Seseorang menempuh jalan berbeda-beda untuk mencapai kepuasan batin dan kebahagiaan mereka.
Hanya karena mereka tidak sejalan dengan pemikiran beberapa orang, bukan berarti mereka tersesatkan. Setiap orang bebas memilih apa yang terbaik untuk hidup mereka.
Seperti diriku saat ini. Aku memutuskan untuk menceraikan suamiku setelah kami mengarungi bahtera rumah tangga 11 tahun lamanya.
Aku sudah mantap dan yakin untuk mengakhiri rumah tanggaku dengan Bima. Pria yang selama ini aku cintai dan aku pertahankan menjadi suami demi diriku dan juga anak-anak ku.
Pernikahan kami sebelumnya baik baik saja. Kami berdua saling mencintai dan saling mensupport. Suami ku adalah seorang pebisnis. Sedangkan aku juga pun juga memiliki perusahaan sendiri yang aku jalankan.
Kami hidup bahagia dengan dua putri kami. Sebuah ujian datang menerpa rumah tangga kami. Yang awalnya kami baik baik saja, kini menjadi tidak baik baik saja setelah semuanya berubah.
Sifat Bimasena berubah drastis. Dan aku juga tidak tau kenapa.
Makin lama keterpurukan dalam hubungan kami makin parah.
Hingga aku mendapatkan sebuah fakta yang membuat aku tidak percaya jika suami ku melaku hal itu.
Suami ku selingkuh.
Saat aku tau dia selingkuh pun aku masih punya sedikit peluang untuk bisa memaafkannya.
Andai saja ia sadar dan menyadari kesalahannya.
Tetapi sayangnya, pria itu ternyata lebih memilih selingkuhannya daripada keluarganya.
Aku menyadari setiap orang punya pemikiran masing-masing. Begitupun dengan Bimasena.
Tetapi ada satu hal membuat ku tidak bisa menerima keputusannya adalah. Dia lebih memilih wanita itu ketimbang kembali pada keluarga yang telah membersamai kehidupannya 10 tahun terakhir ini.
Di mana hati nuraninya setelah menjadi seorang ayah.
Di mana rasa empatinya ketika anak-anaknya yang masih kecil harus berpisah jauh dengan dirinya.
Apakah dia tidak mempunyai perasaan rindu, kasihan atau tak tega dengan anak-anaknya.
Saat aku menunggu itikad baik Bima untuk menyadari semua kesalahannya. Ia justru telah menikah siri dengan wanita lain.
Bahkan di saat kami berseteru malam itu, ia lebih memilih pergi meninggalkan rumah daripada menenangkan diriku dan juga anak-anak setelah semuanya terbongkar.
Aku menyadari bahwa kedepannya anak-anakku pasti akan merasakan efek yang luar biasa karena mereka tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah.
Sebuah cinta yang seharusnya mereka terima seperti anak-anak normal pada umumnya. Yang memiliki kedua orang tua yang lengkap.
Aku menyadari, kejiwaan anak-anakku mungkin akan sedikit terganggu. Karena mereka tidak mempunyai figur seorang ayah yang akan menjadi pahlawan bagi hidup mereka. Yang akan mereka banggakan kepada teman-temannya ketika mereka berada di sekolah.
Beberapa anak terkadang membanggakan ayah mereka, Daddy mereka. Karena saking luar biasa mereka memiliki Daddy yang hebat.
Mereka merasa memiliki pelindung yang siap untuk berada di belakang mereka. Membela mereka dan mungkin siap berkelahi dengan seseorang yang jahat pada anak anaknya.
Aku menyadari hal itu tidak akan dirasakan oleh anak-anakku.
Iya, mereka tidak punya kebanggaan dengan sosok Ayah yang baik.
Tetapi aku mencoba untuk menguatkan anak-anakku. Bahwa mereka masih memiliki aku ibunya. Yang akan siap menjadi seorang Daddy sekaligus menjadi Ibu. Yang akan siap menghalau dan melawan siapa saja sudah berani menghina anak-anakku.
Mereka masih memiliki aku. Jadi, tenang saja anak anak ku.
Meninggalkan Indonesia saat ini menjadi pilihanku. Aku tidak bisa berada di Indonesia dan tidak bisa berada dekat-dekat dengan Bimasena. Karena semakin dekat dengan dia. Akan semakin membuat anak anak ku merana.
Aku tidak tega menyaksikan anak anak ku kesakitan menahan rindu hanya karena ingin bertemu dengan Daddy nya.
Di saat Bima ada di dekat anak-anakku tapi mereka tidak bisa bertemu dan berada di sisi Bimasena setia saat itu hal yang konyol dan sakit.
Oleh sebab, itu aku memutuskan untuk membawa pergi anak-anakku dari Indonesia dan pindah ke Swiss.
Miley dan Louisa akan tingal bersama ibu ku di Swiss. Mereka akan sekolah dan hidup di sana.
Aku terpaksa harus menitipkan anak-anakku kepada ibuku.
Sedangkan aku sendiri, masih harus tetap berada di Indonesia karena aku punya perusahaan sendiri. Aku tidak mungkin mengabaikan perusahaan ku. Aku harusnya profesional. Antara menjadi seorang ibu dan wanita karir. Ini sudah menjadi takdir ku. Aku harus bisa menjalaninya.
Hanya Gavin yang akan menemani aku di Indonesia. Dia masih kecil dan masih membutuhkan ku.
Apalagi dia masih ASI. Aku bersyukur. Aku juga di karuniai anak laki-laki. Gavin, kelak jika kau telah tumbuh dewasa. Jadilah pria yang bertanggung jawab dan bermartabat ya anak ku. Kau lah penerus Mommy nanti.
Saat nanti kamu dewasa. Mommy yakin. Kamulah perisai keluarga. Mommy dan kedua kakak perempuan mu akan bangga dengan mu nak.
Aku mencintai kalian semua anak ana ku.
Swiss 31 Desember, Aare river
Flashback on
Bimasena POV
Baru saja aku menghentikan mobil ku di halaman depan rumah. Tapi, pandangan mata ku langsung terfokus pada kedua putri ku Miley dan Louisa yang sudah ada di dalam mobil dengan sopir yang juga telah siap di kemudi.
Perasaan ku mulai tidak enak. Mau kemana mereka?
Penasaran dengan semuanya. Aku langsung turun dari mobil dan bergegas menghampiri anak anakku.
"Miley, Louisa, kalian mau kemana?"
Louisa diam seribu bahasa. Miley yang biasanya ceria dan antusias bertemu dengan ku kini juga hanya diam saja.
"Louisa, katakan sesuatu. Kalian mau kemana?" tanya ku penasaran pada putri ku yang paling tua.
Louisa tetap diam tak menyahut. Menengok ku pun tidak.
"Nyonya mau kemana?" Aku akhirnya bertanya pada sopir.
"Saya tidak tau Tuan. Saya hanya di suruh Nyonya untuk siap siap." Sebuah jawaban yang tidak memuaskan yang aku dengar.
Karena tidak mendapat jawaban dari rasa penasaran ku.
Aku pun kemudian bergegas ke lantai dua dan langsung menuju kamar.
Mata ku kian kaget saat mendapati Laura tengah berkemas dan putra ku tampak tertidur pulas di atas ranjang.
"Laura, kamu mau kemana dengan anak anak?"
Laura sekilas melirik ke arah ku. Tapi, sejurus kemudian ia memalingkan wajahnya dan melanjutkan aktivitasnya berkemas.
"Laura, aku bicara dengan mu." seru ku sedikit keras.
"Aku pikir kamu sudah tidak peduli lagi dengan kami. Jadi buat apa kamu bertanya tanya mau kemana kami. Setahun kamu tidak perduli dengan kami. Dan sekarang, kamu seolah-olah kaget saat melihat kami akan pergi." jawab Laura dengan sorot mata tajam ke arah ku.
"Aku bertanya kalian mau kemana? Kenapa banyak koper di bagasi mobil. Apa kau akan pergi dengan waktu yang lama bersama anak anak? Aku berhak tau kemana kalian mau pergi dan kemana tujuan kalian." protes ku pada Laura.
"Urus saja istri siri mu itu. Bukankah kamu lebih mementingkan dia dari pada kami."
"Jangan campur adukkan urusan kita dengan urusan ku dengan Kinanti." Aku tidak suka Laura membawa bawa Kinan dalam urusan ini.
"Haaaaaaa" Laura malah justru tertawa saat aku memprotes pernyataannya..
"Betapa menjijikkan dirimu Bimasena." ujar Laura sinis.
"Kau ingin aku dan anak anak bertahan di sisi mu tapi kelakuan mu mesum dengan wanita itu. Mana rasa konsisten mu saat beberapa waktu lalu kamu sendiri yang bilang dan menginginkan kita harus berkompromi soal anak anak. Kau bilang kita bisa berkompromi bila sudah mengenai anak anak. Tapi kau lupa satu hal Bim. Kau sama sekali tak peduli dengan kondisi psikologis anak anak mu sendiri."
Deg.....kata kata Laura kali ini menusuk ku.
"Dimana diri mu setahun ini!" Teriaknya.
"Setahun Bim, setahun aku bersabar dan berharap kau sadar. Tapi apa yang aku dapat dari kesabaran ku ternyata hanyalah pengkhianatan. Kamu telah mengkhianati pernikahan kita di saat aku setia di tengah tengah perlakukan mu yang tak adil untuk ku. Kau selingkuh dan lebih parahnya lagi kamu telah menikahi wanita itu tanpa seizin ku. Saat kau dalam sebulan ini kembali ke rumah dan kau bilang ingin memperbaiki semuanya. Mana hasilnya?"
"Kamu malah egois ingin memiliki kami semua bersamaan. Kau lebih memilih bersama wanita mu itu. Kamu serakah, egois dan tak ada empati terhadap anak anak mu sendiri. Kamu malah sibuk cari pemuas nafsu dari pada memperbaiki hubungan kita dan mementingkan anak anak. Kau gila Bim. Kau tidak hanya seorang suami yang buruk. Tapi kamu juga seorang Daddy yang tak pantas untuk di panggil Daddy."
Mulut ku bisu dan kelu tak bisa menjawab perkataannya.
Kemudian Laura meraih Gavin yang tertidur pulas di atas tempat tidur kedalam gedongan nya.
"Laura, kau mau kemana?" Aku bertanya lagi dengan nada lembut.
"Bukan urusan mu lagi aku mau kemana dengan anak anak ku." jawabannya ketus.
Kemudian ia menuruni anak tangga sambil mengedong Gavin. Aku dengan segera mengekor di belakangnya.
"Aku berhak tau kamu mau kemana dengan anak anak. Aku daddy-nya."
Setelah ia sampai di lantai bawah. Laura menyuruh asisten rumah tangganya untuk mengambil beberapa koper yang masih ia tinggalkan di kamar untuk membawa koper itu mobil.
"Laura jangan buat aku marah. Aku hanya bertanya kamu mau kemana. Kenapa kamu membawa banyak barang." Rasa penasaran ku sudah tak bisa ku tahan.
Laura benar benar sudah tidak peduli dengan perkataan ku.
Dengan gerakan cepat, Laura membuka pintu mobil. Dan ia langsung masuk kedalam mobil dengan masih mengedong Gavin.
"Laura, sebenarnya apa yang kau rencanakan. Louisa, Miley, suruh Mommy untuk bukan pintu mobilnya. Kalian harus beri tau aku kemana kalian akan pergi." Kesabaran ku habis, dan aku makin penasaran kemana mereka akan pergi.
Aku bisa melihat Miley sudah mulai menangis, Louisa nampak meraih tissue untuk menyeka air matanya. Dan aku pun juga bisa melihat Laura nampak memeluk anak anak. Mereka sepertinya di dalam sana semua menangis. Entah apa yang mereka tangisi.
"Laura, buka kaca jendelanya. Laura, kau harus beri tau aku kamu mau kemana!" Seru ku berteriak sambil menggedor-gedor pintu kaca mobil.
Makin lama laju mobil makin cepat. Aku mengejarnya.
"Laura.... Laura....Laura!"
Sampai pada akhirnya mobil yang di dalam sana ada istri ku dan juga ke-tiga anak ku. Kini melaju dengan cepat.
Tidak mau kehilangan jejak, aku langsung kembali ke mobil ku dan mengejar mereka.
Dengan kecepatan tinggi, aku mencoba memburu mobil di depan sana. Dimana di sana ada Laura dan ke-tiga anak ku.
Aku tidak tau kemana Laura akan membawa anak anak.
Pikiran ku kalut dan kacau. Aku tidak bisa berfikir apapun.
Yang aku inginkan saat ini adalah mencoba untuk menghentikan Laura.
Tapi sial.
Disaat aku sedang berpacu memburu mereka. Ban mobil ku menabrak sesuatu dan membuat ban tersebut kempes.
Dan akhirnya membuat aku kehilangan jejak mereka.
Ini adalah situasi terburuk yang pernah aku rasakan.
"Louisa, boleh Mommy masuk." Izin Laura yang kala itu sudah berada di abang pintu kamar sang putri pertamanya Louisa.
"Masuklah Mommy." sahut Louisa.
Laura pun kemudian berjalan mendekati Louisa yang kalau itu tengah duduk di atas tempat tidurnya.
Laura kemudian ikut duduk di atas ranjang sambil meraih tangan Louisa dengan kedua tangannya. Sambil menghela nafas berat, Laura kemudian mencium tangan sang putri.
"Louisa sayang, Mommy sangat bangga denganmu. Sebagai anak pertama. Kau sangat kuat dan kamu sangat memahami Mommy. Mommy ingin minta maaf pada mu sayang. Mommy minta maaf untuk semua hal yang sudah terjadi antara Mommy dan Daddy. Tanpa Mommy jelaskan juga pastinya kamu sudah paham dan tahu apa yang terjadi antara Mommy dan Daddy."
"Ya aku tau Mommy. Mommy tidak perlu menjelaskannya." sahut Louisa.
"Kamu juga sudah tau kan. Kenapa Mama membawa kalian kemari. Itu karena Mommy tidak ingin melihat kalian sedih dan menangis di saat kalian berada dekat dengan Daddy tapi diri kalian terlupakan. Meksi begitu, kalian jangan bersedih, ada Mommy. Jika ada apa-apa jangan ragu untuk bercerita sama Mommy. Anggap saja Mommy adalah teman kalian. Mommy juga bisa berperan sebagai Daddy. Lihatlah, tangan ini cukup kuat untuk memukul seseorang." ucap Laura sambil memperlihatkan otot lengannya pada Louisa.
Melihat Laura yang memamerkan ototnya membuat Louisa terkekeh kecil.
"Mommy tidak punya otot." ledek Louisa. Melihat anaknya tersenyum kecil saja seperti itu sudah membuat hati Laura bahagia.
"Terima kasih sudah menjadi anak yang kuat sayang. Mommy titip adik mu Miley. Minggu depan Mommy harus sudah kembali ke Indonesia. Mommy akan membawa Gavin. Dia masih kecil dan dia tidak bisa jauh dengan mommy. Jadi, kalian baik baik ya tinggal di Swiss dengan grandma dan grandpa. Mommy sudah daftarkan kalian di satu sekolah yang sama. Jadi kalian bisa saling melindungi dan menjaga. Seperti yang Mommy sudah pesan, jika ada apa-apa langsung hubungi Mommy. Ceritakan apa saja yang kau rasakan dan apa yang kau ingin katakan. Jangan ada yang kau tutupi dan simpan. Terbukalah dengan Mommy. Mommy harus kembali ke Indonesia karena Mommy ada pekerjaan di sana. Bukankah Mommy harus cari uang yang banyak untuk anak anak Mommy yang luar biasa ini." Tukas Laura sambil membelai rambut Louisa.
"Iya Mom, tenang saja. Aku akan menjaga Miley."
"Beristirahatlah, besok Mommy akan mengajakmu dan Miley untuk mengunjungi sekolah kalian yang baru. Kalian pasti suka dengan sekolah baru kalian. Mommy sudah daftarkan kalian kemarin. Dan besok kalian akan mulai bersekolah di sana. Mommy akan antar kalian kesekolah besok." jelas Laura, merasa lega karena anak anak sangat menurut untuk ia atur.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Setelah berbicara dengan Louisa di kamarnya. Laura kemudian berjalan ke kamar Miley.
Saat Laura membuka pintu kamar anak keduanya. Laura melihat Miley masih asik bermain dengan bonekanya yang ia bawa dari Indonesia.
"Miley, boleh Mommy masuk." Izin Laura.
"Tentu Mommy, masuklah." Jawab Miley sambil tersenyum.
"Apa kau sangat mencintai boneka ini." Tanya Laura, saat ia mendapati Miley selalu memeluk boneka itu. Boneka yang selalu ia peluk tiap malam.
"Di antara semua boneka yang aku punya. Aku hanya menyukai boneka ini Mom. Karena ini pemberian Daddy." jawab Miley polos.
"Mom, apakah Daddy tidak akan menjenguk kita di sini? Apakah dia akan lupa dengan kita semua?"
Mendengar pertanyaan itu, Laura tidak bisa menjawab secara pasti pertanyaan anak keduanya.
Karena ia juga tidak tahu apakah Bima akan menjenguk anak-anaknya yang saat ini telah berada di Swiss.
Misal Bima ada niat dan ingin menjenguk anak anaknya di Swiss. Laura juga tidak akan melarang.
Tapi yang jadi pertanyaannya adalah. Apakah dia akan kemari untuk menjenguk anak anaknya.
"Mommy tidak bisa menjawab pertanyaan mu sayang. Nanti jika Daddy akan kemari Mommy akan kasih tau Miley." jawab Laura. Ia tidak ingin membuat hati Miley sedih dengan harapannya.
"Sudah jangan bersedih. Di sini ada grandma, grandpa dan juga ada kakak Louisa. Mommy akan sering sering menelpon kalian. Sekarang Miley harus istirahat ya. Besok Mommy akan antar kalian ke sekolah yang baru." ucap Laura sambil menyibakkan selimut dari ranjang agar Miley bisa masuk di bawah selimut.
Miley pun menurut. Ia kemudian langsung bersiap untuk tidur.
"Tidur yang nyenyak sayang. Mommy mencintai kalian semua."
Laura kemudian melabuhkan satu kecupan manis ke kening Miley.
"Good night sayang."
"Good night Mommy."
Setelah memastikan Miley sudah berbaring di atas ranjang dengan selimut hangatnya. Laura kemudian berjalan ke arah pintu dan mematikan lampu terang di kamar Miley.
Setelah memastikan kesiapan anak anaknya untuk bersekolah di sekolah yang baru di Swiss. Laura merasa lega.
Sebagai seorang ibu, Laura merasa bertanggung jawab untuk semua hal yang terbaik untuk anak-anaknya. Di saat sang suami Bimasena seolah-olah tidak memikirkan anaknya.
Laura percaya dia bisa menangani semua masalahnya sendiri. Laura juga percaya dia bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya tanpa bantuan dari Bima sekalipun.
Ia akan membuktikan pada Pria itu jika dirinya mampu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!