Pengenalan tokoh
Wira Aryasatya
Pria tampan tinggi memesona berusia 30 tahun. Wira berprofesi sebagai dokter spesialis bedah jantung di sebuah rumah sakit internasional di Ibukota. Dia adalah salah satu dokter yang jenius di bidangnya, hampir semua operasi jantung yang dipimpinnya selalu sukses, di saat dokter lain memprediksi bahwa kemungkinan berhasilnya sangat kecil tetapi berkat kejeniusannya ia mampu membuat peluang yang sangat kecil itu menjadi sebuah keberhasilan.
Walaupun usianya terbilang masih cukup muda, tetapi berkat kejeniusan dan prestasi di bidang yang ditekuninya membuat ia disegani oleh rekan-rekan sejawatnya yang kebanyakan usianya berada diatasnya.
Wira sangat mencintai istrinya Almira dengan segenap jiwa raganya, Almira adalah cinta pertamanya dan juga dewi penolong baginya. Saat pertama kali Wira datang untuk bekerja di rumah sakit, Almira pernah menolongnya dari sebuah kecelakaan hingga menyebabkan wanita itu harus mendapatkan perawatan tiga bulan lamanya di rumah sakit.
Wira kurang memperhatikan sekitarnya ketika hendak menyebrang jalan, ia terlalu fokus pada panggilan telepon yang sedang di terimanya, membuatnya tidak menyadari bahwa ada pengendara sepeda motor ugal-ugalan yang hampir saja menyerempetnya.
Almira yang saat itu juga hendak menyebrang melihat Wira tetap berjalan melangkahkan kakinya dan sepertinya tidak mendengar deru mesin motor yang melaju kencang ke arahnya. Wanita itu langsung menarik tubuh Wira untuk menghindari motor tersebut, namun naas karena motor itu akhirnya malah menyerempet dirinya dan menyebabkan kaki Almira mengalami cedera cukup parah saat itu.
Kecelakaan itu adalah kali pertama mereka bertemu, aura Almira mampu menyihir Wira hingga membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, ditambah secara tidak sengaja Almira menjadi korban ketika berusaha menolongnya membuatnya semakin menyayanginya. Tak pernah terbersit sedikitpun dibenaknya untuk tergoda dengan kecantikan wanita manapun yang datang kepadanya, karena baginya hanya Almira satu-satunya wanita yang bertahta menjadi ratu dihatinya.
Anandara
Lebih akrab disapa Dara, gadis cantik mahasiswi tingkat dua Fakultas MIPA jurusan Biologi salah satu universitas negeri bergengsi di tanah air. Ia adalah anak yatim piatu yang diadopsi dari sebuah panti asuhan oleh keluarga Almira saat berusia tujuh tahun. Dara sangat menyayangi Almira, apapun permintaan kakak angkatnya itu ia akan selalu berusaha memenuhinya, karena baginya Almira bak ibu peri penyelamatnya.
Arif, ayah kandung Almira dan juga ayah angkatnya Dara, bekerja sebagai guru sekolah menengah, hidupnya sederhana dan bersahaja. Arif mengadopsi Dara dan merawatnya sama adil seperti ia merawat Almira, meskipun Dara bukan putri kandungnya tetapi ia tidak pernah membeda-bedakan kasih sayang di antara keduanya. Dia telah meninggal dunia dua tahun silam, dan sejak saat itulah Dara tinggal di kediaman keluarga Wira serta Almira, sedangkan ibunya Almira meninggal dunia terkena wabah ketika ia baru saja memasuki bangku SMP.
Almira
Istri Wira Aryasatya dan juga kakak dari Anandara, adalah salah satu perawat di rumah sakit tempat Wira bekerja, berperawakan seksi bak gitar spanyol dengan rambut lurus pendek sebahu, wajahnya cantik namun tegas, cerdas dan berkharisma.
Almira menikah dengan Wira tepat setelah ia dinyatakan sembuh dari kecelakaan itu. Wira mencurahkan seluruh cintanya hanya untuk Almira, hingga pasangan dokter dan perawat ini sering membuat iri orang-orang disekitarnya.
Namun, semuanya tiba-tiba berubah ketika cinta pertama Almira kembali hadir ditengah-tengah mereka.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Ikuti kisahnya, selamat membaca....
Pagi hari ini, matahari terbit memancarkan sinarnya menghangatkan bumi dan seisinya, menelusupkan sulur cahayanya dengan manja melalui celah-celah gorden dan ventilasi udara, menggoda dengan sedikit memaksa agar diizinkan masuk ingin menerangi kegelapan di dalam sana.
Silaunya cahaya itu mengusik tidur lelap seorang gadis cantik yang masih betah bergelung dengan selimut tebal yang membungkus tubuhnya, lalu terdengar bunyi bising memekakkan telinga yang berasal dari jam beker antik di nakas samping tempat tidurnya.
Kelopak matanya mulai bergerak-gerak, kemudian mengerjap dengan perlahan untuk menyesuaikan dengan cahaya yang mulai merangsek masuk di kamar itu. Ia menggeliatkan tubuhnya, masih dengan mata yang belum terbuka sempurna tangannya menggapai-gapai beker yang sudah berdering sejak tadi hingga hampir terjatuh.
Dara mematikan alarmnya, lalu menaruh kembali jam beker tersebut ke tempatnya semula. Ia bangun dan duduk menyandarkan punggungnya dengan mata yang masih terkantuk-kantuk, tangannya mengusap-usap telinganya yang terasa berdenging karena berisiknya bunyi alarm tadi. Ia menguap dan menggunakan telapak tangannya untuk menutup mulutnya, tetapi entah kenapa sudut bibirnya terasa kaku.
Dara langsung membulatkan matanya dan di detik berikutnya ia melemparkan selimut yang membungkus tubuhnya lalu meloncat dari tempat tidur. Ia berlari terbirit-birit ke kamar mandi saat menyadari bahwa ada liur yang mengering diwajahnya, efek terlalu banyak begadang mengerjakan tugas di depan laptop membuat tidurnya tak karuan.
"Haish, kenapa tidurku sungguh memalukan!" Dara mengacak rambutnya kesal dan mengomel di hadapan cermin dekat wastafel, tetapi karena waktu sarapan sebentar lagi akan tiba, ia menghentikan kegiatannya mengomeli dirinya sendiri di depan cermin dan segera beranjak membersihkan dirinya di bawah guyuran shower.
*****
Dara mematut dirinya di depan cermin, kulit pucat, rambut coklat bergelombang sepinggang dengan sedikit poni yang membuatnya makin terlihat manis, wajah mungil, mata dan hidung dengan proporsi yang pas.
Ia mengenakan celana jins dan kaos oblong longgar berwarna putih, ditambah jaket berlogo Arsenal klub sepakbola favoritnya melekat dengan pas membalut tubuh kurusnya.
Dara segera turun ke lantai bawah dengan tas ransel seukuran laptop yang terkait di bahu kirinya, ia berlari kecil sambil bersenandung, di meja makan sudah tampak kakak tersayangnya dan juga kakak iparnya.
"Selamat pagi Mbak Miraku tersayang, selamat pagi juga Kak Wira," sapanya riang. Ia menarik salah satu kursi yang berhadapan dengan Almira dan mendudukkan dirinya di sana.
"Pagi juga adikku yang cantik," sahut Mira sambil tersenyum manis.
"Cantik dari mananya, gadis kurus begitu kamu bilang cantik? sepertinya matamu bermasalah sayang," timpal Wira pada Almira sambil menaikkan alisnya dengan maksud untuk menggoda Dara.
"Hihh, Kak Wiraaaaa... justru sepertinya Kakak yang matanya rusak, aku memang kurus, tapi dosenku juga bilang kalau aku ini cantik!" serunya galak sambil mencebikkan bibirnya.
"Hei... gadis kecil, berhati-hatilah dengan dosenmu. Sepertinya dia hanya ingin merayumu, bagaimana jika dia mempunyai niat jahat padamu? mendekatimu dengan maksud terselubung. Karena sekarang ini banyak sekali kasus dengan modus seperti itu." Wira sengaja menakut-nakuti Dara, baginya adik iparnya ini memang sangat ideal untuk dijahili karena kepolosannya itu.
"Mana mungkin! Kakak jangan ngarang ya, bilang aja mau nakut-nakutin aku iya kan?" gerutunya kesal.
"Sudah, sudah, kalian ini seperti Tom and Jerry, suka sekali membuat keributan, ayo habiskan sarapannya, nanti kesiangan." Almira segera menghentikan keisengan Wira karena adiknya itu sudah mengerucutkam bibirnya hampir menyaingi paruh bebek.
Dara menggigit sandwichnya dengan mata memicing melemparkan tatapan maut pada Wira, ia mengunyah sarapannya dengan geram karena di saat hari masih menebarkan segarnya udara pagi kakak iparnya itu malah sudah mencemari moodnya.
Wira tergelak kencang hingga punggungnya berguncang karena puas menggoda Dara, namun kemudian Almira memukul pelan lengan suaminya itu untuk menghentikan tawanya. Almira mengulum senyumnya saat melihat wajah adiknya berekspresi seperti banteng yang siap mengamuk karena dibuat jengkel oleh suaminya.
"Sudah, jangan menggodanya terus, nanti dia tersedak," pinta Almira dengan mimik wajah gemas karena melihat tingkah suaminya yang sangat suka menggoda Dara.
"Mas, nanti tolong antarkan Dara ke kampus ya, lagipula kalian satu arah kan, daripada dia memakai motor butut kesayanganya itu," ucap Almira, lalu ia menyodorkan secangkir kopi hitam premium tanpa gula favorit Wira yang baru saja diseduhnya, uap panasnya masih tampak mengepul, dan di detik berikutnya aroma harum kopi nan menggoda itu menyebar ke seluruh ruangan.
Wira menyesap kopinya dan tersenyum puas, karena baginya kopi buatan Almira adalah yang terenak di dunia. "Seperti biasanya, kopi buatanmu adalah yang terbaik, tentu saja dengan senang hati aku mengantarkan si kurus ini ke kampusnya, karena apapun permintaanmu pasti akan selalu kulakukan sayang." Wira meraih lengan istrinya itu dan mengecup punggung tangannya.
"Aku naik motor saja Mbak, nanti takut terlambat masuk kampus kalau di anterin pakai mobil, pagi-pagi jalanan macet, lagipula aku gak mau ah dianterin Kak Wira, nanti aku dijahili lagi." timpal Dara.
"Kamu nurut aja deh gak usah ngeyel, kalau berangkat pakai motor bututmu itu membuatku khawatir saja, bagaimana kalau tiba-tiba mogok di jalan, memangnya tenagamu sanggup untuk mendorong motormu sampai ke bengkel?" seloroh Almira dengan nada memperingatkan pada Dara
"Kalau misalnya mogok ya cari aja abang-abang yang nongkrong di pinggir jalan, minta dorongin sampai bengkel, gampang kan?" sahutnya enteng.
"Hush, ini anak gadis kok gak ada takut-takutnya, kalau ternyata mereka preman bagaimana? duh, benar-benar bikin orang makin senewen aja, kalau gak mau nurut uang sakumu Mbak pangkas setengahnya.
Pokoknya jangan membantah, kunci motormu Mbak sita, gak ada tawar menawar lagi, kamu sekarang berangkat dianterin Kak Wira titik!" seru Almira tak ingin dibantah.
"Iya deh iya Nyonya, tapi tolong jangan membawa-bawa nominal jatah uang sakuku, dia tidak berdosa." Dara memutar bola matanya malas, padahal dia ingin naik motor saja, karena sudah dipastikan jika berangkat dengan kakak iparnya maka ia akan menjadi sasaran kejahilan kakak iparnya itu.
Mereka bertiga menyelesaikan sarapannya dalam waktu singkat, Almira mengantar keduanya hingga ke depan pintu.
"Mbak Mira, aku pamit dulu," ucap Dara.
"Iya, belajar yang bener adik manis." Mira mencubit hidung bangir adiknya itu.
"Sayang, aku berangkat dulu, beristirahatlah, kamu baru saja pulang dini hari setelah dinas malam di rumah sakit." Wira merangkul pinggang Almira dan mengecup keningnya dengan mesra.
Dara yang disuguhkan adegan seperti itu melipat kedua tangannya di dada sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hadehh... dunia serasa milik berdua, yang lain cuma ngontrak. Apa aku ini tak terlihat ya? atau tak kasat mata? teganya setiap hari ngasih pemandangan kayak gitu di depanku, aku kan belum cukup umur! Ya Tuhan, selamatkan mataku yang sering ternoda ini." Gumamnya sambil melengos pergi dan masuk ke dalam mobil kemudian menutup pintunya dengan kencang, sedangkan Wira dan Almira yang masih saling merangkul satu sama lain hanya terkekeh geli.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!