Woe …, berhenti …!” teriakan orang-orang yang sedang mengejar seorang anak muda menggegerkan warga satu satu komplek.
Ia terus berlari dengan masih mengenakan seragam putih abu-abunya menembus keramaian orang lalu lalang tengah berjalan.
“Minggir …, minggir …!” anak muda itu terus saja berlari, ia begitu lincah melompati beberapa pagar pembatas rumah, melewati gang-gang kecil. Hingga ia keluar dari perumahan dan menuju ke ramainya jalan raya, tapi orang-orang itu tidak lelahnya mengejar anak laki-laki yang masih berusia delapan belas tahun itu.
"Jangan lari …! berhenti …!” terdengar teriakan dari orang-orang dengan jas hitam itu terus mengejarnya, mereka lebih dari lima orang dengan aerophone di salah satu daun telinganya.
Tapi tetap saja teriakan mereka tidak membuat anak itu mau berhenti, ia malah semakin mengencangkan larinya.
“Gue harus sembunyi nih …!” ucap anak laki-laki itu saat melihat dari kejauhan pria-pria dewasa itu tetap mengejarnya . Apa lagi saat ini kakinya sudah sangat pegal, ia sudah berhenti di ujung jalan, ada dua persimpangan jalan di sana. Tampak anak itu mengedarkan pandangannya mencari-cari sesuatu yang bisa di jadikan tempat bersebunyi.
“Itu mobil!” senyumnya mengembang saat melihat sebuah mobil terparkir tepat di depan sebuah toko.
Anak laki-laki itu pun segera berlari mendekati mobil yang berhenti di pinggir jalan itu, dan akhirnya ia memilih berhenti tepat di balik mobil itu. Ia bersembunyi di sana, berharap tidak aka nada yang melihatnya.
Tapi tiba-tiba pemilik mobil itu membuka pintu mobilnya, dan betapa terkejutnya dia saat di bawahnya ada seseorang. Seorag gadis yang kebetulan sedang turun itu hampir saja berteriak, tapi anak laki-laki itu segera meletakkan jari telunjuknya di depan bibir gadis itu.
“Huusssstttt …!” ia juga menahan tubuh gadis itu agar tidak berbuat sesuatu yang membuat dirinya ketahuan.
Mereka terus bersembunyi di balik mobil itu hingga orang-orang berjas hitam yang mengejarnya berlalu.
“Hahhhh, syukurlah!” ucap anak laki-laki itu sambil memegangi dadanya membuat gadis yang tidak tahu apa-apa itu semakin kesal.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya gadis itu dengan sedikit berteriak.
Cantiknya ....., batin anak laki-laki itu sambil sambil melongo mengagumi wajah gadis itu.
“Hei, kamu gila ya? Aku bicara padamu!” ucap lagi gadis itu sambil mengibas-kibaskan tangannya di depan wajah anak laki-laki itu.
“Ya, aku tergila-gila sama kamu!” ucapnya seperti tanpa beban, penampilannya berantakan, seragam putih yang tidak di kancingkan dengan rambut yang tidak tertahan pula.
“Ya Allah dia benar-benar gila.” gumam gadis itu sambil menggelengkan kepalanya,
Tapi baru saja hendak meninggalkan anak-anak laki-laki itu, anak laki-laki itu kembali menarik tubuhnya membawanya bersembunyi kembali ke dalam mobil.
"Apa-apaan sih!?" keluh gadis itu, tapi dengan cepat anak itu kembali membekap mulut gadis itu.
"Husttttt!"
Rupanya para pria berjas hitam itu kembali lagi.
“Pinjem mobilnya bentar ya!”
Anak laki-laki itu segera mendorong tubuh gadis itu hingga keluar dari dalam mobil dan ia pun menyembunyikan dirinya di sana.
"He_!" hampir saja gadis itu menggedor kembali pintu mobil tapi segera ia urungkan saat ia melihat dari kejauhan ada empat orang pria dewasa berwajah seram sedang menuju ke arahnya.
“Kemana dia? Cepet banget ngilangnya! Bisa di marahi bos kalau kayak gini.” ucap salah satu dari pria itu dengan nafas yang nos-ngosan.
“Itu ada orang!” salah satu dari mereka menunjuk anak gadis itu. Mereka pun segera berjalan mendekat.
“Nak …, kamu lihat anak laki-laki pakek seragam putih abu-abu, ganteng, rambutnya agak panjang lari lewat sini nggak?” tanyanya, meskipun penampilannya cukup menyeramkan tapi dia bertanya-tanya sopan.
Jangan-jangan orang-orang ini mau nyulik bocah tadi ...., batin gadis itu.
“Oh yah itu ya …!” gadis itu melirik pada anak laki-laki yang sedang bersembunyi di dalam mobil itu, anak laki-laki itu melotot padanya
.
“ Yang tubuhnya tinggi kerempeng ya?” tanya gadis itu lagi pada orang-orang itu.
“Iya benar!” jawab orang-orang itu dengan begitu senang.
“Tadi lari ke sama sih om …!” jawab gadis itu dengan menunjuk ke arah pertigaan jalan, wajahnya tidak memperlihatkan jika ia sedang gemetar atau takut.
“Benar ke sana?" tanya pria itu meyakinkan lagi,
"Iya om!"
"Baiklah, terimakasih ya nak!”
Setelah mendapatkan petunjuk dari gadis itu, orang-orang itu meninggalkannya,
Setelah yakin semua aman, gadis itu pun segera mengetuk kaca mobilnya setelah memastikan orang-orang itu sudah benar-benar pergi.
Tuk tuk tuk
“Ayo buruan keluar, mereka sudah pergi!” ucap gadis dengan wajah manis itu.
Anak laki-laki itu pun segera keluar dari dalam mobil gadis itu. “Makasih ya_!” anak laki-laki itu menghentikan ucapannya seperti tengah mengingat sesuatu, "Kiandra!"
"Hahhh, dari mana tahu namaku?" tanya gadis itu penasaran, pasalnya baru kali ini mereka bertemu.
"Tuh!" anak laki-laki itu menunjuk ke arah casing ponsel yang berada di genggaman gadis itu.
"Sama-sama_!" sama seperti yang di lakukan anak laki-laki itu, gadis bernama Kiandra itu juga melakukan hal yang sama, "Elan!"
"Terimakasih mau mengenalku!?" ucap anak laki-laki itu dengan percaya diri.
"Issstttt! Aku hanya baca tag nama kamu di seragam berantakan mu itu!"
"Tidak masalah!" ucap anak laki-laki itu dengan entengnya.
Gadis itu pun mengamati wajah anak laki-laki itu dengan seksama, seperti begitu penasaran kenapa anak seusia dirinya bisa di kejar-kejar orang-orang yang jelas-jelas usianya jauh lebih tua dari dirinya.
“kamu berurusan sama rentenir ya, masih kecil juga sudah di kejar-kejar penagih utang!” ucap gadis itu sambil berkacak pinggang, jilbab panjangnya berkibar karena di terpa angin.
“Enak aja …, jangan asal bicara ya kamu! Emang cowok setampan aku pantes punya utang?”
“jangan salah jaman sekarang banyak orang manfaatin ketampanannya Cuma buat pinjaman uang, atau morotin tante-tante garang!”
“Kenalkan aku Elan! Di dalam kamus Elan, tidak ada yang namanya utang!” ucap anak laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya.
“Nggak penting! Sudah tahu nama kamu!” ucap gadis itu dengan begitu ketus.
“Ma …!” gadis itu segera melambaikan tangannya mengabaikan tangan Elan yang menggantung di udara ketika seorang wanita cantik berjalan menghampiri mereka.
Sepertinya ia baru saja keluar dari kantornya, tampak dari baju kerja yang melekat di tubuhnya.
Kiandra langsung memeluk wanita yang di panggil ma itu,
"Sudah lama ya nunguin mama?" tanya wanita yang tidak kalah cantik itu.
"Bentar kok ma, ayo ma!" Kiandra langsung menarik tangan mamanya tapi wanita itu menahannya, ia tertarik melihat anak laki-laki yang berdiri tidak jauh dari putrinya itu.
"Dia siapa, Kia?" tanyanya pada Kiandra.
“Hay tante!” sapa Elan dengan senyum yang selalu ia banggakan bisa mengubah dunia wanita.
“Ma …, nggak usah liat dia!” ucap gadis itu sambil menarik tangan mamanya agar tidak melihat Elan.
“Sayang …, tapi dia siapa?” tanya wanita itu setelah memeluk putrinya itu.
“Nggak penting ma …, ayo ma! Orang gila kali ma, baru keluar dari rumah sakit jiwa!” jawab Kiandra yang tidak mau terlalu banyak berurusan dengan Elan.
“Orang gila kok pakek seragam!” gumam mamanya tapi gadis itu tetap menarik tangan mamanya masuk ke dalam mobil.
“Da …, tante cantik …!” ucap Elan sambil melambaikan tangannya saat mobil itu sudah meninggalkan Elan seakan tidak perduli dengan kejutekan gadis itu.
“Dasar gadis sombong!” gerutu Elan saat mobil itu sudah benar-benar berlalu dari pandangan matanya, ia kembali duduk di trotoar jalan seperti sedang berpikir. Mungkin ia harus ke suatu tempat agar terlepas dari tugas beratnya.
***
Kini Elan sudah berada di sebuah asrama pria yang di sediakan oleh sekolah bagi siswa-siswa berprestasi. Ia di tempat itu bukan untuk mencari tambahan pelajaran tapi ia ingin numpang tidur di kamar sahabatnya, Damar.
“Boleh ya gue ngenip sini? Semalam aja deh …!” Elan memohon. Ia terus mengikuti kemanapun damar pergi, termasuk ke kamar mandi kalau boleh.
“Ntar kalau bokap lo nyariin ke sini bagaimana, mati dong gue di gorok sama anak buat bokap lo!” ucap damar terlihat begitu keberatan, ia tengah duduk di sofa sambil mengeringkan rambutnya yang basah karena baru saja mandi.
“cemen banget sih lo, emang lo tega liat gue tiduran di jalan?” ucap Elan dengan menunjukan wajah minta di kasihani itu.
Damar menghentikan tangannya yang sibuk mengeringkan rambutnya, ia menoleh pada sahabatnya itu, “Emang lo di usir sama bokap lo?” tanyanya penasaran.
“Nggak!” jawab Elan singkat, seperti biasa tanpa permisi ia mengambil makanan milik Damar yang berada di atas meja.
"Stop ya Elan, itu jatah makan malam ku!" ucap Damar sambil menggetok tangan Elan.
"Pelit amet sih, aku juga lapar!?"
"Siapa suruh keluyuran, di rumah tingga duduk diam menikmati fasilitas mewah masih juga kurang Lo!"
"Enak di sini, bro!"
"Jangan bikin masalah ya buat gua! Emang Lo ngapain sih kabur-kaburan?"
“ Gue di suruh ikut pelajaran tambahan ama bokap gue gara-gara gue nggak pernah belajar dengan benar!”
“Ya elahhhh, gitu aja kabur! Makanya Lan, belajar yang bener!”
“Gue udah belajar, ya emang yang gue pelajari nggak sama, sama yang keluar di ujian!”
“ngeles aja loh!” ucap Damar sambil melempar handuk ke wajah tampan Elan.
“Gue numpang mandi, makan sekalian pinjem bajunya!” ucap Elan sambil berjalan menuju ke kamar mandi.
“Di kasih hati minta jantung ya lo, nglunjak banget! Sana nginep di rumah Rehan!” teriak Damar kesal karena Elan sudah masuk ke dalam kamar mandinya.
“Nggak mau …, nyokapnya galak banget!” teriak Elan dari kamar mandi.
“Nggak pa pa deh, asal adik lo buat gue!” ucap Damar yang ternyata sudah lama mengagumi adik perempuan Elan, cantik memang tapi tidak kalah galaknya sama Elan, mereka hanya beda satu kelas saja.
Jika orang tidak memperhatikan mereka dengan benar, mereka lebih mirip tom and jerry. Setiap kali bertemu selalu berantem. Adik perempuannya bernama Keysa, biasa di panggil Key.
“Enak aja lo …, gue nggak sudi ya punya ipar kayak lo!”
“Ya udah nggak usah nginep di sini lagi” ancam Damar.
“pokoknya boleh nggak boleh gue tetep mau nginep sini!” Elan tidak kalah memaksanya.
Bersambung
Maaf ya baru bisa up sekarang, semoga kisah Elan dan Kiandra bisa mengobati rasa penasaran kalian tentang perdebatan yang berkelanjutan antara Rendi si dingin dan Alex si arrogant ya, gimana mumetnya istri-istri mereka saat anak-anak mereka saling jatuh cinta tapi suami ya saling bermusuhan.
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
Ig @tri.ani5249
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Seorang wanita cantik dengan jilbab instannya yang begitu pas melingkar di kepalanya itu terus saja mondar mandi di depan rumah, ia seperti tengah menunggu seseorang.
“Kemana sih dia?” ucapnya dengan wajah panik. Sesekali ia juga melihat jam yang melingkar di tangannya, mengurung waktu yang seolah-olah berjalan begitu lambat.
Hingga seorang pria dengan jas rapi menghampirinya dan segera memeluknya dari belakang.
“Jangan cemas seperti itu!” ucap pria itu, meskipun perlakuannya hangat tetapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan wajah dinginnya.
“Gimana mas kalau Elan benar-benar nggak pulang?” tanya wanita itu,
Pria berwajah dingin itu segera memutar tubuh wanita yang berstatus sebagai istrinya itu.
Wanita berusia tiga puluhan tahun itu segera mendongakkan kepalanya mencoba menggapai wajah pria dingin yang sudah dua puluh tahun itu menjadi suaminya.
“Biarin aja, dia memang keras kepala!” ucap pria itu dengan santainya pastinya dengan nada dingin seperti biasanya, meskipun tampak cuek tapi pria dingin itu begitu menyayangi putranya.
Wanita itu bernama Nadin, ia menyebirkan bibirnya,
“Ya …, kayak kamu!” ucapnya ketus.
Nadin segera melepaskan pelukan suaminya dan meninggalkannya begitu saja.
"Sayang, jangan ngambek!?" ucap sang suami dengan suara sedikit tinggi tapi Nadin bahkan enggan untuk menoleh ataupun menghentikan langkahnya.
Ia berjalan cepat menuju ke ruang keluarga dan menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang itu, seakan cara itu bisa sedikit mengurangi rasa kesal dalam dirinya.
"Susah banget ngurusin dua orang yang sama-sama keras kepala, bapak sama anak sama aja, emang!?" keluhnya sambil memegangi kepalanya yang terasa pening.
Sang suami ternyata tidak mau kalah, ia mengikuti Nadin dan duduk di sampingnya.
"Ngapain ke sini? Sudah sana pergi!?" usir Nadin, ia memilih duduk membelakanginya dengan tangan yang melipat sempurna di depan dada.
“Jangan marah dong!" rayu sang suami sambil memegang kedua bahu Nadin, tapi dengan cepat Nadin menepisnya,
"Jangan pegang-pegang, awas ya pegang sekali lagi, aku potong tuh tangan!"
"Sadis banget!?"
"Makanya jangan macam-macam, awas aja kalau Elan nggak pulang, pokoknya mas nggak boleh tidur di rumah."
"Trus aku tidak di mana, sayang?"
"Terserah kamu dong, pikir aja ndiri!?" ucap Nadin acuh.
"Besok anak itu juga pulang sendiri kalau kehabisan uang saku! Jadi jangan khawatir ya.” rayu sang suami.
“Nggak …, aku maunya dia pulang sekarang! Kalau enggak_!" ancam Nadin lagi.
"Masak kamu lebih sayang Elan sih dari pada aku, sayang!?"
Nadin tidak suka dengan ucapan sang suami, ia pun segera membalik badannya, ia berdiri dan berkacak pinggang,
"Bisa-bisanya ya mas kamu ngomong kayak gitu, itu Elan loh mas, Elan anak kita! Kamu itu nggak tahu mas bagaimana susahnya nglairin anak! Taruhannya nyawa, kalau sampai terjadi apa-apa sama Elan gimana?!” omel Nadin membuat sang suami hanya bisa menelan Salivanya.
“Tapi aku tahu gimana di susahin saat hamil!” gumam sang suaminya tanpa berani mengeraskan suaranya takut jika istrinya semakin marah saja.
Hik hiks hiks
Tiba-tiba Nadin menangis histeris, membuat sang suami semakin panik,
"Sayang, kamu kenapa?" tanya sang suami.
"kamu keterlaluan mas, jadi selama ini nggak iklas jagain istri kamu yang sedang hamil? Iya?"
Yahhh salah bicara lagi ...., batin sang suami.
"Bukan gitu sayang!?"
"Ya udah kalau gitu nggak usah di hamili aja istrinya! Aku sudah hamil dua kali mas gara-gara kamu!”
Astaga …., dia pendendam sekali …., batin sang suami. Meskipun ia punya ratusan bawahan dan begitu di segani karena kedisiplinannya, tetap saja ia seorang pria, seorang suami yang nggak bisa menang melawan istri.
Karena keributan mereka terdengar sampai di depan, seorang gadis yang masih dengan seragamnya yang baru saja turun dari mobilnya tampak menajamkan telinganya,
"Itu suara orang nangis ya? Kayaknya suara bunda!?"
Dengan cepat gadis berusia enam belas tahun itu berlari ke dalam rumah, dan benar saja ia melihat bundanya menangis.
Ia segera menghampiri bundanya itu.
“Bun …, ada apa nangis?" tanyanya tapi Nadin masih terus menangis membuat gadis itu menoleh pada ayahnya,
Yahhhh tambah lagi nih salah fahamnya, pria itu segera menggelengkan kepalanya.
"Pasti gara-gara ayah ya?” tanya gadis itu yang sudah memeluk bundanya.
Kena lagi kan!? Memang laki-laki selalu salah ....
"Enggak Key, sungguh ayah nggak ngapa-ngapain bunda!?" pria itu membela diri.
"Ayah nggak usah ngeles ya!?" anak perempuan itu sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasan sang ayah.
“Kenapa jadi aku yang di salahkan?” gumam pria itu lagi, ia memilih diam sampai semuanya tenang.
“Bun …, bunda kenapa?” tanya gadis itu pada Nadin. Dan Nadin pun segera menghentikan tangisannya, menatap putrinya sambil mengusap sisa-sisa air matanya.
“Abang kamu kabur, Key …!” ucap Nadin, dan gadis yang di panggil Key itu malah tersenyum.
“Key tau dimana anaknya, bun. Nggak usah khawatir!” ucap Key dang santainya membuat ayah dan bundanya segera menatap padanya dengan penuh tanda tanya.
"Di mana?" tanya mereka berdua secara bersamaan,
Key pun hanya tersenyum,
"Key!?" panggil kedua orang tuanya,
“Baiklah akan key kasih tahu, tapi ada syaratnya!” ucap Keysa dengan penuh kemenangan. Itu yang di tunggu-tunggu dan ini saat yang paling tepat.
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
Ig @tri.ani5249
...Happy reading 🥰🥰🥰...
“Baiklah akan key kasih tahu, tapi ada syaratnya!” ucap Keysa dengan penuh kemenangan. Itu yang di tunggu-tunggu dan ini saat yang paling tepat.
"Apa?" tanya ayah dan bundanya bersamaan dan Key pun tersenyum,
"Liburan ini Key dibolehin ke Bali sama temen-temen nggak pakek pengawal!"
"NGGAK!?" jawab kedua orang tuanya tegas.
"Ya udah kalau nggak mau, ke capek mau tidur!!" ucap Key, lalu beranjak dari duduknya tapi segera di tahan oleh bundanya.
"Jangan gitu dong sayang, baik deh boleh nggak pakek pengawal tapi sama bunda!"
"Sama aja boong dong, Bund!?" Keysa hampir saja berjalan kembali, tapi kini gantian ayahnya yang menahan.
"Baiklah ayah ijinin!?"
"Beneran yah?" tanya Key tidak percaya.
"Hemmm, Sekarang bisa kasih tahu ayah kan di mana Abang kamu?"
Key pun kembali duduk dan mulai memberitahu keberadaan sang kakak laki-lakinya yang lumayan bandel.
...***...
Tok tok tok
Tiba-tiba pintu di ketuk saat dua remaja yang ada di dalamnya sedang melakukan aktifitas yang berbeda. Sangat berbeda bahkan nggak ada sambungannya, tapi persahabatan mereka tidak memandang perbedaan sepertinya. Satunya sibuk dengan buku-bukunya dan yang satunya malah asik main game di plays station.
“Tamu lo Mar, buka gih!” teriak Elan yang tampak serius dengan layar tv nya, ia merasa risih mendengarkan suara pintu di ketuk terus menerus.
Tapi sepertinya sahabatnya itu tidak mendengar ketukan karena kedua telinganya tengah di tutup headset agar tidak terganggu dengan suara berisik dari Elan yang tengah bermain game.
Karena tidak ada sahutan dari sahabatnya itu, Elan pun mengambil sebuah bantal kecil dan melemparnya pada sang sahabat, membuat sahabatnya yang bernama Damar itu segera melepas headset nya,
"Apaan sih Lan, resek amet?"
"Tamu tuh!?" ucap Elan sambil memelongokan kepalanya ke arah pintu.
“Lo aja lah Lan, gue lagi ngerjain tugas nih! Sayang banget di tinggal!” tolak Damar. Tampak begitu banyak buku di depannya, sepertinya banyak tugas yang harus ia selesaikan.
“Gue juga sibuk, Mar! kalau gue tinggal nih mainan, gue bakal kalah! Jadi pecundang dong gue!" jawab Elan yang nggak mau kalah.
"Emang Lo udah jadi pecundang!?" gerutu Damar lirih tapi masih bisa di dengar oleh Elan.
"Jangan sembarang ngomong ya Lo, gue timpuk pakek asbak tahu rasa Lo!"
"Sadis banget jadi temen Lo!?" gerutu Damar tapi ia benar tidak bisa menolak lagi, ia memilih berdiri dari duduknya dan hendak membuka pintu,
"Lagian siapa lagi sih namu jam segini!?" gerutu Damar yang berjalan ke arah pintu.
"Itu mungkin Rehan, katanya setelah kelas musiknya berakhir dia mau ke sini!” ucap Elan tanpa beralih dari layar plays stasionnya.
Berbeda dengan Elan, Damar pun segara menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada Elan,
“Lo ngundang dia?” tanya Damar tidak percaya, bakal tambah berisik kamarnya saat di penuhi sahabat-sahabatnya yang suka berisik dan jarang tidur malam.
“Iya!” jawab Elan dengan santainya.
Hehhh
Damar menghela nafas kesal,
Ngalamat begadang lagi nih malam ini ..., keluh Damar dalam hati, ada atau tidaknya Elan di kamarnya benar-benar tidak mendatangkan manfaat sama sekali malah menghabiskan jatah makannya.
Untung sahabat kalau enggak udah gue lempar ke jalanan, batin Damar sambil menggelengkan kepalanya menatap Elan yang masih dengan santainya bermain game.
Ia sudah membayangkan jika kedatangan satu lagi sahabatnya, pasti dia tidak akan bisa belajar dengan tenang.
Anak laki-laki dengan kaca mata tebalnya itu pun segera berjalan menghampiri pintu yang masih tertutup rapat.
Ceklek
Damar begitu terkejut saat melihat siapa yang datang,
“kalian!?" ucapnya sambil beralih menatap sahabatnya yang masih begitu santai di depan game.
Empat orang pria dewasa ber jas hitam menerobos masuk melewati tubuh Damar yang kerempeng begitu saja dan mencari seseorang yang menjadi target utamanya.
“Tuan muda, kami di minta ayah anda untuk membawa anda pulang!” ucap salah satu dari mereka saat sudah berdiri mengitari Elan, sepertinya dia ketua geng hitam-hitam itu.
Hehhhh, akhirnya berakhir sudah pelarianku ....,
Melihat kedatangan mereka, Elan masih bisa bersikap tenang,
“Kalau gue nggak mau?” jawabnya dengan santai walaupun sebenarnya ia masih berusaha mencari cara agar bisa lepas dari para pengawal suruhan ayahnya itu.
“ jika anda melawan kami di ijinkan untuk menyakiti anda, dan membawa anda secara paksa!” ucap pria berjas hitam dengan aerophone di telinganya itu dengan tegas tanpa mengubah posisi tubuhnya sedikitpun.
“Apa-apaan ini, kalian yakin berani?!” Elan segera berdiri dan meninggalkan stik plays station nya dan bersiap untuk melawan. Ia sudah memasang kuda-kuda. Tapi gerakannya itu sama sekali tidak berpengaruh kepada empat pria dengan penampilan tegas itu.
"Mohon maaf, tapi ini tugas!"
"Apaan tugas-tugas!?" protes Elan, "Ayo lawan aku, ayo!?" ucap Elan dengan begitu sok berani.
Tapi hanya dengan satu kali hentakan saja, dua orang sudah berhasil membawa Elan keluar dari kamar Damar dengan hanya satu tangan saja.
“he he …, lepasin …, awas ya kalian berani sama gue!” teriak Elan , saat badannya sudah melayang di antara kedua lengan kekar anak buah ayahnya itu.
Ahhhh, syukurlah ...., batin Damar lega.
Damar malah membuka lebar pintunya saat anak buah ayahnya Elan membawa keluar Elan.
“E …, Damar …, jangan diam saja, ayo bantu gue!” teriak Elan saat melewati tubuh Damar.
"Kalau bisa sekalian di ikat aja pak, jangan sampai lepas lagi!?" ucap Damar dengan santainya membuat Elan melotot padanya.
"Awas ya Lo, lihat aja besok. Gue nggak bakal traktir Lo ya!?" ancam Elan.
"Apaan, seringan gue yang traktir !?" ucap Damar tidak terima.
"Tolongin gue, besok gue traktir deh, satu Minggu penuh!?" teriak Elan yang sudah di masukkan ke dalam mobil.
Dan Damar hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya. Elan di bawa ke mobil dan tidak di biarkan untuk kabur lagi.
Mobil pun mulai berjalan meninggalkan asrama tempat damar tinggal, Elan di apit dua pria dengan tangan yang sama sekali tidak di lepas sedangkan di bangku depan ada dua orang juga, satu duduk di balik kemudi dan satu di sebelahnya yang menjadi komandan regu mereka.
“Kalian benar-benar ya! Bikin gue esmosi aja …!” keluh Elan yang masih berusaha melepaskan tangannya.
“Maaf tuan muda! Tapi ini perintah ayah anda!” ucap pria yang menjadi komandannya.
"Ayolah om Ajun, jangan keterlaluan gini. Emang Elan ini tahanan apa pakek di pegangin kayak gini!?" protesnya pada pria yang menjadi komandan itu.
"Asal tuan muda tidak banyak tingkah, ayah anda tidak akan melakukan ini!?"
"Tuan muda, tuan muda apa sih, biasa aja kali om ngomongnya." protes Elan, ia paling tidak suka jika di panggil tuan muda. Ia merasa itu terlalu kaku untuknya.
"Ntar om Ajun mau Elan aduin sama Tante Dini kalau om Ajun sudah kasar sama Elan, mau!?" ancam Elan dan pria yang duduk di kursi depan itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Beneran ya, Elan aduin nanti!?" ancamnya lagi, tapi sepertinya ancamannya benar-benar tidak mempan.
"Terserah lah!?"
Akhrinya Elan menyerah, ia menyandarkan punggungnya ke sandara kursi,
"Sudah lepasin, aku juga nggak bakalan bisa kabur!?" ucapnya karena tangannya tidak juga di lepaskan meski tangannya sudah terasa sakit.
"Lepaskan!?" ucap Ajun dan kedua anak buahnya barulah mau melepaskan tangannya.
"Kalau om Ajun yang ngomong aja baru nurut, dasar kalian." keluh Elan, ia pun melipat kedua lengannya di depan dada dan mulai memejamkan matanya berharap bisa tidur atau sekedar memikirkan jalan keluarnya agar tidak kena marah ayahnya.
...Sahabat bukan orang yang selalu mengetahui kebaikan atau keburukan kita, tapi sahabat adalah orang yang bahkan tahu keanehan kita dan mampu tertawa dengan keanehan yang kita miliki...
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
Ig @tri.ani5249
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!