Hallo semuanya!
Sebelum membaca novel ini. Alangkah baiknya kita tahu karakter dan bentuk fisik tokoh Sarah.
Sarah adalah seorang gadis yang berusia 18 tahun. Dia adalah anak angkat dari Pa Riki (Ketua RT didusunya). Dia menjadi yatim piatu sejak kelas 1 SD. Yang menyebabkan dia berhenti sekolah dulu. Karena meratapi kepergian orang tua nya. Sarah memiliki Tubuh yang sangat ideal. Bisa dikatakan seperti gitar spanyol. Dia juga berparas cantik. Bibir mungil tipis, bulu mata lentik, rambut panjang dengan poni, dan kulitnya yang sangat putih. Itu semua membuat dia menjadi primadona disekolahnya. Sampai seorang guru muda yang mengajar disekolahnya sangat tertarik kepadanya. Sampai mereka menjalin kasih. Tidak sembarangan. Guru muda itu memilihnya. Tidak hanya kecantikanya. Tapi dia dipilih untuk menjadi kekasihnya. Karena kecerdasanya, kemandirianya, sikapnya yang ramah, dan kemandirianya. Tapi sayangya. Dilihat dari kelebihanya. Dia juga memiliki kekurangan. Diantaranya, mudah baper, mudah kesal, terburu-buru mengambil keputusan, dan gampang down.
selamat membaca :)
Terlihat tatapan kecewa dari bola matanya. karena gunung indah yang biasa dilihatnya terhalang oleh kabut yang sangat tebal. Cuaca pagi itu sangat dingin. Teh hangat dan pisang nangka kukus menjadi sarapanya. Tiba-tiba suara teriakan dari dapur memanggilnya.
"Sarah? Ayo habiskan sarapanya ayahmu sudah menunggu." ucapan ibunya menyudahi lamunannya.
"Iya Bu aku dah siap." Sarah pun bergegas pergi dan pamit ke sekolah kepada ibu nya.
Diujung rumah belakang terlihat ayahnya yang sedang menyiram tanaman.
"Ayah?" Mengagetkan ayahnya sambil menepuk pundak ayahnya.
"Rajin banget yah" Sambil tersenyum. "Yah, anterin aku nya sampe pinggir jalan ya. Soalnya, kabut sangat tebal" ucap Sarah.
Sambil menyudahi menyiram tanaman. Ayahnya berbalik menghadapnya sambil tersenyum.
"Ayah dari tadi sudah menunggu kamu" Sambil mengelus baju kanan anaknya.
"Yah, ayah tahu kan guru Biologi ku yang menjadi Wakasek Kurikulum? Yang pernah aku ceritakan kepada ayah." bilang Sarah sambil tersenyum manis.
"Iya. Ayah masih ingat. Bukanya itu guru muda yang suka sama kamu? Apa masih sampai sekarang?" tanya serius ayahnya.
"Sebenarnya aku juga suka banget yah sama guruku itu, tapi sara gak berani soalnya sara malu masa harus dekat sama guru sendiri. Lagian sara gak enak sama teman-teman yang katanya suka, juga sama sara hihi"
"Aduh ayah sampai lupa kalau anak ayah primadona hihi. Sara, ayah tahu kamu dari dulu kalau disekolah selalu fokus belajar. Tidak menanggap serius hal yang seperti ini. Dan tentang guru mu itu ayah sudah tahu dari Bu Ima. Beliau sering cerita kepada ibu mu. Katanya gurumu yang bernama Pak Richard (lebih dikenal Pak Rei) sangat menyukai dirimu sudah lama. Ayah tahu, kamu bukan anak kecil lagi. Kamu sudah beranjak dewasa sekarang dan ayah tidak akan ikut campur untuk masalah hati kamu."
"Ayah serius yah?." Sambil menatap ayahnya dengan bahagia.
"Iya ayah serius. Oh iya kamu hari ini rapat buat perpisahan sekolah kamu doang kan?"
"Iya yah. Perpisahan jadinya di Laut."
"Berarti hari ini hari terakhir kamu pergi ke sekolah kan?"
"Iya yah. Sara juga bertemu teman-teman lagi, pas berangkat ke Laut nya yah."
Tidak terasa. Mereka sudah sampai dipinggir jalan raya, yang lumayan jauh dari rumahnya. Karena rumahnya berada dikaki gunung dengan banyak tanjakan yang harus dilaluinya.
"Ayah aku berangkat ya." Sambil mencium kedua tangan ayah nya.
Mobil angkot dari kejauhan sudah terlihat. Tapi, dari kejauhan seorang wanita memakai motor melajukan motornya dan menyalip angkot tersebut. Ternyata itu adalah Saras temanya Sarah. Saras memberhentikan motornya dan mengajak Sarah berangkat bareng.
"Rah, ayo bareng. Aku gak ada teman nih. Lagian ini udah jam setengah 7." ajak Saras.
"Apa kamu mau bareng sama temanmu?" tanya Pak Riki ayahnya.
"Yaudah yah. Aku bareng aja deh. Kirain aku, baru jam 6. Soalnya kabutnya tebal. Aku juga gak sempet lihat jam tadi."
Ayahnya hanya tersenyum dan mengangguk.
"Ayo Ras." ajak Sarah sambil mendekati Saras
"Mari pa, kita berangkat dulu." kata Saras
"Iya hati-hati ya!"
Mereka pun berangkat.
Dijalan.
Saat mereka sedang diperjalanan, Saras membawa motornya dengan kencang. Dan pas sudah sampe belokan, yang akan ke Sekolah. Sarah melihat Pak Rei dari kejahuan. Dada nya berdebar membuat dia merasa sangat malu. Saras yang fokus melajukan motor tidak melihatnya. Pak Rei yang saat itu membawa Mobil Mewah berwarna Putih. Dari kejauhan pun melihat Sarah yang sedang berboncengan dengan temanya.
Sarah melihat ke kaca mobil yang dibawa Pak Rei dan mengarahkan pandanganya saat Saras mengajaknya berbicara.
"Sar, kemarin aku ke pasar beli bahan kue untuk acara di tetanggaku. Terus aku ketemu sama Pa Rei, dia sama wanita dan anak kecil perempuan. Siapa nya yah? Jangan-jangan calonnya." ucap Saras sambil tertawa.
Dengan perasaan yang kaget, Sarah berusaha menjawab dengan santay." Tidak masalah ras, Pak Rei kan hanya guru ku hihi."
"Waw yakin hanya guru?" ejek Saras.
"Mungkin nanti mah lebih kali ya." ucap sarah sambil tersenyum.
"Pak Rei itu ponakanya Pak Hendra ya? Tapi kok gak pernah barengan ya kalau berangkat ke sekolah?" tanya Saras.
"Iya. Katanya sih Pak Rei aslinya orang Jakarta."
"Terus kenapa dia bisa kesini?"
"Ntahlah." Sarah menggelengkan kepalanya.
"Ohh. Mungkin Pak Hendra minta tolong ke Pak Rei. Kan Pak Hendra kepala Sekolah. Kekurangan guru kali, soalnya pak Ridwan yang megang kurikulum semua siswa, lagi sakit."
"Hmm." Sarah tidak merespon.
Sesekali dia menengok ke arah mobil Pak Rei.
"Rah, apa kamu sering chatan sama Pak Rei?" tanya Saras dengan penuh keingintahuan.
"Ya sempet sih akhir minggu-minggu ini. Dan pak Rei tuh tepat waktu banget. Dulu aku chatan hanya sekedar menanyakan materi yang belum aku fahami. Tapi setelah Ujian kemarin selesai, dia ada menghubungiku. Sempet menceritakan hal privasi juga sih, gak hal sekolah aja."
"Wahh. Sosweet banget tuh. Emang pak Rei tuh bikin baper orang. Udah mah sikap nya yang dingin bikin orang kalau diajak ngobrol tuh pasti tergila-gila deh" ucap Saras sambil tertawa.
"Ras kamu tahu gak?"
"Tahu apa?"
"Orang yang lagi kita ceritakan, dari tadi ada dibelakang kita tuh."
"Hahh?" Saras kaget dan membenarkan kaca spion nya untuk melihat ke arah mobil pak Rei yang ada dibelakang. "Waduh benar aja. Kenapa gak ngasih tahu?."
"Gak terlalu penting ras."
Saras melajukan motornya dengan kencang menjauhi mobil Pak Rei karena dia merasa malu. Setibanya disekolah, Saras pergi ke parkiran. Sedangkan Sarah karena akan menemui Emeli sahabatnya, hanya ikut sampai gerbang sekolah. Kemudian dia berjalan lalu pergi ke taman untuk duduk menunggunya. Sarah mengeluarkan handphonenya lalu menelpon Emeli.
"Hallo? Kamu udah dimana?"
"Ini aku bentar lagi sampe, ban motor ayah ku mau diisi angin, ada 3 orang nih aku masih ngantri."
"Aku tunggu di taman yah, Risa tadi berangkat sama pacarnya jadi aku kesini bareng Saras."
"Oh. Pantes biasanya kalau kamu pakai angkot, kamu selalu yang paling siang."
"Iya mel. Mel, ini pertemuan nya dimulai jam berapa sih? anak-anak udah pada masuk ke aula tahu."
"Dimulainya jam 8, tapi suka jamkaret deh. Lagi nunggu kepala sekolah dulu mungkin jam setengah sembilan baru mulai."
"Yaudah deh. Aku tunggu kamu ya. Hati-hati!"
"Iya rah."
Telpon dimatikan.
Setelah Sarah mematikan telponnya, handphone nya kembali berdering. Alangkah bahagianya dia karena yang nelpon adalah Pak Rei. Sampe pipinya yang tidak pernah memakai polesan bedak memerah.
"Hallo pak?"
"Ya hallo. Saya kira kamu gak ke sekolah kenapa gak bilang?"
"Emang harus bilang? Kita kan terakhir chat dua hari yang lalu. Bapak tidak menghubungi saya lagi semenjak itu."
"Saya sibuk."
"Oh gitu. Tumben pagi-pagi udah dateng?"
"Pak Hendra gak bisa dateng kesini, jadi saya disuruh menghandle nya untuk pertemuan nanti."
"Terus sekarang dimana?"
"Masih didalam mobil."
"Loh kenapa gak turun?"
"Kalau saya turun gak bisa nelpon kamu."
"Emang kenapa?"
"Saya gak suka ada yang tahu kalau saya nelpon kamu."
"hmm"
"Udah ya. Saya banyak kerjaan."
"Iya."
Sarah menggerutu." Kalau aku bilang mau ke sekolah, apa dia akan menjemputku." Sarah tersenyum bahagia.
"Sarah?"
Teriakan Emeli mengagetkanya.
"Hey mel?"
"Hey. Widih. Pake baju bebas kaya gini terlihat dewasa banget haahaa."
"Ini masih pagi mel." ucap Sarah sambil berdiri.
"kita ke kelas yuk! Seminggu libur usai ujian kita gak ketemu teman-teman kangen juga ya." ajak Sarah
"Ayo deh" Sambut Emeli sambil menggandeng tangan Sarah.
Mereka pun pergi ke kelas.
Kacamata hitam menutupi kedua bola mata pria tersebut, bibir merah muda dan wajah putih mulusnya terbasahi air mata yang sedikit demi sedikit menetes. Bunga diatas pemakaman tersebut bertambah setelah seorang wanita menaburkanya.
"Aku turut berduka cita atas meninggalnya papah mu vin, tapi kamu jangan terus meratapi kepergianya. Mama mu dirumah masih belum sadarkan diri. Ayo kita pulang" ucap seorang wanita cantik. Tapi pria tersebut masih belum beranjak bangun. Wanita tersebut masih menunggunya, sambil memegang pundak pria tersebut.
"Vin please! Ayo kita pulang kasihan sama mama mu."
"Benar kata nyonya Aira, tuan. Alangkah baiknya kita pulang dulu." sambung Andreas asistantanya.
Pria yang bernama Alvin pun bergegas bangun dan masuk ke mobil nya disusul Andreas dan Aira.
"Nyonya gak masuk?" Sambil membuka kaca mobil dan ada Aira yang hanya melihat Alvin dari luar.
"Nggak. Saya bawa mobil sendiri. Titip Alvin aja ya."
"Baik nyonya."
Keheningan dalam mobil pun terjadi, hanya ada suara halusnya mesin mobil yang melaju kencang. Saat mobil akan berbelok menuju arah rumahnya.
"Pergi ke apartement ya! Saya gak ke rumah dulu." Sambil mematikam handphone yang banyak notifikasinya saat dicek.
"Iya tuan." jawab Andreas yang Fokus menyetir.
Tibalah di Apartement.
"Kamu gak usah turun, pergi ke rumah cek keadaan mama."
"Baik tuan."
Mata sembab dengan fikiran yang sedang kacau, membuat kepalanya sakit.
"Pah, aku percaya engkau telah tiada. Kita tidak bisa berbicara bersama lagi. Hanya lewat mimpi itu pun kemungkinan pah."
Sambil menutup matanya dia tertidur.
Rumah yang sangat besar dan luas dengan taman yang sangat indah. Disepanjang jalan penuh tulisan duka cita. Pembisnis, keluarga besar, karyawan, dan yang lainya masih memenuhi rumah tersebut.
Tibalah mobil mewah berwarna merah. Turunlah Aira dengan bergegas masuk ke rumahnya. Spontan pandangan orang-orang tertuju kepadanya.
"Tante Indah?" Bisikan Aira kepada wanita yang masih berbaring lemas, wanita yang berusia kisaran 45 tahun tersebut masih tidak percaya akan kepergian suaminya.
"Aira?" Suara Indah memanggilnya dan rasa ingin memeluk Aira, sangat menggebu saat dirinya masih dalam keadaan masih berbaring. Suara tangisan kedua wanita tetsebut pun pecah dan semakin kencang.
"Tante, gak percaya papa nya Alvin lebih dulu pergi ninggalin tante disini. Tante udah berusaha sebaik mungkin merawatnya. Tadi malam papa mau dibikinin teh hangat pake madu ra. Terus minta lagi air putih segelas, tapi dia seperti kesusahan bernafas. Pas tante mau menelpon Dokter, papa nya Alvin malah menarik Baju tante. Dia memeluk tante. Saat tante kembali memeluknya denyut jantung nya gak kerasa ra. Nafasnya juga gak terasa ke tubuh tante." Dengan suara yang terisak-isak membuat aira semakin menangis.
"Tante. Lihat aira tan!" Sambil memegang lembut wajah Tantenya dan menyuruhnya agar menatap matanya.
"Ini semua sudah terjadi tan. Aku sedih tante sedih Alvin pun sedih. Semua yang sayang sama Om Ali pasti sedih. Tapi kita gak bisa kaya gini terus tan. Ini air mata aku, aku hapus dan ini air mata tante ini aku juga hapus. Gak boleh ada lagi kesedihan diantara kita semua tan." ucap Aira dengan suara masih bergetar.
Malam yang dingin dengan suar air hujan yang sangat kencang. Ruangan apartement yang gelap, hanya sedikit cahaya dari jendela karena gorden yang masih terbuka. Membuat Kedua bola mata itu terbangun, walaupun kepala yang masih berat karena sakit. Alvin berjalan menuju kulkas untuk mencari segelas air putih.
Kemudian dia minum sambil berdiri didekat jendela dan melihat banyaknya air hujan yang turun sangat deras.
Lampu kota yang hanya terlihat pantulan cahayanya. Membuat dirinya teringat akan apa yang sudah terjadi sebelum dia tertidur.
Waktu malam sudah hampir tiba. Keberangkatan menuju Laut untuk perpisahan jam delapan. Terlihat Sarah dengan rambutnya yang panjang terikat. Rok hitam panjang, disertai jaket putih tulang dengan bulu-bulu halus diciputnya. Dan tas ransal hitam, yang menjadikan penampilanya lebih terlihat dewasa. Dia sedang kebingungan mencari siapa yang akan mengantarkannya ke alun-alun kecamatan, sebagai tempat bus menunggu untuk keberangkatan.
Sebelumnya, Ayahnya sudah berpamitan untuk pergi Rapat dengan warga nya. Karena Ayah nya adalah seorang ketua RT. Sedangkan Ibu nya membantu mencari orang untuk mengantarkan anaknya berangkat menuju lokasi.
"Hallo? "
"Ya hallo Bu"
" Andi? Ibu mau minta tolong bisa anterin Sarah gak ke kecamatan? Dia mau berangkat perpisahan ke Laut Pangandaran." ucap ibu nya.
"Yahh. Maaf Bu saya lagi gak dirumah, ini lagi lomba Di Kabupaten."
"Owalah yasudah. Maaf ganggu ya ndi."
"Oke gak papa Bu."
Sarah masih kebingungan karena waktu hanya setengah jam lagi.
Trut Trut Trut
Suara handphone berbunyi.
Alangkah terkejutnya Sarah. Ternyata yang nelpon ialah Pak Rei. Dengan jantung yang berdebar dan suara yang agak gugup dia mengangkat telponnya.
"Hallo?" Suara lembut disebrang sana.
"Hallo pak?"
"Sarah dimana ya? udah setengah jam lagi kok belum kelihatan?" tanya Pak Rei.
Jlep jantung Sarah berdetak kencang. "Aku tidak pernah diperhatikan sejauh ini oleh nya." ucap Sarah dalam hati sambil senyum-senyum.
"Hallo?" Pak Rei masih menunggu jawaban. Karena Sarah belum menjawabnya.
"Maaf pak, saya masih dirumah. Gak ada yang nganterin soalnya ayah lagi rapar rt. Tetangga juga gak ada yang anterin. Tadi udah ditelpon tapi katanya lagi di kabupaten. Saya rumahnya juga kan jauh ke orang pak." Jawab Sarah.
"Tunggu disana saya jemput kamu."
"Tunggu! (nada keras) emangnya bapa tahu rumah saya dimana?"
"Tunggu saya didepan rumah Kamu!" Mematikan telpon.
"Iya."
Sarah bergumam sambil tertawa.
"Seberani itukah pak? Hmm biar jutek tapi perhatian hihi."
Sepuluh menit kemudian
Trut trut trut
"Pak Rei?" Spontan Sarah kaget
Sarah lan sung bergegas keluar sambil pamitan kepada ibu nya.
"Bu, aku pamit ya." Sambil mencium pipi kanan kiri ibu nya.
Ibu nya sudah mengetahui bahwa Sarah dijemput oleh Pak Rei, karena ibu nya yang menelpon Bu Ima agar menyuruh Pak Rei menjemput Sarah. Sarah membuka pintu dan keluar rumah. Sedangkan ibu nya pergi ke kamarnya telponan sama bu Ima.
Alangkah indahnya pertemuan seorang guru yang banyak dikagumi oleh muridnya. Dan sorang murid cerdas, sopan dan jadi primadona di sekolahnya.
"Selamat malam pa." Sambil mengulurkan tangan kepada pak Rei dan berusaha agar tidak gugup.
"Ya. Selamat malam." jawab Pa Rei sambil menerima uluran tangan Sarah yang mengajak nya salaman seperti halnya salaman guru dengan muridnya.
"Ayo. Udah pada mau berangkat."
Sarah pun tanpa berkata-kata naik ke motor Pak Rei.
"Aduh. Minyak wanginya wangi banget. Baru pertama kali dibonceng gini sama dia. Dek-dekan juga hm" ucap Sarah dalam Hatinya.
"Apa bapak ikut? Di bus nomor berapa?saya di bus nomor 4 pa." tanya Sarah menghilangkan kecanggungan.
"Ya. Nomor 2." jawab Pak Rei singkat.
"Baiklah kali ini aku tidak akan bertanya. Rasanya malu juga kalau dia menjawabnya singkat. Eh tapi kan dia memnang seperti itu.Ah yaudahlah diem aja" ucap Sarah kembali dalam hati nya sambil mengeluarkan nafas panjang.
Siulan dan sorakan ramai dari teman-temanya.
"Sarah? Kamu cantik banget."
"Beda banget gak pake seragam. Cakep bet dah"
"Cie. Mantap pak Rei ihiwwww."
"Jangan kaya begitu." ucap Sarah
Belum sempat Sarah bilang terimakasih.Pak Rei sudah pergi dengan wajahnya yang jutek.
Sarah hanya menengok ke arah pak Rei saat melihatnya pergi. Teman-temanya mendatanginya dan mengajaknya ke lapangan untuk mendengarkan arahan terlebih dahulu sebelum bus nya berangkat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!