...🎬🎬🎬...
PLAK....
"Ahh, gak bisaaa.." Perempuan berambut panjang merengek menatap tangannya yang memerah. Dia terus saja berteriak mencari perhatian seluruh orang. "Bisa take ulang gak kaakkk..."
Laki-laki berumur 35 tahun duduk didepan layar monitor menghidupkan Toa speaker ditangannya. "Break dulu break, lihat tangannya Cindy dulu, kalai bisa kompres dulu takutnya ada pembengkakan."
Seluruh orang bubar, mencari tempat berteduh dari teriknya matahari. Perempuan bernama Cindy langsung dihampiri beberapa orang, salah satunya membawa payung dan langsung menutupi perempuan itu dari sinar matahari, ada yang menghampirinya dengan membawa baskom berisi air dingin untuk merendam tangannya, ada yang bertugas membawa kipas batrai mini dan sekotak tissue untuk membersihkan peluh diseluruh bagian wajahnya.
Semua orang tahu bahwa itu hanyalah bohongan. Tapi tidak ada satupun orang yang berani melawan ataupun sekedar memberi penegasan untuk serius dalam pekerjaan yang sedang mereka kerjakan.
"Kiena duduk dulu," perempuan berambut lebat hitam sepunggung menoleh pada perempuan sebayanya, memakai pakaian kaos bertuliskan kru membersihkan tempat duduk plastik untuknya. "Aku periksa pipi kamu dulu,"
"Pipi saya tidak apa-apa kok," ujar Kiena tenang, duduk dan meraih botol mineral dari laki-laki yang memasang wajah kesal. "Kamu kenapa Dito?"
"Sumpah ya, kok bisa sih orang kayak gitu jadi artis terkenal." Masih dengan wajah merah menahan kesal, laki-laki lembut itu menatap tidak suka pada sosok bernama Cindy yang sedang mendapatkan perawatan intensif dari manager dan asistant-nya. "Aku tahu deh, kalau tadi dia sengaja scene salah terus biar ada kesempatan untuk nampar kamu."
"Iya, aku lihat juga." Ujar perempuan didepannya, yang terus berusaha mengompres pipi Kiena yang memerah. Kulitnya sangat putih, hingga bekas tangan terlihat jelas disana. "Pak sutradara gak bisa lihat apa ya."
"Ketutup mata hatinya Jen, kan sponsor besar dari agensi Cindy."
Kedua tangan Kiena meraih tangan Jeni dan Dito. Ia sangat takut jika seseorang akan mendengar dan mengadukan pada sosok topik yang menjadi pembicaraan mereka. Itu sangat berbahaya bagi semua yang bersangkutan. "Sudah yaa, nanti ada yang dengar, saya tidak enak. Sumpah saya gak apa-apa, ini kan emang sudah jadi tanggung jawab saya sebagai artis peran."
"Tapi kamu bisa kenapa-kenapa Kiena, pipi kamu sudah merah banget ituu," Dito mendesah kesal, menatap kulit putih Kiena yang memerah. "Bisa jadi malah pipi kamu yang ada pembengkakan."
"Saya tidak apa-apa."
"Lagian kamu kenapa terima sih untuk ditampar beneran, padahal diawal mereka mau pakai angel camera kan?"
"Saya....."
"Yuk yukk lanjutt,," suara keras Toa speaker kembali terdengar membuat ketiganya bungkam. Kiena berdiri, tersenyum pada kedua temannya, Jeni adalah kru yang turut bergabung dalam sinetron yang sedang Kiena kerjakan. Dan Dito adalah manager serta asistant Kiena yang sama-sama berasal dari agensi kecil, apa lagi Kiena adalah pendatang baru, jadi cukup wajar jika dirinya tidak terlalu diperdulikan disini.
"Ihhh, padahal merah dipipi kamu belum hilang,"
Kiena menggeleng. "Jangan membuat yang lain menunggu, sudah ya, saya kesana dulu."
Kiena berlari kecil, matanya sedikit menyipit kala mata hari menusuk indra pandangannya. Kiena sudah berdiri tepat dihadapan Cindy, ia menarik napasnya dalam-dalam sebelum merubah dirinya menjadi pemeran yang ia mainkan. Saat hembusan tarikan napasnya keluar....
PLAK...
Kiena tersentak, matanya melebar, ia dapat melihat bibir Cindy tersenyum tipis, Kiena menatap sutradara dan beberapa kru lain yang ikut kaget. Sutradara menghidupkan Toa speaker lagi. "Cindy sayang, saya belum mengatalan ACTIOOON!!!"
"Ahhh, maaf, aku lupa." Ujar Cindy dengan suara menggemaskan. Kiena cukup menahan sesak didadanya. Dapat terlihat jelas bahwa Cindy memiliki dua wajah, mengatakan lembut pada semua orang dan memasang wajah membenci kepadanya. "Maaf ya Kiena, aku gak sengaja."
"It's okay kak Cindy," Kiena menggangguk, dia harus tetap tenang bukan? Tidak boleh marah meski dalam dadanya ingin sekali mengumpat.
"Camera, rolllll, action."
Kiena menarik napasnya pelan. Lalu dia mulai masuk kedalam perannya. "Seharusnya kamu yang sadar disini, bahwa dia yang kamu anggap baik malah berbalik menyakitimu.."
PLAK...
"Tidak tau diri kamu,"
"Cut,,," suara sutradara menghentikan adegan mereka. "Bagus Cindy, kamu memang yang terbaik."
Cindy tersenyum senang, menatap Kiena dengan senyum yang sama namun tatapan mata yang dapat Kiena artikan sebagai sesuatu yang berbeda. "Kie, are you okay?"
"I'am okay," jawab Kiena, masih dengan wajah yang tertunduk karena tamparan keras Cindy saat berakting tadi.
Dito yang sudah berlari menghampiri Kiena menatap kaget saat membantunya duduk dan malah mendapatkan sudut bibir Kiena mengeluarkan darah. "Ya ampun, Kie,, Kiena bibir kamu ngeluarin darahhh...."
Hal itu membuat seluruh orang menatap kearahnya.
"Aduh gimana inii...."
"Saya tidak apa-apa Dito," Kiena meraih tangan Dito untuk tenang agar tidak mengundang simpati dari banyak orang. Tapi itu memang yang diinginkan oleh Dito sendiri.
Sutradara menghampiri mereka, membuat Dito setidaknya lega karena mereka diperhatikan. "Gak apa-apa Kie?"
"Aman bang," ujar Kiena, membuat Dito menganga kaget. Laki-laki itu seperti merasa tidak terima dengan jawaban enteng Kiena.
"Wajar deh, Cindy kan profesional, kamu buat emosi dia memuncak makanya dia okay banget masuk kedalam perannya," Sutradara itu mengelus puncak kepalanya. "Gak kamu masukin kedalam hati kan?"
"Eeh, ya enggak dong." Kiena tersenyum, menatap beberapa orang yang tatapan matanya seakan sedang mencibir dirinya. "Saya malah senang, berarti peran saya juga bagus karena sudah buat Cindy marah banget."
Sutradara mengangguk, dia menepuk pelan bahu Kiena. "Kamu keren."
Manager Cindy berdehem untuk meraih fokus mereka. "Cindy memang seprofesional itu Kie, dia beneran masuk kedalam peran kesalnya. Kamu masih perlu belajar lagi dari Cindy. Susah emang mau jadi artis besar tuh, apa lagi kamu dari agensi kecil dan akting kamu kurang bangeeettt." Jelas manager Cindy, terlihat Cindy mengangguk-angguk disana, membuat Dito yang mendengar merasa kepanasan. "Sekali-kali gabung sama artis senior Kie, biar belajar gimana akting yang bagus."
"Eh iya kak, terima kasih sarannya." Kiena melirik ke arah sutradara yang pergi meninggalkan tempat. Kiena paham bahwa pria itu pasti tidak ingin ikut campur dengan permasalahannya yang berhubungan langsung dengan Cindy.
"Hem.." Manager itu bersidekap menatap Kiena rendah. "Seperti Cindy dong yang tidak menyendiri, dia kenal dengan artis besar lainnya, bahkan menjalin hubungan dengan aktor terkenal. Masih untung loh Cindy mau beradu akting denganmu, biasanya Cindy akan alergi dengan artis pendatang baru apa lagi dari agensi kecil."
Kiena tidak membalas, ia hanya menggenggam kuat tangan Dito yang mengepal menahan amarah.
^^^Bersambung 🎬🎬^^^
...🎬🎬🎬...
Kiena duduk didepan cermin, satu tangannya mengompres bagian pipinya yang membengkak, dan tangan lainnya sibuk memainkan benda pipih. Semua kalimat menyakitkan manager Cindy membekas diingatan, lebih sakit lagi saat semua orang tahu tapi bersikap pura-pura tidak tahu. Bagaimana begitu jahatnya semua orang terhadap artis pendatang baru sepertinya. Sudah hampir dua tahun dia hanya bekerja begini-begini saja, tidak ada peran yang lebih baik sejak awal untuknya, selalu saja peran yang menjadi orang paling sudut dikamera atau menjadi orang yang paling tersakiti.
Kiena sadar, hidupnya sendiri sudah sangat menyedihkan, tapi apakah bekerja sebagai pemeran karakter yang berbeda dari kebiasaannya juga harus ikut menyedihkan?
Kiena menatap kecermin didepannya, ia menghela napas pelan, menerawang pandangan. Apakah ada secerca harapan dari dirinya?
Ponselnya bergetar membuyarkan lamunannya, ada dua pesan, satu dari ibunya yang menanyakan soal kapan ia bisa mengirim uang bulanan yang telah telat dari janjinya kepada sang ibu, dan satu pesan dari Farah, orang yang dia kenal satu tahun lalu, Farah memintanya untuk menelpon jika ia senggang.
Kiena menaruh kompres dan berjalan menuju kasur single bed-nya. Menekan panggilan kepada Farah.
"Mba cari saya? Ada apa?"
Suara dari sebrang terdengar mendengus. "Basa-basi kek, langsung aja nih anak.."
Kiena terkekeh. "Apa kabar mba Farah?"
Farah ikut tertawa, dia memberi jeda sebelum kembali bersuara. "Hem.. Baik, baik, kamu gimana? Sama dunia kamu? ada kemajuan?"
Kiena diam, menatap kejenda yang dia biarkan terbuka. "Ya masih gini-gini saja mba,"
"Kamu sudah sebulan libur, uang masih ada enggak?" Tanya Farah khawatir. "Mau mba transfer?"
"Ehh, gak usah mba, saya kan belum buka lowongan." Ujarnya. "Masih sibuk syuting, jadi belum ada waktu untuk kesitu."
Farah hanya menggumam. "Tapi ini waktunya kamu ngirim uang ke ibu kan? Bahkan mungkin telat. Biar mba pinjemin."
"Gak usah mba," tegasnya. "Semingguan lagi deh saya kabarin mba, kayaknya scene bagian saya udah selesai gitu."
"Mba gak memaksa kamu kerja loh." Suara Farah menjauh lalu Kiena mendengar Farah sedang berbicara dengan Kemal, Kiena tidak mengatakan apapun agar tidak mengganggu. "Mba cuma menawarkan untuk mengirim uang bulanan untuk ibu."
"Iya mba, saya paham kok, terima kasih ya sudah mengerti."
"Ya sudah, kabari mba kapan saja kalau kamu butuh." Ucap Farah, Kiena hanya menggumam sebelum panggilan terputus.
Kiena menaruh ponsel kesebelahnya, ia berbaring terletang menatap langit-langit kamar. Farah sangat baik padanya, wanita itu selalu memperhatikan dirinya dan sang ibu. Apapun yang menjadi keluh kesah Kiena, Farah selalu menjadi pendengar yang baik. Mereka bertemu sekitar satu tahun lalu, saat dirinya menangis karena peran pertamanya yang begitu menyakiti perasaannya, Farah datang dan membantu menenangkan, memberikan wejangan soal keras hidup diibu kota dan susahnya menjadi bintang terkenal. Saking baiknya, Farah bahkan menawarkan pekerjaan yang sebetulnya tidak terlalu baik, namun dapat membantu biaya hidupnya selama diibu kota.
Sebetulnya Kiena juga yang bersikekeh menerima tawaran itu disaat Farah tidak ingin mengambil resiko besar ketika pekerjaan ini akan menyeret nama baiknya kelak saat namanya telah melambung tinggi.
Disela ia menatap langit-langit kamar, potongan-potongan ingatan baik datang menghampiri. Sebulan lalu, saat ia mendapatkan client yang baik dari pekerjaan sampingannya sebagai "Jasa penyewa pasangan" memberinya uang bonus lebih dari cukup. Sebagian ia kirim untuk ibunya dikampung dan sebagian ia gunakan untuk merenovasi rumah kontrak-nya agar membuatnya betah sedikit saja. Ditempat kerja, hanya Dito dan Jeni yang menghargainya sebagai manusia, selebihnya mereka hanya mampu memberikan senyum terpaksa, jadi Kiena butuh ruang untuknya merasa tenang dan nyaman.
Jika ia terkenal nanti, ia sudah berjanji pada diri sendiri agar selalu bersikap rendah hati. Kiena tak ingin dicap sebagai kacang lupa kulitnya. Tidak ingin sombong pada junior-nya.
...🎬🎬🎬...
Kiena tersentak kaget saat deringan panggilan berbunyi keras. Buru-buru ia mengangkatnya.
"ASTAGA KIENA!!! APA KAMU MATII? KENAPA LAMA ANGKAT TELEPONKU!!!" Teriakan itu mampu membuat Kiena sempat menjauhkan ponsel karena teriakan cukup keras. "Dimana kamu?"
"M-maaf, dirumah bos." Jawab Kiena gagap, disebrang adalah panggilan dari pemilik diAgensi tempatnya bernaung.
"Cepat ke kantor, ada yang ingin aku bicarakan!!" Teriaknya.
Panggilan terputus, jangankan artis-artis lain, penegak perusahaannya sendiri saja terkadang memperlakukan dirinya seenaknya.
Kiena bangkit dari tidur pulasnya, ia juga tidak menyangka jika semalam membuatnya tidur begitu nyenyak hingga pagi. Biasanya Kiena sudah bangun dan bersiap untuk mencari kegiatan, kali ini malah bos besarnya yang membangunkannya.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, Kiena sampai didepan gedung 'Bmine Entertainment' tempatnya bernanung, perjalanan dari rumah kontrakan hingga kegedung ini memakan waktu sekitar 15 menit, dan Kiena tidak memiliki kendaraan pribadi karena dia adalah artis junior yang tidak banyak orang tahu, perusahaan tidak memberikan sedikitpun fasilitas.
"Hmm, cukup ngaret yaaa..."
Kiena hanya menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya. Hari ini bos besarnya tampak sedang kesal.
"Eehhh, Jenika, baru berangkat ya sayang." Ujar bosnya pada sosok Jenika, artis pendatang baru yang sama sepertinya namun mampu melambung tinggi dan dikenal banyak orang dengan cepat karena sebuah scandal. Beberapa kali Kiena ditawari untuk membuat scandal untuk menaikkan namanya, namun Kiena menolak karena tidak ingin membuat namanya buruk.
Kiena lupa, pekerjaan sampingnya juga pasti akan membuat namanya buruk.
Perempuan bernama Jenika itu hanya tersenyum masam, menatapnya remeh dan berlalu pergi. Bos besar itu hanya tertawa hambar kala Jenika melengos tanpa membalas sapaannya, dan saat melihat matanya, pria bertubuh gemuk itu langsung memasang wajah garang. Kiena tahu kalau semua orang akan memberikan hormat jika memberikan keuntungan pada orang itu, dan kini ia tidak memberikan keuntungan apapun, membuatnya menjadi direndahkan.
"Kie, kamu kan tahu ya kalau perusahaan aku ini gak besar, kita dari agensi kecil." Kiena mengangguk mendengarkan. "Tapi aku mohon dong, jangan membuat masalah."
Kiena berpikir bingung, dia tidak melakukan apapun.
"Kenapa sampai perusahaan besar yang menaungi Cindy memberikan surat kerugian karena kamu." Pria itu melempar sebuah amplop cokelat. "Ini dunia entertain Kie, kamu harusnya paham kalau itu hanya acting, kenapa sampai bersikap berlebihan."
"B-berlebihan? Saya gak ngapa-ngapain loh bos." Kiena mengurungkan niatnya untuk meraih amplopnya.
Pria itu menggeleng. "Kalau gak ngapa-ngapain, kenapa muncul artikel kalau kamu marah karena scene dia nampar kamu dan membuat pipi kamu merah. Jangan berlebihanlah,,"
Astaga. Kiena ingin menangis.
"Kalau sampai mereka meminta ganti rugi, apa yang harus aku lakukan Kie? Kita agensi kecil,"
"Bos gak tanya sama posisi saya?" Dari sekian banyak pertanyaan, itu yang Kiena keluarkan. "Bagaimana tanggapan semua orang disana, bos gak tanya?"
"Untuk apa?"
"Untuk apa." Kiena mengulangi, ia hembuskan napasnya pelan. "Okay, saya akan minta maaf jika bertemu dengan kak Cindy."
^^^Bersambung 🎬🎬^^^
...🎬🎬🎬...
Kiena duduk berlutut, didepan sosok perempuan berlagak imut yang mendengus kesal, memasang wajah tidak terima karena sempat disalahkan oleh publik. Rupanya ada sebuah artikel yang menulis jika artis bernama Cindy telah melakukan kecurangan saat berada dilokasi syuting, menampar lawan mainnya dengan serius karena jika menggunakan metode angel camera perempuan itu merasa kurang puas.
"M-maaf," entah ini adalah kalimat permintaan yang keberapa yang telah diucapkan oleh Kiena pada Cindy. "Kak, maaf."
"Tidak dengar," ucapnya sembari memainkan ponsel, satu tangannya asik memainkan tangkai lolipop yang tertancap dimulutnya.
"Kak Cindy, saya minta maaf, saya tidak tahu jika ada yang sembarangan membuat artikel buruk tentang kakak." Ucap Kiena dengan menunduk didekat kaki Cindy.
"Itu karena kamu yang menyebar omongan." Ucap manager Cindy.
"Tidak!" Kiena menatapnya, jangan membantah apapun yang dikatakan mereka, kiena, Itu adalah kalimat dari bosnya. Astaga, Kiena tidak bisa membantah. Kiena menunduk lagi. "Iya, maafkan kebodohan saya. Seharusnya saya tidak mengatakan apapun kemarin." sambung Kiena, ini semua demi karirnya. Cindy terkenal dengan nama 'ratu penghancur' dia dapat meruntuhkan karir siapapun yang menyenggolnya, entah dia sengaja atau tidak. Kiena tidak ingin menjatuhkan karir yang belum dia bangun.
"Karena kamu masih baru, aku maklumi ya Kiena. Lain kali jangan seperti itu, i don't like." Ujarnya dengan nada begitu manja. "Disini, aku masih berbaik hati karena peran kita adalah adik-kakak, okay."
Kiena mengangguk, Cindy berdiri dan Kiena tetap pada posisi duduk menekuk lutut, ia merasakan ujung heels Cindy menyentuh lengannya. "Sorry aku bersihin dibaju kamu ya, tadi kamu pegang soalnya."
"Iya, gak apa-apa kok kak." Setelah kepergian Cindy terdengar suara helaan dari bos besarnya, Dito yang baru masuk menatap kaget kepadanya.
Dito berlari membantu Kiena berdiri. "Bos, kok diam saja sih. Kiena sedang dipermalukan."
"Itu kesalahan Kiena sendiri karena menyenggol Cindy." Ucap pria itu santai, berjalan menuju mejanya. "Cindy bukan sembarangan artis, banyak yang berpihak padanya, agensi kita kecil, jangan membuatnya semakin kecil karena agensi Cindy dapat menggusur gedung ini."
"Bos tidak tahu kan?" Dito melepaskan genggaman tangan Kiena dilengan. "Look it that, bos. Pipi Kiena bahkan belum kembali normal."
"Dito, sudah." Kiena menggeleng, berharap agar Dito tidak berujar semakin jauh.
Mereka berdua saling menatap dalam, Dito dengan tatapan bahwa semua akan baik-baik saja dan tatapan Kiena mengatakan bahwa semua akan berantakan jika memperjuangkan kebenarannya.
"Keluar kalau tidak ingin semua menjadi runyam." Ucap bos itu, selaku pendiri diagensi yang menaungi Kiena.
...🎬🎬🎬...
Kiena duduk dibawah pohon, memegang minuman kotak menatap kearah kerumunan dimana Cindy sedang tertawa manis memeluk buket bunga dari fans-nya. Jika mereka tahu dibalik sifat manis dan manja Cindy, ada sifat iblis didalamnya.
Kiena mendongak, ada setangkai bunga terulur didepannya. "Congratulation Kiena. Akhirnya selesai juga sinetronnya."
"Terima kasih," Kiena meraih setangkai bunga itu dengan senang. Menatap Dito yang duduk disebelahnya. "Dito, saya belum ada jadwal syuting lagi kan?"
"Belum, kemungkinan dua mingguan lagi untuk sinetron yang judulnya 'cintaku SMA' yang kamu berperan sebagai siswa nerd." Kiena mengangguk, mungkin karena sifatnya yang mengalah, ia selalu mendapatkan peran anak yang perlu dikasihani. Setidaknya, diumur 23 tahun ini ia masih dianggap berwajah muda karena mendapatkan peran anak sekolahan. "Kenapa? Apa kamu ada jadwal lain?"
"Aku mau liburan deh,"
"Duh, yang mau cair langsung liburan."
Kiena terkekeh, liburan yang Kiena maksud adalah sebuah pekerjaan sampingnya. Pekerjaan yang kemungkinan akan menjatuhkannya dihari dimana semua orang sudah mengenalnya, Kiena pasrah saja saat ini, demi kelangsungan hidupnya dan hidup ibunya.
Dito sudah berpamit pergi, Kiena menekan panggilan pada nomor Farah.
"Halo Kie, how are you?"
"Fine. Mba, aku sudah libur, aku on sekarang." Tanpa berbasa basi lagi. Kiena selalu mengaktifkan jasanya krtika jadwal syuting telah selesai.
"Okay Kie, mba aktifin kamu."
Panggilan terputus. Kiena berjalan menuju backstage sembari memainkan ponselnya. Notifikasi internetnya terus bergetar, menampilkan beberapa berita mengenai Ghazam Bentley, seorang aktor papan atas yang jarang sekali berada dinegara sendiri karena kesibukannya berada dinegara orang. Ghazam adalah salah satu aktor favorite-nya, ia pernah bertemu sekali dengan Ghazam saat fan meeting, aktor itu sangat ramah dan baik, membuat Kiena semakin menyukai sosok Ghazam Bentley.
"Kie." Kiena menoleh melihaf Jeni yang berlari kearahnya. Kiena menaruh ponselnya kedalam tas. "Itu tadi ada buket bunga untuk kamu,"
"Hah? Dari siapa?"
"Cuma ada nama penerima sama ucapan gitu, aku pergiii..." Kiena mengangguk tanpa melihat kearah Jeni yang sudah menghilang. Buket bunga Alstroemeria dengan sebuah kartu ucapan syukur karena ia telah menyelesaikan peran kecilnya. Kiena hanya tersenyum, memeluk buket buka yang sama seperti satu tahun yang lalu. Kiena memiliki satu orang pengagum setianya. Berinisial B.
...🎬🎬🎬...
Sembari menyantap makan malamnya, Kiena menatap layar ponsel yang menayangkan episode terakhir sinetron yang dirinya ada disana. Saat sedang asiknya, dering panggilan dari Farah membuatnya menghentikan aksi menontonnya.
"Ya mba,"
"Sumpah ya, kamu itu luck banget tau gak?" Farah terdengar tertawa disebrang. "Langsung ada yang mau rent kamu nih."
"Serius mba?"
"Iya," Farah dan Kiena sama-sama terdiam. Farah lebih terdengar paling bahagia. "Nanti mba kirim alamat untuk ketemuannya,"
"Nyewa untuk apa mba?"
"Katanya sih mau ada acara besar gitu, dia kurang suka dideketin sama perempuan yang nempel karena cari perhatian." Ujar Farah menjelaskan. "Ini aja katanya managernya loh yang chat sama mba, astaga Kienaaaaa..."
"Hah!! Kenapa mba?" Kiena kaget karena Farah langsung berteriak.
Namun sebuah teriakan bahagia, tapi wanita itu belum menjelaskan padanya. Masih sibuk berteriak.
"Mbaa...." Teriak Kiena karena Farah masih terus berteriak tanpa mendengar panggilan khawatirnya.
"Kie, ya ampuun. Dia langsung transfer dong, bahkan dia ngasih bonus. Duhh," Farah masih sibuk dengan omelan bahagianya. "Mba kirim uang kamu sekarang ya, sekalian cari baju karena ini orang gak sembarangan orang."
"M-makasih mba." Kiena kaget, biasanya bayarannya akan dikirim setelah kontrak berakhir.
"Jangan lupa, langsung transfer ibuu,"
"Iya. Terima kasih mba." Panggilan terpurus. Kiena menaruh ponselnya dan membawa piring kosongnya ketempat cuci piring.
Setidaknya. Beban pikiran untuk ibunya sudah menghilang besok. Demi kebahagiaan sang ibu, Kiena rela melakukan apapun.
^^^Bersambung 🎬🎬^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!