NovelToon NovelToon

Misi Rahasia Kanaya

Kembali Ke Masa Lalu

20 DESEMBER 2022

        Langit pagi ini sedikit berembun. Seekor kupu-kupu dari sebuah halaman rumah memasuki celah jendela kamar, sehingga menampilkan interior kamar Kanaya yang sederhana dengan cat berwarna putih polos dengan satu frame album graduation masa SMA-nya. Tidak ada vas bunga apalagi tempat belajar yang dipenuhi buku. Hanya ada satu buah komputer lengkap dengan jam weker disampingnya.

Tepat jam tujuh pagi, alarm di kamar Kanaya berbunyi sangat nyaring dengan nada dering yang berbunyi khas wanita paruh baya, "BANGUN! SUDAH SIANG! WAKTUNYA LATIHAN BASKET! JANGAN TERLAMBAT! JANGAN TERLAMBAT!" begitu mendengarnya, Kanaya langsung reflek bangun dan pergi ke kamar mandi karena nada dering itu adalah hasil rekaman yang diam-diam dia lakukan saat ibunya membangunkannya.

Setiap kali seisi rumah mendengar alarm itu, mereka bisa tertawa karena mengingat ungkapan Kanaya yang bilang, "Aku tidak ingin membuat suara ibu habis hanya untuk membangunkanku setiap pagi!" yah, Kanaya memang tipe orang yang susah bangun pagi, hal itu bukan tanpa alasan karena semalam dia selalu begadang untuk mengerjakan tugas ataupun menonton drama kesukaannya.

Tidak butuh waktu yang lama untuk Kanaya bersiap-siap setiap kali dia akan bepergian, karena Kanaya bukan tipe gadis feminim yang ketika keluar rumah dia harus berdandan, memilih pakaian terbaik dari pakaian terbaiknya. Biasanya dia hanya mengambil asal pakaian yang menurut dia nyaman saat digunakan hari itu. Terlebih Kanaya menganggap bahwa berdandan adalah salah satu yang menghambat waktunya. Dia tidak terbiasa merepotkan dirinya sendiri.

Setelah selesai siap-siap, seperti biasa dia sarapan dengan kedua orang tuanya dan juga seorang adik perempuan yang umurnya hanya berjarak lima tahun. Namanya Elisya. Mereka berdua sangat dekat bukan hanya sebagai adik dan kakak bahkan terlihat seperti sepasang sahabat dan terlihat seumuran. Itu karena adiknya Kanaya memiliki tinggi yang hampir mirip dengan Kanya dan dia orang yang mandiri serta suka berdandan.

Terkadang kedua orang tuanya kebingungan dengan sikap Kanaya dan adiknya yang bertolak belakang, seperti soal dandan adiknya Kanaya lah jagonya, tapi soal jajan dan makan-makan pasti Kanaya lah yang paling semangat. Walaupun begitu kedua orang tuanya tidak merasa kehilangan sama sekali, bagi mereka Kanaya dan adiknya sudah cukup saling melengkapi dan itu adalah hal paling berharga yang mereka punya.

Selesai sarapan Kanaya langsung pamit untuk pergi latihan basket. Sebenarnya basket adalah salah satu hobi Kanaya yang baru dia tekuni setelah menjadi seorang mahasiswa. Saat masih sekolah menengah, walaupun Kanaya memiliki ketertarikan terhadap basket, dia sama sekali tidak punya waktu untuk ikut di ekstrakulikuler basket.

Saat SMP Kanaya sudah disibukkan dengan persaingan akademik dan jadwal latihan ekskul wajib PMR sehingga dia tidak kepikiran untuk masuk ekskul lain. Sama halnya ketika Kanaya SMA, Baru hari pertama masuk sekolah, tepat setelah selesai masa orientasi siswa baru, Kanaya sudah bergabung dengan ekstrakulikuler Paskibra dan mulai dipersiapkan untuk pengibaran 17 Agustus. Dari pagi sampai menjelang magrib, dia hanya berada di lapang dengan teman satu ekskulnya.

Jadi bisa dibilang, basket menyelamatkan hobinya yang sempat pudar. Hanya saja setelah kuliah anehnya Kanaya malah muak dengan hobi membaca dan menulis yang biasanya menemani hari-harinya yang kosong karena menjadi sosok yang pemalu dan penakut. Padahal saat SMP dan SMA, ke perpustakaan adalah hal yang wajib untuknya. Mungkin karena setelah menjadi seorang mahasiswa Kanaya dituntut untuk memiliki banyak relasi dan berinteraksi dengan banyak orang sehingga waktu kosong yang biasanya dia habiskan di perpustakaan untuk membaca novel sudah tergantikan dengan obrolan-obrolan ringan dengan teman-temannya.

Kanaya sampai di tempat latihan basket dengan para anggotanya yang sudah memenuhi tengah lapang. Kanaya terlambat lagi. Alhasil Kanaya harus melakukan pemanasan mandiri di sisi lapang. Sambil melakukan pemanasan mata Kanaya mengamati sekelilingnya. Sepertinya tengah mencari seseorang. Benar saja, tatapannya berhenti pada seorang pria jangkung berkulit putih dengan otot yang membuat dirinya terlihat sangat tampan dua kali lipat dari semua pria yang Kanaya temui hari ini. Senyumnya mengembang.

Kanaya terlihat semakin semangat melakukan pemanasan, padahal yang lain tengah istirahat karena sudah melakukan pemanasan sejak lima menit yang lalu.

"Nay!" panggil Risa. Kanaya berbalik ke sumber suara dengan satu kaki yang masih diangkat ke atas karena sedang melakukan pemanasan. Akhirnya tubuh Kanaya tidak seimbang. Bukan hanya itu, bola basket yang tengah dimainkan seseorang memantul dari papan ring. Bola itu mengarah kepada Kanaya.

"AWAS!" teriak seorang pria yang tadi Kanaya tatap dengan tatapan penuh rasa kagum itu gagal melemparkan bola ke dalam ring.

Kanaya dan Risa terlihat kaget karena bola basket mengarah kepadanya dengan kecepatan tinggi sehingga Kanaya tidak memiliki kesempatan untuk menghindar dan akhirnya kepalanya terkena benturan bola basket yang membuat Kanaya langsung pingsan.

Seorang tenaga medis yang memang biasa disiapkan oleh klub basket di tempat itu segera menghampiri Kanaya dan mengecek keadaan Kanaya. Dokter yang menangani Kanaya terlihat kaget saat memeriksa denyut jantung Kanaya yang berdetak sangat lemah.

"Bagaimana dok?" tanya salah satu pelatih bernametag Rendra.

"Sepertinya dia syok berat dan jantungnya berjalan sangat pelan. Tolong siapkan kendaraan untuk membawa dia ke rumah sakit terdekat," ujar dokter itu sambil mencoba memberikan pertolongan pertama.

Salah satu dari mereka yang merupakan anggota senior segera menelepon supirnya yang memang biasa menunggunya, dan beberapa detik kemudian dia bilang, "Kendaraan sudah disiapkan dokter." kata salah satu senior Kanaya.

"Baik, bantu saya angkat dia. Kita harus segera membawa dia ke rumah sakit."

Beberapa pria mulai mengangkat tubuh Kanaya ke kendaraan yang disiapkan untuk membawa Kanaya kerumah sakit.

20 DESEMBER 2016

        Wajah Kanaya terlihat pucat pasi, jari-jarinya mulai bergerak tanda bahwa dia akan segera sadar. Perlahan matanya terbuka. Karena sedikit pusing Kanaya melihat teman-temannya memakai seragam SMA. Walaupun masih samar-samar, Kanaya yakin kalau orang-orang yang dia lihat itu persis menggunakan seragam SMA.*

Kanaya menggosok-gosok matanya berusaha untuk melihat dengan jelas orang-orang disekitarnya. Mereka semua laki-laki dan bukan teman-teman yang satu club dengannya di club basket. Melihat Kanaya yang sudah sadar orang-orang disekeliling Kanaya terus bertanya keadaan Kanaya dan rasa sakit apa yang sedang Kanaya rasakan saat ini. Tapi Kanaya sama sekali tidak menjawab. Dia berusaha bangun dan menyelidik tempatnya saat ini.

Ruangan ini terlihat tidak asing baginya. Salah satu ruangan yang pernah dia kunjungi satu kali saat masih SMA yaitu pada saat dia pingsan karena kelelahan setelah ujian praktek mata pelajaran Olahraga. Yah, benar! UKS SMA-nya. Tapi kenapa dia ada disini? Bukankah seharusnya dia ada di lapang basket atau mungkin seharusnya dia dirumah. Kenapa dia malah ada di SMA-nya?

        (KANAYA POV: Kenapa aku ada disini? Kenapa mereka ada disini? Mereka kan senior dan temanku saat aku masih SMA. Apa sebenarnya yang terjadi saat aku pingsan tadi?)

    *    Tiba-tiba sebuah suara mengatakan, "Kali ini kamu beruntung, karena pingsan ditembak bola basket, sehingga kamu bisa kembali ke masa SMA dipenuhi dengan orang-orang berkelas." Suaranya terdengar pelan tepat berada di belakang dirinya. Kanaya bangun dan menengok kebelakang, tapi disana tidak ada siapapun. Saat kembali menghadap kedepan dia melihat dirinya menggunakan seragam SMA. Kanaya yang semakin bingung bertanya pada orang-orang disekelilingnya kenapa dia ada disini, dan jawabannya "Tadi kamu pingsan karena terjedot pintu kelas, jadi aku membawamu kesini. Apa kamu sudah baikan?" ucap seseorang yang Kanaya kenal sebagai teman sekelasnya bernama Leo yang sempat dia sukai sejak masih satu SMP. Namun kedekatan mereka hanya saling sapa saja, itupun jika Kanaya beruntung berpapasan dengan Leo. Lagipula Kanaya tidak cukup berani untuk melangkah lebih jauh terhadapa perasaan pada seseorang yang Kanaya tahu juga disukai oleh sahabatnya.**

        Kanaya mengerutkan keningnya. Terjedot pintu? Jelas-jelas kepala Kanaya terbentur bola basket. Apa lagi alasan yang Kanaya dengar dari Leo terdengar terlalu konyol karena Kanaya pingsan hanya karena terjedot pintu.

        "Makanya lain kali hati-hati yah Nay," ujar pria lainnya. Kanaya melirik ke arah lain. Kanaya terkaget karena pria yang pernah dia kagumi saat dia kelas dua, seniornya yang jago dance memperhatikan dirinya.

*        "Kak Gilang?"  ujar Kanaya. Gilang tersenyum, dia mengelus puncak kepala Kanaya, "Lagian kamu ada-ada aja deh main lari-larian di kelas sampai terjedot pintu segala, untung lukanya nggak parah. Lihat tuh kening kamu benjol."*mendapat perlakuan itu seketika detak jantung Kanaya berhenti sejenak. Saat masih SMA, Kanaya hanya bisa membayangkan momen seperti ini. Momen manis yang biasa dia lihat di drama Korea. Yang takan pernah dia dapatkan dari seseorang sekeren kak Gilang.

        (KANAYA POV: Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Apakah aku masih bermimpi? Tidak, jelas-jelas alarm suara bunda membangunkanku.)

TO BE CONTINUED

Aku Punya Pacar?

        (KANAYA POV: Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Apakah aku masih bermimpi? Tidak, jelas-jelas alarm suara bunda membangunkanku.)

        Suara bel berbunyi. Sekiranya ada empat orang pria yang pamit kembali ke kelas. Mereka adalah Leo, Gilang, Eski-tetangganya yang satu sekolah dengan Kanaya. Eski cukup populer di kalangan para siswi karena terkenal cerdas dan bijak. Kanaya sempat kagum dengan kedewasaan orang itu, tapi karena umurnya yang berada di bawah Kanaya, dia hanya berhenti pada perasaan kagum. Satu lagi Farhan, dia adalah ketua osis di sekolah saat Kanaya masih kelas satu. Orang yang paling berpengaruh di sekolahnya. Wibawanya tidak ada tandingannya, bahkan dia sangat diagungkan oleh para guru karena selalu berhasil memenangkan olimpiade Matematika.

        Sementara yang meminta tetap tinggal ada Keiylo, orang paling baik di kelasnya. Orang dengan hati lembut dan selalu berbicara dengan sopan. Kanaya juga sempat menyukai sikap Keylo yang penuh perhatian. Dia adalah satu-satunya teman SMA yang sering menyapa Kanaya. Padahal saat SMA Kanaya adalah orang introvert yang jarang menyapa balik orang yang menyapanya. Kanaya tahu betul kemampuan Keylo dan merawat orang lain adalah keahliannya. Dia adalah ketua PMR saat mereka kelas dua dan sekarang pun sedang memaksa untuk tetap menemani Kanaya. Padahal Kanaya sudah meminta Keylo untuk kembali ke kelas.

        Selain Keylo, ada juga Rendi dan Rangga. Rendi dan Rangga adalah senior Kanaya di Paskibra. Mereka berdua saudara kembar. Selain menjadi senior Kanaya di SMA dan di ekskul Paskibra mereka juga senior Kanaya saat masih SMP. Keduanya memang terkenal sangat perhatian pada orang lain. Mereka juga tidak ingin kembali ke kelas sebelum memastikan keadaan Kanaya benar-benar membaik.

        Kanaya tersenyum bahagia karena bisa bertemu dengan orang-orang yang pernah dia sukai dan kagumi. Terlebih mereka hadir dengan perasaan penuh perhatian padanya yang dulu mana bisa Kanaya berpapasan untuk menyapa mereka. Walaupun sangat senang, Kanaya bertanya-tanya Kenapa satu orang yang dulu sempat hampir menjadi pacar Kanaya tidak ada disisinya? Apakah semua pria ini dikirimkan untuk menggantikan orang yang dulu pernah sangat dekat dengan Kanaya?

        "Key, sekarang jam berapa?" tanya Kanaya sambil berusaha bangkit. Ketiga laki-laki di ruangan itu yang melihat Kanaya ingin bergerak langsung membantu Kanaya untuk duduk. "Padahal tiduran dulu aja, istirahat," Kata Rendi. Sebenarnya walaupun kembar, Rangga dan Rendi memiliki keunikan sendiri. Dalam nada bicara, karena Rangga lebih tua, suara bassnya dia sudah mulai terdengar jelas, berbeda dengan Rendi yang terdengar masih samar-samar. Selain itu, Rambut Rangga cenderung lebih rapi dibanding Rendi dan cara berpakaian keduanya juga terlihat memiliki selera yang berbeda. Rendi lebih fashionable dari pada Rangga yang biasa dengan pakaian yang semiformal.

        "Makin pusing kak kalau terus tiduran," jawab Kanaya. Dia tampak lebih berani berinteraksi dengan mereka, padahal jika itu adalah Kanaya di masa lalu, dia pasti tidak berani bersuara.

        "Sekarang jam 08.30 Nay, kenapa emangnya?" kata Keylo.

        Kanaya terdiam memikirkan sesuatu, waktu saat dia di lapang basket dengan ditempatnya saat ini tidak memiliki jarak waktu yang jauh, jadi dia masih belum bisa memastikan apapun yang terjadi saat ini, mungkin saja dia sedang dikerjai seseorang, apalagi tidak lama lagi Kanaya akan ulang tahun.

        "Kamu tenang aja Nay," Kanaya menghadap kepada Rangga yang bersuara, "Tadi aku udah minta izin ke guru wali kelas kamu, jadi kamu bisa istirahat dulu disini," lanjut Rangga.

        Kanaya semakin kehabisan kata-kata untuk memahami situasi saat ini, "Kak Rangga yang minta izin ke wali kelas aku?" Rangga mengangguk mengiyakan. Jujur saja, walaupun Kanaya tahu kalau Rangga adalah orang yang memang selalu perhatian pada orang lain, Rangga bukan tipe orang yang bisa melewati batas perhatiannya terhadap orang lain. Tentu, izin pada wali kelas pun sebenarnya bukan salah satu tanggung jawab Rangga.

        "Makasih banyak kak Rangga."

        Setelah mengucapkan hal itu suasana di dalam ruangan jadi hening. Karena pada dasarnya kepribadian Kanaya masihlah sama, tidak mudah membuka pembicaraan dengan orang lain, apalagi jika di depannya adalah pria-pria yang saat SMA selalu dia kagumi.

        Namun keheningan itu terhenti ketika seorang pria menerobos masuk UKS dengan keringat yang membasahi wajah dan otot lengannya. Pria itu mengenakan jersey basket dengan logo sekolah SMA-nya namun wajah itu adalah wajah yang melemparkan bola ke kepala Kanaya saat di lapang basket.

        "Kak Dimas!" panggil Kanaya. Dimas terlihat khawatir dan mengecek tubuh Kanaya, tangannya tanpa ragu mengelus kedua pipi Kanaya dan terlihat berusaha untuk memberikan kehangatan pada Kanaya. "Kamu nggak papa kan?" tanya Dimas. "Aku nggak papah kak," jawab Kanaya terlihat gugup. Seumur-umur, selama menjadi anggota klub basket di kampusnya dan menjadi bagian dari komunitas basketball Garuda Indonesia, Kanaya belum pernah bisa sedekat ini dengan Dimas. Sosok yang dia kagumi dan selalu di bayangkan akan menjadi kekasihnya.

        "Apa yang sakit Nay?" tanya Dimas masih terlihat khawatir pada keadaan Kenaya. Kanaya menggeleng, "Cuman sedikit pusing aja," jawab Kanaya.

        "Loh Dim, bukannya hari ini lo ada tanding basket sama SMA Negeri 1 Jakarta?" tanya Rendi. Kanaya semakin bingung karena Rendi mengenali Dimas. "Gue langsung pergi pas Leo ngabarin gue kalau Kanaya pingsan," jawab Dimas. Pengakuan itu membuat Kanaya tidak habis pikir dengan situasi yang sungguh membingungkan untuknya ini. Walaupun Kanaya tidak cukup dekat dengan Dimas, tapi Kanaya tahu betul kalau Dimas adalah tipe orang individualis yang tidak akan mengorbankan apa yang dia miliki untuk kepentingan orang lain.

        "Terus pertandingannya gimana?" Sekarang giliran Rangga yang bertanya.

        "Masa bodo Ngga! Pacar gue pingsan masa gue harus tetep tinggal di lapang pertandingan?" Ungkap Dimas dengan suara setengah kesal karena mendapat pertanyaan yang menurutnya gak masuk akal.

        "Pa,, pacar?" tanya Kanaya.

        Kanaya menata Dimas dengan tatapan tidak percaya. Karena selama hidupnya dia belum pernah memiliki pacar apalagi saat dia masih SMA. Lalu orangnya Dimas? Jelas-jelas Kanaya mengenal Dimas setelah dia berada di semester tiga masa kuliahnya.

        Kanaya berusaha untuk mengingat apa yang terjadi setelah dia terkena bola basket dan alasan dia berada ditempat ini. Namun dia hanya bisa mengingat bahwa setelah itu kepalanya sakit dan dia terjatuh dilapang basket. Dia sempat mendengar orang-orang berlari ke arahnya bahkan ada yang mencoba untuk melakukan pertolongan padanya, tapi dia tidak tahu kenapa tiba-tiba dia ada di UKS sekolahnya bersama dengan sosok pria yang pernah dia kagumi di masa SMA.

        Jika Kanaya pergi ke masa lalu, seharusnya tidak ada Dimas dalam ceritanya. Tapi kenapa justru dia bisa menjadi pacarnya Kanaya dan begitu peduli padanya. Padahal, jika itu Dimas yang asli, pasti dia tidak akan sepeduli itu pada kondisi Kanaya. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?

TO BE CONTINUED

Aku Sayang Kamu Nay

        "Pa,, pacar?" tanya Kanaya.

        Pertanyaan itu membuat semua orang yang ada di ruangan menatap Kanaya penuh tanya. Apalagi Dimas yang terlihat tidak percaya Kanaya akan berkata seperti itu seolah tidak mengakui dirinya sebagai pacar Kanaya.

        "Nay, jangan-jangan kamu lupa ingatan? Kamu nggak inget sama pacar kamu sendiri?" tanya Keylo.

        "Sejak kapan kita pacaran?" tanya Kanaya dengan ekspresi bingungnya.

        Mendengar itu, Dimas menjauhkan kedua telapak tangannya dari wajah Kanaya, "Nay, aku Dimas, kita udah pacaran tiga bulan. Kamu,,," belum selesai bicara Kanaya malah memotong ucapan Dimas.

        "Tiga bulan?" kata Kanaya. Tiba-tiba ingatan aneh yang sebelumnya tidak pernah ada muncul dalam pikiran Kanaya. Itu adalah momen-momen dimana Kanaya dan Dimas menghabiskan banyak waktu untuk bersama. Mulai dari ungkapan perasaan dari Dimas, kencan di taman kota, moment ketika jaketnya Dimas diberikan kepada Kanaya ketika sedang hujan, makan satu ice cream untuk berdua dan banyak lagi. Kanaya sama sekali tidak punya ingatan semacam itu bersama Dimas apalagi momen-momen itu kebanyakan disaat Dimas dan Kanaya menggunakan seragam SMA. Alhasil karena pusing melihat semua itu secara tiba-tiba kepala Kanaya menjadi sakit. Kanaya pun meringis kesakitan.

        Keempat cowok yang bersama Kanaya terlihat semakin khawatir dan memutuskan untuk membawa Kanaya ke rumah sakit. Saat itu Dimas yang mengaku sebagai pacarnya Kanaya langsung menggendong Kanaya ke punggungnya, sementara Keylo meminta izin pada dokter UKS untuk membawa Kanaya ke rumah sakit. Begitu diberi izin mereka langsung pergi ke arah parkiran.

        Sesampainya di tempat parkir, Rendi mengeluarkan sebuah kunci mobil yang ketika ditekan salah satu tombolnya terhubung dengan Mercedes-benz silver. Sementara itu Rangga membukakan pintu agar memudahkan Dimas untuk menempatkan Kanaya di kursi mobil.

        "Kak Dimas, hati-hati yah bawa mobilnya," kata Keylo. Dimas mengangguk untuk menanggapinya. Setelah mendudukkan Kanaya di kursi depan, dia langsung mengambil kunci miliknya yang sempat dia titipkan kepada Rendi. Rendi, Rangga dan Keylo menatap kepergian mobil Dimas yang membawa Kanaya ke rumah sakit.

        Diperjalanan, Dimas tidak henti-hentinya mengecek keadaan Kanaya selagi menyetir. Kanaya memang tidak pingsan tapi dari tadi terus memegang kepalanya yang sepertinya terasa sangat sakit hal itu membuat Dimas tidak berhenti merasa khawatir dengan keadaan Kanaya. "Tunggu yah Nay, kita ke rumah sakit sekarang." kata Dimas.

        Bersamaan dengan suara yang keluar dari mulut dimas, Kanaya kembali mendengar suara bisikan, "20 Desember 2016."

        "2016?" gumam Kanaya. Dimas melirik Kanaya sebentar, "Kenapa Nay? Ada yang sakit lagi?"

        Kanaya menggeleng. Tanpa sengaja dia melihat polaroid yang tergantung di mobil Dimas. Foto selca dirinya dengan Dimas. Foto yang memancarkan kebahagian. Di foto itu tertulis tanggal 29 September 2016.

        "Kak Dimas," panggil Kanaya masih sambil memegangi kepalanya yang kesakitan. "Iya, kenapa Nay?"

        "Kak Dimas punya kalender tahun ini?"

        Dimas menaikan satu alisnya, karena pacarnya itu malah menanyakan kalender disaat sedang sakit.

        "Buat apa Nay?"

        "Mau ngecek sesuatu kak."

        "Di mobilku tidak ada kalender Nay, kamu mau lihat di ponselku?"

        Kanaya mengangguk,"Iya, mau," kata Kanaya. Dimas menghentikan mobilnya terlebih dahulu dan mengambil tas sekolahnya di kursi belakang. Mencari benda persegi yang diminta Kanaya. Begitu ketemu, Dimas langsung memberikannya kepada Kanaya. Kanaya memperhatikan ponsel Dimas yang merupakan ponsel mahal. Ponselnya ini memang ponsel keluaran Samsung pada tahun 2016 dengan tipe S6 Edge Plus. Tapi itu belum bisa menjadi patokan bagi Kanaya kalau dugaan dia tentang dirinya yang kembali ke tahun 2016 itu benar.

        Dimas hendak menyalakan mobilnya lagi tapi Kanaya menahan pergelangan tangan Dimas agar tidak melanjutkan perjalanan mereka menuju rumah sakit. "Aku udah baikkan kok kak, kita nggak perlu ke rumah sakit."

        "Tapi Nay?"

        Kanaya tidak menjawab dia malah asik menyalakan handphone Dimas. Dengan mudahnya Kanaya membuka ponsel Dimas karena tidak diberi password atau sistem keamanan sistem lainnya. Kanaya sedikit melirik Dimas karena tidak menyangka Dimas akan se-percaya ini menyerahkan ponselnya kepada orang lain. Kanaya juga cukup kaget karena lagi-lagi dia melihat foto dirinya yang selfie dengan Dimas yang Dimas jadikan foto wallpaper di handphonenya. Di layar utama terlihat jelas tanggal saat ini adalah 20 Desember 2016. Sama dengan apa yang Kanaya dengar dari bisikkan tadi.

        "Sekarang tanggal 20 Desember 2016 kak?" tanya Kanaya.

        "Iya Nay, sekarang tanggal 20 Desember 2016. Bentar lagi udah mau tahun baru aja," ujar Dimas.

        Kanaya menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.

        "Kak Dimas bohong kan sama aku? Kak Dimas sama anak basket yang lain lagi ngerencanain apa sih sampai segitunya jailin aku? Aku salah apa kak?" Dimas terlihat bingung karena Kanaya tiba-tiba marah dan Dimas tidak mengerti apa maksud dari perkataan Kanaya.

        "Jelas-jelas tadi kita ada di lapang basket lagi latihan, kok bisa tiba-tiba ada di sekolah SMA aku?"

        "Akhh itu, aku emang ada di lapang basket karena mau tanding dengan SMA Negeri 1 Jakarta tapi aku langsung ke sekolah karena katanya kamu pingsan," jawab Dimas seadanya. Tapi ketika lagi-lagi itu yang Kanaya dengar, dia tampak tidak terima dan tidak puas dengan jawaban Dimas.

        "Please kak jangan kayak gini!" mohon Kanaya.

        "Kayak gini gimana Nay?"

        Kanaya terlihat ingin menjawab tapi dia sendiri kelihatan bingung ingin mengatakan apa.

        "Aku minta maaf kalau aku salah,,, tapi tepatnya apa yang salah dari aku? Aku nggak akan tahu kalau kamu nggak ngomong sama aku apa salah aku. Biar aku bisa mengerti dan bisa memperbaikinya," ucap Dimas. Tapi bukan itu yang Kanaya inginkan. Dia hanya ingin tahu tepatnya apa yang sedang terjadi padanya saat ini. Selagi berpikir, Dimas meraih telapak tangan Kanaya, memegangnya erat, lalu tangan satunya Dimas gunakan untuk menempelkan punggung tangannya di Kening Kanaya. Hal itu membuat ingatan-ingatan aneh kembali bermunculan di kepala Kanaya. Ingatan yang benar-benar tidak pernah ada dalam hidup Kanaya sebelumnya.

        "Aku sayang sama kamu Nay, aku nggak mau kita berantem, apalagi sekarang kamu lagi sakit, kamu juga demam. Sekarang kita ke rumah sakit dulu yah biar bisa di cek sama dokter." Kata Dimas.

        "Kak Dimas sayang sama aku? Kok bisa?" Ceplos Kanaya yang dibalas senyuman oleh Dimas. Kini telapak tangannya beralih kepada kedua pipi Kanaya, "Udah berapa kali kamu tanyain itu ke aku Nay? Jawabannya pasti sama. Nggak ada alasan yang pasti kenapa aku bisa sesayang ini sama kamu dan sekarang aku lagi khawatir banget sama keadaan kamu. So, please, kita ke rumah sakit dulu yah? Setelah kamu diperiksa aku janji bakal jawab apapun yang pengen kamu tanyain," mohon Dimas yang akhirnya diangguki oleh Kanaya. Dimas tersenyum, dia pun menyalakan mobilnya lagi.

TO BE CONTINUED

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!