"Yuhu, pagi Rein ku sayang," sapa Ami pada sang sahabat. Ami baru saja tiba, di kontrakan Rein.
"Pagi. Ngapain Lo jam segini udah nongol aja di sini?" tanya Rein heran, pasal nya ini baru jam 6 pagi, dan Ami sudah berada di kontrakan nya.
"Mau ngajak bareng, lo udah siapkan. Ayo langsung berangkat, daddy gue udah nunggu di depan."
Ucap nya antusias lalu Ami menarik tangan Rein, dan membawa gadis itu menunju sebuah mobil mewah yang terparkir indah di depan kontrakan kecil nya.
"Ish, pelan-pelan kenapa sih!" gerutu Rein, saat Ami mendorong nya masuk dan duduk di kursi depan.
"Ehem!" deheman itu berhasil menghentikan Rein yang sedari tadi menggerutu tidak jelas. Rein seketika menghentikan gerutuannya.
Ami di belakang, menatap berbinar sang daddy dan Rein yang saling menatap. Astaga mereka sangat cocok, batin nya.
"Eh, m-maaf om," ucap Rein kikuk, saat daddy Ami menatap nya sambil menaikkan alis heran.
"Kamu kenapa?" tanya Davin, pada Rein yang tampak gugup.
Rein menggeleng sambil melirik Ami yang menahan tawa. "Dasar sahabat laknat!" gerutu Rein dalam hati. Wajah nya sangat dongkol, melihat Ami yang tampak bahagia di atas penderitaan nya. Lebay memang.
***
"Lo cocok banget sama daddy gue Rein!" Ucap Ami sambil tersenyum lebar, tak lupa mata nya menunjukkan binar senang.
Rein memutar bola mata malas, ia sudah lelah mendengar ucapan yang sama hampir setiap nya hari nya.
"Gue nggak mau, lagian bokap lo mana mau sama gue," tukas Rein. Setelah di pikir dengan logika, ucapan Rein ada benar nya.
"Lo kenapa nggak mau sih? Daddy gue kurang ganteng? Kurang kaya? Kurang hot?" tanya Ami bertubi-tubi, sambil mengingat-ingat wajah sang daddy. Tidak-tidak wajah sang Daddy paket komplit. ujar nya dalam hati.
Rein menggeleng sambil meninggalkan Ami, yang masih bengong di tempat.
"Ish Rein, tungguin," teriak Ami yang sadar bahwa ia di tinggal pergi.
Lorong kampus masih sepi, karena jam masih menunjukkan pukul 6.45.
Rein berjalan menuju kantin, mengabaikan Ami yang terus saja memanggil nya.
Sesampainya di kantin, Rein langsung memesan semangkuk mie ayam dan segelas teh hangat.
"Kampret ya lo, main tinggal-tinggal!" gerutu Ami yang baru saja tiba.
"Peace," ucap Rein sambil terkekeh.
"Udah makan belum?" tanya Rein. Ini yang Ami suka dari Rein, dia selalu menanyakan hal-hal kecil, membuat nya bertekad untuk menjadikan nya bunda dan istri untuk daddy nya.
Ami menggeleng lalu menatap Rein sambil tersenyum manis. "Rein...jadi bunda gue ya," ujar nya melas, membuat Rein memutar bola mata malas.
"Bi, pesan nasi uduk sama teh hangat satu lagi."
"Gue nggak mau makan nasi uduk, gue mau bakso," celetuk Ami tiba-tiba.
"Nggak! Lo kira gue nggak tau, kemarin lo baru aja makan mie!" tukas Rein galak.
"Sekali-kali Rein. Ayolah, gue pengen makan bakso," rengek nya.
Rein mengabaikan Ami yang terus merengek, hingga pesanan kedua nya datang. "Nih makan, nggak usah banyak ngeluh!"
Meskipun tadi sempat menolak, namun Ami tetap memakan nasi uduk itu hingga tandas, membuat Rein mengulum senyum.
"Lo juga makan mie ayam, kok gue nggak boleh!" ucap Ami, setelah meneguk teh hangat nya.
"Gue baru kali ini makan mie lagi, lah elo makan mie terus beberapa hari ini, kena usus buntu tau rasa."
"Ya ya ya"
***
Rein dan Ami duduk sambil menatap Dosen yang sudah dari tadi mengajar. Ami menguap bosan, lalu melirik Rein yang tampak fokus.
"Rein, gue ngantuk," bisik nya pelan sambil mencolek lengan Rein.
"Suttt, diam Mi kalau nggak mau di keluarin dari kelas!" gumam Rein yang hanya di dengar oleh Ami, membuat nya memutar mata malas.
"Nggak asik." Rein menggeleng pelan, melihat kelakuan Ami..
Rein dan Ami saat ini sedang dalam perjalanan menuju rumah Ami.
"Nginap ya, awas aja Lo bohong," Rein mengangguk malas. Sehabis mata kuliah terakhir tadi, ia di paksa menginap oleh sang sahabat dengan alasan di rumah sendiri.
"Emang bokap lo kemana?" tanya Rein heran.
Ami terdiam, alasan apa yang harus ia berikan, agar sahabat nya ini percaya kalau ia nanti sendiri di rumah.
"Mm daddy mungkin lembur, ah iya tadi katanya mau lembur di kantor sampai malam hehe."
Rein memicingkan mata curiga sambil menatap Ami yang cengengesan tidak jelas.
"Mati gue, semoga daddy beneran lembur," batin Ami.
***
Sesampainya di bangunan besar bertingkat 2, Rein dan Ami langsung memasuki rumah itu.
"Ke kamar aja, gue mau ke dapur bentar," ujar Ami sambil mendorong tubuh Rein pelan.
"Sabar, nggak usah dorong-dorong," Rein langsung berjalan menuju kamar Ami yang berada di lantai 2.
Rein memang beberapa kali menginap disini, jadi ia sudah hafal letak kamar Ami.
Ami yang melihat Rein sudah menaiki tangga menuju kamar nya, langsung berlalu menuju kamar sang daddy.
"Syukurlah daddy nggak ada," ucap nya sambil melihat isi kamar daddy nya yang sunyi.
Sebuah pesan masuk, membuat Ami dengan cepat merogoh saku celana nya.
Ting
^^^Daddy💸^^^
^^^Daddy lembur, mungkin jam 8 malam baru pulang. Nanti makan duluan aja, nggak usah tunggu daddy.^^^
"Yes!" pekik Ami senang.
"Kenapa Lo?" tanya Rein, sambil mengernyitkan keningnya heran.
"Eh, hehe nggak papa kok. Oh iya, masakin dong Rein, gue lapar banget," ucap Ami dengan wajah melas nya.
"Enak ya lo, jadiin gue babu!" tukas Rein, namun tetap berjalan menuju dapur, diikuti Ami yang cengengesan.
"Marah-marah mulu nggak baik bund, cepat masakin anak gadis mu ini," ucap Ami.
Rein menghela nafas, cape juga meladeni ucapan sahabat nya ini.
Rein sibuk berkutat dengan peralatan dapur. Ami yang melihat itu langsung memotret nya, dan mengirim kan nya pada sang daddy.
***
Ami

Dad, Rein cocok kan jadi bunda Ami hehe...
Davin yang sudah mengetahui tingkat sang anak hanya menggeleng pelan. Jari nya menekan foto yang dikirim Ami.
"Cantik" satu kata yang terlontar saat melihat foto Rein yang sedang memotong daging.
Bibir nya menyunggingkan senyum tipis, saat melihat senyum Rein yang sangat manis.
"Astaga, apa-apaan ini, dia sahabat putri ku. Bisa-bisanya aku berpikir yang tidak-tidak!" gumam Davin sambil meletakkan ponsel nya di atas meja kerja.
Tak terasa jam menunjukkan pukul 8 malam, Davin melangkah menuju parkiran kemudian melajukan mobil nya menuju rumah.
Hingga tak lama kemudian, Davin memasuki pekarangan rumah.
Pria tampan itu langsung berjalan memasuki rumah nya dengan raut lelah.
"Ami seperti nya sudah tidur," gumam Davin, kemudian langsung melangkah menuju kamar nya, setelah itu ia membersihkan tubuh nya yang sudah sangat lengket.
***
"Lah, habis."
Rein menatap teko kosong itu kemudian menghela nafas pelan.
Mata nya memandang Ami yang sudah tertidur dengan pulas.
"Mi, bangun dulu, temenin gue ke dapur ambil air," ucap Rein, sambil mengguncang pelan tubuh Ami.
Bukan nya bangun, Ami malah tambah mengeratkan selimut nya, membuat Rein menghela nafas.
Agak nya sekarang ia lebih sering menghela nafas, pikir Rein.
Rein langsung melangkah keluar menuruni anak tangga untuk menuntaskan rasa haus nya. Rein tidak sadar bahwa ia masih memakai baju tidur berbentuk kimono dengan motif bunga-bunga yang sangat pendek, sehingga menunjukkan belahan dada serta kaki jenjangnya, dan juga baju itu sangat tipis.
Ruangan tampak gelap, membuat Rein segera menuju ke dapur untuk mengambil minum.
Setelah mendapatkan air, Rein langsung meminum nya tak lupa juga ia mengisi nya di dalam teko, untuk di bawa ke kamar.
Duk
"Aduh" pekik Rein saat ia menubruk sesuatu yang keras.
"Eh, kau tidak apa-apa?" Tanya seseorang yang berdiri di hadapan nya dengan telanjang dada.
Rein refleks mendongak, matanya membulat saat mendapati bahwa ayah dari sahabat nya ini sedang berdiri di hadapan nya.
***
"Ada yang sakit?" tanya Davin khawatir.
Ia tadi ingin mengambil air di dapur, tapi malah bertemu dengan sahabat anak nya.
Rein menggeleng, sambil memegang kening nya. Mata nya menangkap dada bidang Davin serta em beberapa roti sobek yang biasa ia lihat di drama-drama kesukaan nya namun sekarang terpampang jelas di matanya, membuat nya refleks melihat sekeliling nya dengan kikuk.
"Kamu ngapain malam-malam di dapur?" tanya Davin, membuat Rein langsung menunjukkan teko yang ia bawa.
"Ambil minum. Om sendiri ngapain di sini?" tanya Rein gugup.
"Saya mau minum, bisa minta tolong ambilkan juga, nanti antar ke sofa depan sana ya."
Setelah mengatakan itu, Davin langsung melangkah meninggalkan Rein yang masih cengo di tempat nya.
"Anak sama bapak sama aja," gerutu nya kesal.
***
"Ini om air nya," Davin langsung melihat Rein, namun pandangan nya bukan tertuju pada gelas melainkan baju yang di gunakan Rein.
Glek
Davin memejamkan matanya saat sesuatu di bawah sana terasa sesak.
"Om kenapa, sakit?" tanya Rein, sambil meletakkan tangan nya di kening Davin.
"Dingin kok," gumam nya.
Rein sebenarnya memiliki tubuh yang sedikit berisi, apalagi di bagian tertentu, membuat nya tampak semakin seksi saat menggenakan pakaian minim.
"S-saya nggak sakit atau semacam nya," ujar Davin terbata.
Rein mengangguk mengerti. "Ya sudah, saya balik ke kamar om."
Sreekk...
Davin menarik tangan Rein, membuat nya langsung terduduk di sofa tepat di sebelah nya.
"Astaga, untung air nya nggak tumpah," gerutu Rein.
"Bisa temani saya nonton sebentar, saya belum ngantuk," pinta Davin sambil menatap sahabat anak nya itu.
Rein terdiam sebentar, dia juga sudah tidak mengantuk. "Iya om."
Kedua nya langsung duduk dan menikmati film yang berada di benda persegi besar itu.
Rein yang tak tau mereka sedang menonton apa, hanya diam saja mengikuti alur film.
"O-om ini film apa?" tanya Rein saat melihat bahwa tokoh utama nya menggendong seorang wanita yang sedang mabuk menuju mobil.
Davin menggeleng tak tahu, ia memang asal memilih film sebenarnya.
"Sudah nikmati saja."
Rein hanya mengangguk lalu kembali menikmati film, yang kini sudah tengah menunjukkan adegan ciuman yang panas di dalam mobil antara tokoh utama dan sang wanita.
"K-kenapa film nya gini, om saya mau balik ke kamar aja," Rein hendak berdiri namun Davin langsung menahan tangan nya.
"Di sini saja, kau kan sudah dewasa, ini hanya adegan ciuman saja, bukan?"
Rein bergerak gelisah namun kembali mendudukkan tubuh nya.
"Ayo nikmati film nya, jangan terlalu gugup begitu."
Rein memang sering melihat adegan ciuman di Drakor yang sering ia tonton, tapi itu saat dia sendiri atau tidak saat dia bersama dengan Ami.
Namun sekarang ia melihat nya dengan seorang pria matang, membuat nya memerah malu.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, Rein menguap sambil menyandarkan tubuhnya di sofa.
Perlahan mata nya terpejam, meninggalkan Davin yang masih fokus ke film yang tinggal beberapa menit lagi akan selesai.
TBC...
Davin menatap Rein yang sudah tertidur di sebelah nya.
"Sudah tertidur rupanya," gumam Davin sambil tersenyum kecil.
Pria yang masih bertelanjang dada itu langsung mematikan televisi kemudian mengangkat Rein dan membawa nya menuju kamar milik nya.
Dengan perlahan ia meletakkan Rein di kasur king size, kemudian menyelimuti nya.
Davin langsung melangkah menuju kamar mandi, untuk menuntaskan sesuatu yang sedari tadi ia tahan.
"Ahh Re-reinhh..." desah Davin saat mendapati pelepasan nya. Mata pria itu bahkan tertutup menikmati.
"Huh! Astaga, bagaimana bisa aku mendesah kan nama nya! Ingat Davin dia teman putri mu," ucap nya, sambil menyeka keringat di dahi.
Davin berjalan menuju ranjang nya, kemudian mendudukkan dirinya tepat di sebelah Rein yang sudah tertidur pulas.
Senyum kecil terukir kala melihat wajah polos itu. Davin langsung merebahkan tubuhnya disamping Rein.
"Eugh..." Davin tersentak kala tangan Rein terjatuh tepat di atas perut nya.
"Dia pasti mengira, aku ini guling nya," gumam Davin.
Davin menghadap Rein dengan tangan yang menyangga kepala nya. Mata kelam itu memandang Rein yang kini bergeser dan memeluk erat tubuh nya.
"Kenapa sangat menggemaskan seperti ini, hm?" tanya Davin seraya mengelus pelan pipi Rein.
Dan malam ini Davin menghabiskan waktu tidur nya, hanya untuk mengagumi Rein yang berada di sebelah nya.
***
06.40
"Rein, Lo di dalam?" tanya Ami sambil mengetuk pintu kamar mandi.
Tak mendapatkan sahutan, Ami langsung membuka pintu kamar mandi, ternyata tidak di kunci.
"Lah, nih anak kemana lagi, pagi-pagi buta begini!" gerutu Ami.
Ami langsung bergegas menuju dapur, ketika teringat teman nya itu suka memasak di pagi hari.
"Loh kok nggak ada juga. Jangan-jangan, pulang lagi dia, tapi masa nggak ngasih tau gue dulu sih!" gerutu Ami, sambil menduduki bangku di ruang makan.
"Non Ami mau makan sekarang?" tanya seorang wanita paruh baya.
"Eh bibi. Bi, Ami mau tanya, tadi waktu bibi datang liat teman Ami nggak?"
Wanita paruh baya itu menggeleng tanda tak tahu. "Nggak tau non, emang teman nya nginap di sini?"
"Iya bi, tapi nggak tau dia kemana. Ya sudah, Ami cari di kamar daddy aja."
Ami langsung melangkah menuju kamar Davin yang berada di lantai 1.
Dengan perlahan Ami membuka pintu, ternyata tidak di kunci. "Morning dad-" ucapan Ami terhenti kala melihat pemandangan di depan nya.
Mata Ami menggerjap pelan, hingga tak lama bibir nya menyunggingkan senyum lebar.
"Apa gue bakal punya adik, dalam waktu dekat ini?" ucap nya bertanya-tanya.
Dengan cepat Ami mengeluarkan ponsel nya kemudian membuka fitur kamera.
"Pemandangan kaya gini, harus di abadikan hehe."
Cekrek
"UPS!!" Ami refleks menyembunyikan hp nya, saat Blitz kamera nya ternyata menyala.
Ami yang hendak berlari keluar kamar, langsung terhenti saat suara Rein terdengar.
"Hoam! Lo ngapain?" tanya Rein serak, sambil menguap. Agak nya, Rein tidak menyadari bahwa ia sedang berada di kamar Davin.
"Pasti belum sadar dia...3...2.
..1" hitung Ami mundur sambil menutup telinga. Kemudian di susul suara teriakan menggelar dan suara terjatuh.
"Akkk!!"
Bruk
"Om ngapain, di kamar Ami?" tanya Rein sambil mengeratkan genggaman nya pada selimut. Mata Rein melotot, melihat Davin yang hanya bertelanjang dada.
Ami yang masih disitu, meringis ngilu melihat daddy nya yang terjatuh akibat tendangan Rein.
"Kamu kenapa nendang saya? Sakit banget astaga!" gerutu Davin sambil mengelus pinggang nya.
"Om yang ngapain tidur di sini?" tanya Rein kesal.
"Hah! Ini kamar saya, jadi terserah saya, mau ngapain di sini," ucap Davin, membuat Rein seketika menatap sekeliling nya.
"A-aku kenapa bisa di sini?" tanya Rein gugup sambil menatap kedua nya malu.
"Gue nggak ikutan."
Ami langsung berlari keluar, meninggalkan Davin yang masih mengelus pinggang nya yang terasa ngilu.
"T-tungguin gue, Ami tunggu!" Rein hendak turun namun Davin langsung mencegah nya.
"Kamu mau kemana? Tanggung jawab dulu, ini pinggang saya nyut-nyutan."
"Hehe maaf om, tadi nggak sengaja," ucap Rein sambil menyengir kikuk.
"Nggak mau tau, pokoknya kamu rawat saya, sampai sembuh!" Davin tertawa puas dalam hati.
"Hah? Rawat? Nggak bisa gitu dong, om nggak luka sama sekali, kok minta di rawat!" protes Rein kesal.
"Saya nggak mau tau, itu tugas kamu, karena pinggang saya sekarang nyut-nyutan."
"Banyak olahraga om, itu tanda nya faktor u. Masa baru di dorong gitu, langsung sakit pinggang."
Brak
Davin melotot melihat kepergian Rein. "Astaga, dia galak seperti induk singa!"
***
"Gue emang pengen lo jadi bunda gue Rein, tapi ya jangan buatin gue adik dulu, minimal kalian nikah dulu lah," ujar Ami saat mereka menuruni tangga.
"Diem lo! Kok bisa sih, gue bisa nyasar sampai kamar bokap lo?"
Ami mengedikan bahu tanda tidak tahu. "Pasti daddy, yang bawa Rein ke kamar," batin nya senang.
"Udahlah, nggak usah di pikirin. Lagian nggak ada salah nya, lo tidur sama bokap gue, UPS!"
Ami tertawa garing, sambil menatap Rein yang ingin menelan nya hidup-hidup.
"Morning," sapa Davin pada kedua nya.
Cup
"Morning dad," jawab Ami saat Davin mengecup kening nya.
"Kamu mau di cium juga?" tanya Davin pada Rein, membuat Ami langsung menarik sudut bibir nya.
"Nggak om, makasih." Rein mendudukkan tubuh nya di sebelah Davin, dan itu semua karena Ami.
"Daddy, kenapa nggak makan?" tanya Ami heran, karena Davin belum mengambil nasi nya.
"Ambil kan untuk saya, pinggang saya masih sakit, jadi nggak bisa ngambil nasi."
Rein langsung menoleh menatap Davin. "Kan pinggang yang sakit, bukan tangan!"
"Udah Rei, ambilkan aja."
Dengan ogah-ogahan Rein langsung menyendokkan nasi dan menaruh nya di piring Davin, membuat senyum Ami dan Davin melebar.
"Gue juga mau, minta tolong ambilkan perkedel nya hehe," Rein mengangguk dan mengambil 2 perkedel kemudian menaruh nya di piring Ami.
"Cocok banget jadi bunda gue. Iya kan dad?"
Davin mengangguk membuat Rein langsung terbatuk.
Uhuk uhuk
"Pelan-pelan," Davin menepuk punggung Rein pelan, sambil menyodorkan gelas berisi air minum.
"Mimpi apa gue, pagi-pagi di kasih keromantisan begini," gumam Ami senang.
"Aku selesai. Rein nanti minta tolong di antar daddy ya, gue duluan byee..."
"Nggak bisa gitu dong, Ami tungguin gue!"
"Mau kemana? Nanti saya antar, habiskan dulu makanan kamu," Rein mencebikkan bibir nya menatap Davin.
"Ini semua gara-gara om, saya jadi di tinggal kan!" marah nya.
Davin menahan tawa melihat wajah Rein. "Kenapa kamu sangat menggemaskan gini, hm?" tanya Davin, sambil mencubit pipi Rein.
"Lewpas duwlu!" Rein melepaskan cubitan Davin di pipi nya. "Sakit, pasti merah!" gerutunya.
"Astaga, saya nggak tahan!"
Cup
Davin langsung mengecup bibir Rein, kemudian berlalu dari sana. "Saya tunggu di mobil," ujar nya sambil melangkah pergi. Takut mendapatkan amukan dari Rein, yang kini diam di tempat memproses apa yang baru saja terjadi.
"OM DAVINNN!!" Davin meringis mendengar teriakan Rein yang menggelar.
TBC...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!