"Rich, ku mohon maafkan aku. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Seorang wanita merangkak dengan air mata yang mengalir tanpa henti. Derai buliran bening merusak riasan cantik di wajahnya, hingga berubah menjadi garis kehitaman. Kata-kata yang keluar dari mulutnya menunjukkan ketakutan luar biasa. Kedua tangan yang bergetar dia satukan sebagai permohonan ampun. Tubuhnya bergetar hebat menatap pria di sampingnya tanpa busana kini bersimbah darah tak berdaya. Bak menghadapi kematian yang hanya berjarak beberapa inchi dari nyawa. Jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang, sayangnya ini bukanlah lagu.
"Tidak ada kata maaf untuk pengkhianatan." Dengan santai seorang pria yang tak lain adalah sang kekasih menyalakan korek api. Dia membakar ujung sebatang rokok yang kini di apit di antara kedua jarinya, dan memerintahkan beberapa anak buah agar tak menghentikan aktivitas mereka. "Terus beri dia pelajaran!"
"Akh." Sontak sang wanita semakin ketakutan. Hanya dalam jarak satu meter pria selingkuhannya kembali dihajar begitu saja tanpa aba-aba oleh anak buah sang kekasih.
Wanita itu pun tersungkur, menjauh, dan mencoba meraih kaki pria di hadapannya yang kini duduk dengan santai menikmati pemandangan mengerikan tersebut.
"Rich, aku mohon maafkan aku. Setidaknya kita saling mencintai. Aku khilaf, Rich. A–aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi," ucap wanita itu memohon.
"Saling mencintai kau bilang?"
Bukannya luluh, Rich malah dengan tanpa perasaan menendang pundak wanita tersebut hingga tersungkur cukup keras. Secara santai dia mengelap sepatu pantofel hitam yang menyentuh kulit kekasihnya menggunakan sapu tangan.
Sebuah seringai iblis terukir miring di wajah Rich. Dia meludah ke samping seolah jijik menganggap wanita di hadapan sebagai calon istri. "Selama ini mungkin hanya aku yang mencintaimu, sedangkan kau! Kau hanya mencintai uangku. Bukankah sebelumnya kau mengatakan padanya akan meninggalkan aku setelah mendapatkan apa yang kalian inginkan? Cuih, benar-benar pasangan yang serasi."
Perlahan Rich berdiri dari posisinya, dia mendekati kekasihnya dengan wajah bengis. "Sekarang aku akan mengabulkan keinginanmu. Tak perlu lagi berpura-pura di depanku. Aku akan membuat cinta kalian abadi selamanya, dan keinginanmu juga segera terwujud," bisiknya seperti seorang malaikat yang hendak mencabut nyawa.
Wanita itu, beringsut di lantai. Tubuhnya lantas dingin seketika seolah nyawanya baru saja diambil. Dia tidak mengira, jika pria yang selama ini terlihat begitu polos dan mencintainya bisa berbuat kejam seperti ini.
"Kalian bebas melakukan apapun pada mereka!" ucap Rich sebelum berbalik dan memasukkan kedua tangan ke dalam saku, hingga akhirnya melangkah pergi.
"Rich, aku mohon, Rich. Kau tidak bisa berbuat seperti ini padaku. Hei! Lepaskan!" Teriak wanita tersebut ketika beberapa pria mulai memegangi tubuhnya, sedangkan sang suami hanya terlihat semakin menjauh.
Dialah Richard Monday. Seorang pria berusia dua puluh delapan tahun yang baru saja berniat menikahi kekasihnya beberapa jam yang lalu. Namun, ketika dia menyusul wanita tersebut ke apartemen tempat tinggalnya di Negara Vipura, malah mendapati sang wanita bergumul mesra di bawah selimut dengan pria lain ketika ingin memberikan kejutan.
Hidup bergelimang harta dan tak pernah kekurangan apapun membuatnya digandrungi banyak wanita. Walaupun mereka tidak pernah tahu siapa Rich sebenarnya. Namun, dari sekian gadis yang mengejar, hanya satu berhasil mendapatkan hati seorang Richard.
Sayang, ternyata wanita itu sama saja, hanya menginginkan kekayaan.
Sang kekasih yang terlihat polos, nyatanya hanya ular berbisa yang berusaha merangkak ke kalangan atas karena mengetahui siapa Richard sebenarnya.
Pada awalnya, saking cintanya Rich kepada sang kekasih, Richard bukan hanya membelikan wanita tersebut apartemen, tetapi juga mengikutinya dengan sesekali tinggal di Vipura dan meninggalkan keluarganya sendiri. Dia malah percaya begitu saja dengan wanita itu dan berniat menikahinya. Meskipun jelas-jelas paman dan kakeknya menentang hal tersebut.
Kini, perasaan dikhianati wanita yang dicintai tepat sebelum malam dia melamar, menyebabkan seorang Richard murka. Sisi gelap dalam dirinya kembali membara setelah sebelumnya redup karena cinta.
Setelah keluar dari ruangan, Rich tanpa ragu meninju dinding di sampingnya. Hingga pria yang mengikutinya pun terkejut akan tindakan Rich.
"Tuan Muda."
"Kau boleh pulang, Jack. Tinggalkan aku sendirian."
"Tapi—" Belum sempat pria itu mengutarakan keberatan, lirikan tajam Rich seperti mencekiknya tanpa ampun. Dia pun hanya bisa mengangguk dan mundur bersama beberapa anak buah lainnya.
Rich mengabaikan tangannya yang berdarah. Suatu hubungan, kemudian di bumbui dengan perselingkuhan memang tidak pantas ada pengampunan. Baginya kini wanita sama saja, hanya menginginkan harta serta finansial yang dimilikinya. Tidak layak dihargai seperti seonggok sampah menjijikkan. "Sialan!"
Dengan membawa emosi yang membara, Rich bergerak menuju sebuah klub malam langganannya.
Hingar bingar keramaian serta aroma alkohol bercampur menjadi satu. Perempuan seksi banyak yang berjoget ria melenggak-lenggokkan tubuh di lantai dansa.
Sementara itu, Rich hanya duduk di sebuah sudut sambil kembali menyesap minuman. Mata elangnya menyusuri setiap jengkal tubuh para wanita yang membuatnya hanya semakin muak. "Cih, murahan," cibir Rich.
Dia pun melangkah ke kamar mandi. Beberapa botol alkohol yang diminum, nyatanya tak mampu membawa Rich lupa akan pengkhianatan tadi dan malah membuat kantung kemihnya penuh.
Akan tetapi, ketika Rich hendak menyusuri lorong, tiba-tiba saja seorang wanita terhuyung dan jatuh ke pelukannya. Rich enggan melirik wanita tersebut dan berniat melemparkannya. Namun, sang perempuan malah memuntahkan isi perutnya tepat di atas pundak Rich.
"Hei! Apa yang kau lakukan? Menjijikkan!" Rich mendorong jauh-jauh wanita yang matanya tak mampu lagi terbuka karena kondisi mabuk.
Namun, bukannya menjauh, wanita itu malah lagi-lagi memeluk tubuh Rich dan mengeluarkan kembali apa yang ada di perutnya. Hingga pakaian yang dikenakan Rich pun kotor sepenuhnya.
"Dasar wanita!"
Dengan kesal Rich mengempaskan tubuh wanita tersebut ke lantai. Dia bergegas masuk ke kamar mandi, mencoba membersihkan noda. Namun sayangnya, semua itu terlalu menjijikkan.
Rich memasukkan tangan ke dalam saku, mencari ponsel di sana. Sialnya, entah ke mana benda pipih itu tertinggal, mungkin di meja tempat duduknya. "Sialan!" Umpatnya kesal.
Dia tidak mungkin keluar dalam keadaan seperti ini, terlalu memalukan. Akan tetapi, dia juga tidak bisa menghubungi asistennya. Pandangan Rich lantas tertuju pada sosok pria yang kini tengah mencuci wajahnya.
"Hei! Kau!" Rich menggerakkan jarinya sebagai isyarat agar pria itu mendekat.
Dengan pandangan menunduk si pelayan itu melangkah. Rich mengeluarkan beberapa lembar uang di dompetnya dan langsung meletakkan di telapak tangan pria tersebut. "Lepaskan pakaianmu!"
Sontak pria itu memundurkan langkah, menyilangkan kedua tangan di dadanya. "Tuan, saya masih normal. Saya juga sudah punya anak dan istri yang menunggu di rumah."
Emosi Rich yang memang sejak awal tidak stabil membuatnya mudah tersulut. Tanpa ragu tangannya mencengkeram dengan kuat leher sang pelayan hingga tersudut di dinding. "Aku hanya meminta pakaianmu. Bukan tubuhmu bodoh! Lebih baik kau lepaskan itu sekarang dan ambil uang ini atau aku akan dengan senang hati mengantarmu pulang dengan peti mati!"
Dengan tangan bergetar dan menahan napas yang tersengal, pria itu melepaskan pakaian luarnya. Lebih baik keluar hanya mengenakan bokser, daripada kembali pulang tak bernyawa.
Rich lantas mengganti pakaiannya, dan membuang yang sebelumnya ke tong sampah. Dia keluar kamar mandi mengenakan seragam pelayan dan tak lagi melihat wanita yang tadinya di lantai. "Ke mana perginya dia?"
Tak ingin terlalu larut memikirkan wanita yang tadi, Rich berniat kembali melangkah menuju kursinya. Namun, kembali dihentikan oleh seorang wanita yang berpakaian seksi lainnya.
"Kau!"
Rich menoleh ke kanan dan kiri, lantas menunjuk dirinya sendiri.
"Iya kau! Kau pikir siapa lagi pelayan di sini selain dirimu? Cepat!"
Perlahan Rich mendekat, wanita itu lantas memberikan nampan berisikan beberapa jenis minuman beralkohol.
"Antarkan ke kamar 3."
Dahi Rich tentu berkerut beberapa lapis. Apakah kali ini dia dikira seorang pelayan?
"Jangan sampai salah!"
"Baiklah. Anggap saja aku bermain-main kali ini. Tapi, lihat saja nanti! Apa yang bisa aku lakukan pada kalian." Rich melangkah menuju ruangan yang dimaksud. Terbiasa mengunjungi tempat ini, tentu dia paham betul ruangan mana yang dimaksud wanita itu.
Namun, baru memasuki lorong, samar-samar pendengaran Rich menangkap teriakan minta tolong seorang lelaki yang berada di salah satu ruang itu. "Tolong, tolong! Siapa pun tolong aku. Dasar wanita gila!"
Rachel yang sudah sangat mabuk tidak sadar ketika tubuhnya diangkat ke sebuah ruangan oleh seorang pria. Namun, mulutnya terus saja berkomat kamit mengatakan hal yang tidak jelas. Tangan dan kakinya juga tak serta merta diam begitu saja. Dia berusaha memberontak sambil berceloteh ria. "Berikan aku satu vodca lagi," ucap Rachel di sela rancauannya.
"Pastikan kau mengambil video setiap detik waktu yang kalian habiskan bersama!" ucap seorang wanita lainnya menyeringai.
"Hei! Apa kau tidak mendengarku! Berikan aku satu minuman lagi!" teriak Rachel tepat di telinga pria itu sambil menjambak-jambak rambutnya.
"Cih, ternyata kau sungguh gila jika sudah mabuk," cibir wanita itu menatap senang melihat tingkah menjijikkan Rachel saat ini. "Tutup mulutnya! Dia sangat berisik. Jangan sampai orang lain curiga dengan apa yang kita lakukan!"
"Serahkan semuanya padaku!" jawab pria itu, lantas bergegas membawa tawanannya ke ruang yang sudah mereka sewa sebelumnya.
Keduanya pun berpisah. Sang pria lantas membawa Rachel untuk melanjutkan tugasnya. Seringai jahat terlukis di wajahnya. Dia melepaskan satu per satu kancing pakaiannya dan melemparkan ke segala arah, sedangkan Rachel terus saja menggeliat di atas bak cacing kepanasan.
"Akhirnya, setelah sekian lama aku bisa mendapatkanmu." Perlahan tangan pria itu membelai wajah sang wanita, tetapi tiba-tiba saja sebuah tamparan mendarat begitu keras di wajahnya tanpa aba-aba.
"Dasar laki-laki brengsek! Berani-beraninya kalian berselingkuh di belakangku!" Dalam kondisi tak sadar, Rachel merancau. Matanya sayu, tetapi tangan dan mulutnya tak bisa berhenti menyumpah serapah dengan segala tindakan kasarnya. Dia meluapkan segala kekesalan pada pria di depannya.
Bukan hanya menampar, Rachel lantas menendang ke bagian kejantanan pria itu dengan cukup kuat. "Bajingan harusnya aku membunuh kalian saja. Bukan malah sebaliknya."
Dengan cukup kuat Rachel beralih menggigit telinga bagian kanan pria tersebut. Dia melampiaskan kekesalan seolah di depannya adalah orang yang mengkhianati.
Rachel mengeratkan gigi dengan cukup kuat. Pria itu berteriak kesakitan karena kini telinganya tidak hanya terluka, tetapi hampir saja terlepas dari tempatnya. "Akh, siapa pun tolong aku! Dasar wanita gila!"
Tak lama kemudian, suara pintu terbuka membuat Rachel melepaskan gigitannya. Dia mengusap darah di bibir dengan tangannya bagai baru saja meminum alkohol. Dia kembali limbung di ranjang setelah puas melampiaskan kemarahan pada pria yang dia kira adalah kekasihnya itu.
Sementara itu, pria yang awalnya berniat buruk lantas memilih melarikan diri. Dari pada nantinya malah mati di tangan Rachel. "Dasar perempuan gila!" ucapnya sebelum pergi sambil meraih pakaian yang tadi di buangnya.
"Hei, Brengsek! Ke mana kau?" Rachel berusaha bangkit. Dia mencoba berjalan ke arah pintu, di mana Rich sudah berdiri di sana. "Apa aku sedang bermimpi? Kenapa kau tampan sekali?"
Perlahan Rachel membelai wajah pria di hadapannya, hanya satu kata yang tersemat, tampan. Selama ini dia selalu mencari kekasih pria berwajah standar, dengan harapan mereka bisa setia. Nyatanya sama saja, tampang tak menjamin kesetiaan. "Bagaimana kalau kau menemaniku minum malam ini? Aku akan membayar sepuluh kali lipat dari gaji yang kau terima di sini," kata Rachel karena mengira pria di hadapannya adalah pelayan.
Rich sontak tercengang, tetapi Rachel langsung saja menarik pria itu seolah mereka sedang berada di lantai dansa klub tersebut. Pikiran yang kalut menyebabkan Rachel melenggak lenggokkan tubuhnya, padahal tidak ada suara musik di sana.
"Mari kita berpesta!" teriak Rachel mencoba mengajak pria di hadapannya berjoget ria.
Dalam kondisi masih mabuk Rachel meminum minuman yang dibawa Rich. Cara bicaranya sangat tidak jelas, tetapi lagi-lagi seringai muncul di wajah Rich. "Akhirnya aku mendapatkan mangsa untuk melampiaskan kekesalanku," batin Rich.
Rachel memaksa Rich untuk meminum sisa minumannya. "Ayo kita mabuk sampai pagi!"
Keduanya pun menenggak habis minuman yang ternyata sudah dicampur obat perangsang oleh wanita sebelumnya. Di bawah cahaya remang, mereka saling merasakan hawa panas yang semakin lama semakin meresahkan saja.
"Sialan! Apa yang mereka rencanakan?" batin Rich merasa masuk ke dalam jebakan seseorang.
Sayangnya, Rachel tidak menyadari apa yang terjadi. Wanita tersebut bahkan dengan liar menanggalkan satu per satu pakaiannya sendiri dengan suka rela.
Tanpa aba-aba karena tak mampu menahan hasrat yang membara, Rachel langsung saja menyambar bibir Rich dengan rakus.
Rachel mulai menempelkan bibir, memejamkan mata, dengan brutal menikmati setiap sensasi yang hadir dalam diri masing-masing.
Rich menahan tengkuk wanita di depannya, dengan penuh kesadaran. Alkohol memang tak mampu membuatnya mabuk, tetapi obat penimbul hasrat, tentu saja memiliki efek samping yang lain bagi seorang Richard.
Rachel semakin erat mengalungkan kedua tangannya di leher Rich. Dia bahkan tanpa malu menggerayah ke sana kemari punggung lebar yang masih berbalut pakaian itu. Lalu menyelipkan tangan ke bagian rambut Rich.
Hasrat yang membara dalam diri keduanya, membuat Rich secara leluasa memberikan balasan dengan memagut bibir wanita yang baru ditemuinya itu.
Sejenak Rachel melepaskan pagutan mereka setelah dia merasakan pasokan udara di paru-paru mulai menipis. "Kenapa kau memilihnya? Padahal aku juga bisa memberikan lebih padamu!" Wanita tersebut berbisik secara sensasional di telinga Rich karena mengira pria di hadapannya sekarang adalah kekasihnya.
"Benarkah? Bagaimana kalau kita buktikan? Mana yang lebih bisa memuaskan aku? Kau atau dia?" bisik Rich menantang.
Bak kucing diberikan ikan asin, tentu saja tidak akan menolak. Apalagi Rich sendiri juga baru saja merasakan bagaimana sakitnya pengkhianatan. Jadi, apa salahnya jika dia bermain-main dengan wanita lain. Lagipula semua wanita sama saja, hanya menginginkan uangnya dan pergi begitu saja. Mungkin sama halnya dengan wanita ini.
Rachel yang terprovokasi langsung kembali memagut bibir Rich dengan rakus dan melingkarkan kedua kakinya ke pinggang Rich.
Mau tak mau Rich membopong wanita itu layaknya bayi koala menuju ranjang king size yang seharusnya milik orang lain malam ini. Namun, di bawah pengaruh obat, keduanya tak peduli kini sedang di mana.
Embusan angin malam yang sejuk melewati celah yang ada, membuat suasana semakin cocok untuk menyatukan diri. Ditambah remang cahaya lampu dan lilin beraroma sensual yang memang sudah dipersiapkan dengan matang, menyebabkan keduanya semakin brutal.
Sepasang pria dan wanita sudah terlanjur merasakan hawa panas yang begitu luar biasa dalam diri masing-masing.
Dengan kasar Rich meletakkan sang wanita di atas ranjang. Ketika dia menindih tubuh mungil tersebut, wanita itu malah menahan dada bidangnya dengan kedua tangan.
"Biarkan aku yang memulai lebih dulu! Akan aku buktikan jika aku memang lebih baik darinya."
Dalam sekejap mata Rachel berbalik menindih Rich. Mengeluarkan bakat yang selama ini dia pendam sebagai wanita baik, dalam keadaan mabuk.
Rich tersenyum melihat wanita yang kini berada di atasnya, membuka setiap kancing kemejanya dengan liar layaknya seorang wanita nakal. Dia tidak menyangka wanita yang baru ditemuinya akan sebrutal ini.
Sepasang pria dan wanita saling menghangatkan kulit masing-masing. Hal tersebut secara naluriah membuat Rich mengeluarkan nyanyian khas kegiatan tersebut. Rachel sedikit meringis ketika mencoba masuk ke poin utama kegiatan tersebut.
"Bagaimana kalau kau menyerah saja?" ucap Rich merasakan jika wanita di atasnya sebenarnya masih terlalu amatiran.
"Jangan harap!" Dengan menahan sakit yang luar biasa. Rachel terus bergerak. Dia tidak mau kalah begitu saja dan akan membuktikan jika dirinya juga bisa melewati batas.
Cukup lama mereka saling beradu, hingga buliran keringat hasil membakar kalori membasahi tubuh sepasang pria wanita tersebut. Berulang kali Rachel mendapatkan pelepasan membuat tubuhnya mengejang.
Namun, Rachel cukup kewalahan dengan durasi permainan Rich yang tak sebentar. Berbagai gaya sudah dia lakukan, tetapi belum ada tanda-tanda pria itu mencapai titik tertinggi dalam permainan ini.
Rich yang tak ingin kalah lantas bergantian menindih tubuh Rachel. "Apa kau sudah lelah? Mau bergantian? Biarkan aku yang mengambil alih!"
Sejujurnya Rachel sudah sangat lelah dan perih. Terengah-engah dia berbicara sambil berusaha melihat Rich. "Terserah kau saja," ucapnya masih mengira pria di atas adalah kekasihnya.
Mendapatkan lampu merah tentu Rich tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Dengan kasar dia bergerak seolah memiliki dendam wanita di hadapannya. Berulang kali Rich mendesis dan mengeluarkan suara eksotis. Hingga beberapa saat kemudian, sepasang pria dan wanita itu saling mencengkeram merasakan puncak perjuangan mengeluarkan benih-benih kecebong di dalam rahim Rachel.
"Akhirnya." Rich ambruk di tubuh Rachel seketika. Dia memeluk wanita yang masih berada di bawahnya. Napas keduanya terengah-engah, buliran keringat membasahi tubuh mereka.
"Apa aku lebih baik darinya?"
Rich tidak menjawab, tanpa keduanya sadari, kamar tersebut sudah dilengkapi dengan sebuah kamera kecil yang sudah merekam aksi mereka sejak tadi.
Di sebuah gedung perkantoran, mobil hitam mewah berhenti. Seorang pria yang berusia cukup matang dengan wajah tampan nan dingin keluar dari sana. Beberapa karyawan tampak membungkuk hormat padanya, ketika pria itu melewati mereka. Namun, bisik-bisik pegawai wanita sambil memegang ponsel cukup mengganggunya saat ini.
"Apa yang terjadi?" tanya pria itu pada sekretarisnya, ketika mereka tiba di lift.
"Maksud Anda, Tuan."
"Apa yang membuat mereka begitu heboh? Apa ada diskon besar-besaran di pusat perbelanjaan?" ucapnya mengulangi pertanyaan.
"Oh, itu. Bukan, Tuan. Hanya gosip skandal perselingkuhan terbaru seorang artis yang baru saja naik daun," jawab wanita cantik itu.
Pria itu mengangguk paham. Masalah wanita memang sulit untuk dipahami dan dia pun tak ingin mengerti dengan urusan di luar sana. Sejak kemarin, moodnya sudah hancur sebab mendapati keponakannya nekat kawin lari dengan wanita pilihan yang tidak direstui keluarga.
Dialah Reymond Day—CEO Dday Holdings. Selama ini dia menggantikan peran kakaknya yang tak lain adalah ayah dari Richard untuk merawatnya, sejak Rich masih kecil.
Setelah tragedi besar yang menyebabkan kematian kedua orang tua Richard , Reymond harus berperan ganda bagi Richard . Terlalu banyak orang yang mengincar nyawa keluarga mereka sejak dulu, sayangnya terlalu memanjakan sekaligus mengekang malah membuat keponakannya membantah apa yang dilakukan.
Semua yang Rey lakukan seolah hanya sia-sia ketika keponakan pertama kali jatuh cinta, dan malah tergila-gila dengan wanita yang jelas-jelas tahu siapa Richard sebenarnya. Meskipun mereka melarikan diri, Rey tentu tidak akan membiarkan rencana wanita itu berjalan dengan mulus.
Di sisi lain, seorang pria baru bangun dari tidurnya. Dia tampak begitu uring-uringan mengingat apa yang telah terjadi. Hal tak terduga kembali menyapa pagi harinya. Ketika fajar menjelang, Rich hanya menemukan dirinya sendiri di atas ranjang. Berulang kali dia mengerjapkan mata dengan kondisi tubuh yang hanya tertutup oleh selimut.
"Di mana, wanita itu?" Rich terbangun dari tidur meraba di samping ranjang, tetapi tidak menemukan sosok yang menemaninya semalam. Dia pun mengambil celana bokser dan mencari di setiap sudut kamar kemungkinan wanita itu berada.
Dahi Rich membentuk kerutan kulit keriput berlapis-lapis. Ekspresi tidak sedap lagi-lagi harus keluar dari wajah tampannya. "Di kamar mandi, tidak ada. Apa dia sudah pergi? Sialan! Beginikah rasanya dicampakkan!" Umpatnya kesal hingga memukul udara yang tidak kasat mata.
Rich masih mencoba mencari di setiap sudut ruangan tersebut. Nihil, wanita itu sungguh tidak ada. Hanya ada selembar cek bertuliskan sebuah nominal yang tidaklah seberapa baginya dan sepucuk surat bertuliskan testimoni apa yang terjadi semalam.
"Sial!" Dia mengumpat kesal, meremas cek tersebut dan mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi. Apa kali ini dia yang baru saja di campakkan. Benarkah wanita itu berani meninggalkannya begitu saja. "Apa dia pikir aku gigolo? Uang ini bahkan tidak seberapa jika dibandingkan dengan milikku. Tidak akan ku biarkan kau bebas hidup dengan tenang!"
Rich bergegas membersihkan diri di kamar mandi. Sudah terlalu banyak beban yang bersarang dalam pikirannya. Untuk pertama kalinya, dengan berani seorang wanita malah melarikan diri darinya. Jatuh sudah harga dirinya sebagai seorang lelaki, kali ini.
Setelah semuanya selesai, Rich bergegas pergi mengendarai mobilnya. Ponselnya kehabisan baterai, sedangkan sekarang dia berada cukup jauh dari tempat tinggalnya, dan Rich masih mengenakan pakaian pelayan sebelumnya.
"Maaf, Tuan. Kartu Anda tidak dapat digunakan. Apakah ada yang lainnya? Atau pembayaran tunai saja," ucap seorang kasir sebuah toko, ketika Rich berniat membeli pakaian.
Lima kartu dikeluarkan, tetapi tak ada satu pun yang bisa digunakan. Mau tidak mau Rich menggunakan sisa uang tunai di dompetnya untuk membayar pakaian itu, dan meminta tolong pada pelayan agar mengisi baterai ponselnya sejenak.
Rich mencoba menghubungi asistennya setelah semua selesai. Lagi-lagi panggilannya sama sekali tidak terhubung. Dia pun mencoba menghubungi kakeknya, tetapi sama saja. Hanya satu orang yang tersisa kali ini, Pamannya. Namun, Rich terlalu malas karena sang paman cukup berlebihan dalam mengawasinya.
Mau tak mau, Rich menghubungi Reymond. Satu kali tidak ada jawaban. Kali kedua pun sama, hingga panggilannya yang ketiga, barulah pria itu mampu dihubungi.
"Paman, apa kau memblokir semua kartuku?" tanya Rich tanpa basa-basi.
"Iya, bukankah itu yang kau inginkan. Kau melarikan diri ke luar negeri dengan wanita itu dan ingin hidup mandiri tanpa campur tanganku bukan? Semua isi kartumu berasal dariku. Jadi, aku mengambilnya lagi. Anggap saja mobil itu sebagai hadiah pernikahan. Jack juga sudah kembali ke sini. Semoga kau bahagia keponakanku tersayang."
"Tapi—" Belum sempat Rich mengatakan jika pernikahannya batal dan hancur, sang paman sudah terlebih dulu mematikan sambungan teleponnya. Lagi-lagi kesialan membuatnya mengumpat hebat dan menendang tempat sampah di dekatnya.
Berbeda dengan Rich, Rachel yang buru-buru kembali ke negara asalnya, langsung mendapatkan sebuah tamparan keras di pipi, setelah sang ayah melihat trending topik pagi ini.
Artis yang terlibat skandal perselingkuhan, setelah melarikan diri dari pertunangan, tak lain adalah Rachel. Foto dirinya dipeluk oleh seorang pria tak dikenal di hari seharusnya dia bertunangan tersebar ke publik. Namun, jelas itu bukanlah kekasihnya. Mereka bahkan menyebarkan rumor jika dia melarikan diri bersama pria selingkuhannya.
"Memalukan! Ternyata kau begitu murahan. Siapa pria itu, hah?" teriak seorang pria paruh baya yang tidak lain ayahnya sendiri.
"Paman, jangan begini! Aku tidak menyalahkan Rachel yang tak lagi mencintaiku. Aku sadar diriku ini hanyalah pria biasa dan tak pantas bersama artis terkenal sepertinya," Roy—kekasih Rachel—yang saat itu berada di sana berusaha memerankan aktingnya dengan sangat baik, dan membantu Rachel yang tersungkur di lantai.
"Iya, Dad. Lagi pula masih ada aku yang ikhlas menggantikan pertunangan Kakak. Biarlah dia terus bersinar sebagai seorang artis," kata Rose—adik Rachel.
Rachel tertawa kecil melihat akting kedua orang itu. Sungguh lucu. Baru kemarin malam dia mendapati keduanya berselingkuh di negara seberang, hingga membuatnya hampir gila semalaman. Kini keadaan malah berubah seolah mereka adalah korban sesungguhnya.
"Lihat betapa baiknya adikmu! Untung masih ada Rose yang bersedia menggantikanmu di saat kau melarikan diri dari pertunangan itu. Kalau tidak, Daddy yang akan menanggung malu. Bagaimana caranya menjelaskan dengan relasi bisnisku nanti? Tapi lagi-lagi kau malah membuat masalah!" Dengan membabi buta Ben memukuli Rachel.
Rachel yang muak dengan kondisi keluarganya saat ini seketika berteriak. "Cukup, Dad! Selama ini aku hanya diam diperlakukan seperti ini! Kau pikir apa yang membuatku seperti ini, hah?" Dengan geram Rachel menunjuk adik dan mantan kekasihnya itu. "Mereka, mereka sudah lama menjalin hubungan di belakangku, Dad dan kau tidak pernah mau tahu akan semua itu! Di sini aku korbannya, Dad. Bukan mereka!"
"Dasar anak sialan! Berani-beraninya kau memfitnah adikmu sendiri!" Lagi-lagi sebuah tamparan mendarat di pipi Rachel. "Kau harus diberi pelajaran! Menikahlah dengan Tuan Bram. Anggap saja sebagai baktimu pada keluarga ini. Hanya dia yang bisa menutup skandalmu yang sudah terlanjur menyebar."
Akhirnya, sekarang Rose bisa mengalahkan kakak yang selama ini selalu unggul di atasnya. Tak hanya mendapatkan Roy kekasih kakaknya sendiri, Rose juga memenangkan hati ayahnya.
"Apa Daddy berniat menjualku? Dia adalah pria tua yang sudah memiliki sembilan istri, Dad," sergah Rachel mencoba menolak perintah ayahnya, sedangkan Rose adiknya tampak tersenyum penuh kemenangan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!