka. Melainkan ada ke dua orang tuanya yaitu Pak Wijaya dan Bu Tresna serta sang istri.
Andra tertawa tanpa suara melihat wajah papinya. Kemudian dia iseng mengirim pesan.
"Inget, Pi. Mami masih muda, jangan sampai dia merasa sengsara karena papi cepat tua."
Bimo berdehem setelah membaca pesan dari anaknya.
"Tenggorokan kamu sakit, Mas? Ya ampun kamu itu pasti kurang banyak minum. Sudah aku bilang minum air putih itu penting," cerocos Leela mengomeli suaminya. Tidak tapi saja bahwa suami dan anaknya tengah berperang melalui tatapan.
Adra yang duduk di samping sopir semakin tertawa. Berbeda dengan sang ayah.
Sampai di tujuan mereka turun di depan pintu masuk utama. Sedangkan sopir mencari tempat parkir yang aman untuk mobil tuannya.
Leela membenahi pakaian Andra agar terlihat rapi. "Sudah tampan," pujinya.
Sedangkan Tresna mengamati wajah Bimo. "Kamu sakit, Bim. Dari tadi tegang amat. Masa anaknya mau wisuda wajah kamu kayak gitu. Senang dong."
"Tau nih. Kayak gak senang aja anaknya lulus. Takut ya jabatan pindah ke pundak anakmu," timpal Wijaya yang terakhir turun.
Bimo tersenyum meski kaku.
"Jangan-jangan semalam kamu gak dapat jatah," bisik Wijaya saat mereka berjalan di belakang istri masing-masing.
Andra dan keluarganya terpisah tempat duduk. Ia ikut berbaur bersama teman seangkatannya yang sama-sama akan diwisuda.
"Wiiihhhh anak orang kaya. Komplit bener yang hadir," kata Sandi teman akrabnya.
"Gak komplitlah, si cantik gak ada." teman Andra yang bernama Hakim ikut bersuara.
"Tunggu, si cantik yang dimaksud itu ada dua. Adiknya atau sepupunya."
Sepupu yang dimaksud adalah Kia anak Shepa dengan almarhum Wiji.
Ya gadis itu tumbuh menjadi perempuan cantik yang berkepribadian baik. Selalu menebar senyum pada siapa pun. Pesonanya membuat teman-teman Andra sering berebut untuk mendapat perhatiannya.
Ya dia dan Kia memang sering terlihat jalan bersama. Bahkan banyak yang mengira mereka adalah sepasang kekasih.
"Adiknya lah. Ya kali gue muji cantik sama ehemnya dia. Bisa hilang gigi gue nanti. Dia gak datang?"
"Tunggu dulu, dari tadi kamu bicara gak jelas banget. Yang dimaksud gak datang itu Kia apa Shafia?" tanya Andra.
"Ya elah masih nanya ini. Kalau tadi iya gue nanyain adik lo, Shafia. Nah sekarang nanyain ehemnya."
Andra hanya tersenyum. Dia tak pernah menyangkal ucapan teman-temannya tentang dia dan Kia. Namun juga tidak membenarkan.
Suara MC yang sudah terdengar mengakhiri percakapan anak-anak muda itu. Meraka duduk pada kursinya masing-masing.
Kisah Andra akan dimulai. Apakah Kia akan menjadi tempat Andra berlabuh atau akan ada perempuan lain.
Pernikahan antar sepupu tidak diharamkan 'kan?
Riuh canda dan tawa terdengar dari dalam rumah mewah Bimo. Di dalam sana sedang terjadi perayaan atas kelulusan Andra dengan gelar cumlaude.
Orang tua mana yang tidak bangga dengan pencapaian anak-anaknya. Hal itu terjadi pada Bimo dan Leela mereka bangga pada Andra, anak yang sering membuatnya repot di waktu kecil kini tumbuh dan hidup dengan prestasi yang membanggakan.
Sebagai bentuk syukuran, Bimo dan Leela mengundang kerabat dekat untuk turut campur dalam kebahagiaan mereka. Orang tua Leela dan juga orang tua Bimo ikut hadir, kerabat dekat yang akrab dengan mereka serta Arga sahabat sekaligus adik ipar sang istri pun turut hadir.
Dia datang dengan Shepa beserta Kai-putri dari pernikahan mereka. Sedangkan Kia katanya akan datang sedikit terlambat mengingat dia harus mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temannya.
"Waaah selamat ya, sarjana management bisnis," kata Arga yang baru datang dan menepuk pundak Andra.
"Terima kasih, Om."
"Sudah saatnya papi-mu pensiun," bisik Arga lagi.
Andra tertawa sedangkan Bimo merasa tengah dibicarakan oleh anak serta sahabatnya.
"Duuuhh, Waktu cepat sekali berlalu. Berasa kemarin kamu itu masih jadi bocah gembul yang merengek ingin ikut membuat adik." Andra dan Shepa sama-sama tertawa. "Eh sekarang sudah sebesar ini. Sudah waktunya buat adek sendiri. Kapan nikah?" tanya Shepa khas ibu-ibu tetangga sebelah rumah.
"Loh bukannya kasih selamat, Tante malah tanya kapan nikah. Kia tidak ikut, Tan?"
"Iya iya deh selamat," Shepa mengacak rambut Andra, "Katanya sudah di jalan. Biasalah anak SMA jaman sekarang banyak sekali tugasnya. Tante ke dalam dulu ya."
"Baiklah silahkan menikmati, Tan."
Shepa dan Arga ikut berbaur bersama kerabat yang hadir. Seperti biasa ketika para ibu sibuk membahas model fashion terbaru, menjaga badan agar tetap menarik di depan suami termasuk diskon tiket liburan, maka bapak-bapak akan membahas cara menghasilkan pundi-pundi rupaih yang banyak untuk menyenangkan istri-istrinya.
Lain ibu-ibu, lain bapak-bapak, lain juga dengan Andra dan pengikutnya.
Andra beserta adik dan sepupu-sepupu jauhnya duduk melingkar di atas karpet yang sengaja di gelar. Andra memainkan gitar yang di bawa oleh sepupunya kemudian bernyanyi bersama. Hanya Kia yang belum bergabung.
Sedangkan gadis itu berada di dalam taksi yang terjebak macet.
Taksi melaju sangat lambat, dan itu membuat Kia merasakan jengkel yang luar biasa.
Saat jarak dari taksi ke rumah Bimo sekitar 600 meter lagi. Ia lekas membayar taksinya kemudian ia turun dan berlari secepat yang ia bisa. Untung tadi ia menggunakan celana panjang.
Semua menatap kedatangan Kia yang terlihat ngos-ngosan. Gadis itu menampilkan deretan giginya yang putih karena penampilannya paling beda dari yang lain. Keringat mengucur di keningnya.
"Ki habis dikejar anjing?" tanya Andra sambil mendekat.
Kia masih mengatur nafas untuk menjawab pertanyaan Andra. "Aku ... sebentar ..."
"Ya elah, minum dulu nih." Salah satu anak kerabat mereka memberikan minum pada Kia.
Kia langsung menyambar dan menghabiskannya. Andra hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Kia. Padahal yang ia tahu, Kia terlahir dari sepasang manusia yang kalem. Wiji dan Shepa. Akan tetapi makin kesini sikap Kia malah mirip seperti Arga-ayah tirinya. Casingnya gesrek, galak, judes tapi hatinya baik. Itu penilaian Andra terhadap Kia yang masih duduk di bangku kelas satu SMA satu tahun di bawah Kean-adik Andra.
"Sudah?" tanya Andra menerima gelas kosong yang disodorkan Kia. "Anak gadis kok kayak gini."
"Eiiitttss like teacher like student. Kak Andra yang mengajarkan aku jadi seperti ini."
"Kapan?"
"Selama aku main dengan kak Andra selama itu juga aku belajar dari kakak.
"Somplak, mana mungkin." Andra menjitak kening Kia membuat gadis itu mengaduh.
"Kak, Aku lapar sudah bisa makan belum sih?"
***
Setelah semua kumpul, Bimo mengambil waktu untuk bicara.
"Alhamdulillah sejenak kita melupakan kesibukan kita masing-masing dengan menyempatkan hadir di acara ini. Syukuran kecil-kecantilan atas kelulusan putra sulung kami, Andra Aditya Kusumo sebagai sarjana management bisnis. Saya sebagai tuan rumah meminta maaf jika ternyata sajian yang kami hidangkan tidak sesuai dengan selera masing-masing. Sepertinya hanya itu yang ingin saya sampaikan. Sekali lagi Papi ucapkan selamat atas prestasimu, Nak."
Riuh tepuk tangan tertuju pada Andra yang berdiri di samping Kia.
"Ki, kita seperti pasangan pengantin ya," bisik Andra.
"Kak Andra aja kali, aku mah enggak."
"Serius?" Andra menggoda sepupunya.
Selanjutnya tamu yang hadir dipersilahkan untuk menikmati hidangan.
Pukul sebelas malam tamu mulai berkurang. Hanya tersisa beberapa saja.
"Jadi rencana setelah ini apa, Dra?" tanya Arga.
"Menikah."
Sontak semua mata menatap Andra yang asik dengan makanannya. Merasa diperhatikan Andra menoleh ke kiri dan ke kanan. "Kenapa pada menatapku seperti itu. Ada yang salah?"
"Kamu sadar dengan ucapan kamu barusan, Andra?" Kali ini Wijaya yang bicara.
"Memangnya aku bilang apa?" Andra masih bersikap santai.
Oh astaga Andra ganteng-ganteng tulalit ya. Leela dan Bimo saling pandang dan menggelengkan kepala. Jelas kalau Wijaya yang bicara berarti semua harus mengikuti aturan dia.
"Menikah." Tidak ada yang berani angkat bicara jika Wijaya tengah berbicara serius.
"Masa aku bilang seperti itu, Kek."
"Kamu pikir kakek sudah tuli begitu? Biarpun usia sudah tua tapi usia hanyalah angka dan pendengaranku masih berfungsi dengan baik. Iya kamu tidak memilki rencana lain selain menikah?"
Andra memang belum memiliki rencana, tadi itu hanya jawaban spontan. Sekarang dia bingung sendiri harus menjawab apa. Sampai-sampai ia menggaruk bagian telinga yang tidak gatal.
Tresna mengusap tangan sang suami untuk meredakan marahnya. "Jangan marah sekarang aku lupa bawa obat darah tinggimu. Jangan sampai kamu jadi bahan tertawa mereka."
Ah benar juga.
"Kia bagaimana sekolahmu?" Wijaya mengalihkan pertanyaan pada Kia.
"Aku?" Kia menunjuk dirinya sendiri.
"Memangnya yang punya nama Kia di sini siapa lagi?"
Wijaya menggelengkan kepala. "Anak muda jaman sekarang senang sekali membuatku naik darah."
"Kalau naik tinggal di kasih tangga aja kek biar turun," sahut Andra.
"Andra." Suara Bimo pertanda agar sang anak diam.
"Aku hanya bercanda."
"Dengar ya kalian semua ... Aku-"
"Aduh aku lupa. Kia PR kamu kan belum selesai ya. Ayo kakak bantu mengerjakannya." Andra memotong ucapan kakeknya dan mengedip-ngedipkan mata sebagai kode pada Kia.
Kia yang hafal kode itu langsung mengangguk. "I-iya kek. Aku izin mengerjakannya sekarang ya."
"Kalian pikir aku tidak tahu akal bulus kalian. Tidak mempan. Duduk dan dengarkan aku bicara." Wijaya menunjuk kursi kedua anak yang sudah berdiri itu
"Kakek bisa baca pesan ini." Kia menunjukan pesan dari temannya tentang tugas yang harus dikumpulkan besok pagi. Padahal itu chat tadi siang.
Arga menahan senyum. Dia tau itu hanya akal-akalan Andra dan sudah pasti akan melibatkan Kia-anak titinya.
"Kia!" Shepa menegur putrinya dengan menggelengkan kepala.
"Mama plis ini sungguhan aku tidak berbohong."
"Sudah-sudah!" Wijaya menginterupsi. Pria yang usianya sudah memasuki usia senja tapi terlihat masih gagah berkah olah raga, dan menjaga pola makan itu menatap Andra dan Kia bergantian. "Memangnya PR apa yang harus kalian kerjakan."
"Jurnal akutansi." Andra dan Kia menjawab kompak. Mereka sudah seperti partner in crime dan saling membutuhkan.
Andra dan Kia melakukan hi five setelah menjauh dari keluarga mereka.
"Berhasil."
Ting!
Ting!
Ting!
Pesan masuk pada ponsel Kia dari Andra.
"Ki, sudah tidur?"
"Kiaaaaaa?"
"Kiaraaaaa?"
Sepertinya Andra benar-benar tidak memiliki pekerjaan. Bahkan waktu luang sebelum tidur pun ia gunakan untuk menganggu sepupunya.
"Ck. Lama sekali dia membalas pesanku."
"Andra." Itu suara mami Leela. Andra yang sejak tadi telungkup pun berbalik.
"Mam?"
Leela duduk di sebelah putranya dan menghela nafas panjang.
Andra sudah hafal sikap maminya kalau sudah menghela nafas panjang di samping dirinya. "Mam, aku minta maaf soal tadi, asli aku ...."
"Kamu tuh ya senang banget kalau buat kakek atau papa kamu naik darah."
Andra merebahkan kepalanya di pangkuan sang mami. Mumpung adik-adiknya tidak ada jadi dia memanfaatkan waktu untuk bermanja pada maminya.
"Mam, aku tuh kangen banget bermanja sama mami. Kenapa sih papi harus ngasih adek lagi sama aku. Sekarang lawanku bukan hanya papi tapi ketiga adikku juga."
Tangan Leela mengusap rambut sang anak. "Ya masa kamu masih mau bermanja pada mami. Memangnya kamu gak malu kalau nanti kamu punya pacar dan mereka tahu kamu masih suka manja-manja sama mami. Yang ada nanti kamu ditertawakan sama mereka."
"Tunggu-tunggu, Mi. Kok mami bilangnya mereka, memang pacarku berapa?" kekeh Andra kembali menegakkan tubuh.
"Loh kok tanya mami kan kamu yang menjalani." Ibu dan anak itu sama-sama tertawa. "Kamu serius dengan rencana nikah kamu tadi?"
Andra terlihat malu-malu.
"Bener mau nikah dalam waktu dekat? Emang sudah ada calonnya?"
"Belum ada sih mam," kekeh Andra, "eh mam. Kalau nikah sama sepupu bisa gak ya?"
Leela memicingkan mata. Jangan bilang kalau Andra memiliki niat menikahi Kia.
"Enggak kok, Mam. Lagian Kia-nya juga masih SMA."
"Wah padahal mami belum bilang apa-apa loh."
"Mamiiiii!" Andra jadi malu sendiri.
Leela meninggalkan putranya yang tengah menahan malu. Perempuan itu memilih menemui suaminya yang sudah menunggu di dalam kamar.
"Ada hal seru apa sampai senyum-senyum sendiri?" tanya Bimo meminta istrinya duduk di pangkuan. "Katakan apa yang membuat kamu senyum sendiri dan tidak berbagi denganku."
"Anakmu loh, dia itu gak beda jauh sama kamu. Naksir seseorang tapi gengsi mengakui. Hanya saja kalau sudah jatuh cinta kadang tanpa sadar mengakui."
***
Sejak obrolan singkatnya dengan Leela, Andra semakin sering menunjukan perhatian pada Kia. Menjemputnya di sekolah atau mengajaknya jalan di malam hari dengan alasan mencari udara segar.
Andra memang payah soal mengakui perasaan.
"Kita mau kemana, Kak?" tanya Kia saat mobil melunjuf bukan ke arah pulang. Ia membuka google maps dan ternyata mobil yang dikendarai Andra tengah berada di jalur jakarta-Bandung. "Kita mau ke Bandung?"
"Mungkin."
"Ih Kak Andra nyebelin, kak aku belum bilang sama mama. Nanti mama malah berpikir aku diculik loh."
"Kan yang nyulik juga aku, paling kita dinikahkan."
"Hey aku masih anak SMA, gak mau lag aku nikah sama kak Andra."
"Loh kenapa? Aku gak kalah tampan kok dari cowok-cocok korea idola kamu itu."
Kia mengibaskan tangan, "jauh."
Mobil berhenti di sebuah tempat wisata. Andra membukakan pintu untuk Kia.
Mereka mencari tempat duduk yang nyaman untuk berbincang.
Tidak jauh dari tempat duduk mereka ada sekumpulan muda-mudi yang usianya tidak jauh dari Andra.
Kia mengira kalau kedatangan mereka ke sini karena Andra tengah mengejar salah satu gadis yang ada dalam kumpulan itu. Terbukti Andra lebih sering melirik ke sana.
Dengan percaya dirinya Kia menghampiri gadis yang sejak tadi curi-curi pandang pada Andra. Tak lama dia kembali dan menyodorkan kertas berisi nomor telepon.
"Kak Andra ngajak aku ke sini karena mau pdkt sama perempuan itu kan? Kak Andra ini memang payah."
"Ok, karena kamu mengerti tanpa aku minta, sekarang kamu bebas mau jajan apa pun," kata Andra.
"Beneran?"
Andra mengangguk membenarkan. Langkah kakinya terus bergerak mengikuti langkah Kia. Beberapa tentengan jajan milik Kia ada di tangan Andra.
Puas berkeliling di kota Bandung mereka memilih pulang. Di dalam perjalanan Kia tidur karena kelelahan.
Saat tiba di rumah pun Andra tidak tega untuk membangunkannya. Berikutnya yang terjadi adalah Andra membopong tubuh Kia hingga ke dalam kamar tamu. Menidurkannya di sana.
Saat ke luar kamar, kuping Andra langsung di jewer oleh maminya. "Mulai berani ya bawa anak gadis orang kabur sembarangan," omel Leela.
"Ampun, Mi, ampun. Aw ... aw sakit, Mi, sakit." Andra mengusap kupingnya saat dilepas oleh maminya.
"Duduk Andra!" titah Bimo. "Dari mana kamu bawa anak gadis orang tanpa izin? Kamu tahu orang tuanya khawatir dari tadi. Kita semua menghubungi kalian tapi gak ada panggilan yang dijawab."
"Maaf, Pi."
Bimo hanya menghela nafas dengan tingkah anak dan keponakannya.
Selain dihakimi oleh Leela dan Bimo sekarang Andra harus berhadapan dengan orang tua Kia.
"Maaf, om, tante."
"Kamu tuh hampir aja membuat kami mati berdiri, Andra," kata Shepa.
"Enggak kok, Yang," bisik Arga.
"Diam," Shepa melotot pada suaminya. "Lain kali kalau mau ajak Kia pergi jangan lupa kasih kami kabar."
"Iya, biar bagaimana pun Kia itu anak perempuan. Kalau terjadi apa-apa kan kita tahu harus minta tanggung jawab sama siapa." Arga menambahkan ucapan istrinya.
***
Kia tertawa mandapati wajah lemas Andra karena dimarahi orang tuanya juga orang tua Kia.
"Salah sendiri sih, Kak, main culik anak perempuan orang," kekeh Kia tanpa rasa bersalah. Gadis itu sudah berganti pakaian dengan pakaian santai. Hari ini libur karena kemarin adalah hari terkahir masuk sekolah.
"Tau ah, aku pulang ya."
Kia mengantar Andra sampai ke mobilnya. Tak lama Andra ke luar lagi dan menyodorkan kantong jajanan yang mereka beli kemarin saat di Bandung. Jajanan yang sudah dingin sebenarnya.
"Ya ampun aku kira jajanannya sudah habis sama kak Andra." Kia langsung memakan makanan itu meskipun sudah dingin. "Em, Kak Andra jangan pulang dulu. Aku angetin dulu makanan ini nanti kita makan bareng-bareng."
" tapi Ki ...."
"Udah ikut aja." Kia keburu masuk ke dapur untuk menghangatkan jajanan.
Mereka menghabiskan jajan yang sudah diangetkan oleh Kia.
Berhubung keduanya sama-sama gak ada kegiatan, mereka memilih jalan-jalan. Kali ini Andra tidak lupa meminta izin pada Shepa untuk mengajak Kia jalan.
"Jangan terlalu malam pulangnya ya," pesan Shepa yang dibalas Andra dengan cara menghormat.
"Tapi kalau telat gimana?" tanya Kia.
"Telat?" tanya Andra dan Shepa, kompak dan saling menatap.
Kata telat yang menakutkan bagi orang tua yang memiliki anak gadis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!