Seorang gadis berusia tujuh belas tahun mengenakan seragam putih abu-abu baru saja memasuki rumahnya, tampak seorang pria berusia empat puluhan sedang duduk di ruang tamu menunggunya.
“Nak, akhirnya kau pulang juga. Kami sudah menunggumu sejak tadi.”
“Hah? Ayah, ada apa hari tumben kamu menungguku?” Belinda yang baru saja pulang sekolah dan baru menginjakkan kaki didalam rumah melihat ayahnya dan beberapa orang disekitar ayahnya. Dia mengeryitkan dahinya memandang heran. “Ayah? Siapa orang-orang ini?” tanya Belinda dengan curiga.
“Ehem…..Belinda. Kau harus menuruti ayah, saat ini ayah benar-benar membutuhkan bantuanmu. Pergilah dengan mereka dan turuti semua perintah mereka.”
“Apa? Tapi kenapa ayah?” Belinda sangat terkejut sampai matanya membelalak tak percaya. “Apa maksud semua ini ayah? Siapa mereka dan kenapa aku harus ikut dengan mereka? Apa ayah ada masalah dengan orang-orang ini?”
“Sudahlah Belinda! Jangan banyak tanya dan turuti saja apa yang ayah perintahkan!”
“Kami akan membawa putrimu sekarang. Kalian sudah membuang waktu kami terlalu lama dengan berdebat!” ujar seorang pria berusia tiga puluhan tahun lalu memberikan isyarat pada anak buahnya untuk mendekati Belinda.
“Ayah! Apa-apaan ini? Apa maksud ini semua ayah?” Belinda menoleh kearah pria yang tadi bicara, “Mau apa kalian? Jangan coba-coba mendekat!” wajah Belinda pucat ketakutan seakan hidupnya berada diujung tombak. Melihat penampilan para pria itu, tampaknya mereka bukan orang baik-baik.
“Tutup mulutnya! Jangan sampai tetangga curiga dan datang kerumah ini, gadis ini terlalu berisik!”
“Kalian mau apa...ppphhhh!” seorang pria memengangi Belinda dan menutup mulutnya dengan sapu tangan. Gadis muda itu semakin ketakutan saat dia merasakan pening dan segera akan kehilangan kesadaran.
“Ini uangmu! Jangan coba-coba mencari masalah dengan bos kami lagi. Kami akan membawa putrimu dan akan mengembalikannya setelah semua urusan bos kami selesai!” ujar seorang pria lalu menyerahkan sebuah koper berisi uang pada Cakra Birawa, ayah dari Belinda Alexandra Amani yang telah dibius pingsan.
Salah satu pria itupun langsung membopong tubuh Belinda dan memasukkan kedalam mobil lalu pergi. Cakra yang tersenyum puas melihat koper penuh uang dihadapannya, “Ha ha ha ha ternyata tidak buruk juga memiliki anak perempuan yang cantik! Setidaknya aku bisa bersenang-senang sekarang!”
**
“Ahhh…..dimana aku? Kenapa gelap sekali?” Belinda bertanya pada dirinya setelah dia sadar dan membuka matanya namun dia tidak dapat melihat apapun, semuanya gelap. “Apakah aku sudah mati? Apa aku berada didalam kubur?”
“Nona, apakah anda sudah bangun?” tanya sebuah suara menyadarkan Belinda bahwa dia tidak sendirian disana. Suara itu….suara itu adalah suara seorang perempuan.
“Ke---kenapa kau memanggilmu nona? Siapa kau?” tany Belinda cemas, dia hanya bisa melihat kegelapan tapi ada suara yang sepertinya berada didekatnya.
“Iya nona. Anda sudah bangun? Apakah anda lapar?” tanya wanita itu lagi.
“Emm...ya aku mungkin sudah bangun. Tolong aku kenapa mataku gelap?” Belinda baru menyadari bahwa matanya ditutup sebuah kain. “Kakiku! Tanganku….kenapa aku tidak bisa bergerak.” dia mencoba menggerakkan kaki dan tangannya, diapun terkejut.
“Lepaskan aku! Kenapa kaki dan tanganku diikat?” Belinda pun panik dan bicara dengan nada tinggi penuh ketakutan.
“Minum dulu nona agar anda tenang. Kalau nona sudah tenang maka saya akan jelaskan semuanya.”
Orang itu mengarahkan pipet kemulut Belinda, dia ingin menolak tapi dia merasakan tenggorokannya sakit dan kering. Belinda sudah tidak tahan menahan haus lalu langsung meminumnya. Sudah semalaman Belinda pingsan jadi wajar kalau dia haus.
“Terimakasih. Tolong jelaskan padaku ada apa ini? Dimana aku berada dan kenapa kedua kaki dan tanganku diikat?” tanya Belinda. Kini ingatannya telah kembali, tadi saat berada dirumah ada pria yang membekap mulutnya dengan obat bius dan pingsan, setelahnya dia tidak mengingat apapun.
“Tenangkan diri anda dulu nona. Jika anda sudah tenang maka kita bisa bicara.”
“Apa kau bilang? Tenang? Bagaimana aku bisa tenang jika mataku ditutup, tangan dan kakiku diikat? Aku tidak bisa melihat dan tidak bisa bergerak. Kau malah menyuruhku untuk tenang?” Belinda pun berteriak histeris.
“Coba kau berada diposisiku sekarang, apa kau bisa tenang? Kenapa kau menyuruhku untuk tenang saat ini, ha? Aku bahkan tidak bisa melihat dimana aku berada. Hanya mulutku saja yang masih bisa bicara. Kenapa tidak kalian bunuh saja aku sekalian?”
“Sebaiknya anda menenangkan diri nona. Jika anda seperti ini akan berakibat buruk pada dirimu nona.” kata wanita itu.
“Aku tahu kau seorang perempuan. Tolong aku! Tolong lepaskan aku! Aku mohon, aku tidak mau berada disini, aku tidak tahu dimana aku sekarang. Apa yang akan terjadi padaku?”
“Nona jika anda terus-terusan histeris seperti ini maka mereka akan memberikan anda obat bius lagi. Jadi lebih baik anda tenang.”
Ucapan wanita itu sontak membuat Belinda bergidik ngeri dan menahan airmatanya. Kain penutup matanya sudah basah oleh airmata, meskipun ketakutan namun Belinda mulai menahan emosinya. Bagaimanapun dia harus bertahan dan mencari cara untuk keluar dari tempat itu.
“Baiklah. Tapi tolong jelaskan padaku kenapa aku ada disini dan dimana ini? Aku akan tenang sekarang tapi tolong katakan sesuatu padaku. Aku takut sekali, aku mohon padamu.”
“Begini nona. Ayahmu sudah menjualmu pada karena dia berhutang banyak dan tidak sanggup membayar hutang-hutangnya.” pelayan wanita itu menceritakan semuanya pada Belinda sesuai catatan yang sudah diberikan padanya. Dicatatan itu tertulis rincian hutang dari Cakra Birawa.
“Apa? Ayah berhutang tiga milyar? Tidak mungkin! Ini tidak mungkin! Untuk apa ayahku berhutang sebanyak itu? Apa yang sudah dilakukannya dengan uang sebanyak itu? Kami bukan orang kaya dan hidup kami pun pas-pasan, ini semua tidak benar. Pasti seseorang telah menjebak ayahku dengan hutang sebanyak itu.” kata Belinda menyakinkan dirinya.
Selama ini kehidupan mereka memang pas-pasan bahkan kadang untuk makan saja mereka kesulitan. Tiga milyar rupiah adalah uang yang banyak, jika memang ayahnya mendapatkan uang sebanyak itu tidak mungkin hidup mereka susah.
“Kau pasti berbohong iyakan? Tidak mungkin ayahku berhutang sebanyak itu! Untuk makan saja kadang susah, tidak mungkin ayahku setega itu menjualku, ayahku sangat menyayangiku!” Belinda menangis tersedu-sedu tidak bisa percaya kalau ayah yang dia sayangi dan menyayanginya selama ini malah menjualnya untuk membayar hutang.
“Saya turut prihatin dengan keadaan anda. Mohon maaf kalau saya tidak bisa membantu nona.” ucap pelayan itu lagi. Perlahan tangisan Belinda pun reda.
“Tolong bantu lepaskan aku….aku mohon tolong bantu aku keluar dari sini. Aku akan bekerja keras untuk mendapatkan uang membayar hutang. Aku mohon padamu…..” Belinda memohon dengan suara memelas pada wanita itu.
“Maaf nona. Saya tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Saya hanyalah seorang pelayan disini dan tidak mempunyai kekuasaan apapun untuk membantumu.”
“Tidak bisa atau tidak mau? Tidak….tidak….bukan kau tidak bisa tapi kau memang tidak mau membantuku. Kasihanilah aku, kau juga seorang wanita apa kau tidak punya hati nurani sebagai sesama wanita?” bujuk belinda.
“Nona, tolong jangan membuatku berada diposisi sulit. Sebaiknya anda tenang dab bersikap kooperatif dan mengikut saja perintah yang diberikan maka anda akan baik-baik saja. Anda cukup menjalan tugas yang akan diberikan pada anda dan setelah itu anda pasti akan dilepaskan. Hanya itu saja yang perlu anda lakukan, anda pasti akan keluar dari sini setelah semuanya selesai.”
Hai readers.....selamat datang di novel baruku. Semoga kalian suka ya 👍👍 Mohon dukungannya ya jgn lupa follow, like & komen. 🙏🙏🙏🙏😊🥰
“Apa maksudmu?”
“Anda hanya akan bisa bebas jika anda menurut!” pelayan itu berkata tegas pada Belinda. “Saya rasa itu bukan hal yang buruk bagi anda.”
Apa maksudnya bicara begitu? Kebebasan jika menurut dan melakukan tugas? Apa yang mereka inginkan dariku? Siapa orang-orang ini? Tugas apa yang aku harus kerjakan? Belinda merasa cemas dan takut, pikirannya sudah buntu dan mumet.
“Bisakah kau menjelaskan padaku? Maksudmu apa?” tanya Belinda lagi.
“Anda akan tahu nanti. Yang penting anda jangan membuat kekacauan seperti tadi. Sekarang anda hanya perlu untuk menyiapkan diri dan melayani!”
“Melayani apa? Melayani siapa? Apa maksudmu? Kenapa kau membuatku bingung dengan semuanya? Tolong jelaskan padaku!”
“Hufff…...maksudku adalah persiapkan diri anda untuk melayani Tuan kami.” kata pelayan itu. Hati Belinda bergetar setelah mendengar ucapan pelayan itu.
‘Apa aku melayani sebagai pemuas nafsu? Oh Tuhan…..tolong aku. Tidak mau ...aku tidak mau melakukan itu!’ gumamnya dalam hati dengan ketakutan, seketika tubuhnya gemetar dan tenggorokannya kering dan keringat dingin mulai menetes dikeningnya. Ya Tuhan kenapa jadi begini? Apa salahku sehingga aku harus berakhir seperti ini?
“Aku tidak mau! Aku mohon padamu tolong jangan biarkan aku melakukan hal menjijikkan itu! Aku mohon belas kasihanmu, bantu lepaskan aku dan biarkan aku pergi dari sini. Aku masih muda, usiaku baru tujuh belas tahun. Tidakkah kau memiliki seorang putri? Tidakkah kau merasa kasihan padaku? Aku mohon biarkan aku pergi, tolong selamatkan aku!” Belinda terisak dan memohon tapi suasana hening dan tak terdengar lagi suara pelayan tadi.
Ceklek!
Suara pintu terbuka diiringi suara langkah kaki yang mendekat lalu menjauh meninggalkan ruangan. Belinda berusaha menajamkan pendengarannya untuk mengetahui situasi disekelilingnya.
“Tunggu! Jangan pergi! Aku mohon jangan tinggalkan aku disini! Aku mohon lepaskan aku, biarkan aku pergi dari sini!” Belinda terus berteriak tapi hanya suaranya saja yang terdengar. Tiba-tiba ada yang mengelus tangannya.
“Ahhh….! Siapa disitu? Apa ada orang?” pekik Belinda terkejut. ‘Siapa yang baru saja mengelus tanganku? Apakah dia Tuan yang dimaksud pelayan tadi? Tangan itu…..tangan yang menyentuhku tadi sepertinya tangan itu besar dan kuat. Tuhan aku mohon tolong aku, siapapun itu aku mohon tolong lepaskan aku dari sini! Kepanikan memenuhi hati Belinda ketiga tangannya kembali disentuh seseorang.
“Ahhh…..aku mohon jangan sakiti aku! Tolong jangan lakukan itu padaku, aku mohon Tuan!” Belinda kembali histeris saat sebuah tangan kembali menyentuhnya. Kini dia merasakan sentuhan tangan itu yang sudah merajalela kemana-mana.
Belinda mulai merasakan sesuatu yang aneh! Tubuhnya merinding. Belinda berusaha melakukan sesuatu untuk menolong dirinya, diapun menggerak-gerakkan tangan dan kakinya yang dirantai dengan harapan agar bisa terlepas. Tapi ikatan itu terlalu kuat karena kedua kaki dan tangannya diikat dengan rantai besi.
“Tuan! Aku mohon jangan lakukan ini padaku! Aku mohon kasihani aku, Tuan! Siapapun kau, tolong berhentilah dan jangan sakiti aku, Tuan!” Belinda memohon sambil terisak tapi sepertinya pria itu tidak peduli sama sekali, tangannya semakin liar dan mulai meremas bagian-bagian sensitif tubuh Belinda.
Tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan besar dan kuat itu meremas kedua dadanya. Gadis itu semakin ketakutan dan tubuhnya gemetar, sensasi aneh menyerang tubuhnya.
Tak ada suara apapun diruangan itu, hening. Hanya deru napas dan suara Belinda saja yang terdengar. Kini tangan besar itu merambah mulai membuka pakaian Belinda sehingga membuat gadis muda itu semakin ketakutan.
“Tuan, aku mohon berhentilah, tolong jangan buka pakaianku, Tuan! Aku mohon padamu jangan sentuh aku!….haahhhhh.” Belinda hanya bisa terisak saat dia merasakan udara dingin yang menerpa seluruh tubuhnya. Dia pun menyadari jika kini tubuhnya pasti sudah polos tanpa sehelai benangpun.
“Huupppp….” tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang kenyal dan basah menggelitik salah satu bagian tubuhnya yang istimewa sedangkan satu tangan lagi meremas dadanya. ‘Oh Tuhan apa yang terjadi padaku? Belinda berteriak sangat kencang diruangan itu tapi sepertinya pria yang kini sedang menikmati kehalusan tubuhnya tidak peduli.
Tangan besar itu semakin buas meraba dan meremas semua area sensitifnya, sebuah benda basah yang menjilati dan mengulum dadanya mengalirkan getaran elektrik ke sekujur tubuh Belinda. Dia masih tujuh belas tahun dan tidak pernah merasakan sentuhan seorang pria.
Ini pengalaman pertamanya disentuh oleh seorang pria yang tidak dikenalnya dan lebih tragisnya dia bahkan tidak dapat melihat wajah pria itu apakah dia seorang pria muda atau pria tua yang seumuran ayahnya. Tangan pria itu besar dan kuat, Belinda merasakan sentuhan kulit tubuh pria itu yang menggesek tubuhnya.
Tubuh pria itu terasa keras dan padat jadi Belinda menilai jika pria itu pasti bertubuh kekar dan kuat. Sebuah tangan besar itu kini berada dibawah perut Belinda dan mulai berkenalan dengan area sensitifnya, jemari pria itu menyentuh hingga area itupun basah. Belinda sudah kehilangan akal, dia tidak memahami apa yang terjadi pada tubuhnya. Otaknya menolak tapi tubuhnya malah menerima.
“Aku mohon Tuan. Tolong hentikan!” Belinda mencoba memohon walaupun tubuhnya malah menggeliat, Belinda berusaha menahan dirinya agar tidak terbuai. Tapi ******* keluar dari bibirnya. Suaranya yang serak memohon belas kasihan justru terdengar mendayu-dayu dan meningkatkan keingan pria yang mendengar suara gadis itu.
Belinda berusaha meronta tapi bibirnya tak bisa lagi diajak bekerjasama. Bibirnya malah mengeluarkan suara ******* membuat pria itu semakin beringas menyentuh dan menggigit bagian-bagian sensitifnya.
“Tuan! Tolong...aku mohon jangan lakukan ini. Aku belum pernah melakukan ini sebelumnya. Tolong lepaskan aku….aku mohon Tuan.” suara memelas diiringi ******* yang keluar dari mulut Belinda malah semakin meningkatkan gairah pria itu. Tiba-tiba sesuatu yang besar dan panjang memasuki tubuhnya. JLEB.
“Ahhhhhh…..” Belinda merasakan sakit dan perih ditubuh maupun hatinya. Dia menangis kencang ketika milik pria itu menembus masuk dan memenuhi liang miliknya, merobek selaput dara yang selama ini dijaga dengan baik.
Sakit! Hanya itu yang dirasakannya dan rasa sakit itu perlahan semakin perih saat tubuhnya dihentak-hentak dengan kuat penuh gairah. Pria itu sungguh kuat, staminanya baik dia bergerak diatas tubuh Belinda yang baru saja direnggut kesuciannya.
Pria itu seperti kehilangan kendali diri saat merasakan gadis itu masih perawan. Gadis muda yang menjadi pemuas nafsunya kini tak bisa lagi merasakan apapun ditubuhnya. Pria itu menghunjam dan menghunjam entah sudah berapa lama, Belinda tidak sadarkan diri lagi. Keesokan harinya saat dia terbangun masih dengan mata yang ditutup kain. Belinda merasakan sekujur tubuhnya sakit, terutama bagian bawah perutnya yang masih sakit dan perih.
Semalam pria itu benar-benar memuaskan hasratnya sampai berjam-jam. Meskipun Belinda sudah pingsan tapi dia terus saja menghunjamnya berulang kali. Itulah mengapa Belinda merasakan sakit disekujur tubuhnya. Tapi satu hal yang dia sadari jika tubuhnya ditutupi pakaian. ‘Siapa yang memakaikan pakaianku? Apakah pria itu yang melakukannya?
Suara derap kaki mendekati Belinda dan duduk disampingnya. “Nona makanlah dulu.” seorang pelayan mulai menyuapkan makanan ke mulut gadis itu. Dia tak menolak karena memang sudah merasa lapar akibat tenaganya terkuras sepanjang malam.
Suapan demi suapan masuk kemulutnya hingga tak ada makanan tersisa dipiring, lalu pelayan itu memasukkan pipet kedalam mulutnya. “Minumlah.”
“Apakah kau yang memakaikan bajuku?” tanya Belinda penasaran.
“Iya nona. Saya juga yang membersihkan tubuhmu. Tuan kami menyukai kebersihan.” ujar pelayan itu.
“Hmm….sampai kapan aku akan berada disini?”
“Sampai nona menyelesaikan tugas.”
“Tugas apa? Kalian membuatku bingung. Aku dirantai, mataku ditutup dan seorang pria datang tadi malam dan menyentuh.” Belinda menahan amarah dan ketidakberdayaannya berada ditempat itu. Sudah sekian lama dia ditahan disana dan hanya terbaring di ranjang dengan keadaan kedua kaki dan tangan yang terikat serta mata yang tertutup. Hanya kegelapan yang menemani hari-harinya.
“Maaf nona. Saya tidak tahu apa-apa.” ujar pelayan itu lalu pergi meninggalkan Belinda. Ruangan itu kembali hening, Belinda merasa pasrah pada nasib, dia ibarat tahanan yang sudah melakukan kejahatan besar sehingga dia dikurung, dirantai dan matanya ditutup.
Tak ada yang bisa dia lakukan, yang dia tahu ada pelayan yang datang memberinya makanan, membasuh tubuhnya dan memakaikannya pakaian. Dunianya gelap, dia tidak bisa melihat apapun.
...****...
Kini hari-hari Belinda berada dalam kegelapan. Dia mulai terbiasa dengan gelap meskipun dia sering ketakutan, dia tidak bisa membedakan siang dan malam. Matanya masih ditutup dengan kain, hanya dua hari sekali penutup mata itu dibuka.
Tapi dia tidak bisa melihat apapun karena setiap kali penutup matanya dibuka, ruangan tempatnya dikurung gelap gulita, semua lampu dan dimatikan. Seorang pelayan akan membantunya membasuh wajah. Dia tidak pernah bisa melihat ruangan tempatnya dikurung, yang dia tahu ada penjaga yang menjaga diluar pintu ruangannya.
Dua minggu kemudian, pintu terbuka dan beberapa derap langkah memasuki ruangan dan berjalan menghampirinya.
“Nona, apakah anda sudah bangun?” tanya pelayan yang biasa datang.
“Emmm…..ada apa?”
“Disini ada seorang dokter yang akan memeriksa anda.”
“Tidak perlu! Aku tidak sakit! Pergi sana!” teriaknya. Dia lelah dan tak berdaya, hampir tiap malam seorang pria masuk keruangan itu dan menyentuhnya hingga seluruh tubuhnya terasa sakit dan remuk.
“Ini perintah Tuan kami. Tolong kerjasamanya dan selesaikan tugasmu nona.”
“Aku bosan mendengar kata-kata itu. Aku sudah melayaninya, apa itu belum cukup? Kapan tugasku akan selesai? Kenapa tidak kalian bunuh saja aku?”
“Tuan kami akan melepaskan nona jika tugasmu sudah selesai. Sekarang turuti saja perintahnya, biarkan dokter memeriksamu.”
“Terserah!”
Dokter pun memeriksa kondisi kesehatan Belinda sesuai perintah Tuan Besar. Setelah selesai, dia pun bergegas keluar ruangan bersama pelayan. Ruangan itu kembali hening, hanya suara napas Belinda saja yang terdengar menderu memenuhi ruangan yang berada diruang bawah tanah sebuah rumah mewah diatas perbukitan yang menghadap ke laut lepas.
“Bagaimana hasilnya?” tanya seorang pria yang duduk di sofa sambil menghisap cerutu. Wajahnya memiliki rahang kuat dan tegas, wajahnya dingin dengan tatapan mata yang tajam menghunus.
“Maaf Tuan. Kondisi tubuhnya lemah, dan sepertinya dia tertekan dan depresi berada diruang gelap itu. Ini saya resepkan vitamin dan obat untuknya.” ujar dokter itu.
“Apakah dia hamil?”
“Tidak ada tanda-tanda kehamilan.”
“Hem….asistenku akan mentransfer bayaranmu.”
“Baik. Terimakasih Tuan. Saya permisi.” ujar dokter itu lalu membungkuk hormat dan pergi.
“Pengawal! Pergilah ke apotik dan beli sesuai yang ada diresep.” perintah pria itu.
“Baik, Tuan.”
Pria itu kembali menghisap cerutunya, tatapannya ke jendela besar yang mengarah ke pantai. Dia menghela napas panjang lalu meletakkan cerutunya. Pikirannya jauh menerawang, sesekali tampak dia mengeryitkan keningnya, tatapan matanya tajam dan dingin. Tak ada seorangpun yang melihatnya akan mampu menelusuri jalan pikiran pria itu.
“Tuan, ini obat dan vitamin yang sudah saya beli.” ujar seorang pengawal yang sudah kembali dari apotik. “Apakah ada perintah lain yang bisa saya kerjakan?”
“Berikan obat itu pada kepala pelayan dan suruh dia segera menemuiku!”
“Baiklah, Tuan. Saya permisi.” ujar pengawal itu sambil membungkuk hormat dan pergi. Tak berapa lama kepala pelayan datang menemui pria itu.
“Saya datang, Tuan. Apa yang bisa saya lakukan.”
“Berikan obat dan vitamin itu pada gadis itu, pastikan dia memakannya setiap hari dan berikan dia makanan bergizi. Siapkan dia untuk malam ini!” pria itu menatap tajam kearah pelayan itu.
“Baik, akan saya lakukan sesuai perintah Tuan.”
Pria itu mengangkat tangannya dan memberikan kode menyuruh kepala pelayan itu pergi. Pria itupun pergi menuju kamar utama.
...****...
Tepat pukul sembilan malam, pria bertubuh kekar dan berwajah dingin itu memasuki sebuah ruangan gelap yang berada dibawah tanah. Dua orang pengawal berjaga-jaga didepan pintu ruangan itu, saat mereka melihat kedatangan tuannya, mereka pun membungkuk memberi hormat dan membukakan pintu. Setelah dia masuk pintu pun tertutup kembali, dia menyalakan lampu dinding.
Hanya seberkas cahaya temaram dari lampu dinding yang menerangi ruangan itu membuat suasana romantis, diatas ranjang tampak seorang gadis terbaring dengan kedua kaki dan tangan terikat.
Malam ini, gadis itu tampak menggairahkan dengan mengenakan lingerie berwarna merah sangat kontras dengan kulit putih mulusnya.
Sudut bibir pria itu terangkat melihat penampakan didepannya, ada kepuasan dalam hatinya melihat hasil kerja kepala pelayan yang dimintanya untuk menyiapkan gadis itu malam ini. Tanpa mengeluarkan suara dia berjalan mendekati ranjang, matanya memindai seluruh tubuh gadis itu.
Perlahan tangan besarnya mulai menyentuh paha. “Siapa itu? Berhenti! Jangan menyentuhku!” suara teriakan gadis itu terdengar.
Pria itu semakin liar menjamah setiap bagian gadis itu tanpa peduli teriakan marah sipemilik, tangan besarnya merobek lingeri yang dikenakan gadis itu menampilkan tubuh polos nan mulus.
Tak ingin membuang waktunya, dia mengambil sebuah saputangan dan menyumpal mulut gadis itu yang tak henti mengumpat marah. Hanya dengan satu hentakan penyatuan pun terjadi, karena mulutnya disumpal gadis itu hanya bisa mengeluarkan suara-suara lemah.
Sama seperti malam-malam sebelumnya, pria itu melakukan penyatuan sepanjang malam. Kekuatannya diatas ranjang membuat gadis itu kembali pingsan dan tak menyadari sudah berapa lama pria itu menikmati tubuhnya.
Saat pagi menjelang, dia terbangun karena merasakan sesuatu yang dingin menyentuh tubuhnya. Dia bisa merasakan jika seorang pelayan sedang membersihkan tubuhnya dengan handuk basah. “Apa yang kau lakukan? Aku mohon ijinkan aku mandi sekali saja!” ujarnya memelas.
“Hiks…..hiks….hiks….kenapa kalian begitu kejam padaku? Sudah berapa lama aku disekap disini tanpa bisa melihat apapun?” tangisnya pilu.
“Nona, sebentar lagi dua orang pelayan akan datang untuk memandikanmu. Aku hanya mengelap saja karena Tuan yang memerintahkan.”
“Pergi! Tuanmu sangat kejam dan menyiksaku hampir setiap malam! Apa kalian tidak punya hati, ha? Kau juga perempuan tapi kenapa kau tidak mau menolongku?”
“Maaf---maaf saya tidak bisa melakukan apapun. Nona cukup bersabar saja hingga masanya tiba nona akan keluar dari sini. Biarkan kami merawat nona selama berada disini.”
“Hiks….hiks….aku sudah tak sanggup lagi. Bisakah kamu minta Tuanmu melepaskan ikatanku?”
Pelayan tak menyahut, mereka melanjutkan pekerjaan memandikan Belinda dengan tangan dan kaki yang dirantai, lalu mengeringkan rambut dan mengenakan pakaiannya. Seorang pelayan memberishkan ruangan. Setiap harinya ruangan itu dibersihkan dan mengganti seprai setiap kali tuan mereka selesai memuaskan hasratnya.
Belinda kembali duduk diranjang dengan tangan dan kaki diikat serta mata yang masih ditutup kain. Suara derap langkah dan pintu tertutup menandakan para pelayan sudah keluar dan meninggalkan Belinda sendirian diruang gelap itu.
“Suatu hari nanti jika aku bisa keluar dari tempat ini dengan selamat, aku pastikan akan membalaskan dendamku pada kalian semua yang sudah menghancurkan hidupku! Ayah…..kau orang pertama yang akan kucari, kau harus membayar perbuatanmu padaku!” gumam Belinda menitikkan airmata. Meskipun kecil harapannya untuk keluar dari tempat itu tapi dia berusaha menghibur dirinya dan kuat untuk bertahan.
*Visual BELINDA ALEXANDRA AMANI
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!