KRINGGGG...
Bel masuk berbunyi. Semua murid berlarian masuk ke ruang kelasnya masing-masing. Tidak terkecuali dengan Ayana Ryandra Udara. Gadis cantik yang dikenal pembuat onar.
"Ayo cepat, nanti kita di hukum lagi," ucap gadis itu meneriaki temannya yang berlari di belakang.
"Capek, Ay," sahut Farah, gadis yang berlari di belakang Ayana.
"Udah ayo cepetan," Ayana menarik pergelangan tangan Farah, lalu mengajaknya berlari lebih cepat.
Ayana membuka pintu kelas dengan pelan, melihat situasi kelas yang belum ramai. "Oke, aman," ucapnya tersenyum.
"Cepat banget sih lo larinya, capek gue" gerutu Farah.
"Mangkanya Far, kalau ada waktu luang tuh olahraga, bukan malah nonton drakor!" sahut Ayana sembari duduk di kursinya.
Brakkkkk! Seseorang membuka pintu kelas dengan keras. Membuat semua orang yang berada di kelas melihat ke arahnya. "Guys, ada kabar baik," ucap seorang gadis di tengah pintu.
"Apa?"
"Kita pulang cepat?"
"Jam kosong?"
"Sekolah ditutup?"
"Atau, kita semua langsung lulus?"
Gadis itu menghela napasnya berat, senyum di bibirnya sedikit memudar. "Bukan itu!"
"Apa?"
"Kelas kita akan ada anak baru. Ganteng banget," ucap Megan dengan heboh.
"Serius? Kira-kira tingkat kegantengannya kayak siapa?" tanya Ayana polos.
"Zayn malik? Rizky nazar?" tanya Jihan ikut berbicara.
"Setingkat lah pokoknya!" jawab Megan.
"Tipe gue banget," ucap Ayana seraya tersenyum.
"Selamat pagi anak-anak," ucap Bu Silvi memasuki ruang kelas bersama dengan seorang pria.
"Pagi Bu," sahut murid kompak.
"Ganteng," ucap Ayana yang fokus pada pria yang berada di samping Bu Silvi.
"Ibu akan kenalkan kalian pada anak baru. Namanya Argatha Bumi Yudisthira, dia pindahan dari Bali" ucap Bu Silvi.
"Bu, Argatha duduk sama saya aja, samping saya kosong loh Bu, mubazir kalau dianggurin" ucap Ayana menyeringai.
"Huuuuu, modus lo, Ay!" Gerutu murid lain.
"Jangan Bu, nanti digodain terus sama Ayana, Bu" ucap Farah.
"Ussttt! Sirik aja lo semua," sahut Ayana.
Seketika suasana kelas menjadi riuh karena ocehan siswi-siswi di kelas melihat siswa tampan di kelasnya.
"Sudah, sudah. Argatha silahkan duduk di samping Ayana" ucap Bu Silvi.
"Baik, terima kasih Bu" ucap Argatha, lalu ia berjalan menuju kursi gadis itu.
Kedua sudut bibir Ayana mengembang dengan sangat lebar saat menyambut kedatangan pria itu. "Silahkan.." ucap gadis itu menyuruh Argatha duduk di kursi yang berada di sampingnya.
Pria itu menaruh tas nya, lalu menghadap ke depan, memperhatikan Bu Silvi yang sedang berbicara.
"Kenalin, nama gue Ayana, siswi paling cantik di SMA Unasa," ucapnya dengan pelan.
"Iya," jawab Argatha singkat.
"Nama lo siapa?" tanya Ayana lagi.
"Kan lo udah tau tadi," jawab Argatha datar.
"Ihh, dingin banget sih nih cowok," umpat Ayana dalam hati.
Jam pelajaran pertama pun selesai. Beberapa murid berhamburan keluar kelas. Kantin adalah tujuan utama mereka.
"Argatha mau ke kantin nggak?" tanya Ayana.
"Nggak," jawab Argatha singkat.
"Argatha puasa?" tanya Ayana.
Gadis itu mendekatkan wajahnya dengan pria itu. Membuat pria itu terkejut. "Lo ngapain sih dekat-dekat?" ucapnya sedikit tidak ramah.
"Ganteng, tapi sayang dingin!" ucap Ayana.
"Udah sana, jangan ganggu gue," sahut Argatha ketus.
Kedua mata Ayana membulat, mulutnya sedikit terbuka sempurna. Baru kali ini ada seorang laki-laki yang berani mengusirnya, biasanya dia yang selalu mengusir para laki-laki karena merasa tidak cocok dengan tipenya.
Ayana semakin mendekatkan dirinya dengan Argatha. Perlahan senyumnya terlukis. "Argatha benar-benar beda dari yang lain," ucapnya senang.
"Oke, Argatha cocok masuk kategori cowok Ayana" ucap Ayana dengan percaya diri.
Argatha mengerutkan keningnya. "Hah?"
"Argatha nggak dengar? Argatha cocok masuk kategori cowok Ayana," jawab gadis itu.
"Argatha harusnya senang, karena banyak loh cowok yang Ayana tolak," tambahnya.
"Gue nggak tertarik sama lo, dan gue nggak pengen jadi cowok lo," ucap Argatha.
"Santai aja, kita pelan-pelan aja, jangan buru-buru," sahut Ayana.
Argatha menggelengkan kepalanya, ia benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran gadis itu.
"Ayana ke kantin dulu ya, bye calon pacar," ucap Ayana menyeringai tak berdosa.
Argatha menarik napasnya panjang. Bagaimana bisa ia menghabiskan waktu di kelasnya dengan gadis seperti itu. "Lama-lama bisa gila gue disini" ucapnya.
Argatha berdiri di balkon sekolah, melihat beberapa anak sedang berlatih basket. Ia belum memiliki teman satu pun. Entah karena sikapnya yang terlalu dingin, atau memang teman-temannya yang enggan untuk bersamanya. Hanya Argatha lah yang tau.
"Bro..," ucap seseorang seraya menepuk bahu Argatha.
Argatha menoleh, melihat orang yang menepuk bahunya. "Kenalin, gue Aldi," ucapnya seraya melepaskan tangannya dari bahu Argatha.
Argatha tersenyum sedikit. "Yang duduk di pojok kan?"
"Iya benar banget," jawab Aldi tertawa.
"Sendirian aja loh?" tanya Aldi.
"Belum ada teman nih," jawab Argatha dengan tatapan melihat anak-anak yang berada di lapangan.
"Tenang bro, ada gue," sahut Aldi
"Siap, siap," ucap Argatha menunjukkan ibu jarinya pada pria yang berada di sampingnya.
"Bro, jangan mau di dekatin sama Ayana," ucap Aldi
"Kenapa?"
"Biang masalah," jawab Aldi
"Hah? Itu anak?" tanya Argatha
"Nggak percaya? Lo tanya sama anak-anak disini, pasti mereka pada kenal sama si biang onar satu itu," jelas Aldi
"Tapi jangan salah, walaupun biang onar, dia tetap banyak fansnya, terutama cowok-cowok," tambah Aldi.
"Lo tau banget ya tentang Ayana," ucap Argatha
Aldi tertawa, "Hahaha.. gimana gue nggak tau tentang dia, gue dari kelas sepuluh udah satu kelas sama dia," ucap Aldi.
"Nggak bosan hampir tiga tahun sama dia?" tanya Argatha dengan senyum sinis.
"Bosan banget sumpah," jawab Aldi dengan penuh penekanan.
Argatha menghadapkan posisinya ke arah Aldi. "Ayana emang gitu ya anaknya?" tanyanya.
"Gitu gimana?" tanya Aldi sedikit serius, melihat wajah Argatha yang serius.
"Ya, agresif gitu," jawab Argatha ragu-ragu.
"Cuma sama lo aja dia begitu, sama cowok lain mah, nggak," ucap Aldi.
Aldi menepuk bahu Argatha lagi dengan keras, membuat pria itu sedikit meringis. "Berarti lo itu high quality, jadi dia dekatin lo," tambah Aldi.
"Lo kira gue barang pabrik," sahut Argatha
"Udah jangan ngomongin Ayana terus, kalau orangnya dengar, bisa dibakar hidup-hidup gue," ucap Aldi.
Argatha dan Aldi memasuki kelas. Mereka saling melihat satu sama lain, saat melihat Ayana yang tersenyum kepada mereka berdua. "Aldi udah dekat sama Argatha?" tanya Ayana.
"Udah," jawab Aldi singkat.
"Aldi sini deh," ucap Ayana.
Aldi menghela napasnya, lalu menuruti ucapan gadis itu, karena jika tidak, ia harus siap mendengar rengekan dari gadis aneh itu. "Kenapa?" tanya Aldi.
"Aldi, gimana caranya biar bisa dekat sama Argatha?" bisik Ayana seraya melirik Argatha yang sekarang sudah duduk di kursinya.
"Ya nggak gimana-gimana," jawab Aldi jujur.
"Ih, Aldi mah gitu," decak Ayana.
Aldi mengerutkan keningnya, "Gue kenapa?" tanya Ali bingung.
"Bantuin Ayana dekat sama Argatha ya?" Ayana menakupkan kedua tangannya seraya memohon pada pria itu.
"Nggak! Nggak! Nggak!" tolak Aldi cepat.
"Ih, Aldi!" rengek Ayana.
"Nanti lo tinggalin Argatha gitu aja pas dia udah cinta sama lo, kayak yang dulu-dulu. Nggak deh" ucap Aldi.
"Ih, nggak Aldi, Ayana serius sama Argatha. Ayo dong Aldi bantuin Ayana," mohon Ayana.
"Nggak janji," Aldi langsung berjalan menuju ke kursinya, membiarkan Ayana yang melihat ke arahnya.
"Aldi awas aja ya, Ayana pastiin Aldi nggak akan bisa masuk kantin mulai besok," ancam Ayana.
Seketika anak-anak yang berada di kelas tertuju dengan Aldi dan Ayana. Tidak terkecuali dengan Argatha.
Langkah Aldi pun terhenti, ia menarik napasnya panjang. Ia malas sekali berurusan dengan gadis itu, karena akan menjadi sangat panjang dan susah diselesaikan.
"Ngancem terus!" ucap Aldi.
"Biarin!" sahut Ayana seraya menjulurkan lidahnya.
"Mampus lo, Di, akses lo ke kantin di lockdown," ucap Farah tertawa
"Perkataan Ayana nggak pernah main-main loh," ucap Ayana pada Aldi.
"Iya iya, gue bantuin!" sahut Aldi pasrah.
Mendengar ucapan Aldi, senyum di bibir tipis Ayana langsung mengembang. "Nah gitu dong, kalau gitu, Aldi bebas jajan di kantin. Aldi mau apa aja tinggal ambil" ucap Ayana.
"Serius? Dibayarin?" tanya Aldi excited.
"Ayana biarin" jawab Ayana tertawa.
"Sial!" gerutu Aldi.
Argatha hanya tersenyum saat melihat perdebatan kecil yang terjadi di kelas tersebut. Kemudian ia mengambil earphone dan memasangnya.
Ayana menghampiri Argatha yang nampak asyik mendengarkan musik. "Argatha..," panggilnya.
Tidak ada respon apapun dari Argatha, pria itu tetap aja memejamkan matanya sambil mendengarkan musik.
"Argatha..," panggilnya lagi.
Tetap saja tidak ada jawaban apapun dari pria itu.
Ayana mendecak kesal, ia memandang Argatha lekat. Lalu, menarik salah satu earphone yang terpasang di telinga Argatha, dan memasang earphone tersebut di telinganya, membuat pria itu terpelonjak kaget.
Argatha menoleh, menatap gadis di sampingnya dengan sinis. "Balikin earphone gue."
"Nggak mau."
"Sini."
"Nggak."
"Argatha suka lagu ini? Ayana juga suka loh lagu ini," ucap gadis itu.
"B aja," sahut Argatha singkat.
Farah melipat kedua tangannya, ditaruh di depan dada. Farah melihat Ayana yang terus mendekati Argatha, membuatnya tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. "Benar-benar gila tuh anak," ucapnya pelan.
°°°°°°
Seluruh siswa-siswi SMA Unasa nampak berkumpul di kantin, menghabiskan jam istirahat mereka dengan makan dan bercanda gurai. Tidak terkecuali dengan Argatha dan Aldi, mereka berdua nampak asyik mengobrol sambil memakan bakso.
"Di, kata lo si Ayana hobi bikin onar, mana? sejauh ini masih aman-aman aja tuh anak," Argatha membuka pembicaraan.
Aldi melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, "Biasanya sih jam segini tuh anak beraksi," jawab Aldi.
Tidak lama kemudian..
"Bu, bakso satu."
"Pak, es teh manis dua gelas ya.."
"Eh lo yang duduk di pojok, sana minggir gue mau duduk disitu," teriak seorang gadis yang sangat Argatha kenal. Siapa lagi kalau bukan Ayana.
"Tuh kan mulai beraksi tuh anak," ucap Aldi.
Argatha menelan ludahnya kasar, melihat gadis itu dengan tajam. "Setiap hari Ayana begitu?" tanyanya.
"Setiap hari selama hampir tiga tahun," jawab Aldi.
"Yang lebih parahnya lagi, makanan dan minuman yang dia pesan, nggak pernah dibayar," tambah Aldi.
"Serius?" tanya Argatha tidak menyangka.
"Dia sih nggak pernah bayar, tapi selalu ada yang bayarin," jawab Aldi seraya terus menyantap bakso miliknya.
"Siapa?"
"Nanti juga lo tau," jawab Aldi lagi.
Ayana berjalan menuju tempat duduk yang ia sudah ia pilih sebelumnya. Gadis itu tersenyum saat makanan dan minuman yang pesan sudah datang. "Makasih Pak, Bu. Seperti biasa ya, yang bayar Guna" ucapnya dengan keras.
Guna yang berada tidak jauh dari Argatha dan Aldi langsung membelalakkan kedua matanya. "Hah? Gue lagi yang bayar?" tanyanya.
Gadis itu bangkit dan berjalan menghampiri Guna. "Iya, kenapa? Lo keberatan?" tanya gadis itu ketus.
"E..nggak kok. Gampang nanti gue yang bayar," ucap Guna terbata-bata.
Kedua sudut bibir Ayana mengembang, ia membalikkan langkahnya kembali ke tempat duduknya. "Nah bagus, gitu dong" sahutnya santai.
"Tuh kan, gila tuh anak," bisik Aldi.
"Baru kali ini gue lihat cewek yang berkuasa di sekolah. Dan semuanya tunduk sama dia. Dahsyat," ucap Argatha dalam hati.
"Lo takjub sama Ayana?" tanya Aldi yang melihat Argatha sedang memperhatikan gadis itu.
"Hah? Kenapa?"
"Lo takjub sama Ayana?" Aldi mengulang pertanyaannya.
"Haha.. nggak lah," jawab Argatha tertawa.
"Bagus deh, jangan sampai lo terpesona sama dia. Kita beda circle sama tuh anak," ucap Aldi.
°°°°°
Jam pelajaran kembali di mulai, semua murid di kelas 12 IPS mengerjakan soal yang diberikan oleh Bu Vanya.
Sesekali Argatha melirik ke arah gadis di sampingnya, gadis itu tidak mengerjakan soal tersebut sama sekali. "Lo nggak ngerjain?" tanya Argatha.
Ayana menoleh, lalu tersenyum. "Ah Argatha perhatian banget sih," ucap gadis itu.
"Nyesel gue nanya ke lo!" sahut Argatha ketus.
"Ih Argatha mah!"
Argatha kembali mengerjakan soal yang diberikan, membiarkan gadis itu asyik dengan dunianya sendiri.
Bu Vanya berjalan menghampiri Ayana. "Kamu lagi ngapain?" tanya Bu Vanya ketika berada di depan gadis itu.
"Gambar si botak, Bu," jawabnya tenang.
"Saya ini guru Matematika ya, bukan guru seni. Ngapain kamu gambar di jam pelajaran saya?" Bu Vanya mulai berbicara dengan nada sedikit tinggi.
"Saya nggak ngerti matematika, Bu, yang saya ngerti cuma gambar si botak," jawab Ayana tetap santai.
Bu Vanya menarik napasnya panjang, ia merasa kesabarannya mulai habis. "Keluar kamu dari kelas," ucapnya keras.
"Serius ibu nyuruh saya keluar?" tanya Ayana.
"Kamu pikir saya becanda?"
Kedua sudut bibir Ayana mengembang, tangannya mengambil bolpoin dan kertas yang sudah ia gambar. "Makasih banget Bu, Ibu benar-benar guru ter-the best, tau banget keinginan saya. Sekali lagi makasih ya, Bu" ucap gadis itu menyeringai.
Farah menghela napasnya berat. "Harus diruqyah tuh anak" ucapnya pelan.
Argatha mematung sejenak. Apa-apaan ini, ia melihat sendiri gadis itu keluar tanpa merasa bersalah sedikitpun. Malah ia keluar dengan senang sambil membawa kertas yang telah ia gambar 'si botak'.
Jam pelajaran pun berganti. Ayana kembali masuk ke dalam kelas, tidak lupa ia membawa gambar "si botak".
Kedatangannya disambut riuh oleh teman-teman di kelasnya. "Wahh gila lo, Bu Vanya dilawan" ucap Didit.
Gadis itu menyeringai tidak berdosa.
"Dahsyat lo, Ay," sahut Gaeun.
"Gue tuh nggak bisa matematika, dia malah maksa gue ngerjain matematika, lebih baik gue keluar," ucap Ayana polos.
"Mau sampai kapan kayak gitu?" tanya Farah yang duduk diatas meja.
"Sampai kelulusan," jawab Ayana polos.
"Gila lo.. " ucap Aldi keras.
"Lo yang gila," sahut Ayana tak mau kalah.
Gadis itu berjalan menghampiri Argatha yang sedari tadi tidak bersuara sedikit pun.
"Halo Argatha.." sapa Ayana dengan senyum yang mengembang lebar di bibirnya.
"Hmm"
"Argatha mau lihat si botak nggak?"
"Nggak"
"Ih kok gitu sih?!"
"Gue baru tau kalau ada cewek kayak lo di bumi," ucap Argatha keras. Membuat seluruh murid di kelas melihat ke arahnya.
"Emang kenapa? Ada yang salah sama Ayana?" tanya gadis itu polos.
Argatha memutar pandangannya malas. Timbul pertanyaan di dalam benaknya. Kenapa bisa ia terjebak di kelas yang berisi orang aneh-aneh, terlebih lagi bertemu dengan cewek agresif seperti Ayana. Takdir atau hanya kesialan?
"Ayana, lihat gambar si botak dong," ucap Aldi
"Nggak boleh."
"Kenapa?"
"Si botak hanya boleh dilihat sama orang-orang terpilih," jawab gadis itu seraya memasukan gambar si botak ke dalam tasnya.
"Si botak gambar apaan sih?" tanya Didit yang tidak mengerti
"Didit adalah kita semua. Lo udah ngewakilin pertanyaan gue, Dit," sahut Gaeun.
"Iya Ay, si botak gambar apaan sih?" tanya Farah yang mulai penasaran.
"Si botak itu.." ucap Argatha menggantung.
Dengan cepat Ayana langsung membekap mulai pria itu dengan tangannya. "Si botak ya gambar, kalian semua nggak boleh tau," ucap Ayana.
Argatha melepaskan tangan Ayana dari mulutnya. "Ngapain sih lo bekap mulut gue?" kesal pria itu.
"Usttt! Jangan kasih tau ke mereka tentang si botak," ucap Ayana.
Lagi-lagi Argatha berada di situasi yang menurutnya berada di luar nalar manusia.
"Aldi, taruhan yuk, menurut gue, Argatha bakal luluh sama Ayana," ucap Didit.
"Menurut gue nggak. Secara, Argatha itu beda nggak kayak kita, dia cuek, dingin gitu," ucap Aldi.
"Menurut gue Argatha bakal luluh sih sama Ayana," sahut Gaeun
"Menurut lo gimana Far?" tanya mereka pada Farah yang sedari tadi tidak bersuara.
"Hah? kenapa?"
"Menurut lo, Argatha sama Ayana bisa nyatu nggak?" tanya Aldi.
"Ya nggak lah, mereka kan nggak kembar Siam," jawab Farah logis.
Aldi mengepal tangannya kuat, menahan emosinya. "Gue slepet juga lo!" decak Aldi.
°°°°°
Bel pulang berbunyi dengan keras. Seluruh murid merapikan buku mereka dan bergegas pulang. Tidak terkecuali dengan Argatha. Pria itu dengan cepat memasukkan bukunya ke dalam tas.
"Mau kemana sih? Buru-buru banget," ucap Ayana.
"Pulang lah," jawab Argatha ketus.
"Naik apa?" tanya Ayana.
"Motor," jawab Argatha singkat.
"Ikut dong," ucap Ayana.
Kedua mata Argatha membulat, begitupun juga Farah yang berada di belakang Ayana.
Farah geleng-geleng kepala. "Ay, lo udah gila?" tanya Farah yang tidak menyangka dengan tingkah sahabatnya itu.
"Ih kenapa sih? Kan gue mau pdkt," jawab Ayana enteng.
Raut wajah Argatha sedikit berubah. Dibenaknya muncul berbagai pertanyaan.
Apa gadis seperti Ayana benar-benar nyata? Atau hanya mimpi buruk? Dan bagaimana caranya bangun Kiki ini mimpi buruk?
Argatha mengernyitkan keningnya. "Lo benar-benar nyata nggak sih? Atau gue lagi mimpi ketemu cewek kayak lo?"
Ayana semakin mendekatkan dirinya pada Argatha. Gadis itu dibuat terpesona dengan ketampanan Argatha yang bertambah berkali-kali lipat jika dilihat dari jarak yang sangat dekat.
Ayana menakupkan wajah Argatha dengan tangannya, membuat pria itu terkejut dengan perlakuan gadis itu yang sangat jelas terjadi. Baru pertama kali ada gadis yang berani memegang wajah Argatha tanpa rasa malu sedikit pun.
"Ayana tuh nyata. Cuma, Argatha aja yang selalu anggap Ayana sebagai ilusi," ucap Ayana.
Argatha menyingkirkan tangan Ayana dari wajahnya dengan kasar, membuat gadis itu terdiam. "Gue bilangin baik-baik sama lo, berhenti berkelakuan kayak gini," ucap Argatha penuh penekanan.
"Emang Ayana salah?" bingung Ayana.
Argatha tidak memedulikan Ayana, ia segera mengambil tasnya, dan berjalan melewati Ayana dan Farah, kemudian beranjak keluar kelas.
"Argatha!"
"Argatha!!!"
Farah menghela napasnya berat, "Udah, ayo pulang sama gue aja," ucap Farah.
"Ih, Ayana maunya pulang sama Argatha," decak Ayana.
"Kalau Argatha nya nggak mau, gimana?" tanya Farah dengan nada menggoda.
"Ih, Argatha!!!"
Ayana mengepal kedua tangannya erat. "Liatin aja, Ayana akan bikin Argatha nggak bisa kehilangan Ayana."
"Iya, iya, seterah lo."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!