Seusai makan malam bersama dengan keluarga besar sang suami di Rumah besar.
Nandini memasuki kamarnya dengan sudah berlinang air mata.
Suara-suara cemoohan dan cacian yang tertuju kepada dirinya membuat Nandini semakin jatuh ke dalam luka hati.
Pernikahannya dengan sang suami Gabriel, sedari awal memang sudah tidak disetujui oleh seluruh anggota keluarga Gabriel.
Dan hal itu membuat Nandini selalu terpojok jika ia sudah ditekan oleh keluarga sang suami.
Tidak ada satupun di dalam rumah besar itu yang membela dirinya.
Terkecuali sang suami Gabriel yang hanya bisa membela sang istri sebisanya.
Gabriel sudah semaksimal mungkin membela sang istri. Tapi terkadang hal itu justru membuat Gabriel ikut di musuhi oleh keluarganya.
Berbagai cara Gabriel lakukan untuk bisa mendamaikan istri dan keluarganya.
Tapi hal itu nyatanya tidak membuat hubungan sang istri dan keluarganya membaik.
"Aku sudah tidak tahan lagi berada di rumah ini Mas. Rasanya aku ingin mati saja berada di rumah ini. Tinggal di rumah besar seperti ini tidak lah membuat aku bahagia. Justru aku seperti tinggal di neraka." keluh Andini kepada suaminya Gabriel, yang baru menikahinya kurang lebih enam bulan itu.
"Sabar sayang, sampai sejauh ini Mas sudah berusaha untuk meyakinkan Mama untuk menerimamu. Tapi mungkin Mas belum bisa membuka hati Mama, Papa dan semua keluargaku untuk menerimamu." ujar Gabriel, mencoba menghibur sang istri yang sangat ia cintai.
"Aku sudah berusaha untuk kuat Mas. Tapi lama-lama, kata-kata mereka selalu tajam ke hatiku. Bahkan mereka dengan terang terangan menghina ku di hadapan Mas El." Ucap Dini dengan perasaan lelah diperlukan tidak adil oleh keluarga suaminya.
"Aku baru menikah dengan Mas El belum juga genap 6 bulan. Tapi mereka sudah menuduh ku mandul, tidak bisa memberimu keturunan. Dan bahkan, kau di tuntut untuk menceraikan aku. Tidak hanya itu saja Mas. Mereka juga sudah menuduhku. Jika aku selama ini hanya memanfaatkan dirimu. Aku hanya mengincar hartamu dan sebagainya. Bahkan mereka menuduh keluargaku adalah keluarga yang rakus harta. Padahal aku tidak pernah sedikitpun meminta uang kepada dirimu untuk keperluan keluargaku di kampung halaman. Sampai detik ini pun aku masih bekerja Mas. Jika kau memberikan aku uang sebagai bentuk nafkah. Uang yang kau berikan padaku tidak aku gunakan sama sekali. Semua aku simpan." Ungkap Nandini, menumpahkan segala kerisauannya pada sang suami.
Kemudian Gabriel yang sudah tidak tega melihat sang istri begitu sedih. Langsung meraih tubuh sang istri dan membawanya ke dalam pelukannya.
"Sabar ya, Din. Maafkan Mas, jika Mas seolah olah diam saja. Padahal Mas sudah berusaha untuk bisa mendamaikan keluarga ku dengan dirimu. Tapi, kamu jangan takut Din. Mas akan selalu ada di sisi mu. Mas akan selalu membela mu, kamu yang sabar ya." Ucap lembut El pada Andini menenangkan.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Gabriel Abimanyu adalah salah satu direktur utama sebuah perusahaan expor impor yang di kelola oleh keluarganya.
Gabriel sangat mencintai Nandini. Tapi keluarga Gabriel dari awal sudah tidak menyukai Andini.
Karena Nandini hanyalah seorang wanita biasa dan dari kelurga sederhana.
Hal itu membuat keluarga Gabriel tidak menyetujui hubungan mereka.
Keluarga Gabriel sangat menentang keras hubungan beda kasta tersebut.
Saking cintanya Gabriel dengan Nandini, membuat Gabriel mengancam keluarganya. Dengan cara ia ingin bunuh diri kala itu.
Kala itu Gabriel meminum racun dengan sengaja. Sehingga Gabriel pun sekarat dan masuk rumah sakit.
Dan oleh karena itulah, keluarga Gabriel akhirnya menyetujui hubungan Gabriel dengan Nandini. Karena keluarganya tidak ingin Gabriel melakukan hal nekat yang membahayakan nyawa Pria yang menjadi kebanggaan keluarga itu.
Setelah itu, Gabriel dan Nandini pun menikah.
Padahal kala itu Gabriel sedang ingin dijodohkan dengan anak kolega dari sang Papa. Akan tetapi demi keinginan Gabriel, perjodohan itu akhirnya batal.
Nandini dan Gabriel saling mengenal karena sebelumnya Nandini adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai resepsionis di gedung perkantoran tempat Gabriel bekerja.
Karena Nandini yang hanya seorang karyawan biasa dan hanya seorang resepsionis serta latar belakang kehidupan keluarga yang beda itu lah yang menjadi alasan Nandini sangat tidak di sukai oleh keluarga Gabriel.
Dengan penuh keyakinan, Gabriel meyakinkan Nandini untuk mau menjadi istrinya.
Nandini yang juga saat itu menyukai Gabriel akhirnya mau dan menerima pinangan sang pria mapan tersebut.
Bukan karena Gabriel kaya. Tapi karena Nandini tulus mencintai pria tampan itu.
Masalah tidak berhenti sampai di sana.
Setelah Nandini di bawa ke dalam rumahnya besar dan masuk di keluarga Gabriel.
Di sanalah awal ujian berat pasangan suami-istri itu di uji.
Intimidasi, kata-kata yang menyakitkan dan berbagai tuduhan malah semakin kerap di terima Nandini dari seluruh anggota keluarga Gabriel.
Hingga pada satu titik, Nandini sudah tidak bisa lagi untuk bertahan di rumah besar.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Mas aku ingin keluar dari rumah ini. Lebih baik kita hidup mandiri saja. Dari pada harus bercampur dengan keluarga mu di rumah ini" rengek Nandini pada sang suami Gabriel.
"Keinginan ku ini bukan karena apa Mas. Bukan karena aku benci keluarga mu. Tapi aku hanya ingin menghindari benturan antara diri ku dan keluarga mu. Aku tidak ingin ketidak cocokan ini malah menjadi buruk." imbuh Dini.
"Aku akan memikirkan itu sayang. Maafkan Mas yang tidak bisa selalu membelamu. Setia hubungan itu penuh perjuangan Nandini. Dan mungkin saat ini kita harus berjuang. Untuk itu kita harus tetap bisa dan kuat menghadapi ini semua. Yang penting, aku mencintaimu dan percaya pada mu sayang." ujar Gabriel yang kemudian memeluk lagi dengan erat sang istri.
"Mas kan coba bilang sama Mama dan Papa jika kita ingin hidup mandiri. Agar kau bisa tenang." imbuh Gabriel mencoba untuk menegangkan perasaan istrinya.
Gabriel dan Nandini selalu berangkat dan pulang kantor bersama-sama. Karena mereka bekerja di gedung perkantoran yang sama.
Biasanya, sebelum mereka sama-sama keluar dari ruangan kerja saat jam pulang. Baik Gabriel maupun Nandini pasti melakukan chat sebelum mereka bertemu di parkiran gedung.
Jika Gabriel masih banyak urusan pekerjaan. Nandini juga tidak ambil pusing dan kadang ia pulang dengan naik taksi.
Atau terkadang, Nandini akan pergi ke ruangan sang suami dan menunggu suaminya sampai ia selesai.
Sebenarnya tidak ada banyak masalah yang terjadi pada hubungan Nandini dan Gabriel.
Hanya saja sikap keluarga Gabriel lah satu-satunya hal yang membuat Nandini tertekan berada di rumah mewah itu. Rumah yang menjadi tempat tinggal Nandini dan sang suami Gabriel.
Berada di rumah besar itu tidaklah membuat Nandini nyaman.
Sudah lama Nandini ingin hidup mandiri bersama sang suami.Tetapi itu tidak disetujui sang Ibu mertua Nandini. Bahkan ibu mertuanya selalu mengancam dengan berbagai macam alasan yang akhirnya membuat Nandini dan juga Gabriel harus tetap tinggal di rumah besar itu. Bersama dengan saudara-saudara Gabriel yang lain.
Ada satu hal yang membuat Nandini syukur. Sang suami selalu ada di pihaknya dan mengerti dengan semua apa yang ia rasakan. Sehingga ia tidak merasa sendirian.
Meskipun terkadang, tekanan yang dilakukan oleh keluarga sang suami membuat Nandini habis kesabaran.
Sebagai seorang istri, bukan sudah seharusnya selalu ada di sisi sang suami. Meskipun apapun tantangannya.
Dengan wajah yang cukup ceria pagi itu. Nandini keluar dari kursi penumpang bagian depan dari mobil Gabriel. Ketika mereka sudah sampai di gedung parkir perkantoran.
Berjalan bersama-sama di sebuah koridor gedung. Gabriel menggandeng tangan sang istri sambil melemparkan tatapan penuh cinta ke arah Nandini.
"Kenapa Mas? Ceria sekali?" Tanya Dini. Saat ia menelisik wajahnya Gabriel yang penuh keriangan.
"Tidak ada apa apa, biasa sayang. Aku kan memang selalu riang. Dan aku bahagia hidup berdamping dengan mu." ujar Gabriel.
"Bilang saja Mas selalu ingin menghibur ku." jawab Dini, wanita yang sekarang ini usianya genap 24 tahun itu.
"Tapi kamu bahagia juga bahagia kan hidup bersama ku."
"Sudah di kantor Mas. Jangan bicarakan soal pribadi."
"Oke oke." Pungkas Gabriel, kemudian ia semakin memegang erat tangan Nandini.
Diantar oleh Gabriel ke ruangannya. Sebelum sang suami berlalu, seperti biasa Nandini mencium tangan Gabriel. Dan seperti biasa juga sebelum pergi, Gabriel melabuhkan satu kecupan manis ke kening Nandini.
"Nanti siang kita makan sama-sama ya. Kita ketemuan di tempat biasa."
"Iya Mas. Yang semangat kerjanya." seru Dini.
"Pasti sayang."
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
"Makin lama, aku semakin tidak tahan dengan keberadaan menantu rendahan itu di rumah ini. Aku harus cari cara agar wanita rendahan itu tidak betah berada di sisi El. Tapi bagaimana caranya aku bisa memisahkan mereka?" Gabriel sudah cinta mati sama Nandini. Apapun caranya, aku harus bisa memisahkan mereka." Ucap Rohana bermonolog. Saat ia tengah berada di kamarnya pagi itu.
Rohana adalah mamanya Gabriel, yang juga adalah mertua Nandini.
Rohana sangat menentang keras hubungan sang putra dengan Nandini sejak ia tau Nandini hanyalah dari keluarga sederhana. Apalagi, Nandini hanyalah seorang pegawai biasa di sebuah perusahaan. Bahkan sebelumnya, Nandini hanyalah seorang receptions.
Jika tidak karena ancaman Gabriel. Yang kala itu meminum racun agar hubungannya dengan wanita yang ia cintai Nandini direstui. Rohana tidak akan merestui pernikahan sang putra dengan Nandini. Wanita yang ia Rohana sebut tidak pantas ada di sisi sang putra.
"Enak ya kamu ini. Pergi pagi, pulang malam cuman makan masuk kamar nggak ngurusin apa-apa. Cuman ngurusin merhatiin suami saja. Semuanya sudah dikerjain sama pembantu. Enak bener hidup kamu Din. Tidak kerjain apa-apa di rumah ini. Seolah-olah yang ada di rumah ini adalah pesuruh mu." ujar Rohana, sang mertua Nandini saat mereka bertemu di dapur untuk menyiapkan makan malam.
"Dini harus bagaimana memangnya Ma. Mama tahu sendirikan, Dini juga masih kerja. Tiap pagi Mama juga tau Dini berangkat pagi dan pulang malam sama Mas El. Setiap hari memang Dini sampai rumah sudah malam. Setelah makan malam ya istirahat Ma. Lalu, maksudnya Mama apa dengan bertanya seperti itu?" Tanya Nandini memberanikan diri untuk bertanya balik pada Mama mertuanya.
"Mama perhatiin kamu ini makin hari makin berani ya sama Mama. Kamu nggak bisa menilai maksud Mama itu apa. Memang Ini rumah siapa? Ini bukan rumahmu. Ini rumah putraku Gabriel dan keluarga besar kami. Kamu tuh hanya numpang di sini. Tapi lihat gayamu, kamu berlagak sok menjadi penguasa di rumah ini. Kamu hanya makan tidur dan cuma melayani Gabriel. Seharusnya kamu bisa kan urus diri ku sendiri. Urusan dan cuci pakaian mu sendiri. Jangan suruh suruh pembantu." jawab Rohana tak kalah ketus."
"Loh, memang Andini harus mengerjakan pekerjaan itu ya Ma? Bukankah di sini memang sudah menjadi tugas art untuk membereskan semuanya. Maaf Ma, bukannya Dini lancang. Apakah maksud Mama itu Dini harus mengerjakan semua pekerjaannya yang berhubungan dengan Dini. Dini lakukan semuanya sendiri. Seperti mengepel kamar, mencuci, memasak dan semuanya.'
"Ya iyalah. Seharusnya kamu melakukan semua tugas-tugas itu. Enak saja kamu di sini enak enakan. Karena kamu kerja lantas jangan di jadikan alasan malas mengerjakan tugas rumah. Memangnya siapa yang menggaji art di rumah ini."
Dalam hati Nandini mulai geram. Tapi sebisa mungkin Nandini berusaha untuk bersabar. Karena apa yang dikatakan oleh sang Mama mertua benar-benar sangat menguji dirinya.
Sabar Dini sabar. Tahan emosimu. Kamu sudah tahu kan mertuamu itu seperti apa. Jadi kamu harus sabar.
"Kalau Mama nggak terima art di rumah ini untuk mencuci baju-baju Dini. Nggak apa-apa Ma. Aku bisa urusan baju-baju kotor ku sendiri nanti. Sekalian saja nanti punya Mas El juga biar saja Dini yang urus."
"Baguslah kalau kamu tahu diri." jawab Rohana kemudian dia melenggang pergi dari hadapan Nandini.
Sepeninggal sang Mama mertua. Nandini menghela nafas panjang untuk bisa meredam emosinya. Sebelum ia pergi ke ruang makan.
Karena pada saat itu makan malam akan segera di mulai.
Seperti biasanya, setiap pagi dan malam, mereka akan berada dalam satu meja untuk makan bersama.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
"El, bagaimana urusan kantor?" Tanya Rohana, pada sang anak kesayangannya Gabriel.
"Semua baik Ma. Semua lancar."
"Bagus, kamu adalah pengganti Papa. Jadilah pemimpin yang baik di perusahaan ya sayang. Jika bisa, perusahaan kita harus lebih berkembang dan maju lagi. Ingat pesan Papa sebelum meninggal. Kamu harus bisa mengharumkan nama perusahaan dan juga keluarga kita pada kalangan kerabat dan saoudara kita. Agar kita di pandang hebat." ucap Rohana, sambil melirik dengan sinis ke arah Nandini.
"Iya Ma," jawab Gabriel singkat.
Sedangkan Nandini sendiri yang duduk di samping sang suami. Sudah paham dan terbiasa mendengar sindiran halus berbau ejekan yang di alamatkan sang Mama mertuanya pada dirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!