"Apakah kalian gila menjual properti milik keluarga sesuka hati!!!" Bentak Aurel saat mengetahui kedua sepupunya yang tidak berguna itu kembali menjual properti milik keluarga.
Ini bukan kali pertama Aurel melihat hal itu terjadi. Kedua sepupunya yang memiliki hobi permain wanita dan berjudi selalu saja menghamburkan uang untuk kesenangan pribadi. Tak sekalipun terlintas dalam benak kedua sepupunya itu untuk memperbaiki kondisi keluarga yang diambang kehancuran. Setelah kematian ayah 7 tahun yang lalu akibat penyakit mematikan. Perceraian bibi dengan suaminya, serta kematian kakek 2 tahun yang lalu. Keluarga Lawrence telah kehilangan pondasinya. Melihat tingkah laku kedua sepupunya membuat kesabaran Aurel habis.
"Jangan pikir hanya karena kau yang menghasilkan uang untuk keluarga, kau layak mengatur kami. Ingat kau hanya gadis yang terlahir dari rahim wanita rendahan!!" Bentak Patrick, cucu pertama keluarga Lawrence sekaligus manusia paling egois yang pernah Aurel temui.
Seharusnya menghasilkan uang untuk keluarga merupakan tugas Patrick sepenuhnya. Sebagai cucu pertama dan anak dari putra pertama kakek, menjadi kepala keluarga dan mengembalikan kondisi keluarga kepada masa kejayaan merupakan tanggung jawab Patrick. Namun melihat kepribadiannya yang tidak dapat diandalkan membuat kakek menyerahkan keluarga kepada Aurel yang dinilai lebih dapat diandalkan.
.
.
.
.
"Dia akan dieksekusi karena penghianatan penggelapan pajak."
"Bahkan meskipun dia adalah Lawrence, dia hanya gadis berdarah campuran."
"Dia aib Lawrence."
Lawrence merupakan akar kekaisaran sekaligus perisai pelindung kekaisaran. Dalam sejarah Lawrence telah melangkah lebih jauh, bahkan dianggap sebagai sejarah kekaisaran ini. Dengan pengaruh yang tak tergoyahkan, kekayaan yang melimpah, kekuatan yang tak terkalahkan membuat Lawrence menjadi yang teratas. Dalam perang, seni, budaya, politik, ekonomi nama Lawrence tercatat dalam setiap sudut dunia.
Setelah Gautam Lawrence naik sebagai kepala keluarga semakin mengokohkan posisi keluarga Lawrence dalam kekaisaran. Gautam Lawrence juga mendirikan beasiswa yang dapat diperoleh siapapun yang berprestasi tanpa memandang latar belakang keluarga mereka. Setiap orang yang berbakat yang menerima beasiswa akan dikumpulkan dan mengisi posisi terpenting di seluruh kekaisaran ini.
"Eksekusi dia!!"
"Dia aib Lawrence."
"Dia tidak layak hidup."
Siang itu rakyat begitu bersemangat menyaksikan eksekusiku. Aku Aurelia Lawrence cucu ke-6 keluarga Lawrence. Dianggap sebagai pembunuh ibu oleh ayahku, tidak mendapatkan cinta kakekku masa kecilku, selalu direndahkan sebagai darah rendahan karena memiliki ibu seorang penari. Seakan penderitaan itu belum cukup, kini aku dikambing hitamkan sebagai dalang penggelapan dana oleh kekaisaran.
"Aurel tega sekali dirimu melakukan ini." Ucap Willy Lawrence
"Aurel kamu telah menjatuhkan martabat Lawrence, dimana kesadaranmu!?!" Sahut Patrick Lawrence dengan senyum sinis dibalik kata-kata sedihnya.
Betapa liciknya kalian, menjadikan aku sebagai kambing hitam dalam permainan busuk kalian. Segala penggelapan pajak kalian lakukan dan gunakan untuk kesenangan pribadi. Sedangkan aku harus mempertahankan keluarga yang akan runtuh ini. Kalian adalah sumber kehancuran keluarga, entah terbuat dari apa hati kalian.
"Pengawal lakukan eksekusi sekarang!" Ucap Kaisar Darius.
Dia adalah Kaisar Darius yang akan membawa kekaisaran ini menuju masa kehancuran. Dia hanya benalu yang memperalat Lawrence untuk bisa menempati posisi Kaisar. Dan kini aku harus dieksekusi oleh sampah ini. Kuharap dewi dapat memberiku kesempatan sekali lagi untuk mempertahankan semuanya dan membalas dendam kepada para benalu ini.
BRAKKK!!!
"Lapor Kaisar, eksekusi Aurelia Lawrence telah selesai."
.
.
.
Kubuka mataku, samar-samar kulihat langit-langit ruangan yang tak asing dimataku. Dengan kepala masih terasa sakit dan tubuh yang tidak memiliki tenaga, aku berusaha mengembalikan kesadaranku. Setelah beberapa lama berlalu kuperoleh kesadaranku sepenuhnya. Sambil bangun dan menatap sekitar, mataku mengidentifikasi setiap sisi ruangan itu. “Bukankah ini kamarku yang dulu!!” Teriakku dengan terkejut.
Berusaha untuk mengerti apa yang sedang terjadi, baru kusadari ada yang aneh dengan tubuhku. Tangan yang begitu mungil, kaki yang pendek, suara seperti anak kecil dan bayanganku yang berada di cermin dekat tempat tidur itu. “Sebentar bagaimana aku bisa sekecil ini!?!” Ucapku tak paham.
Kucoba periksa bekas luka di tanganku yang kuperoleh disaat aku berusia 10 tahun. “Tidak ada bekas luka apapun disini.”
Setelah beberapa saat berlalu aku simpulkan bahwa aku kembali ke masa lalu. Pertanyaan selanjutnya yang berada di benakku adalah “berapa umurku sekarang?” Dengan tidak ditemukannya luka di tangan kiriku, maka seharusnya aku berusia kurang dari 10 tahun.
“Nona selamat pagi, ada sudah bangun yaa.” Ucap pelayan yang selalu kurindukan.
Ishana Owen pelayan yang telah merawatku dari kecil. Namun saat aku berusia 12 tahun ia diusir dari Lawrence karena dituduh telah mencuri dokumen rahasia keluarga. Kini orang yang aku rindukan ada dihadapanku.
“Ishana, jangan pergi lagi yaa.” Ucapku tanpa disadari air mata mengalir jatuh.
“Nona ada apa? Nona habis mimpi buruk ya? Ishana disini.” Sahutnya sambil memelukku erat.
Kali ini tak akan aku biarkan kamu diusir Ishana, ini janjiku di kehidupan ini. Akan ku lindungi semua orang yang aku cintai.
“Nona ayo mandi kemudian kita akan sarapan.” Ajak Ishana sambil menggendongku.
Kami berdua berjalan ke kamar mandi. Ishana membantuku mandi seperti ingatanku dulu, begitu lembut dan menyenangkan dimandikan olehnya.
“Ishana berapa umur Aurel sekarang?” Tanyaku penasaran.
“Astaga, bagaimana bisa nona lupa dengan ulang tahun nona sendiri? Tahun ini nona berusia 7 tahun.” Jawab Ishana sambil tertawa.
Masih ada tiga tahun sebelum kematian ayah. Aku harus mencegah hal itu terjadi dan membangkitkan kekuatan yang ada dalam tubuh ini.
Di Kehidupanku yang lalu, aku baru menyadari bahwa aku memiliki aurora. Sebuah kekuatan besar yang hanya dimiliki beberapa orang salah satunya adalah pangeran pertama. Aku harus membangkitkan aurora suci dan mendapatkan pengakuan dari kaisar dan menjadi seorang saintess.
“Nona, waktu mandi sudah selesai. Mari bersiap dan kita akan pergi sarapan.” Ucap Ishana yang menghancurkan lamunanku.
“Iyaa, ayooo.”
Setelah waktu sarapan usai, kini adalah waktu bebasku yang diberikan oleh ishana. Pada waktu ini aku bisa bermain sepuasnya hingga waktu makan siang tiba. Sekarang merupakan waktu yang pas untuk memulai rencanaku yaitu mendekati kakek.
Kakek selalu menghabiskan waktu untuk menikmati teh di taman yang ia buat untuk mendiang istri tercintanya, tak seorangpun yang berani memasuki taman itu. Tapi disitulah kunci agar aku dapat memperoleh perhatian kakek.
.
.
.
.
Di kehidupanku yang lalu ada seorang pelayan yang ditugaskan untuk membersihkan taman tersebut oleh kakek. Tanpa sengaja pelayan tersebut menemukan sekotak surat dari mendiang istri kakek, karena hal itu pelayan tersebut direkomendasikan sebagai kepala pelayan dan memperoleh uang dalam jumlah besar. Aku harus menemukan surat tersebut untuk mengambil hati kakek.
“Ketemu!” Ucapku gembira dalam hati.
Aku akan memberikan satu persatu surat itu kepada kakek setiap hari. Agar aku memiliki waktu untuk bertemu dengannya lebih sering.
“Darimana kamu mendapatkan ini!” Ucap kakek dengan nada tinggi padaku.
“Rahasia.” Jawabku sambil tersenyum
Dapat aku lihat tatapan sedih kakek pada surat tersebut. Dia begitu mencintai istrinya yang telah lama tiada. Air mata yang perlahan turun membasahi pipinya seakan menjadi bukti seberapa besar cintanya pada sang istri.
"Kamu Aurel kan?" Tanya kakek dengan lembut.
"Iya kakek." Ucapku dengan ceria.
"Apakah waktumu kosong pagi ini? Bisakah nona kecil ini menemani pria tua ini minum teh?" Ucap kakek mempersilahkanku duduk.
"Iya kakek."
Kami menikmati teh sambil berbincang ringan, kakek memberikanku banyak pertanyaan.
“Aurel berapa umurmu?” Tanya kakek sambil menatapku.
“Tujuh tahun, kakek.” Jawabku sambil menunjukan tujuh jari pada kakek.
“Aku akan meminta pelayan memperhatikan makanan mu setiap hari. Tubuhmu jauh lebih kecil dari anak-anak seusiamu.” Ujar kakek khawatir.
“Baik terima kasih kakek.” Jawabku sambil menikmati kue dihadapanku.
.
.
.
.
"Sepertinya nona sangat bahagia hari ini." Ucap Ishana sambil menyiapkan makan siangku.
"Hehehe.. Iyaa." Ucapku sambil tertawa.
Hari ini aku begitu bahagia karena dapat menemani kakek menikmati teh di taman kesayangannya. Langkah pertama telah aku lewati, selanjutnya adalah mendapatkan hati ayah.
"Ishana, bisakan mengajariku membuat kue kering?" Tanyaku sambil menikmati makan siang yang telah Ishana siapkan.
"Bisa nona, kenapa nona ingin belajar membuat kue kering tiba-tiba?" Tanya Ishana penasaran.
"Tidak apa-apa, hanya ingin belajar Ishana."
Di Kehidupanku yang lalu ayah begitu menyukai kue kering. Mendiang ibuku dulu selalu membuatkan kue kering untuk ayah nikmati bersama teh. Dan sekarang akan aku gunakan kue kering sebagai cara untuk mengambil hati ayah.
“Nona ini dapur, dan perkenalkan dia adalah juru masak di rumah ini Robert.” Ucap Ishana sambil memperkenalkan pria dengan tubuh berisi serta kumis tebal yang unik.
“Hai Paman Robert.” Ucapku memberikan salam.
“Astaga betapa lucunya nona satu ini.” Sahut Robert diikuti tatapan terpukau para pelayan di sekitarnya.
“Nona anda manis sekali.” Ucap salah seorang pelayan.
“Benar nona.” Sambung pelayan lain.
“Andai saya bertemu nona lebih dulu, saya pasti akan melamar menjadi pelayan pribadi anda.” Lanjut pelayan lain yang diikuti para pelayan mengangguk setuju.
Aku perlu mendapatkan hati para pelayan ini, mereka akan sangat membantu kedepannya.
Waktu berlalu begitu cepat. Aku, Ishana, dan juru masak rumah telah menghabiskan waktu sekitar 3 jam untuk belajar membuat kue kering. Akhirnya setelah melalui 3 jam itu, kue kering untuk ayah telah selesai.
“Wahh, akhirnya selesai ya nona.” Ucap Ishana bahagia.
“Iyaa, Ishana.” Jawabku lega.
“Tapi… untuk siapa kue kering ini?” Tanya Ishana penasaran.
“Hehehe, untuk ayah.” Jawabku sambil menyusun kue kering di atas piring.
“Ohh untuk tuan. Mau saya bantu antar nona?” Ujar Ishana menawarkan bantuan.
“Tidak usah Ishana, saya akan antarkan sendiri.” Jawabku sambil tersenyum.
.
.
.
.
Tok..Tok..Tok..
"Silahkan masuk, siapa?" Ucap pria dengan rambut hitam kelam dan mata emas yang begitu indah.
"Ayah…" Ucapku sambil membawa nampan berisi kue kering dan teh.
Tatapan dingin tidak peduli menyambut kehadiranku dalam ruangan itu. Terasa suasana mencekam yang tak karuan di dalam sana. Mungkin kalau ini adalah diriku dimasa lalu pasti sudah menangis dan berlari keluar ruangan. Namun kali ini hal itu tidak boleh terjadi, aku harus mendapatkan hati ayah.
"Ayah bekerja seharian, Aurel membuat kue kering dan teh untuk ayah." Ucapku sambil memberikan senyum termanisku.
"Ohh sejak kapan putri kecilku ini mulai peduli dengan ku." Jawab ayah sambil tersenyum sinis.
Saat itu rasanya seluruh tubuhku membeku. Jawaban ayah membuat semangat dalam diri ini pupus. Apakah aku gagal kali ini? Apakah aku tidak bisa mendapatkan kasih sayang ayah sedikitpun? Apakah aku terlalu berharap pada kehidupan kali ini?
Pria itu berdiri, beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan segala dokumen penting yang harus dia selesaikan dan duduk pada sofa panjang di depan meja kerjanya. "Sepertinya pria ini ingin mencoba kue kering buatan putri yang sangat perhatian padanya."
Ucapan ayah membuat ku terkejut. A-aku..berhasil? Akankah ayah memperhatikan ku setelah ini? Aku berjanji akan menyelamatkan semuanya, termasuk ayah, kakek, bibi, dan orang-orang yang mencintaiku. Aku akan melindungi kalian dan keluarga ini.
"Iya, Ayahhh.." Ucapku bahagia.
Aku begitu gugup sore itu. Kutatap pria dengan wajah tampan yang mampu menghipnotis seluruh wanita di kekaisaran ini. Pria itu menikmati setiap gigitan kue kering yang masuk dalam mulutnya. Apakah ayah menyukai rasanya? Waktu berlalu begitu lama, dengan perasaan yang berdebar-debar setiap saat.
"Terima kasih, kamu bisa pergi." Ucap ayah sambil membersihkan tangan dengan sapu tangan dari saku celananya.
Apakah kue keringnya tidak terlalu enak? Atau teh yang aku sajikan memiliki rasa yang aneh? Dengan putus asa aku beranjak dari sofa ruang kerja ayah. Berjalan dengan perasaan kecewa menuju pintu keluar sambil menahan air mata.
"Aurel mulai besok datanglah setiap sore ke ruang kerja ayah. Bawakan kue kering dan teh untuk kita nikmati bersama." Ucap ayah sambil mengerjakan kembali dokumen yang tertunda tadi.
"Baik ayahhh." Jawabku semangat. Sambil membuka pintu keluar.
"Mulai besok minta pelayan untuk membantumu membawakan nampan, jangan membawanya sendiri." Sahut ayah
"Iyaa ayah."
Di Depan ruang kerja ayah air mataku mulai mengalir. Kali ini bukan air mata kesedihan yang turun, tapi air mata kebahagiaan. Ayah mulai memperhatikanku.
.
.
.
.
Tok..Tok..Tok..
"Tuan saya disini." Ucap pria dengan kacamata bulat dan rambut coklat panjang terikat.
"Mulai sekarang tolong perhatikan Aurel." Ucapku sambil mengingat momen kami tadi.
Saat itu saya merasa bahwa gadis itu cukup manis. Kebencian akibat kematian Audrey yang ada dalam hatiku seperti berkurang. Gadis yang dulu tak sekalipun ingin aku temui, ternyata memilih perhatian yang besar padaku.
"Apakah Tuan menghabiskan waktu dengan nona tadi?" Tanya Henry asisten kepercayaanku.
"Iya"
"Sepanjang jalan menuju ruangan Tuan, saya mendengarkan para pelayan sedang membicarakan nona." Ucap Henry yang membuatku berhenti mengerjakan dokumen di hadapanku.
"Para pelayan memuji tentang sikap manis dan lucu nona. Mereka memperoleh perhatian yang begitu tulus dari nona Aurel hari ini." Sambung Henry yang membuatku terpaku.
"Gadis yang awalnya penakut dan pendiam, kini mampu mengambil hati para pelayan." Sahutku sambil mengingat kepribadian Aurel dulu.
"Selain itu nona juga menghabiskan waktu dengan Tuan Besar di taman Keukenhof." Ucap Henry yang membuatku terkejut.
"Menghabiskan waktu dengan kakek? Di taman kesayangannya?" Ucapku terkagum
"Mulai sekarang perhatikan Aurel dengan baik dan naikkan 5 kali lipat anggaran untuknya." Lanjutku sambil kembali mengerjakan dokumen-dokumen tersebut.
"Baik Tuan." Jawab Henry lalu keluar.
"Audrey anak kita penuh misteri bukan? Dia mirip dengan mu."
.
.
.
.
Hujan turun pagi ini kediaman Lawrence. Seperti biasa, Ishana selalu datang untuk membantuku mandi. Namun ada aneh pagi ini, kenapa Ishana tidak menyiapkan sarapan untukku? Apakah Ishana lupa? Sepertinya hal itu tidak mungkin.
"Ishana, dimana sarapanku?" Tanyaku kebingungan.
"Pagi ini nona akan sarapan bersama Tuan Besar, karena itu saya tidak menyiapkan makanan pagi ini." Jawab Ishana sambil merapikan rambutku.
Makan bersama kakek? Kenapa tiba-tiba? Apakah aku benar benar berhasil mendapatkan hati kakek? Ini jauh lebih mudah dari yang aku kira atau mungkin terlalu cepat.
"Nona ayo kita pergi" Ajak Ishana sambil menggandengku.
"Baik Ishana." Jawabku semangat.
Sepanjang jalan kudapati para pelayan yang tersenyum ramah padaku. Perlakuan itu jauh berbeda dibandingkan di kehidupanku dulu. Di Kehidupanku yang dulu para pelayan selalu merendahkanku, bahkan saat aku membantu mempertahankan keluarga mereka masih menatapku sinis.
"Nona silahkan masuk, Tuan Besar sudah menunggu di dalam." Ucap seorang pelayan yang berjaga di depan pintu.
"Baik, terima kasih." Jawabku yang dibalas senyuman oleh pelayan itu.
Didalam kudapati begitu banyak makanan diatas meja yang aromanya begitu harum. Melihat jumlah makanan yang ada seperti terlalu banyak jika hanya untuk dua orang saja.
"Aurel kemari, duduklah disebelah kakek." Ucap kakek sambil menunjuk kursi disisinya.
Aku mengangguk dan berjalan menuju kursi disisi kakek. Berbagai macam jenis makanan ada dihadapanku. Mulai dari makanan pembuka, makanan utama, dan makanan penutup. Semua makanan tersebut terdiri lebih dari satu jenis.
"Kakek bukankah ini terlalu banyak?" Tanyaku karena merasa tidak enak hati.
"Tidak cucuku ini perlu banyak makan agar cepat besar." Jawab kakek tersenyum.
Ini adalah pertama kalinya aku mendapatkan senyuman dari kakek, bahkan pertama kalinya aku melihat kakek tersenyum. Kedepannya aku pasti dapat lebih dekat dengan kakek. Sambil menyantap makanan yang ada di meja. Pikiranku mulai terbang, memikirkan apa yang selanjutnya perlu aku lakukan. Setelah mendapatkan perhatian ayah dan kakek, kini aku perlu membangkitkan kekuatan ku.
"Kakek apakah saya boleh meminta ijin untuk sesuatu?" Tanyaku ragu-ragu.
"Iya ada apa Aurel?" Jawab kakek penasaran.
"Apakah saya boleh masuk ke dalam perpustakaan utama?" Tanyaku penasaran.
"Boleh, silahkan. Kakek akan menugaskan kepala pengawas perpustakaan untuk mengizinkan Aurel masuk ke perpustakaan utama kapanpun itu." Jawab kakek sambil menopangkan dagunya.
"Terima kasih kakek." Jawabku begitu semangat.
Beberapa waktu berlalu, tak terasa waktu sarapan bersama kakek telah selesai. Aku segera menuju ke perpustakaan utama untuk mencari buku mengenai aurora. Ada sebuah buku tentang aurora yang dapat membantuku. Pada kehidupanku yang lalu, buku itu yang membantuku mengetahui bahwa aku memiliki aurora.
"Okay.. Ketemu." Ucapku senang setelah menemukan buku coklat kusam dengan 425 halaman di dalamnya.
Tanpa membuang-buang waktu, ku mulai mempelajari hal-hal dalam buku tersebut. Ada 4 macam aurora di dunia ini yaitu api, air, tanah, angin, cahaya, dan kegelapan. Sedangkan elemen yang aku miliki adalah cahaya.
.
.
.
.
"Tuan, sepertinya nona Aurel adalah anak yang pintar." Ucap pria dengan rambut merah dan mata biru.
"Kenapa kau berpikir hal itu Roland?" Tanyaku sambil memandangi kediaman Lawrence dari balkon ruang kerjaku.
"Seorang gadis berusia 7 tahun tertarik dengan perpustakaan, bukankah itu hal yang langkah tuan?" Ucapnya meyakinkanku.
"Ku harap dia memenuhi ekspektasiku." Balasku sambil berjalan menuju ke meja kerjaku.
Kubuka amplop merah muda yang ada di atas meja kerjaku. Amplop yang selalu membuatku senang dua hari ini. Surat itu adalah peninggalan istriku yang ditemukan oleh Aurel tempo hari. Aurel akan selalu memberiku satu surat itu setiap hari. Gadis itu terlihat begitu manis saat akan memberikan amplop tersebut padaku.
Semangat yang selalu dia tunjukan, serta wajah ceria seakan memberikan warna baru dalam hariku. Kenapa aku begitu bodoh sampai tidak menyadari bahwa memiliki cucu selucu itu? Mulai sekarang aku akan menghabiskan waktu lebih banyak bersama Aurel.
"Tuan, berdasarkan informasi yang saya dapat Tuan Louis telah menghabiskan waktu bersama nona Aurel kemarin sore. Selain itu nona juga menghabiskan waktu untuk belajar membuat kue kering bersama pelayan pribadi dan juga juru masak rumah." Ujar Roland sambil mengambil dokumen yang berada di mejaku.
"Hahahaha…." Balasku dengan tawa atas ucapan Roland.
Seberapa banyak kejutan yang gadis itu miliki. Setiap hal dalam dirinya selalu membuatku penasaran dan terpukau. Kuharap dia bisa diandalkan keluarga ini kedepannya.
.
.
.
.
"Ishana, apakah jam makan siang masih lama?" Tanyaku sambil menatap langit-langit kamar karena bosan.
"Masih sekitar 1 jam lagi nona." Jawab Ishana.
"Kalau nona ingin berjalan-jalan masih ada waktu, tapi jangan terlalu jauh." Sambung Ishana karena melihatku begitu bosan.
"Baik Ishana."
Sambil menunggu waktu makan siang tiba, ku luangkan waktu untuk berjalan-jalan sesuai dengan saran dari ishana. Rumah milik Lawrence begitu besar, pantas juga Ishana tidak memperbolehkanku pergi terlalu jauh. Ishana takut aku terlambat makan siang nanti. Sepanjang jalan aku begitu menikmati suasana rumah ini hingga tanpa sadar aku menabrak seseorang.
BRUAKKK..
"Apakah kamu jalan tanpa mata. Lihat Kau mengotori bajuku." Bentak anak yang telah ku tabrak.
"Maaf, aku tidak sengaja." Ucapku merasa bersalah.
"Dasar darah rendahkan." Ucap cucu pertama keluarga ini dengan ketus yang tak lain adalah Patrick Lawrence.
Patrick Lawrence anak dari Eric Lawrence. Cucu pertama dan anak pertama dari putra tertua keluarga ini. Karena latar belakang yang kuat serta didikan ayahnya yang buruk membuat ia tumbuh menjadi orang yang sombong dan tidak jujur. Patrick Lawrence dewasa adalah bencana keluarga Lawrence dimasa depan.
"Dasar gadis tidak tahu malu." Bentak Patrick sambil melayangkan tamparan ke pipiku.
PLAKKK..
Tamparan itu membuat pipiku begitu panas, rasanya bekas tamparan itu akan membekas beberapa menit kedepan. Seakan semua yang ia lakukan tidak cukup, dia masih merendahkan ibuku.
"Kamu hanya gadis rendahan yang lahir dari darah wanita penari dengan nama keluarga yang tidak jelas." Ucap Patrick yang membuat hatiku begitu terluka.
Perkataan tersebut telah membuat kesabaranku habis. Sudah ku tahan semua ucapanmu dari kehidupan lalu dan sekarang. Sepertinya sampai kapanpun kamu tidak akan berubah. Karena terbakar emosi ku tampar anak laki-laki dihadapanku itu tanpa merasa menyesal sedikitpun.
PLAKK..
Pipinya merah, terlihat dari matanya dia begitu kesal. Tamparan itu adalah balasan dari segala yang telah kamu perbuat padaku. Tamparan itu hanya hukuman yang sangat ringan dan bahkan tidak ada apa-apanya daripada yang kau lakukan padaku.
"Patrick!!" Teriak seorang pria dari kejauhan yang berlari menuju kami.
Rambutnya gelap, mata hijau, dan wajah licik yang begitu kubenci. Eric Lawrence sang putra pertama yang tak dapat diandalkan. Dia hanya menginginkan posisi kepala keluarga untuk kesenangan pribadi, namun sampai akhir hayatnya dia tak pernah memperoleh hal tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!