"Ry, gue janji bakalan buat lo bahagia. Lo tau banget kan, kalo gue cinta banget ama lo. Please, Ry, lakuin ini, ya."
Kalimat itu terngiang jelas di telinga gadis yang sesaat lagi akan menyandang status istri. Ya, bukan istri yang seperti yang dijanjikan bahagianya oleh seseorang yang menjanjikannya kemarin sore. Kata-kata manis Denis, kekasihnya.
Saat ini, ia tengah bersanding dengan seorang laki-laki yang akan membimbingnya kelak. Seorang CEO muda yang tampan lagi berbakat. Dengan gaun pengantin khas wanita konglomerat, dia amat cantik, senyuman indah nan palsu ia tampilkan. Membuat terpukau semua tamu undangan, dan juga Arsen sang CEO yang notabenenya kini adalah suaminya.
"Senyumnya nggak usah lebar-lebar, Mba. Saya jadi makin bingung harus gimana? Kalo Mba senyum, ini tamu-tamu pada ngeliatin saya mulu," bisik Arsen sambil tersenyum menanggapi beberapa tamu undangan yang ikut tersenyum padanya dan Chery.
Chery hanya menghela napas pasrah lantas ikut berisik, "lo mau duduk? Apa kita langsung ke kamar ajah gimana?" tawar Chery seraya mengalihkan pandang ke arah Arsen. Chery tersenyum getir, saat ia lihat dahi kiri Arsen yang masih terbalut kapas beraroma alkohol tersebut. Seketika tangannya gemetar, lalu ia benarkan poni Arsen. Sengaja menutupi perban suaminya tersebut. "Gimana mau balik? Masih pusing kan, lo? Kecelakaan kemarin emang diluar nalar, sih?!" detik kemudian Chery tertawa. Cukup paksa membuat Arsen yang mendengarnya merasa gelisah.
"Kalian kenapa?" Ibu mertua Arsen mendekat dengan raut khawatir.
Arsen dan Chery hanya membalas senyum, lalu mereka duduk di kursi pengantin.
Sang Bunda juga ikut mendekat, lantaran dia juga masih khawatir sebab kondisi Arsen yang kurang fit. "Mau istirahat ajah kah, Nak? Kamu keliatan pucet banget." Bunda Arsen-Lily mengusap pelan pipi kanan Arsen, yang cukup membuat Arsen terkesiap perihal mendapati perlakuan manis dari Sang Bunda.
Arsen menggeleng keras, dia tersenyum samar. "Nggak, Bun. Arsen cuma--"
"Yaudah ayo kita masuk kamar ajah. Kamu tadi bilang ke aku pusing. Malu ya kalo bilang pusing ke Bunda. Takut dibilang anak Mami, ya. Hehehe...."
Arsen melotot ke arah Chery yang dengan entengnya memotong sekaligus menyudutkannya.
Bunda dan Ibu Chery hanya terkikik geli.
"Yaudah, Bu, Bunda. Kita pamit ke kamar dulu yaaa, hehehe. Tamu undangan biar Bunda ama Ibu, ya, yang ngurus."
Arsen dan Chery pun meninggalkan altar dengan bergandengan tangan. Tak lupa suara riuhnya sahutan dan tepuk tangan mengiringi langkah mereka yang kini sudah tepat berada di depan pintu. Mereka berbalik, tersenyum ala kadarnya, lalu kembali berbalik hendak menarik pintu gedung pernikahan tersebut.
Kriekkk
Arsen dan Chery cukup tersentak, pintu yang akan mereka tarik justru bergerak ke dalam--seseorang mendorongnya dari luar.
Seseorang itu menampakkan diri.
Pemuda tampan yang auranya sebelas dua belas dengan Arsen tersebut muncul dengan wajah mengintimidasi Arsen dan Chery bergantian.
Chery membuang muka. Arsen menelan ludah kaku. Pemuda itu, Denis, kemudian tersenyum miring mendapati Chery yang cuek padanya.
Denis menawarkan tangannya pada mereka, masa bodoh siapa yang akan menanggapinya, Denis hanya berkata. "Selamat ya udah berumah tangga ajah si, Lo, Sen. Baru rasanya kemarin kita lulus SMA, ya," lantas tersenyum, membuat Arsen yang hendak mengulurkan tangannya untuk menanggapi tangan Denis terhenti, setelah Pemuda tampan itu melanjutkan perkataannya, yang membuat Chery terlonjak kaget. Menatap murka Denis yang tersenyum sarkas setelahnya, "dan baru ajah kemaren rasanya gue liat, lo udah mati. Tapi sekarang idup lagi. Anjirrr banget gak sih?!"
"Omongan lo!" Chery yang murka lantas maju, namun Arsen menahannya dengan gayanya yang tenang.
"Arsen orang yang kelewat tenang. Mau dicaci. Diprovokasi, bahkan dia pernah digebukin ajah, dia tuh orangnya slow banget. Tapi kerennya Arsen, dia selalu lebih lebih daripada lawannya."
Arsen memunggungi tubuh ramping istrinya. Dia menyunggingkan senyuman jijik. Ya, tentunya pasti jijik ketika melihat lawan yang jelas-jelas kalah, tapi masih saja tak mau mengakui kekalahan tersebut. Ditambah lagi, Denis adalah seseorang yang sangat menjengkelkan.
Kepala Arsen mendekat, sengaja untuk membisikan sesuatu, yang benar saja membuat Denis terdiam. "Apa pengen banget ya liat gue mati? Apa pengen banget ya gue kasih pengumuman ke orang-orang siapa yang hampir buat gue mati?"
Chery tentu bisa mendengarnya.
Chery tersenyum lega.
Setidaknya, Manusia Jelmaan Arsen--katanya ini cukup pintar.
"Sen, ayo kita ke kamar." Ajak Chery sambil mengambil salah satu tangan Arsen lalu menggandengnya.
Mereka pun bersiap untuk pergi, tapi lagi-lagi kepergian mereka harus tertahan.
Denis memang yang kalah akan adu argumen dengan Arsen, dia pun mencekal salah satu tangan Chery, lalu berbisik, "jangan lupa rencana kita, ya, Ry. Aku percaya sama kamu."
Najis!
Jijik!
Ingin rasanya Chery menampar pipi mulus Denis itu.
Tapi apalah daya. Biar saja!
Biar saja, lelaki bajingan itu masih menganggapnya, kalau Chery adalah wanitanya. Ah, salah ..., yang benar itu budaknya.
Dia pikir, Chery masih belum tahu, kalau dirinya diduakan oleh lelaki bajingan itu.
Ya, sehari sebelum pernikahan ini terjadi, status Chery dan Denis adalah sepasang kekasih. Status Denis dan Arsen adalah sepupu.
Pernikahan antara Arsen dan Chery hanyalah sebuah bisnis keluarga. Namun, siapa pun tahu, bahwa Arsen benar-benar tulus mencintai Chery yang selalu saja menolaknya.
Tapi karena paksaan dari Denis, bahwasannya Chery harus menikahi Arsen, membuat Chery mau tak mau harus menikahi Arsen. Denis berpesan pada Chery, bahwa dia harus mengambil keuntungan dari pernikahannya ini dengan Arsen.
Iya, keuntungan untuk modal mereka bersama saat status Chery sudah menjanda nanti.
Tapi yang terjadi, saat ia mampir di sebuah Coffee Shop, Chery tak sengaja memergoki Denis tengah bersama wanita lain. Chery sengaja mendudukan dirinya di dekat Denis tanpa lelaki itu sadari. Alhasil, wajah kedua Denis terungkap. Rasa kekecewaan dirasakan Chery detik itu juga. Saat Denis mengatakan, "Chery itu bego. Dia itu taunya cuman cinta doang. Jadi, entar pas aku udah dapet kekayaan Chery yang secara cuma-cuma dia dapet dari Arsen, ayo kita tinggalin negara ini. Kita buat sejarah bahagia di Eropa, gimana, Ra?"
Dan naasnya. Hari itu juga, disaat Chery menyadari betapa tulusnya Arsen, tepat di hadapannya, Arsen mengalami kecelakaan mobil.
Chery masih ingat betul, bagaimana kondisi hancurnya mobil mewah favoritnya itu. Mobil yang selalu Arsen pakai, karena Chery mengatakan kalau Arsen--yang selama ini Chery anggap sebagai sahabat--sangat cocok memakai mobil sedan berwarna merah.
Chery masih ingat betul, disaat terakhirnya pun, Arsen masih saja mengkhawatirkan dirinya. Hati Chery mulai terbuka untuk Arsen, namun justru dari Arsen, lelaki itu pergi meninggalkan dirinya.
"Ry. Jaga dirimu kamu baik-baik. Maaf selama ini aku bohongin kamu. Aku bukan laki-laki yang kamu maksud, Ry. Maafin aku, Ry."
Sampai sekarang, Chery masih belum paham apa yanh diucapkan Arsen di detik-detik terakhirnya itu.
Malam itu, banyak suara masuk ke telinga Chery, seakan berlomba siapa yang paling keras dialah juaranya. Chery hanya bisa menangis lalu sesekali tertawa seakan ada yang merasa lucu.
Aroma macam obat juga tak lupa ikut mendorong sifatnya lebih gila, kepalanya tak lepas dari pandangan segerombolan orang-orang yang kini berada di depannya. Tak jauh. Sungguh! Itu hanya berjarak beberapa meter darinya berdiri tak tegap saat ini.
Tubuhnya membentur tembok dengan cat khas putihnya tersebut. Ingin rasanya berteriak lalu memaki seseorang yang kini tengah berjuang di atas ranjang.
"Arsen brengsek! Gue nggak akan nerima cinta lo, kalo lo mati sekarang!" gumaman yang terus ia panjatkan. Alih-alih doanya untuk seseorang yang sedari tadi ia pandang dengan nanar lagi kesal.
"Dokter, bukankah pasien memerlukan operasi, jika tidak--"
"Dia akan mengalami serangan jantung dan operasi akan jadi terlambat. Iya aku tahu, tapi kondisinya saat ini juga tidak memungkinkan."
Saat ini, Arsena Cloude. Ya, anak sulung dari salah satu keluarga ternama tengah sekarat. Beberapa menit lalu, dia mengalami kecelakaan mobil, sampai membuatnya dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Tit ... Tit ... Tit ....
Tubuh Arsen mengejang saat suara monitor semakin cepat, membuat semua orang yang mengelilinginya semakin sibuk, tak terkecuali Chery yang kini menghentikan tangisnya, dan memberanikan diri untuk maju selangkah.
Dilihatnya Arsen yang sudah tak karuan rupanya. Lagi-lagi darah terus mengalir dari kepalanya yang semenjak tadi sudah diseka oleh perawat, tubuhnya banjir akan darah, bajunya sobek sana-sini. Benar-benar minus dari dirinya yang dulu. Seorang CEO muda yang tampan dan rapih.
Arsen begitu kesulitan bernapas, padahal hidung dan mulutnya sudah dipasangi oksigen untuknya bernapas, matanya berkedap-kedip, air matanya mengalir. Seperti ia sedang mencari seseorang untuk dikatakan sesuatu.
Saat kedua kalinya jantung Arsen dipacu oleh alat kedokteran, monitor yang berada di samping Arsen kembali berbunyi seperti semula. Tidak terlalu cepat seperti tadi, namun napas Arsen masih memburu. Disaat salah satu perawat hendak kembali memasangkan alat bantu pernapasan Arsen yang terlepas saat jantungnya dipacu tadi. Saat itu juga Arsen mencengkeram erat tangan perawat tersebut.
Mata Arsen tak luput dari air matanya yang telah memerah bercampur darah, membuat perawat tersebut kebingungan takut, lalu menatap dokter meminta penjelasan.
Sang Dokter hanya menganggukan kepalanya kecil, lalu perawat tersebut memilih untuk menarik tangannya, lantas perawat tersebut memandang Chery yang masih menangis sesenggukan di belakang sana. "Nona kemarilah ...."
Chery mulai mendekat dengan langkahnya yang ragu. Sungguh tangisannya belum mereda sama sekali, "Arsen ...," panggilnya saat dirinya tepat berada di titik temu netranya dengan Arsen.
Pernapasan Arsen mulai normal saat tangannya yang dirasakan sudah mati rasa disentuh oleh Chery, namun saat itu juga pernapasan Arsen semakin melemah, bahkan monitor di samping ranjangnya kembali berirama cepat. Kedua mata Arsen hampir padam. Arsen juga merasakan kalau tubuhnya mulai mendingin. Kedua tangannya tanpa permisi menarik tangan Chery, menubruki tubuhnya yang penuh darah, lalu membisikan sesuatu, membuat kedua Chery membelalak kaget setelah mendengarnya.
Tittt ....
Kedua mata Arsen benar-benar telah rapat, napasnya juga terhenti, dan dingin tubuh Arsen ikut memenuhi suhu tubuh Chery yang berada di atasnya.
Chery bangkit dari posisinya, dia mengusap kedua matanya lalu tersenyum paksa sambil mengangguk-anggukan kepalanya pasti. Dia pun berjalan mundur, membiarkan Dokter dan perawat kembali memperjuangkan nyawa Arsen yang kesekian kalinya.
Jantung Arsen kembali dipacu, bahkan setelah yang ketiganya, Dokter melakukan CPR, bergantian pula dengan perawat. Chery kembali menangis, ketika mengingat perkataan Arsen sebelum lelaki itu menutup rapat matanya.
Berbeda dengan Chery, seorang lelaki yang berada di balik pintu justru tersenyum bahagia melihat kepergian Arsen. Lelaki itu berbalik, lalu menggiring langkahnya untuk meninggalkan bangunan serba putih tersebut.
"Lagian lo nyebelin sih, Sen. Mati, kan, lo!"
Lelaki itu pun berlalu setelah merasa puas melihat kepergian sepupunya tersebut.
Arsen telah pergi.
Chery masih membisu di depan sosok yang amat mirip dengan Arsen-nya.
Sosok yang kini terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.
Ya, bisa dibilang, dia salah satu korban kecelakaan mobil yang menimpa Arsen hari ini.
Chery masih ingat betul bagaimana kejadian tersebut. Beruntungnya, sosok yang amat mirip dengan Arsen-nya ini mendapati luka cukup parah, namun tidak membahayakan. Berbeda dengan Arsen-nya yang mengalami luka hampir sekujur tubuh. Bahkan Arsen baru saja dinyatakan meninggal. Namun dengan nama lain, bukan dengan nama Arsena Cloude, melainkan nama yang masih asing di telinga Chery.
Saat itu, seorang anak lari di tengah jalanan untuk mengambil bolanya yang terlempar. Arsen hampir saja menabrak anak itu, kalau saja Sandi--orang yang mirip dengan Arsen--ini tidak cepat mengangkat anak tersebut dan memeluknya erat. Setelah menabrak, sebuah mobil truk tiba-tiba saja berada di lintas depan mobil Arsen, tentu saja Arsen langsung banting stir dan mengerem. Namun, remnya tiba-tiba menjadi blong, dan mobilnya ditabrak dari dua arah. Sisi kanan dan kirinya, karena kecelakaan itu terjadi di perempatan jalan yang cukup sepi.
Tak ada korban jiwa selain Arsen. Beruntung anak kecil tersebut hanya mengalami luka ringan, dan keluarganya pun sudah dapat kompensasi dari Chery dan kakaknya yang mengurusi kecelakaan hari ini.
Perlahan namun pasti, lelaki bernama Sandi itu mulai membukakan kedua matanya.
Kepalanya terasa masih sangat pusing, ditambah lagi aroma nyentrik dari obat-obatan cukup membuatnya terasa mual, dan hal pertama yang ia lihat adalah wanita cantik yang menatapnya sendu.
Sandi pikir, dia sudah berada di surga saat ini.
Namun ia lihat, kalau tangannya tertancap jarum infus, dan meraba hidungnya yang dililiti oksigen.
Ah, ternyata dia masih hidup.
"Nama lo hari ini Arsena Cloude. Buang nama asli, lo!" cetus Chery yang masa bodoh membuat Sandi makin pening.
Lelaki ini bahkan belum menyiapkan mental untuk sekedar bertanya. Siapa wanita yang ada di hapdannya ini? Tetapi langsung dihujani kalimat yang menurutnya sangat ambigu itu.
Sandi ingin bersuara, namun rasanya tenggorokannya juga terasa perih. Mungkin efek obat atau karena dia cukup haus saat ini.
Sandi terbatuk sebentar, lalu meremat kepalanya yang terbalut perban perlahan. "Maaf, saya kurang paham apa maksud dari perkataan Mbanya ini,"
"Utang-utang lo yang ada di kampung halaman lo udah gue lunasin. Adek lo juga udah gue cariin pendonor, dan udah mulai ikutin prosedur pencakokan mata," Chery mulai bangkit, masih menatap Sandi yang makin dibuat pusing.
Tahu dari mana kalau Sandi punya banyak hutang di kampung halamannya?
Tahu dari mana kalau adiknya membutuhkan operasi mata?
Iya. Benar. Sandi merantau ke Kota agar bisa mendapatkan hasil yang lebih besar daripada pekerjaannya yang ada di desanya.
"Dan inget, lo juga salah satu orang yang buat Arsen mati. Jadi, lo juga harus tanggung jawab." Final Chery lalu pergi meninggalkan ruangan berbau obat tersebut.
"Bangun woy! Udah pagi,"
"Dihhh kebo banget sih?!"
"Woy! Sandi! Gila ya lo! Bangun goblok!"
Chery geram, lelaki berparas Arsen itu tak kunjung bangun. Sambil melipat kedua tangan di depan dada, wajah angkuh Chery mendekati wajah Arsen yang pucat. Dahi Chery mengerut melihat ekspresi wajah tidur Arsen yang terlihat gusar.
Peluh membanjiri, sontak Chery pun memegangi dahi Arsen. Matanya melotot saat mendapati panas yang berada di atas rata-rata tersebut. "Lo sakit?!" Lalu mengguncang tubuh Arsen, membuat sang Empunya membuka matanya paksa.
"Jangan pak! Sandi mohon pak!"
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Arsen terbatuk, Chery pun cekatan memberikan segelas air yang berada di nakas. "Kalo sakit ngomong dong! Jangan diem ajah, lo sakit tuh gue yang repot!" Omelnya. Namun ada sedikit rasa khawatir yang menghinggapi. Mau bilang, tapi gengsi.
Lelaki ini siapanya Chery?
Arsen menggeleng pelan. Menetralisir pusing yang tiba-tiba saja datang, lalu ia tersenyum semampunya. "Saya nggak sakit kok, Mba. Cuman kecapean ajah kemarin," katanya, membuat Chery termangguk-mangguk menanggapi.
"Yaudah mandi sana. Terus temuin tuh adek lo--maksudnya adeknya si Arsen. Kan kemarin dia nggak dateng, baru bisa dateng sekarang katanya," ucap Chery sembari melepas handuk yang meliliti kepalanya, lalu mendekati meja riasnya. Menyalakan pengering rambut lalu memakainya.
Chery tersenyum miring mendapati wajah cemas Arsen yang terpantul jelas di kaca besar di depannya. 'Kenapa bisa sih, Sen? Cowok ini mirip ama lo banget. Seriusan, lo dapet dari mana sih?!' senyuman Chery pudar saat sadar, kalau ia mulai merindukan sosok Arsen yang telah tiada.
"Apa langsung saya temuin ajah ya, Mba, itu adiknya Mas Arsen. Kayaknya kalo saya mandi dulu, nggak enak. Takut kelamaan." Dia pun turun dari ranjang tidur.
Chery lantas berbalik, lalu berjalan cepat untuk menghadang Arsen.
Tap!
Chery lebih dulu memegang kenop pintu, membuat Arsen menatapnya bingung.
"Kalo Arsen yang asli, dia nggak bakalan peduli adiknya mau nunggu dia seharian. Arsen terkenal rapih," Chery menatap sosok Arsen palsu di hadapannya. Dari ujung kaki sampai kepala. Arsen mengikuti laju netra Chery yang menatapnya. Lelaki ini paham apa maksud kalimat sarkas yang Chery lemparkan tersebut.
Apalah daya ... dirinya hanyalah lelaki kampung yang tak kenal kata mewah dan rapih?!
"Maaf mbak. Yaudah saya mandi dulu," Arsen pun berbalik, diikuti Chery yang kemudian melanjutkan kegiatannya tadi: mengeringkan rambut.
Sepuluh menit pun berlalu, Arsen keluar dari kamar mandi. Hanya dengan handuk yang melingkari pinggangnya untuk menutupi area sensitifnya, Chery yang ternyata masih memilah baju di sana pun terkejut melihat Arsen yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Lo gila ya!" Cepat-cepat Chery menutupi kedua matanya dengan tangan. Arsen yang ikut terkejut pun, langsung berlari. Kembali masuk ke kamar mandi. "Maaf mbak. Saya lupa bawa baju tadi mbak," teriak Arsen dari dalam. "ya, kirain dia udah keluar. Emang cewek kalo dandan selama itu, ya?" ucapnya pada diri sendiri.
Chery mendecih, lantas mengambil baju Arsen lalu memberikannya setelah mengetuk pintu kamar mandi, dan Arsen pun menerimanya.
Setelah siap, Arsen keluar. Chery terkesima sesaat melihat penampilan Arsen. Hatinya tiba-tiba terenyuh. Dia ..., teringat Arsen. Lelaki yang selalu mencintainya.
Sakit!
'Goblok banget sih, lo Archery. Bisa-bisanya lo baru sadar, kalo Arsen itu ganteng! Tapi ini bukan Arsen. Sadar goblok! Harusnya lo yang mati, Cher. Lo sia-siain Arsen buat si Bajingan Denis.'
"Mba? Kok ngelamun?" Arsen mengibaskan tangannya. Chery tersadar dari lamunan kemudian memasang wajah angkuh biasanya.
Ya! Dia harus angkuh. Hatinya tidak boleh goyah karena rasa bersalahnya yang menumpuk. Rasa cintanya kepada Arsen hanya sebatas terima kasih--dulu memang dia gadis yang bodoh. Sekarang pun. Masih!
Sekuat hati, Chery berusaha menghentikan pujian yang sudah menumpuk karena rupa Sandi yang sangat mirip dengan Arsen-nya. Rasanya akan jadi pengkhianat lagi penghinaan bagi mendiang Arsen, kalau-kalau saja Chery mulai menyukai Arsen palsu di hadapannya ini.
Tak mau terlalu lama bergelut, Chery berusaha mengalihkan fokusnya, dan ia teringat saat melihat tubuh polos Arsen yang ternyata memiliki bekas luka yang cukup parah.
"Luka di dada lo, keknya gede banget sih. Itu kenapa?" tanya Chery penasaran.
Arsen mengelus dadanya. Dia menghela napas sejenak. Sayatan lebar di dadanya, ia kira takkan ada yang akan melihatnya. Kecuali wanita yang akan menjadi istrinya kelak, tapi ya mau bagaimana lagi? Bagaimana pun juga, dia bukan seorang bujangan lagi. Dia sudah beristri, meskipun jalur teken kontrak.
"Bapak dulu punya gangguan mental mba. Kadang kalo lagi kumat dia suka ganggu warga. Waktu itu, dia hampir nyelakain perempuan yang lagi liburan di desa saya. Jadi saya halangin Mba. Syukurnya sih, saya yang kena."
Deg!
Chery terkejut bukan main. Bukan. Chery bukan terkejut mendengar Sandi yang ternyata punya sifat pahlawan. Chery hanya terkejut, dulu saat kecil, dia pun pernah diserang orang gila. Beruntungnya dia selamat, karena sosok Arsen kecil yang saat itu datang menyelamatkannya.
'Gobloknya gue, kenapa gue nggak pernah singgung kejadian itu pas Arsen masih idup. Sekarang gue malah kepo ama dadanya Arsen. Mungkin, lukanya Arsen juga bakalan separah luka Sandi.'
Dulu saat masih kecil, Chery berlibur ke sebuah pedesaan di sana. Bersama keluarganya dan keluarga Arsen. Karena memang, kedua keluarga ini selalu menghabiskan libur bersama, dan yang membuat Chery dan Arsen bisa menikah, ya karena dari kedua keluarga pun merasa cocok untuk bersaudaraan. Tanpa memikirkan perasaan anaknya masing-masing.
Kalau Arsen jangan ditanya. Dia sudah menyukai Chery sejak dulu. Saat kecil. Saat usianya lima tahun, dan kali pertama bertemu dengan Chery, Arsen sudah merengek pada orangtuanya, kalau dia ingin sekali menikahi Chery.
Lain cerita dengan Chery, wanita itu justru merasa risih dengan Arsen. Dia selalu acuh tak acuh, sampai kejadian saat dimana mereka sama-sama berlibur di pedesaan, saat dimana Chery justru menyasar. Dia masuk ke dalam pelosok desa, dan malah bertemu dengan Bapak-bapak yang sedang mabuk.
Bapak-bapak itu meminta uang kepada Chery, sialnya Chery saat itu tidak membawa uang. Dia tadi sedang berjalan dengan kakak laki-lakinya, tapi karena kakaknya itu sangat usil, sampai-sampai membuatnya tertinggal dan berakhir seperti ini.
Prankkk!
Lelaki berusia setengah abad itu memecahkan botol miras yang ia bawa, lalu ia todongkan kepada Chery yang kini sudah menangis sesenggukan.
"Mana uang! Aku butuh uang! Mana uang kamu!" Teriak lelaki tua itu, membuat Chery semakin histeris.
Lelaki tua itu yang memang memiliki riwayat penyakit jiwa, lantas ia pun kembali mengarahkan botol yang kini berbentuk runcing tersebut.
Srettt! Prankkk!
Chery menutup kedua matanya rapat!
Dia sudah pasrah.
Seorang laki-laki yang usianya sama dengan Chery pun menghalangi. Dia memunggungi Chery dengan kedua tangannya yang mencekal kedua tangan lelaki tua itu, sampai botol mirasnya terjatuh. Sayangnya, lelaki muda ini mendapatkan luka cukup panjang di sekitaran dadanya. Darah pun mulai menetes. Namun, lelaki ini seperti kebal, dia hanya meringis sesekali.
"Udah pak! Udah ayo pergi!" Paksa seorang laki-laki tersebut, lalu ia tolehkan sebentar menatap Chery yang masih menutup rapat matanya. "Kamu cepetan pergi! Biar saya yang urus di sini!" Chery sungguh tak asing dengan suara tersebut. Dia pun memberanikan diri untuk membuka matanya, dan detik itu juga dia amat lega.
"Arsen!" Pekiknya senang.
Lelaki muda itu tak peduli, dia dipanggil apa pun. Toh, dia sedang sibuk mengurusi lelaki tua yang tak lain dan tak bukan adalah ayahnya sendiri itu.
"Cepet pergi!"
Chery pun menurut, dan ia pun pergi dengan berlari kencang. Meninggalkan sosok yang ia panggil Arsen tersebut.
Namun Chery sempat bingung, Arsen yang ia kenal tak pernah berpakaian lusuh seperti tadi. Ya, meskipun tetap saja Arsen yang tadi sama tampannya seperti Arsen setiap harinya.
Mulai saat itu, Chery dekat dengan Arsen. Meskipun tak memiliki perasaan terhadap Arsen, Chery sudah memutuskan untuk menjadi sahabat Arsen. Tak lebih dari itu, namun Arsen tetap bersyukur, karena dia tiba-tiba didekati Chery.
Meskipun Arsen tak mengerti dengan cerita Chery yang menganggapnya seorang pahlawan, Arsen tak peduli, karena yang terpenting Chery tidak mengacuhkannya lagi.
"Yaudah, lo temuin adeknya Arsen duluan. Gue kebelet sebentar."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!