NovelToon NovelToon

Di Antara Rosario Dan Tasbih

Bab 1

❤️🤍❤️🤍❤️🤍

Jika pertemuan akan berakhir perpisahan maka lepaskanlah untuk kebaikanmu karena cinta tak perlu bahasa apapun untuk mengungkap semuanya.

❤️🤍❤️🤍❤️🤍

Bab 1

Suara adzan Ashar telah berkumandang, kini Anas tengah bersiap untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim dan setelah itu dia akan bertolak ke Mesir untuk mengejar Renata dan Andre yang dimana mereka terlibat jaringan mafia internasional.

"Jadi berangkat??" tanya Abi Hamzah pendek.

"Jadi Abi, Anas pamit untuk melakukan apa yang ingin Anas lakukan." pinta Anas sembari memakai peci hitamnya.

"Lakukan lah nak jika itu keinginan hatimu tapi pesan Abi mu ini cuman satu dan kamu sudah tahu kan?." tanya Abi Hamzah kembali.

Anas mengangguk dan memberikan jalan untuk Abi Hamzah terlebih dahulu.

"Jadi Imam shalat sebelum berangkat tugas negara nak." pinta Abi Hamzah ke Anas.

"Baiklah Abi." pendek Anas sembari berjalan di samping Abi Hamzah.

Masjid Pondok Pesantren An-Nur kini menjadi saksi terakhir sebelum Anas berangkat menuju Mesir. Sebuah tatapan mengarah ke sebuah kamar milik Shinta dan tersenyum lah Anas sembari menggeleng pelan.

Setelah shalat Ashar selesai kini Anas telah bersiap untuk menunggu jemputan dari kesatuannya dengan memakai pakaian lengkap tentaranya. Shinta yang tengah berbincang dengan Umi Fatimah kini di minta Umi Fatimah untuk berbicara empat mata dengan Anas.

"Berbicaralah dengan Anas nak, Umi yakin kamu kuat menghadapinya." pinta Umi.

"Baiklah Umi." ucap Shinta menunduk.

Umi Fatimah menarik Abi Hamzah yang tengah menemani Anas menikmati rokoknya. Abi Hamzah mengerti keinginan istrinya tersebut menatap Anas kemudian menatap Shinta.

"Abi tinggal, Shinta mau bicara" ucap Abi Hamzah beranjak dari duduknya.

Anas menoleh ke arah Shinta yang sudah berdiri di samping Umi Fatimah akan tetapi Umi Fatimah memberikan isyarat untuk memintanya berbicara dengan Shinta. Kedua insan berbeda jenis kini hanya diam, Anas yang sedang menghindari bertatapan dengan Shinta kini mencoba mencari topik pembicaraan begitu juga dengan Shinta.

"Aku mau berangkat lagi ke Mesir. Dan tolong jangan beritahu Aisha tentang kepulanganku yang sebentar ini." Anas membuka obrolan.

Shinta menghembuskan nafas nya pelan dan mengatur detak jantung nya agar tidak di dengar Anas.

"Renata masih di sini Mas, untuk apa ke Mesir? Bagaimana dengan Nona Muda Aisha??" tanya Shinta.

"Jaga dia Shinta dan jangan bilang apapun jika tidak benar benar di perlukan dan perlu di ingat Renata saat ini masih dengan Fatihkan? Akan tetapi jaringan nya berpusat di Mesir." jelas Fatih menunduk ke arah Shinta.

Anas dan Shinta kembali terdiam akan tetapi dering ponsel milik Anas membuyarkan semuanya.

"Aku berangkat Shinta, aku titipkan apa yang aku miliki dan jangan pernah khawatir, aku pasti kembali tapi jangan menunggu ku jika ada yang memintamu" ucap Anas sembari membakar sebatang rokoknya kembali.

Shinta melongo mendengar ucapan Anas, wajahnya berubah menjadi merah. Abi Hamzah segera menghampiri Anas untuk mengantarkan ke mobil kesatuan milik Anas bersama Umi Fatimah dan tentunya Shinta.

Semua tentara memberikan hormat ke arah Anas yang berpangkat Letnan Kolonel dan Anas membalas hormat dan meminta waktu untuk berpamitan ke Umi Fatimah dan Abi Hamzah nya.

"Anas berangkat dulu Umi." ucap Anas mencium telapak kaki Umi Fatimah.

"Berangkatlah nak, jaga Shalat dan ibadah mu yang lainnya dan ingat di sini ada yang menunggumu." ucap Umi Fatimah sembari menatap Shinta.

"Baik Umi, Abi, Anas berangkat." ucap Anas kembali bersimpuh di depan Abi Hamzah.

Abi Hamzah mengangguk dan mengangkat tubuh Anas untuk berdiri di depannya.

"Berangkat selamat pulang juga selamat, jangan lakukan hal yang di larang Agama, pamit ke Shinta juga, ayo Umi kita masuk." ajak Abi Hamzah menggandeng tangan Umi Fatimah.

Anas kembali memberikan kode ke arah tentara yang tengah menunggu nya dan tentara mengangguk mengerti dengan membalikkan badannya.

"Shin, aku berangkat dulu, bagaimanapun juga aku harus menyelesaikan apa yang perlu aku selesaikan." ucap Fatih menunduk di depan Shinta.

"Iya Mas, tapi bukan karena Renata dulu kekasihmu??" pertanyaan Shinta membuat Anas tersenyum ke arahnya.

"Itu nanti aku jawab, oh ya, berikan ini ke Riko dan Ayah Ahmad Fatihurahman, ini berkas kejahatan milik Renata dan Andre yang dulu pernah melamar Aisha" ucap Anas seraya memberikan berkas ke Shinta.

Shinta menerima dan menatap manik mata milik Anas sebelum Anas berangkat dan Anas membalas tatapan Shinta dengan tersenyum.

"Mau peluk? Sini kalau mau peluk" ucap Anas menantang Shinta untuk memeluk dirinya.

"Maaf Mas, Shinta balik dulu, hati hati di jalan. Assalamualaikum wr wb." ucap Shinta sembari mengatur degup jantungnya mendengar permintaan Anas.

"Waalaikumsalam wr wb, love you Shinta." lirih Anas.

Anas membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju mobilnya, di lihatnya kembali Pondok Pesantren An-Nur yang kini akan menjadi obat kerinduan nya selama bertugas di Mesir kelak.

Anas memasuki mobilnya akan tetapi matanya melotot melihat seorang perwira dengan pangkat sama dengannya dan tertulis sebuah nama "Alvan H."

"Assalamualaikum wr wb, anda siapa??" tanya Anas menyelidik ke arah perwira yang tengah menatapnya.

"Waalaikumsalam wr wb, saya? Oh ya saya Letnan Kolonel Alvan, dia istrimu??" tanya Alvan menunjuk ke arah Shinta yang tengah menatap mobil.

"Bukan." pendek Anas.

"Santai bro, kita rekan, dan ini berkasnya Renata kan??" tanya Alvan ke arah Anas.

"Ya benar." pendek Anas kembali.

"Ayolah bro, kita rekan, kamu pikir aku ingin merebut kekasih mu itu? Tenang bro aku sudah menikah." ucap Alvan sembari menunjukkan cincin pernikahan nya.

Anas mengangguk dan menatap ke arah kursi penumpang di depannya, matanya memicing dan tersentak ketika melihat seorang pemuda dengan pangkat bintang satu di bahunya.

"Waalaikumsalam wr wb, selamat datang Letnan Kolonel Anas, perkenalkan, saya Iqbal." ucap Iqbal memperkenalkan dirinya.

"Siap Jenderal!!" ucap Anas memberikan hormat ke arah Iqbal.

"Bawa santai saja Anas, sudah siap untuk berangkat? Buronan kita bukan kaleng sarden." ucap Iqbal dingin.

"Hah? Kaleng sarden??" tanya Anas polos.

"Ya, dia telah menembak Tria dan Ridwan juga saat menjaga anaknya di rumah mereka. Padahal sasarannya orang di sebelahmu." ucap Iqbal melirik Alvan.

Alvan yang mendapatkan lirikan dari Iqbal hanya meringis menampilkan deretan gigi putihnya ke arah Anas.

"Dendam pribadi??" tanya Anas pendek.

"Lebih tepatnya dendam tidak di nikahi Alvan." ucap Iqbal.

"Hah? Maksudnya gimana komandan??" tanya Anas kembali.

"Ceritanya panjang, yauda woi berangkat!!" teriak Iqbal ke arah ajudannya yang masih menghabiskan rokoknya.

Kini Anas menerka siapa Renata sebenarnya dan ada apa dengan Renata selama menghilang dulu dan apakah Renata yang sama dengan pikiran Alvan?

Apakah itu benar Renata? ataukah?????

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Yuk ikutin ceritanya yuk, masih squel dari Jalan Cinta Aisha Khumairah.

Bab 2

❤️🤍❤️🤍❤️🤍

1 Korintus 16:14

Lakukan segalanya dengan cinta

❤️🤍❤️🤍❤️🤍

Bab 2

Setelah menempuh jarak tiga belas jam perjalanan udara, kini Anas tiba di kedutaan besar Indonesia untuk Mesir. Dengan pakaian lengkap prajurit kini dia mengambil berkas dan menyelesaikan beberapa paspornya untuk tinggal lebih lama di Mesir.

"Bro, laper??" tanya Alvan.

"Nanti aja makannya, mau shalat dulu hampir Shubuh juga." ucap Anas sembari merapikan peralatan tempurnya.

"Nih kunci apartemen mu, kamar ku di depan mu tepat." ucap Alvan sembari melemparkan kunci apartemen milik Anas untuk di tinggali.

"Apartemen? Bukankah kita tidur di markas??" tanya Anas tak percaya menatap kunci apartemen miliknya.

"Kita sekarang jadi Intel bro, nih kartu identitasmu, lagian Mas Iqbal juga sudah ngurus semuanya jadi kita tinggal tangkap Renata dan Andre beserta anteknya yaitu Aryani." ucap Alvan membersihkan loker miliknya.

"Aryani? Yauda tak tinggal dulu, ikut shalat??" tanya Anas.

Alvan mengangguk sebagai jawaban dan segera menunjukkan tempat musholla terdekat di kantor kedutaan besar Indonesia saat ini.

Setelah selesai menghabiskan waktu setelah Shubuh kini Anas menatap dan membaca perlahan dokumen berisikan data dan aktivitas Andre dan komplotannya.

"Bro, nanti di lantai satu apartemen kita itu tempat para pasukan kita jadi jangan bergerak sendiri, ya meskipun dirimu memiliki gerak cepat tapi harus di ingat kita bekerja sebagai Tim, ingat ya kita ini Tim!!" pertegas Alvan yang tengah menyetir mobil, sementara Anas yang berada di kursi depan penumpang hanya bisa menghela nafas.

Bagi Anas, bergerak sendiri lebih cepat daripada harus membawa Tim karena dia memiliki prinsip untuk tidak membuat terluka orang orang di sekitarnya dan dekat dengannya. Anas menatap keluar kaca mobil, di saat matanya mulai terlelap tiba-tiba Alvan mengerem mobilnya secara mendadak.

"Astaghfirullah, Alvan!! Ada apa??" teriak Anas.

"Tuh ada yang mau bunuh diri loncat di situ tuh." tunjuk Alvan ke seorang wanita yang bersiap menjatuhkan tubuhnya dari atas jembatan.

Anas yang terkejut segera membuka pintu mobilnya dan berlari ke kerumunan orang-orang yang tengah membujuk wanita muda itu untuk turun. Anas segera berjalan perlahan sembari menunjukkan kartu identitasnya ke polisi Mesir dan akhirnya Anas mengetahui jika wanita tersebut memiliki wajah Indonesia.

"Assalamualaikum wr wb, Nona, bisa kita bicara sebentar? Apakah tidak tertarik untuk tidak terjun??" tanya Anas hati hati.

Wanita itu menoleh ke arah Anas dan terkejut karena dia berbicara bahasa Indonesia.

"Jangan mendekat!! Kau mendekat aku loncat!!!" teriak wanita muda tersebut.

"Lompat aja kalau berani Nona, lagian masih muda juga pasti langsung enak tuh malaikat membabat ruh mu setelah mati nanti." ucap Alvan di seberang Anas.

Anas mendelik ke arah Alvan akan tetapi Alvan hanya tertawa melihat Anas yang mendelik ke arahnya.

"Oke oke kita jelaskan baik baik Nona, ada apa sebenarnya? Jangan ambil cara instan untuk menyelesaikan masalahmu Nona." pinta Anas.

Wanita muda itu menggeleng pelan dan berteriak sangat keras.

"Aku benci dia!!! Aku benci dia yang hanya ingin memilih wanita lain selain aku!!. Apa salahku?!! Aku hanya ingin di cintai!!" teriak wanita itu ke arah Anas.

"Baik baik Nona, Nona ingin di cintai? Memangnya dia kemana Nona??" tanya Anas yang berjalan pelan ke arah wanita muda itu untuk di ajak berkompromi.

"Dia, dia memilih wanita lain!! huhuhuhuhuhuhu, aku salah apa Tuhan, aku mencintai nya huhuhuhuhuhuhu." wanita muda itu kembali menangis.

Anas yang sudah dekat dengan wanita muda itu segera menarik tubuh nya untuk di selamat kan tapi sayang sekali, wanita itu memeluk Anas sangat erat sembari menangis sangat keras.

"Nona sabar, coba tenangkan hati dan pikiran Nona, nih minum dulu." ucap Anas sembari memberikan sebotol air mineral ke arah wanita tersebut.

"Terimakasih, maaf aku telah berfikir pendek untuk mengakhiri hidupku tapi kali ini aku tak tahu harus bagaimana melanjutkan hidupku ini." ucap wanita itu sembari meneguk habis air mineral nya.

"Haus neng? Masih enak air kan neng? Gitu mau bunuh diri." sindir Alvan.

"Terimakasih, namaku Shanti Zivanna Yance, kamu??" wanita itu mengulurkan tangannya untuk berterimakasih sekaligus berkenalan.

"Anas Ibnu Hamzah, maaf." balas Anas sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya.

"Oh maaf, kamu??" Shanti berganti menanyakan nama ke Alvan.

"Alvan, sudah beristri Ria, mau pulang kemana kau??" tanya Alvan.

Wanita itu menggeleng pelan dan menatap bergantian ke arah Alvan dan Anas.

"Kenapa? Jangan bilang kau ombesia." ucap Alvan.

"Ombesia? Amnesia Van, jangan di bolak balik." Anas berbicara sedikit ketus.

"Sama jenisnya, mau pulang kemana kamu??" tanya Alvan kembali.

"A..aaakkkuu di usir dari rumah." ucap Shanti terbata bata.

"Haduh, ribet ini Nas, kita bawa ke kantor polisi aja." bisik Alvan.

Shanti menoleh ke arah Alvan yang mengatakan ingin membawanya ke kantor polisi.

"Tolong jangan ke kantor polisi, saya tak ingin di penjara."

ucap Shanti penuh ketakutan.

Anas menatap wajah Shanti lekat, hatinya berkata seperti ada yang sama dengan seseorang tapi apakah mereka?.

"Aku boleh ikut kalian?. Aku bayar deh per-hari nya." ucap Shanti seraya menunjukkan dompetnya berisikan uang Pound Mesir.

"Maaf mbak, tapi kita tidak ada tempat." ucap Anas.

"Pokoknya aku ikut kalian!!" teriak Shanti ke arah Alvan dan Anas.

Anas kemudian menarik Alvan sedikit menjauh dari wanita yang bernama Shanti untuk berdiskusi.

"Gimana nih Van? Dia gak mau di taruh kantor polisi, kalau di bawa juga nanti yang ribet kita, kita kan menyamar." ucap Anas sembari menatap Shanti yang tengah menunggu jawaban mereka berdua.

"Kalau dia mau bayar sewa gak apa Nas, taruh aja di lantai delapan, kan apartemen kita tingkat sampai dua ratus tiga puluh enam." balas Alvan.

"Kamu yang nanggung dia, berani??" tantang Anas.

"Kamu lah, kan pangkat mu lebih tinggi sedikit dari aku meskipun sama sama Letnan Kolonel tapi dirimu yang sudah terlebih dahulu." tukas Alvan.

"Duh, yauda nanti atur biar aku yang nanggung dia." ucap Anas berlalu ke arah Shanti.

Anas menjelaskan bahwa dia sedang bekerja paruh waktu di Mesir dan menjelaskan bahwa dia tinggal di sebuah apartemen.

"Baiklah tak masalah, tapi tolong jaga aku karena aku saat ini..." ucapan Shanti terputus karena melihat seseorang yang tengah mencari keberadaan nya.

Anas segera menoleh ke arah pandangan Shanti akan tetapi tangan Anas di tarik Shanti sangat keras.

"Ayo kita berangkat." ajak Shanti sembari menarik tangan Anas.

"Lepas Nona!!!" teriak Anas.

Kini mereka bertiga satu mobil akan tetapi suasana mobil sunyi sepi hingga sampailah mereka bertiga di sebuah apartemen yang di jaga ketat oleh pasukan khusus dari TNI.

"Selamat datang Letnan!!!" Sapa seseorang yang memberikan hormat ke arah Anas.

"Terimakasih atas penyambutannya, bagaimana kelanjutan untuk pengejaran mereka berdua??." Tanya Anas ke arah laki laki yang berpangkat Prajurit Satu di depannya.

"Siap!! Kabar terakhir bahwa mereka menyerang seorang wanita di kantor dan membuat wanita itu masuk rumah sakit komandan!!" Ucap tegas prajurit di depan Anas.

"Baiklah, nama mu siapa??" Tanya Anas sembari mengecek revolver di tangannya.

"Siap, nama Yoga Dewa Diandra!! Lulusan tamtama dan baru bertugas hampir dua tahun!!" Ucap tegas pratu Yoga.

Setelah Anas berbincang dengan beberapa anak buahnya berjumlah kurang lebih dua puluh lima terkait permintaan untuk menambah kamar apartemen untuk Shanti kini kembali ke Shanti yang tengah melongo menatap Anas.

"Kamu pasukan khusus??" tanya Shanti.

Anas tak menjawab pertanyaan Shanti dengan berjalan lurus tanpa menoleh ke arah Shanti.

"Ini kunci kamarmu dan di lantai delapan." ucap Anas seraya memberikan kunci kamar apartemen untuk Shanti.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa komentarnya ya gaes, terimakasih.

Bab 3

❤️🤍❤️🤍❤️🤍

Ketika kedatangan mu mengucapkan kabar gembira ku lantas siapa pelipur di saat lara ku? apakah hati memang untuk di buat seperti itu? di Cintai untuk di benci? di miliki untuk di tinggal kan?

❤️🤍❤️🤍❤️🤍

Bab 3

Anas tak menjawab pertanyaan Shanti dengan berjalan lurus tanpa menoleh ke arah Shanti.

"Kunci kamarmu dan di lantai delapan." ucap Anas seraya memberikan kunci kamar apartemen untuk Shanti.

Shanti mengangguk dan berterima kasih ke Anas akan tetapi pemuda itu sudah naik lift duluan.

Dalam lift Anas dan Alvan hanya saling diam, mereka masing-masing memikirkan sesuatu yang tak ingin di ungkap.

"Nanti setelah Dzuhur kita mulai memata-matai Nas, barusan dapat kabar jika komplotan Andre membunuh pengusaha nomor tiga di Mesir. Kamu siap??" tanya Alvan memecah keheningan.

"Ya insya Allah siap, kenapa tidak sekarang saja??" Anas balik bertanya.

"Percuma, mereka menggunakan bom bunuh diri dan itu mengatasnamakan keyakinan kita berdua, emang mau mengintrogasi mayat??" tanya Alvan sembari membakar rokoknya.

Anas mangut mangut setuju perkataan Alvan, lift menunjukkan angka enam dan akhirnya mereka turun dan berjalan ke arah masing-masing kamar mereka.

Dalam kamar, Anas merenung dan dengan segera membongkar tas nya, akan tetapi matanya menangkap benda berbentuk lingkaran dan di penuhi manik manik, ya!! itu Tasbih lebih tepatnya ada sebuah surat di dekat Tasbih tersebut.

"Jika waktu bisa di ulang maka aku ingin mengulanginya bersamamu akan tetapi jodoh tak akan pernah tahu kemana, siapa dan dimana kita bertemu, jangan lupakan ibadah mu Mas Anas.

^^^Shinta ZY "^^^

"ZY?? Siapa nama Shinta sebenarnya? Makasih Shinta untuk selalu mengingatkan aku ibadah." senyum Anas sembari menata pakaian nya ke lemari apartemen nya.

Anas menatap setiap sudut apartemen nya dan segera mencari informasi terkait masjid terdekat dari apartemen nya.

"Lumayan jauh jika harus berjamaah di masjid tapi tak apa lah, oh ya kabar Aisha gimana ya??" ucap Anas bermonolog.

Pintu apartemen Anas di ketuk oleh seseorang dan akhirnya Anas bersiap membukakan.

"Halo, boleh aku masuk? Aku kesepian di kamar." ucap Shanti.

"Waalaikumsalam wr wb, maaf, saya harus istirahat juga nona Shanti." ucap Anas menunduk.

"Oh istirahat, maaf kalau gitu, oh ya tadi aku menguping sedikit pembicaraan anggotamu tentang Andre dan Renata? Yakin mau menangkap mereka??" tanya Shanti serius.

"Maaf itu bukan urusan Nona, ada yang mau di ucapkan lagi??" tanya Anas.

"Aku hanya ingin memberikan ini. Sebagai ucapan terimakasih dariku ke kamu." ucap Shanti memberikan makanan dan minuman untuk Anas.

"Makasih. Ini ayam woku??" tanya Anas antusias.

"Ya makanlah, aku mau keluar dulu. Bye." ucap Shanti berlalu dari depan kamar Anas.

"Terimakasih Nona. Waalaikumsalam wr wb." ucap Anas sembari menatap Shanti yang melangkah.

"Mirip siapa ya dia? Apakah mungkin mirip dia??" batin Anas menatap Shanti yang tengah berjalan ke arah lift.

Anas segera tak ambil pusing, dengan segera dia melahap makanan yang baru di terimanya sambil menikmati beberapa lagu dari ponselnya.

Setelah habis Anas segera beranjak ke depan kamarnya untuk menemui Alvan akan tetapi Alvan yang sudah berdiri di depan pintu kamar Anas dengan setelan celana jins dan kaos biru lengan panjang dan tidak lupa kacamata terpasang di atas kepalanya.

"Assalamualaikum wr wb. Sudah siap untuk menyelidiki??" tanya Alvan.

"Waalaikumsalam wr wb, kita Dzuhur dulu setelah itu cari makan dulu untukmu." balas Anas.

"Untukku? Kamu ndak??" Alvan balik bertanya.

"Sudah barusan selesai, di kasih wanita tadi." ucap Anas sembari memasukkan revolver di tasnya.

"Oh yauda. Sepertinya dia mirip dengan wanita yang pernah aku lihat bro." ucap Alvan berjalan di samping Anas menuju lift.

Anas hanya diam mendengarkan rekannya yang berbicara dan mengangguk sebagai jawabannya.

"Tapi entah itu benar atau ndak juga sih, takut nya salah juga." ucap Alvan mengekor masuk ke dalam lift.

"Tak masalah, apakah ada berita lagi terkait Renata dan Andre??" tanya Anas berkacak pinggang.

"Aku jelaskan nanti runtutan jejak kriminal milik Renata dan Andre karena mereka ada sangkut-pautnya dengan Aryani juga." Alvan memberikan foto Aryani ke Anas.

"Siapa dia??" tanya Anas pendek.

"Kenal keluarga besar Mukti, Wicaksono dan Al-Fatih??" Alvan kembali bertanya.

"Kalau Al-Fatih kenallah. Kan mereka keluarga besar mertuanya adikku, ada apa dengan mereka bertiga??" Anas mengamati foto Aryani mengingat seseorang yang persis dalam foto tersebut.

"Hah? Beneran? Nas!! Kamu harus menjaga adikmu dan keluargamu!!" seruan Alvan memekakkan telinga Anas.

"Bisa biasa saja ndak? Ada apa sebenarnya??" Anas mendengus kesal.

Alvan tak menjawab ucapan Anas hanya kembali memberikan berkas bertuliskan Secret Document ke Anas. Anas melongo menatap Document yang hampir setebal skripsinya itu.

Setelah tiba di lantai satu, beberapa pasukan atau lebih tepatnya prajurit untuk mendampingi Alvan dan Anas bertugas sudah siap dengan berjumlah lima belasan.

"Assalamualaikum wr wb, sudah siap semuanya Yoga??" tanya Anas.

"Siap sudah Ndan!! kita berangkat dengan lima belas orang di tambah komandan jadi jumlahnya tujuh belas." prajurit itu memberikan hormat.

"Bisa biasa saja? Jangan terlalu formal Yoga." ucap Alvan.

"Ya benar yang Alvan bilang, kita bawa temanmu empat orang saja, sisanya nanti ketika kita mendapatkan hasil di lapangan." ucap Anas menatap kelimabelas pasukannya.

"Siap komandan!!" teriak Yoga kembali.

"Ish ish ish, ku bilang biasa saja ***." umpat Alvan sembari mengetuk jarinya di dahi Yoga.

"Siap!! Maaf Ndan!!" Yoga menunduk memberikan hormat sebagai permintaan maaf.

"Yauda ayo kita berangkat, saya Dzuhur dulu." ucap Anas sembari membuka pintu untuk keempat prajuritnya.

"Siap Ndan, komandan sudah makan??" tanya Yoga.

"Alvan belum, aku sudah, nanti kita cari makan juga untuk kalian." ucap Anas duduk di kursi kemudi.

"Bro, ngapain duduk situ? Minggir!!" ucap Alvan menarik tangan Anas untuk keluar.

Anas mengalah dan beranjak ke kursi depan penumpang. Shanti menghampiri mereka berdua.

"Mau kemana? Oh ya barusan aku beli ini untukmu dan dia sisanya ini untuk kalian berempat." ucap Shanti memberikan satu kresek penuh berisi nasi berlogo Kaefsi.

"Terimakasih, maaf kita harus berangkat, assalamualaikum wr wb." ucap Anas sembari menerima pemberian dari Shanti.

"Oh iya, hati hati, bye." ucap Shanti melambaikan tangannya ke Anas.

Anas mengangguk dan membagikan nasi berlogo Kaefsi untuk rekan rekannya. Alvan mengemudikan mobilnya menjauh dari wilayah apartemen.

"Van, ke Masjid dulu ya." ucap Anas sembari membaca dokumen yang di berikan Alvan tadi.

"Oke siap Nas, eh kalian berempat tak mau mengenal kan diri? Dan kenapa wajah kalian tegang? Sudah ku bilang santai sajalah sama kita berdua." pinta Alvan sembari menatap dari kaca spion di atasnya.

"Siap!! Saya Yoga, dan di sebelah kiri saya Rendra, Toni dan Romi." ucap Yoga tegas mengenal kan ketiga temannya.

"Oh, sudah nikah kalian berempat??" tanya Alvan mencoba mencari topik pembicaraan.

"Siap, belum Ndan tapi Toni baru saja di putus kekasihnya." ucap Yoga memberikan jawaban.

Alvan tertawa mendengar jawaban Yoga akan tetapi Anas menyuruhnya diam.

"Bukan urusanmu dia putus atau ndak Van, lama lama ku ketok palamu pakai ini " ucap Anas menatap Alvan tajam.

Alvan terkekeh mendengar ancaman Anas yang tak menakutkan sama sekali baginya. Mobil sudah sampai di sebuah Masjid dan Anas segera turun untuk bersiap untuk shalat Dzuhur.

"Kalian semua ikut??" tanya Anas menunjuk Yoga, Rendra, Toni dan Romi.

"Ya ikut Ndan, apa mau di ketok kepala kita oleh malaikat Izrail nantinya??" ucap Yoga mewakili ketiga temannya.

Anas terkekeh mendengar ucapan Yoga, sementara Alvan yang telah berwudhu itu menatap seseorang yang tengah membawa sesuatu di tas nya dan insting nya berbicara....... MEREKA DALAM KEADAAN BAHAYA.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Yuk yang belum mampir ke novel "Jalan Cinta Aisha Khumairah." mampir ya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!