NovelToon NovelToon

Calon Malaikat Kecil

Prolog

...~Happy Reading~...

Kedua gadis yang merupakan musuh itu saling bertatapan dengan tatapan tajam, apa lagi salah satu dari mereka melirik musuhnya dengan lirikan mengejek.

"Seharusnya kau sadar kalau dia hanya memainkan mu! Buktinya saja dia tidak ingin mengakui nyawa yang ada di kandungan mu itu sebagai anaknya!" ujarnya membuat gadis itu mengelus perutnya yang lumayan membesar itu. "Seharusnya kau memilih untuk belajar di rumah saja karena keadaan seperti ini yang ada kau akan di bully karena hamil di luar nikah," tambahnya.

"Aku emang musuh mu tapi... Aku akan bersikap baik dengan orang jika itu bersangkutan dengan nyawa yang ada di dalam kandungannya," ujarnya melirik gadis itu sekilas.

"Sungguh! Kenapa kau gampang sekali percaya dengan ucapannya waktu itu? Lihat sekarang? Dia tidak mau bertanggung jawab saat kau sudah mengandung nyawa yang ada di dalam perut mu,"

"Ta... Tapi aku kira dia akan selamanya bersama ku makanya aku percaya dengan ucapannya," jawab Adiva dengan isakan kecil.

Gadis bernama Amber itu hanya mengusap wajahnya dengan kasar lalu menatap Adiva yang sedang mengeluarkan tangisannya, seketika Amber terlihat seperti tidak tega untuk menyalahkan gadis di depannya ini.

"Sepertinya kau harus merawat anak mu seorang diri! Karena aku yakin pria brengsek seperti dirinya tidak akan mengakui nyawa yang ada di perut mu adalah anak kandungnya," ujar Amber mengusap rambut lembut milik Adiva.

"Iya,"

Hari itu keduanya jarang saling berbicara satu sama lain saat sekolah, tapi Amber akan datang ke rumah Adiva untuk menjenguk gadis tersebut.

Adiva sering bingung dengan sikap Amber yang terlihat tidak suka jika dirinya memiliki hubungan dengan kekasihnya itu, apakah mungkin saja dia menyukai kekasihnya secara diam-diam?

Adiva langsung tersenyum sinis saat setuju dengan pikirannya tentang Amber, sedikit masuk akal jika gadis itu cemburu makanya dia selalu bersih keras agar Adiva dan kekasihnya itu mengakhiri hubungannya.

Berapa hari kemudian Adiva baru sadar jika waktu itu ucapan Amber tentang 'dia' itu benar.

Laki-laki itu tidak ingin bertanggung jawab setelah melakukan sesuatu yang tidak pantas di lakukan oleh remaja SMA seperti mereka, Adiva mendadak down setelah mengetahui bahwa pria itu tak ingin bertanggung jawab.

"Benar apa yang di katakan Amber waktu itu! Dia tidak ingin bertanggung jawab setelah apa yang dia lakukan pada ku," ujar Adiva sambil menarik rambutnya frustasi.

Sekarang ada nyawa yang tumbuh di dalam perutnya, bahkan baru berusia dua minggu, masih terbilang muda tapi Adiva harus merawatnya seorang diri agar bisa tumbuh dengan baik.

"Apakah aku harus bertemu dengan Amber?" gumamnya, "Tapi jujur saja. Aku sedikit malu untuk berhadapan dengannya langsung," tambah Adiva setelah menyadari kesalahannya dahulu.

Adiva belum terlalu yakin kalau Amber akan menerimanya lagi sebagai teman, apa lagi waktu itu Adiva sempat berpikir tentang Amber yang bukan-bukan yaitu menyukai kekasihnya yang nyatanya pria itu tidak baik untuk siapa pun.

Lihat lah sekarang, Adiva hanya bisa pasrah dan menyesal dengan perbuatan nya dahulu.

Terlalu percaya dengan ucapan manis dari mulut laki-laki itu, dan yakin jika dia akan bertanggung jawab.

Mengingat hal itu, membuat Amber benar-benar mengeluarkan air matanya dan menertawakan kebodohannya waktu itu.

Benar-benar lucu.

Bersambung...

1. Hal Biasa

...~Happy Reading~...

Adiva yang sudah duduk di bangku SMA kelas 11, sekarang dia baru saja pindah ke sekolah barunya setelah di keluarkan dari sekolahan lama karena seseorang telah memfitnah dirinya. Awalnya Adiva tentu saja tidak terima kalau dia juga ikut di keluarkan dari sekolah, karena nyatanya dia tidak melakukan hal yang mereka maksud.

Adiva sudah sering mendapatkan gosip kalau dia selalu membully adik kelasnya sendiri, tapi dia hanya menganggap ucapan mereka seperti angin lalu karena nyatanya ucapan itu hanya omong kosong. Adiva tidak mungkin membully adik kelasnya karena dia paling tidak suka kalau ikut campur dengan urusan orang lain, tapi lihat lah sekarang dia harus pindah ke sekolahan barunya.

Brak...

Adiva secara tidak sengaja menabrak tubuh seseorang yang lebih kecil darinya, gadis itu sama-sama membulatkan kedua matanya dengan sempurna saat melihat Adiva ada di hadapannya.

"Kamu lagi! Kamu lagi! Kenapa sih kamu selalu masuk ke sekolah yang sama dengan ku?!" tanyanya menatap Adiva dengan tatapan tajam.

"Kamu kali! Aku dari kemarin sudah daftar ke sekolah ini," jawab Adiva tak terima kalau Amber menyalahkannya.

"Tetap saja! Aku duluan yang daftar di sini! Jadi kamu pergi buat cari sekolahan yang baru!" usir Amber mendorong pelan punggung Adiva.

"Sembarangan aja! Aku duluan yang daftar di sini," sahut Adiva.

Sementara salah satu siswi di sana menatap keduanya dengan tatapan bingung, dia mengira kalau kedua remaja perempuan itu adalah saudara kembar yang bertengkar karena tidak mau mengalah. Karena tak ingin melihat keduanya masih bertengkar jadi dia memutuskan untuk menghampiri mereka.

"Kalian berdua kenapa?" tanyanya sambil menatap keduanya secara bergantian.

"Dia nuduh aku kalau aku ngikutin dia jadi dia seenak jidatnya mengusir ku dari sini," adu Adiva sembari menunjuk ke arah Amber.

"Eh! Emang benar, 'kan kalau kau sengaja ikut-ikutan buat daftar di sini?" tanya Amber memutar bola matanya dengan malas.

"Loh? Bukannya kalian saudara kembar, ya?"

Adiva maupun Amber sama-sama membulatkan kedua mata mereka dengan sempurna, barusan saja gadis itu mengatakan kalau mereka berdua adalah saudara kembar?

Yang benar saja? Adiva mana mungkin rela mendengar orang lain mengatakan kalau dia adalah saudara kembarnya Amber, jangan kan saudara kembar bahkan teman saja Adiva tidak mungkin rela.

"Aku sama dia saudara kembar? Gak rela aku punya saudara kayak dia," sahut Amber sembari menunjuk Adiva menggunakan jari telunjuk nya.

"Apa lagi aku!" jawab Adiva dengan nada sinis.

Amber tak peduli dengan jawaban Adiva, tapi dia sibuk mencari ruangan kelasnya.

"Kalian masuk ke kelas berapa?" tanya Oliver pada keduanya.

"Kelas sebelas IPA dua," jawab keduanya kompak.

Lalu Adiva dan Amber sama-sama saling berpandangan, lalu memalingkan wajahnya mereka ke arah lain untuk menghindari kontak mata di antara mereka berdua.

"Nahkan! Kamu pasti ikut-ikutan," ujar Amber melirik Adiva sinis.

"Kamu itu yang ikut-ikutan! Dari waktu SD selalu begitu," sahut Adiva dan melangkahkan kakinya menelusuri koridor sekolah.

Tapi sebelum menjauh dari Amber dan Oliver, gadis itu sengaja menginjak kaki Amber dengan keras membuat gadis bernama Amber itu memekik kesakitan karena ulah Adiva sendiri.

"Sialan! Awas saja saat jam istirahat nanti!" teriak Amber.

Sementara Oliver menggelengkan kepalanya melihat tingkah keduanya, mereka ternyata tidak akur satu sama lain. Tapi entah kenapa Oliver merasa kalau keduanya memiliki perasaan kasian satu sama lain, bahkan saat Adiva secara sengaja menginjak kaki Amber walaupun wajahnya seperti terpaksa melakukan hal tersebut.

Aku yakin, pasti suatu hari nanti mereka berdua akan menjadi sahabat yang baik, batin Oliver dengan senyuman kecil.

...°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•...

Adiva dan Amber sama-sama masuk ke dalam ruang kelas saat keduanya di panggil untuk masuk ke dalam, keduanya sama-sama memberikan lirikan sinis satu sama lain saat keduanya tiba di depan kelas untuk memperkenalkan diri sendiri.

"Silakan! Perkenalkan diri kalian masing-masing!"

Adiva lebih dulu memperkenalkan dirinya lalu di lanjut oleh Amber yang kebetulan berada di samping dirinya berdiri.

"Kalian bisa duduk di bangku kosong paling belakang,"

Dengan malas Amber melangkah kan kakinya menuju bangku yang kosong paling belakang kelas, Amber sama sekali tidak suka harus duduk di paling belakang karena matanya yang terkadang bermasalah saat melihat papan tulis.

"Sekarang kalian buka buku pelajaran halaman dua puluh lima dan kalian kerjakan di buku tugas,"

Adiva sedikit terkejut karena hari ini merupakan hari pertama masuk sekolah, tapi dia sudah mendapatkan tugas matematika.

Yang benar aja? Baru aja masuk masa sudah dapat tugas? batin Adiva terlihat tak terima jika guru itu memberikan tugas padanya.

Sementara Amber berbalik dengan keadaan Adiva, gadis itu malah senyum-senyum sendiri karena senang mendapatkan tugas di hari pertama masuk sekolah.

Amber emang suka dengan pelajaran matematika, karena baginya matematika adalah pelajaran yang cukup menyenangkan seperti menghitung dan lain-lain. Dari awal Amber emang tidak suka dengan pelajaran matematika tapi karena dia sudah terlalu sering belajar pelajaran matematika jadi dia berubah menyukai pelajaran tersebut.

"Ternyata hari ini bukan hari tersial ku, ya?" gumam Amber lalu senyum-senyum sendirian di bangkunya.

Oliver yang duduk tak jauh dari bangkunya pun menggelengkan kepalanya tidak tau penyebab anak baru itu tersenyum seorang diri, lalu dia membuka buku pelajaran nya dan berbagi dengan gadis di sampingnya itu.

"Karena kamu anak baru jadi kita bisa berbagi untuk mengerjakannya,"

Amber diam di tempat, karena kalau boleh jujur Amber sangat tidak suka kalau dia harus berbagi jawaban dengan orang lain. Tapi karena dia tidak memiliki buku setidaknya dia bisa mengerjakan tugas bersama-sama, walaupun hanya untuk sementara.

"Baiklah!"

Percaya atau tidak, sekarang Amber dan Oliver sudah mengerjakan tugas dengan cepat. Bahkan Oliver agak tak percaya kalau Amber bisa mengerjakan soal-soal yang menurutnya susah itu, Amber tak peduli dengan tatapan Oliver karena menurutnya itu sangat biasa saja jika orang-orang akan menatap dirinya.

"Bagaimana cara mu mengerjakan soal-soal sesusah itu?" tanya Oliver menatap Amber dengan tatapan tak percaya.

"Itu sangat mudah kalau kau menyukai pelajaran nya," jawab Amber santai.

Amber memasukan semua peralatan sekolahnya ke dalam tas kecuali buku tugas berisi jawaban matematika yang sudah dia kerjakan tersebut, setelah itu dia kembali duduk di dekat Oliver karena bangkunya masih di tempat tersebut.

"Kau suka pelajaran matematika, ya?" tanya Oliver menatap Amber dengan tatapan berharap.

Amber diam lalu menatap Oliver dengan tatapan bingung, kenapa gadis ini bertanya padanya tentang hal itu?

Bukan, 'kah sudah terlihat dengan jelas kalau dia emang menyukai pelajaran matematika?

Hanya orang-orang bodoh saja yang tidak menyadari kalau Amber menyukai pelajaran matematika, terlihat jelas kalau Amber sangat antusias saat mengerjakan soal-soal tersebut.

"Maaf! Kayaknya aku terlalu lancang untuk bertanya," sahut Oliver merasa kalau Amber enggan untuk menjawab pertanyaan darinya.

Amber bukannya tak mau menjawab, melainkan dia berharap agar Oliver sadar kalau dia emang menyukai pelajaran Matematika tanpa dia sendiri yang memberitahukan.

...°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•...

Bel istirahat sudah berbunyi dari berapa menit yang lalu, kebetulan Oliver mengajak Adiva dan Amber ke kantin untuk makan siang bersama. Amber tentu tak menolak karena hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah, jadi Amber tentu belum mengetahui lekak-lekuk sekolah.

"Kalian berdua tunggu di sini saja, ya? Aku mau mesan makanan buat kita,"

Ucapan itu mendapatkan anggukan dari keduanya, mereka juga belum tau apa saja menu yang sudah tersedia di kantin sekolah baru mereka.

"Apakah kita akan baik-baik saja saat di sini?" tanya Amber memejamkan matanya sebentar.

Adiva menoleh ke arah Amber, di mana gadis itu sudah memejamkan matanya guna untuk menenangkan pikirannya terlebih dahulu.

"Aku juga tidak tau! Semoga saja kita akan baik-baik saja," sahut Adiva.

"Aku lelah harus berteman dengan orang lain lagi! Karena gara-gara si dia. Aku harus ikut dikeluarkan dari sekolahan lama kita," ujar Amber.

"Aku kira itu benar-benar kau yang melakukan bully itu karena jepit rambut berwarna merah muda itu hanya milik mu," ujar Adiva menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Bukan cuman aku yang punya jepit rambut itu karena aku dan dia sudah berjanji untuk menjaga barang itu sampai kapan pun tapi karena kejadian itu aku terpaksa harus membakarnya dengan boneka pemberian si dia,"

"Bukan, 'kah kalian berdua bersahabat? Bagaimana bisa dia berkhianat seperti itu?" tanya Adiva mendapatkan kekehan dari Amber.

"Persahabatan itu tidak ada yang sejati jika salah satu dari mereka ada yang mengkhianati temannya,"

Bersambung...

2. Pertemuan

...~Happy Reading~...

Adiva dengan sengaja menarik kedua tangan temannya untuk cepat-cepat masuk ke kelas, tapi sayang dia harus menabrak tubuh seseorang. Tubuh laki-laki itu sangat besar sehingga tubuhnya terasa sakit, saat tubuh keduanya secara tak sengaja bertabrakan.

"Kalau jalan itu hati-hati!"

"Maaf! Aku tidak sengaja,"

Laki-laki itu hanya terdiam menatap Adiva dari atas hingga ujung kaki, membuat Adiva seketika terdiam dan menelan ludahnya dengan bersusah payah.

"Kau anak baru itu, 'kan?" tanyanya sembari mengeluarkan seringainya.

Adiva menjawab dengan anggukan kecil, sementara Oliver dan Amber hanya diam di samping Adiva sambil menatap Adiva dan laki-laki itu secara bergantian.

"Berhenti! Kamu jangan macam-macam dengannya, Sa! Karena aku tidak ingin dia menjadi korban mu selanjutnya,"

Adiva dan Amber sama-sama mengerutkan keningnya dengan bingung dengan ucapan Oliver, maksudnya pria yang ada di depan mereka ini adalah seseorang yang berbahaya?

"Aku tidak mungkin melakukan hal itu pada gadis seperti dia," kekehnya.

Oliver tertawa kecil mendengarnya, tapi terdengar sinis dan mengejek setelah mendengar jawaban dari laki-laki tersebut.

"Aku mana mungkin percaya dengan ucapanmu karena nyatanya sudah belasan gadis sudah kau rusak karena keegoisan mu sendiri!!"

Dengan cepat Oliver menarik tangan Adiva, karena jarak nya dan Adiva sangat lah dekat sehingga menyisakan Amber dan pemuda tersebut.

"Kenapa kau hanya diam? Apa kau menyukaiku?" tanya pemuda itu di balas senyuman tipis dari Amber.

"Tidak mungkin aku menyukai orang yang sangat menjijikan seperti ini,"

Setelah mengatakan hal itu Amber langsung melangkahkan kakinya pergi meninggalkan pemuda itu sendirian, pemuda itu mematung di tempat karena kali ini adalah kali pertama baginya mendengar seseorang mengatakan dirinya menjijikan secara langsung.

"Sialan!"

Kring... Kring... Kring...

Suara bel itu menandakan bahwa siswa-siswi di perbolehkan untuk pulang ke rumah setelah berjam-jam belajar di dalam kelas, Adiva dan Oliver tentu saja langsung melangkah keluar dari kelas karena buru-buru untuk pulang ke rumah.

"Tunggu!"

Amber menghentikan langkahnya saat ada seseorang menahan tangannya, Amber dengan malas menolehkan kepalanya ke arah laki-laki tersebut.

"Kau sudah berani mengatakan diri ku menjijikan jadi jangan heran kalau aku akan menjadikan temanmu itu sebagai korban selanjutnya,"

Kedua mata Amber langsung membulat sempurna, dia tau siapa yang di maksud oleh laki-laki tersebut. Karena dia dan Adiva saja yang belum mengetahui sifat asli laki-laki tersebut, tapi sayangnya hanya beberapa orang saja yang mengetahui kalau pemuda di depannya ini pernah menjadikan beberapa siswi sebagai korbannya.

"Sialan, jangan harap kalau aku akan membiarkan mu mendekati Adiva!"

Pemuda tersebut hanya tersenyum kecil, lalu melipatkan kedua tangannya di depan dada.

"Lihat saja! Ku pastikan kalau aku akan dengan mudah mendekatinya," sahutnya.

Laki-laki bernama Taksa itu melangkahkan kakinya untuk keluar dari kelas menyisakan Amber yang mematung di tempat, tapi berapa menit kemudian dia mulai sadar dari lamunannya.

...°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•...

Adiva sudah masuk ke dalam mobil orang tuanya, orang tua Adiva sengaja menjemput gadis itu bersama untuk memastikan anak tunggalnya baik-baik saja di sekolah barunya.

"Bagaimana dengan sekolah mu? Apa hari pertama baik-baik saja?" tanya sang Ibu.

"Biasa saja! Tidak ada yang istimewa karena sama-sama lingkungan sekolah," jawab Adiva membuat kedua orang tuanya langsung tertawa geli dengan jawaban Adiva tersebut.

"Astaga! Ternyata kamu lawak juga, ya?"

Lalu sang Ayah melajukan mobilnya untuk keluar dari pekarangan sekolah, sementara Amber baru saja keluar dari sekolah dengan wajahnya terlihat kesal karena ulah Taksa tentunya.

Seperti nya pemuda itu akan berusaha untuk dekat dengan Adiva bagaimana pun caranya, tapi anehnya bukan, 'kah dirinya dan Adiva baru saja masuk ke sekolah dan merupakan anak baru. Kenapa pemuda itu ingin Adiva menjadi korban selanjutnya lagi?

"Lihat saja! Walaupun Adiva bukan teman atau sahabat ku tapi tetap saja aku tidak terima kalau seorang siswi di jadikan korban baginya. Apa lagi sebagai pemuas nafsu para lelaki,"

Amber menendang batu kerikil yang ada di tanah dengan kuat sehingga menjadikan batu kerikil itu mendarat sempurna di kepala salah satu siswa di sekolah mereka, Amber langsung kalang kabut karena korban itu tiba-tiba saja meringis kesakitan karena batu kerikil tiba-tiba mendarat ke kepalanya.

"Dari mana batu itu?" tanyanya menengadah ke atas untuk memastikan kalau batu itu baru saja turun dari langit.

"Maafkan, aku! Sungguh aku tidak sengaja menendangnya dan membuat batu itu jatuh ke atas kepala mu," ujar Amber berlari ke arah pemuda tersebut.

Pemuda tersebut langsung menoleh ke arah Amber, di mana gadis itu menatapnya dengan tatapan bersalah.

"Tidak apa-apa!" jawabnya karena Amber sudah meminta maaf padanya.

"Baiklah. Kalau begitu aku pulang dulu, ya?"

"Tunggu!"

Langkah Amber seketika terhenti karena sebuah suara yang menyuruhnya untuk berhenti, Amber membalikan tubuhnya agar berhadapan dengan pemuda tersebut.

"Perkenalkan nama ku Dylan Mahendradatta!"

Pemuda bernama Dylan itu mengulurkan tangannya ke hadapan Amber, membuat gadis itu hanya diam dan melirik uluran tangan pemuda tersebut.

"Nama ku Amber Dirgantara," jawab Amber tanpa membalas uluran tangan dari Dylan.

Dylan langsung menarik tangannya kembali lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, entah kenapa dia mendadak merasa malu karena kejadian tadi. Di mana dia mengulurkan tangannya ke depan berharap kalau gadis itu akan menerima uluran tangannya, ternyata gadis itu sama sekali tak membalasnya.

"Maaf karena tak membalas uluran tangan mu karena kita bukan mahrom,"

Dylan langsung mengerutkan keningnya bingung, dia mengira kalau gadis di depannya ini satu Agama dengannya. Ternyata gadis di depannya ini Agama Islam, sehingga Dylan hanya mampu tersenyum kecil untuk menanggapi nya.

"Oh, pantas saja!"

Amber mengangguk kecil dengan kepalanya sibuk mencari seseorang yang sedang dia cari dari tadi, dia berharap kalau orang tuanya akan menjemputnya karena hari ini adalah hari pertama masuk sekolah.

"Kau mau pulang, 'kan? Maaf karena menganggu waktu mu,"

Dylan mengerti kalau gadis di depannya ini sedang mencari seseorang, setelah keduanya sama-sama berpamitan Amber langsung berlari menuju mobil yang sedang menunggu di depan pagar sekolah.

"Kamu sama siapa tadi? Kayaknya kalian berdua membicarakan hal serius," ujar sang Ayah melirik anaknya sekilas.

"Aku minta maaf karena aku tak sengaja menendang baru kerikil sehingga mengenai kepalanya," jelas Amber agar sang Ayah tak salah paham.

"Bagus lah! Karena Papah tidak ingin kau akan mendapatkan masalah dengan sekolah baru mu ini," jawab sang Ayah dengan dingin.

Seperti pria yang lebih tua itu tidak menyadari kalau Amber sedang menahan napasnya karena mendengar jawaban sang Ayah yang terlampau dingin tersebut. Dia akui kalau dia benar-benar menyesal karena pihak sekolah lamanya mengeluarkan dirinya dari sekolahan, lalu membuat dirinya selalu tidak akur dengan kedua orang tuanya.

Sangat menyakitkan! Tapi aku harus terbiasa dengan semuanya, batin Amber memejamkan kedua matanya untuk menahan cairan bening dari kedua kelopak matanya.

...°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•...

Sesampainya di pekarangan rumah, Adiva langsung masuk saat sang Ayah akan memarkirkan mobilnya ke garasi mobil.

Sehingga Adiva dan sang Ibu langsung turun dan melangkahkan kaki mereka menuju pintu rumah. Sebelum masuk ke dalam rumah, wanita itu lebih dulu mengeluarkan kunci di dalam tasnya lalu memasukan kunci tersebut ke dalam lubang kuncinya.

"Bagaimana kabar teman mu itu?" tanya sang Ibu saat mereka berdua sudah masuk ke dalam.

"Maksud Ibu... Amber?" tanya Adiva memastikan kalau sang Ibu menanyakan kabar Amber tersebut.

"Iya. Ibu dengar dia juga masuk ke sekolah yang sama dengan mu," jawab sang Ibu mengangguk kecil.

"Bu... Ternyata kita salah paham dengan Amber kalau dia lah pelaku yang sudah membully adik kelas itu membuat Adiva juga ikut di keluarkan dari sekolahan," ujar Adiva mendekatkan dirinya ke sang Ibu.

"Emangnya siapa? Kalau bukan Amber?" tanya sang Ibu mengerutkan keningnya bingung.

"Dia yang merupakan teman dekatnya Amber! Ternyata juga dia sudah mengkhianati Amber sehingga dia di benci oleh kedua orang tuanya," jawab Adiva.

"Sepertinya Ibu harus mengajak Ayah mu untuk membicarakan hal ini dengan serius," ujar Ibu.

Adiva mengangguk lalu melangkahkan kakinya menuju anak tangga, saat tiba di lantai atas dia langsung masuk ke kamarnya dan mengunci kamarnya dari dalam agar orang lain tidak dapat masuk ke dalam saat dirinya tak menyadarinya.

Bruk...

Adiva menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang, dan memejamkan matanya sebentar untuk menenangkan pikirannya yang hampir meledak itu.

"Sangat melelahkan!"

Setelah mengatakan hal tersebut, Adiva langsung beranjak dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!