Qin Syatum, seorang gadis berusia 20 tahun. Sekarang sedang menempuh pendidikan kuliah semester enam. Dia adalah anak kedua dari Arka dan Karina.
Fredy seorang pria berusia 21 tahun. Berbadan tegap, dengan tinggi 180 cm. Dia memiliki kumis tipis, yang membuat senyumannya terlihat manis.
Sebuah kampus Next Up, yang merupakan tempat kuliah terkenal di kota tersebut. Terlihat seorang perempuan bernama Qin, berjalan menghampiri seorang laki-laki. Qin menyapa Fredy, yang sedang duduk di kursi koridor sendirian.
"Fredy, aku berencana untuk cuti kuliah sebentar. Aku ingin mencari Kakakku, karena info yang aku miliki sudah lumayan." ucap Qin.
"Ingat, kamu jangan membongkar statusmu sebagai detektif." jawab Fredy.
"Iya, kamu tenang saja. Aku tidak akan bilang, ke siapapun juga." ujar Qin.
"Iya dong bagus, aku memang senang kamu menjadi misterius." jawab Fredy.
Keesokan harinya, Qin melangkahkan kakinya menuju ke dermaga. Dimana tempat tersebut, merupakan pelabuhan kapal. Qin tidak seorang diri, dia bersama dengan Fredy, Friska, Yoyon, Tiger, Revano, Sisil, dan Debby.
"Eh, ada tikus gak di seberang sana." Sisil menunjuk hutan yang sangat luas.
"Ada, dan bisa jadi menggigit kamu." jawab Debby.
"Aaa... Bercandamu gak lucu." gerutu Sisil.
"Aku tidak menyangka, kamu takut pada hewan kecil itu." canda Qin.
Kapal mulai melaju, ketika semua penumpang sudah naik. Ombak air bergelombang, menyapu kapal yang berlayar. Qin dan Friska foto bareng sebentar.
"Eh, apa kalian mau ikut berenang." tanya Sisil.
"Tidak ah malas, soalnya dingin." jawab Friska.
Saat di tengah perjalanan, tiba-tiba saja kapal bergoyang. Qin dapat merasakan gerakan tersebut, begitupula dengan yang lainnya.
"Ada apa di bawah ini, kenapa kapalnya bergerak kuat." ujar Revano.
"Pasti ada hewan buas di bawahnya." jawab Tiger.
Fredy melihat buaya besar, yang berjalan ke arah mereka. Dia secepatnya memberitahu yang lain.
"Hei, itu ada buaya. Ayo cepat kita kabur." ajak Fredy.
"Iya benar, dia semakin mendekat." jawab Qin.
Qin menyuruh nahkoda, untuk melajukan kapalnya lebih cepat lagi. Tanpa diduga kapal berhenti, secara tiba-tiba.
"Ada apa ini?" tanya Revano.
"Sepertinya, ada hewan buas yang mengganggu mesinnya." jawab Tiger.
Mereka segera memeriksa, ternyata benar saja. Ada induk buaya, yang sengaja menggigit mesin kapalnya. Qin segera keluar dari ruang kapal, melihat teman-temannya bersama nahkoda.
"Tidak ada pilihan lain, kita harus melompat ke laut." ujar Fredy.
"Kamu gila iya, lihatlah dalam lautnya." jawab Tiger.
"Kamu mau atau tidak itu pilihanmu, aku akan tetap melompat." ucap Friska.
"Lompat aja, kelompok buaya ingin mengepung kapal." Qin menunjuknya.
Byur! Byur!
Semuanya melompat, tak terkecuali bapak nahkoda. Dia menjadi bingung, haruskah lompat atau bertahan.
"Haduh, kenapa seperti ini nasibku." monolog pria paruh baya tersebut.
Yoyon dan Revano memukul buaya, menggunakan parang. Buaya itu menyerang, dan menggigit lengan Revano.
"Aaa!"
Sisil dan Debby sengaja membantu mereka, dengan memancing para buaya. Yoyon dan Tiger membantu Sisil dan Debby.
"Ayo cepat bantu mereka." ajak Tiger.
"Iya, ayo sekarang juga serang." jawab Yoyon.
"Fredy, kamu bantu membawa Revano ke pinggir laut. Aku akan membantu teman-teman, untuk menghadapi buaya." ujar Qin.
"Baiklah, hati-hati di jalan." jawab Fredy.
Mereka berpisah sejenak, dan Qin segera berenang. Fredy membawa tubuh Revano pelan-pelan.
Buaya beramai-ramai menggulingkan kapal, hingga tenggelam bersama sang nahkoda.
"Debby, Sisil, tangkap ini." Qin melemparkan alat peledak.
Debby menangkapnya. "Terima kasih Qin."
Qin segera berenang, karena beberapa buaya mengejarnya. Sedangkan sebagiannya, masih bertahan mengejar Debby dan Sisil.
Duar!
Bom yang dilemparkan Debby dan Sisil, mengenai para buaya tersebut. Qin berusaha terus berenang hingga ke pinggir. Fredy membantu menarik tangannya, saat bom hendak meledak. Debby, Tiger, Yoyon dan Sisil baru sampai ke seberang laut.
"Hah, hah, sungguh melelahkan." ucap Debby.
Qin membantu menarik Debby, yang nafasnya sudah terengah-engah. Revano membantu Sisil, karena dia takut kehilangan pacarnya.
"Terima kasih Qin." ujar Debby.
"Iya, sama-sama." jawab Qin.
"Oh iya, ayo kita pergi." ajak Fredy.
"Nanti, tunggu Friska dulu." Qin menunjuk Friska.
Friska dibantu oleh Tiger, sampai naik ke atas permukaan. Mereka segera melanjutkan perjalanan, menuju ke tempat wisata taman hiburan.
"Kita harus tetap hati-hati, karena Kakakku menghilang disekitar lokasi ini." ucap Qin.
"Iya Qin, kita hadapi semuanya bersama." jawab Friska.
”Qin, aku berencana akan mengungkapkan perasaan padamu. Semoga saja, kita akan bersatu.” batin Fredy.
Krak! Krak!
Tanpa sengaja kaki Fredy menginjak sesuatu, ternyata itu adalah tengkorak. Debby dan Sisil berteriak, lalu saling berpelukan.
"Yaelah, kalian lebai banget deh. Cuma tengkorak doang loh." ujar Tiger.
"Meskipun tengkorak, namun bisa jadi tengkorak manusia." jawab Debby.
"Sudahlah, anggap saja tengkorak hewan." Revano memeluk Sisil.
Sisil membalas pelukan Revano. "Aku takut tengkorak manusia, yang mati karena terbunuh."
"Sudah, sudah, ayo kita segera pergi." Revano mengelus kepala Sisil.
"Siap sedia." jawab semuanya.
Mereka semua segera pergi, dari hutan lebat tersebut. Mereka berjalan, menuju ke taman hiburan.
"Wah, sepertinya seru banget Qin." ucap Sisil.
"Iya, ayo kita beli tiket masuknya." jawab Qin.
Seorang pria menghampiri mereka, sambil membawa beberapa tiket masuk. Lumayan banyak orang yang berkunjung, ke tempat wisata tersebut. Jadi hal wajar, bila tidak menaruh rasa curiga sama sekali.
"Qin, lihatlah ada kuda di sana." Debby menunjuknya.
"Seperti gak pernah lihat kuda aja." ledek Yoyon.
"Mungkin Debby mau naik kuda kali." ujar Friska.
"Benar tuh, makanya bertindak jadi kubu." timpal Tiger.
"Penghinaan kejam dan hakiki ini." jawab Debby.
Friska menanyakan tempat penginapan, pada para pekerja di tempat wisata. Mereka adalah kelompok pria, yang mengenakan baju hitam seragam. Tidak ketinggalan pula, topi besar berwarna hitam.
"Penginapan terletak jauh dari sini, harus melewati ladang jagung terlebih dulu." ucapnya.
"Iya, tidak apa-apa. Kami membutuhkannya untuk beberapa Minggu." jawab Friska.
Mereka diantar dengan menggunakan mobil truk, sambil memanjakan mata dengan daun jagung menghijau. Buahnya pun sudah berwarna kuning cerah, sepertinya sudah siap untuk dipanen.
"Bang, kalau boleh tahu kenapa jauh sekali tempat penginapannya?" Debby memberanikan diri bertanya.
"Iya, kalau mau keluar dari lokasi ini sulit." timpal Yoyon.
"Kalian bisa menghubungi tim kami." jawabnya santai.
Qin merasa ada yang janggal, dengan peraturan di taman tersebut. Terlebih lagi dengan sinyal ponsel, yang langsung menghilang ketika sudah menjauh dari taman hiburan.
”Aku harus tetap waspada dan berhati-hati. Kalung Kakak juga ditemukan tidak jauh, dari hutan seberang laut ini.” batin Qin.
Mereka menurunkan barang-barang yang dibawa, ketika sudah sampai di tempat tujuan. Sedangkan pria itu segera melajukan mobil truk, menjauh dari tempat penginapan.
Qin seperti merasa ada yang mengawasi pergerakan mereka, saat semua orang melangkahkan kaki hendak masuk ke dalam penginapan.
"Qin, kamu kenapa?" tanya Fredy.
"Aku kayak merasa diawasi aja." jawab Qin.
"Tidak ada siapa-siapa kok." bisik Ferdy.
"Tapi, aku merasa seperti ada yang mengikuti." bisik Qin.
"Kamu bawa 'kan semua perlengkapan detektif?" tanya Fredy.
"Iya, aku membawa perlengkapannya." jawab Qin.
Mereka berdua masuk ke dalam, tatkala mendapat teguran dari Tiger dan Revano. Mereka heran dengan Qin dan Fredy, yang seperti menyimpan rahasia besar.
"Apa si yang kalian bicarakan?" tanya Revano.
"Rahasia, biasalah urusan kami." jawab Qin, sambil tersenyum mengembang.
Mereka masuk ke dalam rumah penginapan, tanpa disadari ada orang menggunakan teropong. Dia sedang mengawasi pergerakan di rumah itu.
"Eh, kalau memang ini penginapan kok sepi banget. Apa tidak ada orang lain selain kita, yang menginap di sini?" tanya Yoyon.
"Aku juga tidak tahu, ini benar-benar terlihat sepi." jawab Tiger.
"Aaaa!"
Tiba-tiba terdengar suara Debby dan Sisil menjerit. Mereka semua segera berlari, ternyata hanya kelelawar terbang.
"Kalian berdua ini, sudah membuat jantung kami mau copot. Hanya kelelawar saja berteriak, apalagi ada buaya besar." gerutu Revano.
"Sayang, haruskah kamu memberi respon seperti itu pada pacarmu." jawab Sisil manja.
"Sisil, kamu lebai banget deh." ledek Friska.
"Urusin saja Tiger pacarmu." Sisil menjulurkan lidahnya.
"Tiger dan aku hanya berteman, bukan pacaran Sil." ujar Friska.
"Gak peduli, intinya kalian juga lebai." jawab Sisil.
"Suka sama suka, kenapa gak jadian." sahut Debby.
"Iya, seperti kami berdua." timpal Yoyon.
"Haduh, malas banget deh berdebat sama kalian berdua." Friska memutar kedua bola matanya.
Pada saat tengah malam, Yoyon tidak bisa tidur. Dia sengaja keluar rumah, untuk mencari udara segar. Dia pergi seorang diri, lalu duduk bersandar pada pohon.
"Cuaca malam ini mendung, pantas aja dingin banget. Mungkin, sebentar lagi akan turun hujan." monolog Yoyon.
Yoyon melihat seseorang berdiri, pada cahaya remang-remang. Posisi mereka lumayan jauh, meski sebenarnya mudah digapai. Pria itu mengenakan topeng, dengan membawa kapak. Yoyon tercengang dan cemas, saat pria itu mengangkat kapaknya. Kakinya tetap berdiri di tempat, meski pikirannya menyuruh berlari.
Yoyon bergemetar panas dingin, lalu memberanikan diri berlari. Pria itu terus mengejarnya, sampai Yoyon benar-benar lelah. Yoyon berteriak meminta tolong, namun tidak mendapatkan bantuan sama sekali. Teman-temannya sudah pada tidur, di dalam rumah penginapan tersebut.
Yoyon terus berlari di antara kumpulan pohon-pohon besar. Hingga dia merasakan sakit, saat tubuhnya terbelah dua. Yoyon tidak sengaja menabrak jebakan tajam, yang membentang di antara dua pohon. Ponsel Yoyon terjatuh, dan tewas seketika. Darah segar bercucuran dari tubuhnya, karena terluka dengan jebakan tersebut.
Debby terbangun dari tidurnya, lalu berjalan menuju dapur. Dia segera menuang air putih, dan meneguknya hingga sampai ke kerongkongan. Tiba-tiba saja, terdengar suara heboh di ruangan depan. Debby segera menghampiri Tiger dan Revano.
"Kalian berdua kenapa si, kok heboh tengah malam kayak gini." gerutu Debby.
"Maaf Debby, kami cemas melihat Yoyon tidak ada." jawab Revano.
"Yaelah, palingan juga keluar sebentar." jawab Debby.
"Coba kamu pikir, pintu ruang depan tidak terkunci. Ditambah lagi sinyal ponsel tidak ada, bagaimana Yoyon bisa dihubungi." jawab Tiger.
"Kita tunggu aja dia datang, kalau gak nongol juga kita cari dia. Sebentar lagi, malam akan berakhir juga." Debby melihat jam, yang menunjukkan pukul 03.00.
"Oke." jawab semuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!