Memiliki hubungan dua orang dewasa itu sangatlah berbeda dengan hubungan remaja atau saat masih muda. Bukan hanya faktor umur saja, tapi di saat hati sudah nyaman dan klik dengan satu orang, maka tanpa ada kata pacaran pun sudah di anggap memiliki hubungan spesial karena kebersamaan dan komunikasi setiap hari.
Seperti biasa, setelah jam pulang kantor, Rama dan Dama selalu pergi makan bersama di restaurant favorit mereka. Sudah dua tahun ini mereka menjalani hubungan spesial yang mereka anggap masih dalam batas wajar.
Keduanya duduk saling berhadapan dan menikmati makan malamnya.
"Hubungan kita mau di bawa kemana?" tanya Dama pelan kepada Rama.
Rama memelankan kunyahannya dan menatap Dama lekat.
"Selama ini kita berhubungan, kamu masih nanya, hubungan kita di bawa kemana?" tanya Rama pelan. Wajah Rama terlihat kesal sekali. Rama lelah karena seharian harus bertemu dnegan klien, dan saat ia ingin bermanja dengan Dama, malah Dama membuat suasana menjadi tak nyaman.
Seperti di guyur air es yang baru saa mencair. Hati Dama begitu terasa nyeri, saat Rama menjawab semudah itu. Hubungan ini bukan hal sepele. Dua tahun juga bukan waktu yang sebentar mereka sudah melaluinya dengan banyak ombak yang menggulung. Belum lagi, nyinyiran orang terhadap Dama yang di anggap sebagai pelakor.
"Aku hanya ingin memastikan hubungan ini akan sampai pada tujuan kita atau hanya akan berakhir sia -sia," ucap Dama getir.
Ia juga sudah bnayak berkorban terutama masalah perasaan. Semua ini mmenag keinginan Dama yang tetap ingin menjadi istri kedua, dengan catatan Yufi, istri pertama Rama memebrikan restu dan ikhlas. Dama hanya butuh sosok pendamping, soosk suami, sosok pasanagn yang bisa di ajak berdiskusi dan sosok Ayah untuk anak semata wayangnya, Lanang.
"Bukankah kamu yang bilang mau bersabar dan menunggu semuanya. Kenapa sekarang kamu terlihat menyerah?" tanya Rama memelankan suaranya.
Rama memang sosok lelaki penyabar dan santun. Itu yang membuat Dama, jatuh cinta pada pria beristri bernama Rama. Tak hanya itu, Rama tak pernah marah dan tidak pernah membentak atau berkata kasar kepada Dama.
"Iya memang. Aku yang menginginkan ini semua," ucap Dama lirih.
Nafsu makannya sudah hilang. Ia malah mengeluarkan ponsel dan bermain game.
"Kita sedang bicara. Hargai aku, Dama. Hargai perjuangan aku selama ini," ucap Rama sedikit meninggi.
Rama merebut ponsel Dama dan meletakannya di meja. Dama kaget, ia menatap lekat kedua mata Rama dan menggelengkan kepalanya pelan. Ia tak percaya Rama akan melakukan hal ini. Biasanya Rama akan sabar.
"Apa aku gak menghargai usaha kamu, Mas? Selama ini aku hargai perjuangan kamu. Kalau aku gak menghargai, aku gk akan bertahan selama dua tahun ini, aku gak akan nunggu kamu yang belum pasti, dan aku akan memilih lelaki lain yang sudah beberapa kali silih berganti mengajakku menikah," ucap Dama mulai terpancing emoi.
"Terus? Kalau kamu memang punya pilihan lan, silahkan. Beri tahu aku, dan bilang padku, aku akan melepaskan kamu," ucap Rama ketus.
Dama menarik napas dalam dan perlahan mengehmbuskannya. Ia bingung harus bagaimana lagi menjelaskan perasaannya yang sudah mentok kepada Rama.
"Mas Rama sudah bosan sama aku?" tantang dama dengan suara sedikit keras.
"Mas, gak pernah bilang begitu. Mas cuma ingin kamu ngerti keadaan mas, posisi Mas saat ini. Biar semuanya lancar dan baik -baik saja, sesuai harapan kita," ucap Rama pelan meyakinkan Dama.
Cinta Rama kepada Dama pun tak main -main. Kalau Rama tidak serius, tentu sejak ketahuan Yufi, istrinya, kalau Rama selingkuh dengan Dama, pasti Rama akan meninggalkan Dama dengan berbagai alasan. Nyatnya,Rama pun bertahan, ia tetap mencari cara agar keduanya tetap bertemu dan berkomunikasi denhgan aman dan nyaman tanpa ada maslah di atas masalah. Tugas Rama, meyakinkan Yufi, istrinya pelan -pelan untuk memberikan ijin menikah lagi. Sedangkan tugas Dama, hanyalah menunggu dan sabar dengan perjalanan cinta yang di harapkan.
'Sudahlah. Aku ingin pulang lebih awal. Lanang tadi gak enak badan, Ayu bilang Lanang gak mau makan," ucap Dma pelan.
Rama hanya mengangguk kecil. Lalu, menghabiskan makan malamnya dengan cepat.
"Mau beli apa untuk Lanang?" tanya Rama saat keluar dari restaurant.
"Nanti saja Mas, sekalian aku pulang," jawab dama pelan.
Mereka berpisah di depan restauant. ARah jalan pulang mereka berbeda arah dan mereka juga menaiki kendaraan pribadi masing -masing. Rama yang sederhana hanya menggunakan motor, dan Dama memakai mobil sedan kesayangannya untuk pulang dan prgi kerja.
"Kamu baik -baik, hati -hati di jalan, Mas," ucap dama pelan sambil memegang spion motor Rama.
"Kamu juga, Sayang. Kita bertemu lagi besok," ucap Rama pelan sambil mencium kening Dama dan memakai helm full facenya.
Dama pun mencium punggung tangan Rama dengan sikap hormat. Sejak awal kenal, Dama sudah hormat dan berakhlak baik kepada Rama.
Skip ....
Rama sudah sampai di rumahnya. Rumah kontrakan yang begitu kecil. Bertahun -tahun ia bekerja di perusahaan elite itu dan baru beberapa bulan ini di angkat sebagai kepala divisi. Hidupnya dulu pas -pasan dnegan gaji UMR lebih sedikit. Ia harus menghidupi anank empat dan istri yang sedang hamil.
"Habis lembur, Mas?" tanya Yufi pelan.
Saat ini sudah pukul delapan malam. Yufi tahu, jam kerja Rama, suaminya itu sampai pukul lima sore, lalu beberapa jam itu kemana? Sebagai istri, Yufi termasuk istri yang galak dan posesif.
"Gak. Tadi ada makan -makan," ucap Rama pelan sambil membukasepatunya.
"Lihat ponselnya," pinta Yufi dengan suara lantang.
Sejak sore hatinya begitu di rundung rasa cemburu.
Rama pun memberkan ponsel itu kepada Yufi dengan santai.
Dengan cepat, Yufi mencari -cari hal yang menurutnya aneh dan perlu di pertanyakan. Tapi, sudah tiga bulan terkahir ini, memang ponsel dan semuanya terasa aman -aman saja.
"Dama masih bekerja di perusahaan itu?" tanya Yufi ketus.
Rama mengacak rambutnya dengan kasar.
"Kamu tuh, kalau suami datang. Bawakan air, bukan malah di tanya ini dan itu buat masalah baru saja," ucap Rama kesal.
"Aku ini istrimu, Yah. Wajar kan? Kalau aku cemburu?" tanya Yufi ketus.
"Wajar dan sangat boleh. Itu hak kamu, Bun," ucap Rama pelan dan berdiri dan berjalan menuju kamar mandi.
Yufi pun berteriak keras seperti orang kesurupan. Rama memang lelaki dingin dan santai. Bukan cuek, tapi ia gak mau buang -bunag energi untuk berdebat atau marah -marah gak penting. Ia biarkan istrinya mencemburuinya. Toh, Rama selalu jujur pada Yufi, termasuk rasa cintanya kepada Dama.
"Ayah ...." teriak Yufi kesal.
Seperti biasa setiap akhir bulan, semua karyawan akan lembur di divisinya masing -masing. Jika terjadi selisih, maka kepala divisi akan datang berkumpul dan menyelesaikan masalah bulan itu secara maksimal.
'Tolong panggilkan kepala divisi keuangan, jumlah cash opname dan stok opname tidak balance," ucap Rama pelan kepada asistennya.
"Siap Pak," jawab Mira, asisten Rama di divisi pengadaan barang.
Tak membutuhkan waktu yang lama. Damayanti sudah datang membawa satu bendel berkas untuk mencocokkan data selama satu bulan ini. Harus di telusuri antasa biaya produksi untuk pengadaan barang dnegan jumlah transaksi penjualan barang yang keluar dari gudang.
Tok ... Tok ... Tok
ceklek ...
"Selamat malam Pak. Maaf langsung masuk, berhubung sudah malam, biar cepat selesai di temukan kesalahan selisih bulan ini," ucap Dama pelan sambil mengangguk pelan ke arah Rama.
Rama yang duduk bersandar di kursi kebesarannya itu langsung terduduk tegak dan tersenyum menatap Dama.
"Iy. Duduklah," jawab Rama sedikit gugup dan membuka berkas miliknya.
Keduanya tak kenal. Dama adalah orang baru, pindahan dari luar kota. Mereka berdua di kenalkan karena permaslahan kantor.
Pertemuan pertama ini yang membuat keduanya semakin akrab dan semakin nyaman satu dnegan yang lain. Bukan saja, dalam hubungannya masalah pekerjaan, tapi juga masalah pribadi mereka.
Itu yang terjadi satu tahu yang lalu. Semua perasaan sayang dan cinta telah melebur menjadi satu dan memiliki ikatan yang begitu mendalam.
Hubungan Rama dan Dama pun semakin dekat dan intim. Tidak hanya bertemu di kantor saja, setelah di luar kantor pun mereka selalu membuat jadwal untuk bersama.
"Nikahi aku, Mas!! Mau sampai kapan kita begini terus? Berbuat dosa saja, tanpa ada tujuan yang jelas. Aku tidak meminta apapun dari kamu, toh aku juga punya gaji. Aku hanya ingin kamu mencintai Lanang, agar ia memiliki sosok Ayah, hanya itu Mas," ucap Dama mulai meminta kepastian setiap hari hingga membuat Rama pun jengah.
"Cukup Dama!! Aku sedang tidak ingin membahas masalah ini," ucap Rama kesal.
Baru saja datang ke kantor. Dama sudah memberondong pertanyaan dengan permintaan yang membuatnya kesal. Mood Rama pagi ini memang sedang tidak baik -baik saja. Dari semalam ia terus bertengkar dengan Yufi, keempat anaknya pun menjadi sasaran kekesalan Yufi yang selalu menuduh Rama berselingkuh dengan Dama.
Rama pergi begitu saja dari hadapan Dama dan masuk ke dalam lift. Ruang keraj mereka berbeda. Dama ada di sisi gedung yang berbeda dengan Rama, walaupun mereka dalam satu perusahaan. Tidak setiap hari bisa bertegur sapa, jika tidak di sengaja ingin bertemu di kantin atau di lobby.
Dama hanya menatap punggung Rama yang menghilang di balik lift yang mulia tertutup. Begitulah sikap Rama, dingin, cuek, beku dan keras serta diam. Rama mampu mendiamkan Dama sehari semalaman tanpa komunikai dan tanpa kabar, bila mereka sedang dalam percekcokkan.
JIka itu tji, Dama memilih menghindar dan mengusap dadnya. Ingin pergi meninggalkan Rama dan mencari kekasih lainnya sebagai pengganti Ayah Lanang. Namun hati Dama sudah terpatri pada Rama.
Sosok lelaki yang sabar, lucu, baik, murah senyum, mau mendengarkan, perhatian dan begitu sayang kepadanya.
Dama membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ruangannya sendiri. Kebetulan pagi ini ia membawa bekal makanan sendiri, rencananya ingin di berikan satu bekal untuk Rama, agar bisa di nikmati di ruangannya. Tapi, biarkan saja, kalau hatinya sudah tenang tentu Rama akan kembali lagi padanya. Itu yang biasa terjadi sebelum -sebelumnya.
"Dama!!" teriak Anjas dari arah lobby gedung dan berlari kecil ke arah Dama.
Dama menoleh ke asal suara dan tersenyum saat melihat Anjas mengahmpirinya.
"Anjas?" jawab Dama dengan ramah.
Ya, Anjas adalah teman SMA -nya. Tanpa sengaja mereka bertemu di kantor yang sama dan di divisi yang sama juga.
"Baru datang?" tanya Anjas pelan.
"Ya, baru saja masuk," ucap Dama berbohong.
Dama sudah setengah jam di lobby dan sengaja menunggu Rama datang, malah ujung -ujungnya cekcok.
Anjas hanya tersenyum. Ia tahu sejak tadi Dama sudah datang dan duudk di ruang tunggu lobby gedung.
"Besok malam ada acara?" tanya Anjas langsung menodong Dama.
"Acara apa?" tanya Dama pelan.
"Acara weekend lah," ucap Anjas pelan.
"Ekhemmm ... Aku jarang pergi, hanya di rumah saja. Main dengan Lanang atau makan bersama, gitu aja sih," ucap Dama pelan.
"Aku main ke rumah kamu? Boleh? Siapa nama anakmu tadi, Lanang? Umurnya berapa?" tanya Anjas mulai getol bertanya.
"Baru dua tahun setengah," ucap Daa pelan.
Keduanya pun masuk ke dalam ruang divisi dan masuk ke dalam bilik kerja mereka masing -masing.
"Bu Dama, di panggil manager sekarang," ucap salah satu bawahannya.
"Oke," jawab Dama pelan.
Dama masuk ke ruangannya dan meletakkan tas bekal dan tas nya di atas meja kerjanya. Lalu keluar menuju ruangan manager.
"Pagi Pak, Bapak memanggil saya?" tanya Dama pelan.
"Duduk, Dama," ucap Haikal pelan, Manager perusahaan elite.
Dama menurut dan duduk di tempat yang sudah di sediakan.
"Saya mau langsung bertanya dengan kamu. Kamu harus jawab jujur," tegas Haikal.
"Iya Pak. Masalah apa?" tanya Dama mulai merasa gugup.
"Apa benar kamu ada hubungan dengan Rama? Kepala divisi produksi?" anya Haikal pelan.
Deg ...
Dama menahan napasnya agar tak terlihat gugup. Sebisa mungkin ia tetap terlihat tenang.
"Kenapa diam? Berarti smeua tuduhan saya benar?" tanya Haikal menuduh.
"Ya. Anda benar," ucap Dama mengakui.
"Kamu tahu? Apa resiko kamu memiliki hubugan satu kantor? Dan kamu tahu? Kamu di cap sebagai perempuan tidak baik!! Rama selama ini menjadi karyawan baik dan teladan. Tidak pernah memiliki skandal apapun, dan sekarang kamu? Malah merusak karir orang lain. Kamu tahu, istrinya Rama adalah teman baik saya satu kampung. Setidaknya saya tahu, kehidupan mereka seperti apa tadinya?" ucap Haikal tegas.
"Urusan anda apa? Mau Mbak Yufi itu saudara anda, itu semua tidak membuat saya mengakhiri hubungan saya dengan Mas Rama. Lalu? Letak salah saya di mana? Saya tidak pernah berbuat yang aneh -aneh di dalam kantor," ucap Dama mulai emosi.
Baru kali ini ia measa di sudutkan. Hubungannya dengan Rama sama sekali tak lantas membuat rumah tangga Rama dan Yufi hancur.
Tidak pernh terbesit sedikit pun di kepala Dama untuk menyuruh Rama meninggakan keluarganya. Selama ini, Dama jugatidak pernah meminta apapun kepada Rama termasuk urusan materi.
"Ini surat pemindahan. Kamu akan di pindah di kota lain. Ini permintaan Direktur," ucap Haikal pelan sambil menyodorkan satu surat kepada Dama.
"Pindah? Saya baru setahun di sini dan di pindah lagi?" tanya Dama bingung.
"Pindah atau resign?" tanya Haikal tegas.
Malam ini sepulang dari kantor, Rama sengaja mengantarkan Dama. Motor Rama sengaja di tinggal di parkiran dan Rama ikut pulang bersama di dalam mobil Dama.
Sesekali Rama memang ikut pulang ke rumah Dama hanya untuk bermain bersama Lanang. Keduanya sudah dekat layaknya seperti hubungan Ayah dan anak.
Lanang pun juga memanggil Rama dengan sebutan Papah. Rama yang menyuruhnya seperti itu.
Saat sampai di rumah. Hujan begitu deras di ikuti dengan petir yang sangat keras menggelegar di langit. Lanang sudah tidur. Pengasuh lanang pun pamit untuk pulang, jika Dama sudah pulang.
Lanang tidur di kamar yang berbeda dengan Dama. Dama sengaja mengajarkan Lanang untuk bisa menjadi anak yang mandiri.
"Kamu mau nikahin aku? Atau kamu hanya mau main -main begini terus dengan aku?" tanya Dama mulai kesal.
Hubungannya satu tahun ini seolah hanya di permainkan saja tanpa ada kepastian. Dama menutup tubuh polosnya dengan selimut dan bersandar di sandaran tempat tidur miliknya.
Sedangkan Rama duduk di tepi ranjang sambil mengelap sisa lendir yang masih tertinggal di bagian vitalnya.
Bukan pertama kali, Rama dan Dama melakukan hubungan yang sudah terlampaui jauh itu. Keduanya sudah bercampur menjadi satu. Hanya saja, Dama tetap mensterilkan tubuhnya dengan pil anti hamil.
Rama diam dan hanya menatap Dama yang sejak tadi mengoceh sendiri tanpa alasan. Rama tidak tahu, kalau Dama di beru dua pilihan berat oleh manajernya. R
"Kamu itu kenapa Dama? Bukankah kamu sendiri yang bilang sudah gak mau bahas hal ini lagi? Kita berdua kan sedang berjuang dan kita hanya tinggal menunggu waktu saja kan?" ucap Rama tegas.
Dama hanya menghembuskan napasnya pelan. Sudah satu tahun ini hubungannya terus menggantung tidak jelas.
"Tapi ini sudah tahun Mas. Aku butuh kepastian kamu. Aku memang minta hubungan ini jelas dan kalau memang kita menikah, aku minta ijin dan restu dari Mbak Yufi. Tapi, Mas seperti gak ada perjuangannya. Terlalu santai? Atau memang Mas itu tidak pernah mau menikahi aku?" tuduh Dama ketus.
Rama melotot. Rama tak terima dengan ucapan Dama yang menuduh dirinya tidak berjuang dalam hubungannya.
"Kamu pikir, Mas gak punya perasaan? Kamu pikir Mas itu hanya diam saja?" teriak Rama kesal.
Rama berdiri dan kini berjalan menghampiri Dama yang nampak sedih. Rama duduk di samping tubuh Dama yang terlihat lemas namun menikmati puas aktivitas yang baru saja terjadi. Tangannya mengulur dan mengusap pelan pipi Dama yang chubby.
"Mas gak cuma sayang sama kamu, Dama. Mas juga cinta sama kamu. Kalau Mas gak serius sama kamu, untuk apa kita melakukan hubungan sejauh ini. Ini tandanya Mas juga gak mau kehilangan kamu. Mas selalu berharap kita bersama selamanya. Kamu yang sabar ya, sayang? Mas sedang berjuang untuk SAHnya hubungan kita biar dapat SIM (Surat Ijin Menikah) dari Bunda," ucap Rama pelan dan mengecup bibir Dama lembut.
Bunda adalah sebutan Rama kepada Yufi, istrinya. Rama tak hanya mencintai Dama tapi juga ingin hidup bersama Dama dan menjadikan Dama sebagai istri keduanya yang sama SAHnya seperti istri pertamanya.
Keduanya hanya saling bertatapan.
"Kamu yang sabar ya, sayang," pinta Rama pelan.
Dama hanya bisa mengangguk pasrah. Hal ini yang di sukai oleh Rama akan sosok Dama.
Dama adalah wanita yang pintar, cerdas, ceria, mandiri, pekerja keras dan tidak manja. Selama satu tahun mereka berhubungan, Dama lebih menjadi wanita yang lembut dan mengalah. Sedikit pun Dama tak pernah menyuruh Rama untuk meninggalkan keluarga kecilnya. Bahkan Dama selalu memotivasi Rama untuk terus mencintai dan meyayangi keluarganya.
"Mending pelan -pelan tapi pasti kan? Dati pada cepat -cepat tapi bermasalah," ucap Rama pelan.
Lagi -lagi Dama hanya mengangguk pasrah kepalanya menyetujui ucapan Rama.
Rama segera bergegas mandi dan membersihkan diri. Dama sendiri mengurungkan niatnya untuk bicara masalah resign atau kepindahannya ke kota lain.
"Mobilnya Mas parkir di tempat biasa? Besok pagi, Mas jemput kamu, ya?" ucap Rama pelan.
"Iya Mas," jawab Dama.
Rama berpamitan untuk pulang dan Dama mengantarkan hingga sampai teras depan.
Skip ...
Rama menggantungkan jas hujannya di teras depan rumah kontrakannya. Rama belum bisa memberikan kehidupan yang layak untuk istri dan anaknya. Hidup mereka masih pas -pasan dan tidak pernah ada sisa uang untuk di tabung atau untuk di sisihkan demi cita -cita masa depan membeli sebuah rumah.
Yufi adalah istri yang sangat rajin mengurus rumah dan keempat anak mereka yang terbilang masih sangat kecil.
Anak pertama mereka seorang perempuan berusia delapan tahun, namanya Saskia. Saskia memiliki pertumbuhan yang lambat. Kedua kakinya belum bisa berjalan dan belum bisa bicara karena saat masih bayi, Saskia terjatuh hingga membuat salah satu sistem sarafnya tidak berfungsi dengan baik.
Anak kedua Rama bernama Ahmad, berjenis kelamin laki -laki berusia lima tahun. Ahmad tumbuh menjadi lelaki kuat namun cengeng.
Anak ketiga Rama bernama Rafatar. Rafatar anak yang ceria dan lucu. Seringkali tingkahnya membuat orang -orang di sekelilingnya tertawa dan rindu dengan celotehan asal yang terucap dari bibirnya. Usia Rafatar baru dua tahun.
Anak keempat Rama bernama Mayka, usianya baru delapan bulan. Bayi perempuan yang manis dan sangat manja kepada Ayahnya.
"Selalu pulang malam!! Selalu lembur!! Lembur di mana?" teriak Yufi emosi.
Rama baru saja masuk ke dalam rumah kontrakannya sambil mengucap salam. Yufi sudah berteriak keras dari arah dalam membuat Rama mengusap dadanya pelan.
Bukannya membuatkan minuman hangat karena tubuhnya menggigil malah di beri omelan lasar dan ketus dengan sesekali pintu lemari pakaian yang melayang hampir mengenai kepala Rama.
Hampir setiap malam Yufi berteriak seperti itu dan tak pernah bosan meneriaki suaminya dengan suara lantang di bumbui kata kasar dengan seluruh isi kebun binatang terlontar biasa dari bibir Yufi.
"Sini duduk dulu. Kita bicara baik -baik," ucap Rama pelan sambil membuka seragamnya dan menukar dengan pakaian santai.
Yufi masih bernafsu ingin marah sejak sore. Yufi tertawa sinis mendenagr permintaan Rama.
"Bicara baik- baik? Bicara apa? Apa lagi yang mau di bicarakan? Tidak ada , Ayah!!" ucap Yufi dengan geram.
Rama merengkuh Yufi dan memeluk istrinya agar sedikit tenang. Beberapa ciuman kasih sayang telah mendarat di kening, pipi dan dan bibir Yufi dengan lembut.
Rama memang sangat sayang pada Yufi, istrinya. Sekesal apapun Rama terhadap istrinya, Rama akan tetap menciumi istrinya sebagai bentuk rasa cinta dan kasih sayangnya.
"Ayah sayang banget sama Bunda. Kebahagiaan Bunda selalu menjadi prioritas Ayah. Ayah hanya ingin, Bunda bisa memahami Ayah," ucap Rama lirih memeluk erat istrinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!