NovelToon NovelToon

ISTRI CANTIK TUAN JACOB

BAB 01

Disebuah rumah yang sangat sederhana. Terlihat seorang gadis yang sudah siap untuk mengistirahatkan tubuhnya usai bekerja seharian. Sebelum tidur seperti biasanya Kanayah akan mengecek pintu rumah itu yang terbuat dari papan. Kanayah melangkah menuju pintu yang terlihat sudah tak pantas melindungi rumah itu, karena beberapa bagiannya terlihat berlubang dan ditutupi oleh kain.

Brak

Dorongan keras dari luar membuat tubuh Kanayah terdorong kebelakang. Pintu itu dibuka paksa dari luar dan ditutup kembali oleh sosok yang membukanya dengan paksa itu.

“Pak Lurah,”ucap Kanayah gemetar.

Pak Lurah menghalangi pintu itu dengan tubuhnya dan menatap Kanayah penuh nafsu. Pria itu melangkah mendekati Kanayah membuat gadis itu mundur gemetaran.

“Pak Lurah mau apa di rumah Saya? Ini sudah malam tolong keluar Pak,”pinta Kanayah ketakutan.

“Sudahlah Kanayah, Bapak tahu kamu pasti kedinginan jadi Bapak mau kasih kamu kehangatan,”ucap Pak Lurah semakin mendekati Kanayah.

Pak Lurah berusaha meraih tubuh Kanayah dan hendak menangkap gadis itu, namun Kanayah lebih dulu kabur dan menghindar dari pria itu.

“Tolong pergi pak, Saya mohon,”ucap Kanayah terus menghindar.

Kanayah terus menghindar dan berusaha melempar Pak Lurah dengan segala perkakas yang ada di rumahnya. hingga sebuah gelas seng berhasil mengenai bahu Pak Lurah membuat pria itu naik pitam.

“Dasar wanita tidak tahu diri,”geram Pak Lurah.

Pak Lurah melompat dan menerjang segala benda yang dilempar Kanayah, naas bagi gadis itu karena Pak Lurah berhasil menangkap tubuhnya. Pak Lurah yang sudah sangat marah menghempakan tubuh Kanayah diatas kursi kayu rumah itu dan mengungkungnya. Kanayah berusaha lari dan meringsuk menjauh dari tubuh Pak Lurah. Tidak ingin mangsanya lepas, Pak Lurah menarik kaki Kanayah hingg kini tubuh itu terbaring di baawahnya.

Dengan bringas Pak Lurah memegang pergelangan tangan Kanayah dan menariknya ke atas kepala gadis itu. Kanayah terus menghindar dan memalingkan kepalanya ke kanan dan ke kiri agar Pak Lurah yang berusaha mencium lehernya berhenti.

“Tolong pak lepaskan Saya, hiks,”ucap Kanayah mulai terisak.

“Kamu memang sangat menggoda,”ucap Pak Lurah yang sudah dipenuhi kabut gairah. Pria itu semakin beringas dan memaksa untuk mencium leher Kanayah. Tangan Pak Lurah juga tak kalah b*jat dengan membuka paksa pakaian atas Kanayah.

Kebisingan yang terjadi di ruang tamu membuat tidur Nenek Risma terganggu. Wanita tua itu membuka matanya dan melihat keadaan samping kasurnya dimana biasanya Kanayah tidur tampak kosong.

Suara tangisan dan teriakan dari arah ruang tamu membuat Nenek Risma khawatir. Wanita tua itu segera beranjak dan keluar kamar untuk melihat apa yang tengah terjadi disana. alangkah terkejutnya Nenek Risma saat melihat sang cucu dilecehkan oleh seorang pria. Nenek Risma mengambil kayu bakar dari arah dapur dan mendekati pria yang berada diatas tubuh cucunya yang menangis tersedu.

Bugh

“Akhh,”

Sebuah pukulan Nenek Risma arahkan pada bagian belakang pria itu membuat kegiatan Pak Lurah terganggu dan beranjak dari tubuh Kanayah.

“Pak Lurah, tolong tolong,” Nenek Risma segera keluar rumah dan berteriak untuk meminta tolong.

“Sial,”umpat Pak Lurah mengejar Nenek Risma meninggalkan Kanayah yang masih terisak dengan keadaan pakaian sudah terkoyak. Untung saja Pak Lurah belum sepenuhnya menjamah tubuh gadis itu, namun hal itu tentu saja membuat Kanayah trauma.

“Tolong…Tolong…cucu Saya mau diperkosa,”teriak Nenek Risma meminta tolong.

Semua warga berbondong mendekati rumah Nenek Risma dan menanyakan kepada wanita tua itu alasannya meminta tolong.

“Hey nenek tua, ada apa malam-malam Kamu berteriak minta tolong. Mengganggu istirahat kami saja,”ucap seorang wanita tetangga Nenek Risma.

“I-itu cucu Saya mau diperkosa,”ucap Nenek Risma tercekak.

“Siapa yang mau memperkosa cucu Anda huh?”

“P-pak Lurah,”ucap Nenek Risma menunjuk Pak Lurah yang sudah keluar dari rumahnya.

“Hey Nenek Tua, jangan asal menuduh! Saya kesini hendak mendata rakyat kurang mampu untuk menerima bantuan tetapi cucu anda saja yang menggoda saya,”elak Pak Lurah.

Terlihat Ayu yang sangat membenci Kanayah juga hadir di tengah gerombolan warga desa itu. Ayu yang melihat kesempatan emas untuk mengusir Kanayah segera maju ke depan gerombolan warga itu dan berkata.

“Iya benar mana mungkin Pak Lurah yang berwibawah ini mau memperkosa Kanayah. Bukannya kalian tahu jika Kanayah suka menggoda pria di desa kita,”ucap Ayu mengkompori.

Semua warga berbisik-bisik membuat Nenek Risma khawatir. Ditengah warga-warga yang tengah berunding tentang masalah di depan mereka. Tiba-tiba Kanayah keluar dari rumah membuat suasana semakin gaduh karena pakaian yang ia kenakan asal akibat perbuatan cela pak Lurah.

“Nenek,”lirih Kanayah.

“Itu lihat pakaian Kanayah sangat berantakan pasti itu perbuatannya sendiri ingin menggoda Pak Lurah,”pekik Ayu menuduh.

“I-iya itu benar,”timpal Pak Lurah.

“Hah, ti-tidak Pak Lurahlah yang ingin memperkosa Saya,”bela Kanayah.

Tidak ingin rencananya gagal mengusir Kanayah, Ayu menarik gadis itu membuat Kanayah berada di tengah-tengah warga desa itu.

“Apalagi yang kita tunggu, kalian tidak ingin kan suami dan anak kalian digoda oleh j*lang ini,”kompor Ayu.

“Benar, dia harus pergi dari desa ini,”ucap warga desa yang mulai terhasut oleh Ayu.

“Pergi! Dasar wanita mu*ahan\, j*lang. Pergi dari desa kami dengan Nenek tua itu! Dasar penggoda.”

Kanayah dan Neneknya tersungkur di atas tandusnya tanah diiringi teriakan para penduduk yang dominan dengan wanita itu mengerumuni keduanya dengan berbagai macam cacian.  Kanayah hanya mampu memeluk sang nenek. Satu-satunya orang yang berharga dalam hidupnya.

“Pergi dari sini!”

“Dasar j*lang.”

“Murahan.”

Bugh

Tidak hanya teriakan yang Kanayah terima. Para penduduk desa juga tak segan melempari gadis cantik itu dengan batu dan gumpalan tanah.

Kanayah terus berusaha menghalau lemparan batu itu dengan tangannya agar tidak mengenai Nenek Risma. Terlihat selendang panjang yang selalu ia gunakan untuk menutup kepalanya tak lagi berbentuk.

“Saya bukan j*lang. Tolong dengarkan penjelasan Saya, ah,”ucap Kanayah di akhiri dengan sebuah teriakan kesakitan. Sebuah batu mengenai pelipis kanan gadis itu hingga darah bercucuran dari sana.

“Halah, mana ada maling mau ngaku! Sudah jelas Saya melihatnya tengah menggoda Pak Lurah,”tuduh  Ayu seorang tetangga Kanayah.

“Tidak Ayu, semua itu tidak benar. Pak Lurah lah yang sedang berusaha melecehkan Saya,”bela Kanaya sekali lagi.

“Mana ada saya melecehkan Dia, dia saja yang terus berusaha menggoda Saya,”bohong Pak Lurah.

Kedua mata Kanayah menatap sendu dan penuh kevencian pada pria br*ngs*k yang berdiri diantara banyaknya wanita yang merundung dan hendak mengusir dirinya

“Usir saja dia, jangan sampai desa kita dicemari oleh wanita kotor seperti dirinya,”perintah Pak Lurah.

“Benar, ayo usir wanita kotor itu agar desa kita aman,”tambah Ayu memanasi penduduk desa lainnya.

“Iya benar, pergi dari sini,”seru warga lainnya.

Bugh

Mereka kembali melempari Kanayah dengan batu dan tanah. Bahkan tak segan diantara mereka yang menarik selendang Kanayah dan menjambak rambutnya.

“Akhhh, tolong saya tidak melakukan itu semua. Hiks,”teriak Kanayah kesakitan saat rambutnya ditarik oleh salah seorang warga.

“Tolong ampuni kami,”ucap Nenek Risma.

Tubuh Kanayah kembali terhuyung dan terhempas di atas tanah. Cucuran air mata meleleh mengiringi rasa sakit. Kanayah memeluk tubuh Nenek Risma agar wanita tua itu tak menjadi sasaran kebrutalan warga desa.

“Pergi dari desa kami sekarang juga jangan sampai besok kami masih melihat kalian disini,”ucap Ayu.

Setelah puas menyiksa Kanayah dan mengusirnya. Warga desa itu perlahan bubar meninggalkan rumah Kanayah  dan Nenek Risma. Kanayah perlahan melepaskan pelukannya pada Nenek Risma. Kanayah masuk ke dalam rumah sederhananya dan meraih tas using yang satu-satunya dia miliki. Hidup di desa selalu dirundung dan dicap pelakor, jelas dia hanyalah korban karena para pria-pria itu yang selalu mencuri kesempatan untuk merayu dirinya. Gadis itu memutuskan untuk pergi, karena bertahan sudah tidak mungkin bagi dirinya dan Nenek Risma

Banyak orang yang ingin memiliki wajah cantik bahkan tak sedikit orang mengeluarkan banyak uang untuk melakukan perawatan hingga operasi plastic demi mendapatkan kecantikan yang diinginkannya. Tetapi tidak untuk Kanayah, entah harus disyukuri oleh gadis itu karena memiliki wajah cantic yang membuat setiap mata memandangnya akan jatuh hati atau membenci kelebihannya karena dengan kecantikannya membuat Kanayah selalu mendapat cibiran bahkan cap penggoda dari warga desa.

Kanayah meletakkan beberapa helaian pakaiannya dan milik Nenek Risma. Gadis itu sudah memutuskan akan pergi dari desa ini, entah kemana tujuannya. Pastinya tidak bertahan lagi disana karena keadaan sudah tak memungkinkan untuk dirinya lagi.

“Kita mau kemana Nay?”tanya Nenek Risma turut masuk ke dalam dan memandang aktivitas cucunya yang sibuk mengemas pakaian.

“Pergi Nek, kemanapun asal tidak lagi bertemu dengan mereka,”ucap Kanayah.

Kanayah menghitung uang tabungan yang dimilikinya. Terlihat lima lembaran berwarna merah gadis itu masukkan dalam dompet kecilnya. Uang itu adalah tabungan Kanayah hasil bekerja sebagai pelayan warung makan di pasar.

Usai mengemas semua pakaian miliknya dan Nenek Risma. Kanayah bangkit kemudian membantu Nenek Risma bangkit. Kanayah mengusap cairan merah yang masih mengalir dari pelipisnya baru kemudian melangkah keluar gubuk reot itu.

“Kalian sungguh lama, cepatlah pergi dari desa ini,”ucap seseorang dari arah samping pintu.

Kanayah menghentikan kakinya dan menatap sosok yang menjadi tersangka utama. Ayu menatap penuh kemenangan pada Kanayah. Kecantikan Kanayah selalu membuat Ayu iri hingga gadis itu tak segan terus mengompori warga desa agar membenci Kanayah.

“Kamu tahu saya tidak melakukan itu Yu, kenapa kamu tega sama Saya. Apa salah saya?”tanya Kanayah.

“Mau tahu apa salah kamu? Karena kamu cantik, itu sebabnya Saya sangat membenci Kamu,”pukas Ayu.

“Sudah,sekarang kamu pergi,”ucap Ayu mendorong bahu Kanayah hingga gadis itu terjerembab dengan tas usang yang dipeluknya.

Inilah kelemahan Kanayah, gadis itu terlalu lemah dan tak mampu melawan pada siapa pun. Hidup sebagai yatim piatu sedari kecil membuat gadis itu tidak berani melawan siapa pun yang membully-nya.

Kanayah dan Nenek Risma perlahan melangkah menyusuri jalan desa. Sepanjang perjalanan ternyata para penduduk desa belum sepenuhnya memasuki rumah mereka. Setiap warga desa utamanya para wanita berdiri di depan pintu mereka menanti kepergian Kanayah dari desa itu.

Bugh

Sebuah telur dan tomat melayang mengenai kepala Kanayah, membuat kepala gadis itu kotor oleh kuningnya telur. Tetapi sayangnya Kanayah tak berani melawan mereka. Gadis itu hanya menunduk memeluk Nenek Risma dan melangkah semakin cepat keluar desa.

Kanayah dan Nenek Risma terus menyusuri jalanan yang lengang hingga tak terasa keduanya telah sangat jauh dari desa. Kanayah menatap Nenek Risma disampingnya, wanita tua itu sedari tadi tidak banyak bicara hanya setia menggenggam tangan Kanayah. Namun gadis itu tahu diusia rentahnya itu pasti sangat lelah setelah menempuh

perjalanan cukup jauh.

“Nenek capek? Kita istirahat disini dulu ya Nek,”ucap Kanayah menunjuk pos ronda disana.

“Iya Nay,”ucap Nenek Risma menyetujui keputusan sang cucu.

Nenek Risma berbaring diatas pos ronda, wanita tua itu mudah sekali terpejam dan beralih ke dunia mimpi. Kini tinggallah Kanayah yang masih terjaga menatap jalanan sepi dan memeluk dirinya sendiri dalam kedinginan. Kanayah ingin seperti anak lainnya. Usianya masihlah remaja, gadis tujuh belas tahun yang tidak pernah sekalipun merasakan belaian kedua orang tuanya dan dipaksa harus mandiri sejak kecil.

Kanayah menahan tangisnya agar tidak mengganggu tidur Nenek Risma. Menggigit lengan bawahnya keras agar suara tangisannya tak meledak namun masih bisa mengeluarkan air matanya deras. Gadis itu tengah dalam situasi sangat kebingungan dan ketakutan. Kemana dia akan pergi, dia hanyalah gadis lulusan SMP yang belum pernah tahu kehidupan dunia luar secara langsung. Menatap sang Nenek, satu-satunya orang yang harus ia lindungi dan hidupi membuat Kanayah semakin takut.

“Ayah, Ibu. Andai saja kalian masih ada, Kanayah tidak akan seperti ini.”ucap Kanayah dalam isaknya.

Lelah dan sakit badan serta mental membuat Kanayah terlelap dalam duduk mendekap tubuhnya sendiri.

***

TBC

Holla! Dukung author terus dengan like,komen, dan vote novel ini ya.

LOVE YOU SEKEBUN KARET J

BAB 02

Prok prok prok

Tepuk tangan meriah menggema di gedung hotel mewah yang terdapat di kota Jakarta. Sepasang kekasih telah melakukan upacara pertunangannya dengan lancer. Senyuman bahagia terpatri pada setiap wajah-wajah yang hadir terutama kedua sejoli itu. Hanya satu orang yang terlihat tak tampak senyuman pada wajahnya, Tuan Jacob terlihat tak begitu bahagia dengan acara tersebut padahal jelas yang tengah bertunangan adalah putra sulungnya, Jacob Garadha.

“Sayang, Aku harus segera terbang ke LA,”ucap Alexsa sukses mengalihkan tatapan Jacob dan mengubah raut wajahnya.

“Kita baru saja meresmikan hubungan Kita Ale. Apa kamu begitu terburu-buru hingga tak bisa menunggu para tamu pulang,”ucap Jacob menatap sang tunangan tak suka.

Alexsa menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Jacob jika dia memang tak bisa lebih lama lagi

disana. Gadis itu menggenggam tangan Jacob dan mengarahkan pria itu agar menatapnya.

“Sayang, Aku sudah memberitahumu bukan, jika Aku sudah menerima tawaran untuk menjadi BA produk terkenal disana,”ucap Alexsa.

Jacob  melepaskan genggaman tangan Alexsa dan memandang para tamu undangan yang tengah menikmati

hidangan di depannya. Baru saja dirinya menyematkan cincin pertunangan di jari manis Alexsa, namun dia harus menerima kabar jika Alexsa akan pergi saat itu juga. Ingin sekali Jacob melarang tunangannya itu untuk pergi setidaknya hingga para tamu undangan dan acara mereka benar-benar selesai. Tetapi Jacob tak bisa

melakukannya, Alexsa terlalu keras kepala dan ambisius sangat sulit untuk mencegah kemauan tunangannya itu.

“Berapa lama?”tanya Arjun.

“Satu tahun Sayang, setelah itu Aku janji kita akan segera menikah dan focus dengan hubungan kita,”janji Alexsa dengan pupil eyesnya.

Jacob menghembuskan napasnya dalam. rasa cintanya yang begitu besar tentu tidak mampu menghalau keinginan sang tunangan.

“Baiklah,”ucap Jacob pasrah.

Cup.

“Ah makasih sayang,”ucap Alexsa usai mengecup pipi Jacob.

Setelah mendapat izin dari Jacob, Alexsa bergegas melangkah keluar meninggalkan Jacob membuat para

tamu undangan bertanya-tanya. Nyonya Garadha yang melihat keluarnya Alexsa bergegas mendekati sang putra.

“Jacob, apa yang terjadi?”tanya Nyonya Garadha khawatir.

Jacob menatap sang Mama dengan perasaan sedih. “Alexsa harus segera terbang ke LA Ma. Dia ada job

disana,”ucap Jacob mencoba tersenyum kepada Nyonya Garadha.

“Apa! Wanita itu apa tidak bisa sebentar saja libur dan memikirkan dirimu? Bahkan di hari pertunangannya dia hanya sampai menyematkan cincin dan langsung pergi,”ucap Nyonya Garadha marah.

“Ma sudah, Alexsa memang benar-benar sibuk,”ucap Jacob.

“Stop Jacob! Jangan lagi membela wanita itu. Mama sangat kesal kepadanya,”ucap Nyonya Garadha meminta

Jacob agar tidak lagi membela Alexsa meninggalkan Jacob dan melangkah menuju keberadaaan Tuan Garadha.

Sementara itu Jacob yang memang sedang merasa sedih tak mampu jika harus berlama-lama disana. Jacob

memutuskan meninggalkan room dan menuju sebuah kamar yang dia sewa di hotel tersebut. Sesampainya di dalam kamar hotel tersebut, Jacob berdiri menatap luar hotel dari jendela kamar tersebut.

“Kamu tahu jika Alexsa begitu menantikan kesempatan menjadi BA produk itu dari dulu, lagian sudah bertunangan juga,”gumam Jacob berusaha menenangkan hatinya yang tengah gundah karena keputusan sang tunangan pergi usai penyematan cincin. Jacob menatap cincin bermata berlian yang melingkar di jari manisnya dan tersenyum. Katakanlah cinta Jacob untuk Alexsa begitu besar hingga tak mampu menolak segala keinginan gadis itu.

Disisi lain terlihat Kanayah dan Nenek Risma tengah berada di sebuah truck terbuka menuju kota Jakarta. Setelah berpikir-pikir akhirnya Kanayah memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Kedua orang itu  terpaksa

menaiki truk terbuka karena setelah menimbang-nimbang lagi, jika harus menggunakan kendaraan Kanayah takut uang simpanannya tidak akan cukup. Beruntungnya ada sebuah truck yang juga mengarah ke kota Jakarta bersedia membawa Kanayah dan Nenek Risma tanpa harus membayar.

Jeder

Suara petir menggelegar menandakan hujan akan segera mengguyur bumi. Kanayah menatap langit yang telah

berubah warna menjadi gelap. Suara petir kembali menggelegar membuat Kanayah sontak memeluk sang Nenek. Tak lama rintik hujan mulai membasahi bumi membuat pakaian Kanayah basah. Mobil truk itu berhenti di pinggiran jalan. Tak lama sang supir truk membuka penghalang bak trucknya dan berkata.

“Neng, ini ada terpal bisa dipakai untuk melindungi Kamu sama Neneknya,”ucap sang supir menyodorkan terpal itu kepada Kanayah.

“Iya pak, terimakasih banyak Pak,”ucap Kanayah menerima terpal tersebut dan menutupi tubuhnya dan

Nenek Risma dari hujan.

“Nenek kedinginan ya,”ucap Kanayah memeluk Nenek Risma.

Supir itu kembali duduk di belakang kemudi dan memasang sabuk pengaman. Di samping supir itu tersebut

terlihat  seorang wanita yang memasang,wajah cemberutnya kepada supir mobil bak terbuka tersebut.

“Repotkan, udah dikasih tahu gak usah sok baik nolongin orang, masih aja gak nurut,”ucap wanita itu.

“Sudahlah Bu, kasihan juga mereka,”ucap supir bak terbuka itu kepada istrinya.

Mobil bak terbuka itu kembali melaju menuju kota Jakarta membawa Kanayah dan Nenek Risma berada di

belakang dengan menjadikan terpal biru sebagai pelindung mereka  dari hujan.

“Bangun Neng, sudah sampai Jakarta!”

Kanayah mengerjapkan kelopak matanya saat menyadari mobil yang ia tumpangi sudah berhenti dengan sempurna dan hujan pun sudah redah.

“Sudah sampai ya Pak. Terima kasih ya Pak sudah mau memberi kami tumpangan,”ujar Kanayah tulus.

“Iya Neng sama-sama, tapi bapak Cuma bisa nganter sampai sini saja Neng,”ucap Pak supir yang baik hati

itu.

“Iya pak gak papa, ini saja sudah sangat membantu Saya dan Nenek saya.”

“Sudah-sudah. Cepat turun dari mobil Saya, dan Kamu pak gak usah genit-genit,”sewot istri supir mobil tersebut.

Kanayah hanya menganggukkan kepalanya tak berani membalas perkataan wanita itu. Kanayah sadar betul tatapan tidak suka wanita itu sedari pertama suaminya memberi tawaran untuk dirinya dan Nenek Risma. Kanayah pelan menggoyangkan tubuh Nenek Risma untuk membangunkan wanita itu.

“Nek bangun! Kita sudah sampai Jakarta,”ucap Kanayah membangunkan Nenek Risma.

“Sudah sampai ya Ndo,”ucap Nenek Risma usai membuka matanya dan mengumpulkan kesadarannya.

Kanayah menganggukkan kepalanya sambil membereskan terpal yang menjadi perlindungannya semalam saat

hujan dan tas usangnya. Perlahan Kanayah dan Nenek Risma turun dari mobil bak terbuka itu.

“Sekali lagi saya ucapkan terima kasih ya Pak. Bu,”ucap Kanayah lagi kepada sepasang suami istri itu.

Terlihat supir tersebut hendak menyauti ucapan Kanayah namun gagal karena di serobot oleh ucapan pedas

istrinya.

“Iya iya, sudah sana pergi dari sini. Gak usah kegatelan sama suami orang,”pedas wanita itu.

Wanita itu segera menarik lengan sang suami menuju pintu depan mobil dan mendorongnya masuk. Sedangkan sang suami yang masih belum sigap hanya bisa mengikuti istrinya, setelah itu istri dari supir tersebut segera memutari body mobil untuk duduk di sebelah sang suami.

Blam

Suara pintu mobil terdengar nyaring cukup membuat Kanayah dan Nenek Risma terkejut dibuatnya. Tak lama setelah itu mobil bak terbuka tersebut melaju meninggalkan Kanayah dan Nenek Risma.

Kanayah dan Nenek Risma yang notabene-nya berasal dari desa menatap kagum akan keramaian yang tersaji

di depan mereka.

“Ternyata kota Jakarta yang sekarang sudah sangat berbeda dari yang dulu,”celetuk Nenek Risma.

“Nenek pernah ke Jakarta? Kok Naya baru dengar ya,”ucap Kanayah

“Iya, dulu waktu masih muda Nenek pernah ke Jakarta. Dan di kota ini juga Nenek bertemu dengan Kakekmu

Nay, tetapi dulu Jakarta tak seramai sekarang. Jarang sekali motor atau mobil di jalanan. Kebanyakan berjalan kaki atau menggunakan sepeda ontel sebagai alat transformasinya,”jelas Nenek Risma.

“Oh ya Nek, Kakek itu aslinya orang mana ya Nek?”tanya Kanayah lagi.

“Kakek kamu itu keturunan Belanda Naya, makanya muka kamu kebule-bulean,”cerita Nenek Risma.

Kanayah yang mendengarnya mengangguk paham. Dia kini tahu dari mana asal kecantikannya, ternyata darah

Belanda dan Indonesia mengalir dalam dirinya. Gadis itu Kemudian menggandeng tangan sang Nenek untuk melangkah. Sudah sampai di kota, Kanayah harus bisa bertahan di kota ini. Setidaknya disini dia tidak akan bertemu dengan mereka (orang-orang desanya).

“Nek, kita cari kontrakan dulu ya disini,”ujar Kanayah.

Nenek Risma menganggukkan kepalanya. Kedua wanita itu pun melangkah menyebrangi jalan raya dan mulai

menyusuri jalanan. Bertanya ke orang-orang sekitar yang bisa memberikan kontrakan dengan harga yang Kanayah mampu. Cukup lama Kanayah dan Nenek Risma melangkah, hingga akhirnya dia bisa mendapatkan sebuah kontrakan kecil dengan harga perbulannya yang relative murah.

“Ini kunci kontrakannya Neng, mulai sekarang kamu sama Nenek Kamu bisa tinggal disini,”ucap ibu-ibu pemilik kontrakan.

“Iya Bu, terima kasih Bu, ini uang buat sewa selama satu bulan kontrakan Ibu.”

Kanayah memberikan beberapa lembar uang yang dia miliki kepada wanita itu dan menerima kunci kontrakan. Setelah transaksi itu terjadi, Kanayah dan Nenek Risma memasuki kontrakan tersebut.

Ceklek

Kosong taka ada apapun di dalamnya, mungkin sesuai harga murah yang diberikan oleh pemilik kontrakan.

Hanya sebuah Kasur lantai tipis yang akan menjadi alas dirinya dan Nenek Risma.

“Nenek tunggu disini dulu ya, biar Naya bersihkan kontrakannya dulu,”ucap Kanayah.

Gadis itu mulai menyapu dalam kontrakan tersebut menggunakan sapu yang telah diberikan oleh ibu pemilik

kontrakan. Setelahnya ia menggelar Kasur lantai di satu-satunya kamar yang ada di dalam kontrakan tersebut.

“Nek, ayo masuk Nek! Nenek pasti capek, istirahat dulu ya. Naya mau keluar cari makanan buat kita,”ucap Kanayah mempersilahkan Nenek Risma memasuki kamar kecil itu.

“Iya Nay, kamu hati-hati di jalan ya,”ucap Nenek Risma.

Kanayah mengangguk mendengar ucapan Nenek Risma. Setelah itu dia menutup kontrakan kecil tersebut

dan melangkah untuk mencari makanan. Untuk keluar dari kontrakan tersebut Kanayah harus melewati beberapa gang sempit dan barulah setelah itu dia bisa  mendapati jalan raya.

Kanayah menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia masih bingung dengan jalanan Jakarta namun sebisa mungkin

Kanayah berusaha mengingat jalan yang dia lewati. Gadis itu teringat saat dia  mencari kontrakan, dia melewati area dimana banyak rumah makan dan warung makan.

“Kata orang di Jakarta serba mahal, paling serratus ribu syukur-syukur sampai besok. Mungkin ini Naya

harus disambi cari kerjaan,”ujar Gadis itu menimbang satu-satunya uang yang dia punya.

Kanayah memutuskan perjalanannya kali ini tak hanya mencari makanan tetapi juga mencar pekerjaan.

Tetapi di kota Jakarta yang asing bagi Kanayah tentu membuat gadis itu kebingungan. Tidak mengenal siapa pun, tidak tahu pasti seperti apa kehidupan Jakarta bahkan latar belakang pendidikannya yang hanya sampai SMP pasti akan membuat Kanayah kesulitan disana.

Sepanjang jalan Kanayah mencoba mencari pekerjaan dengan bertanya-tanya kepada rumah makan, warung,

maupun toko-toko disana. tapi memang nasib belum berpihak pada Kanayah, gadis itu tidak mendapat pekerjaan bahkan dia harus menerima perlakuan tak menyenangkan dari beberapa tempat yang dia tanyai.

“sepertinya tak segampang di desa. Dilanjut besok saja, hari ini cukup sampai disini. Nenek pasti sudah sangat lama menungguku,”ucap Kanayah.

Gadis itu lantas membeli satu bungkus makanan dan dua buah es teh. Kenapa hanya satu, Kanayah pikir dia

bisa memakan sisa dari Nenek Risma.

***

TBC

BAB 03

"Mungkin hari ini cukup. Kasihan Nenek pasti sudah lama menunggu, "ucap Kanayah.

Bermodalkan dengan memori arah yang sebelumnya dia lewati, Kanayah berjalan pulang menuju kontrakannya.

Kanayah melewati pasar yang terlihat mulai sepi. karena hari sudah mulai sore para pedagang mulai sepi hanya para pedagang makanan ringan yang masih berjualan di pinggir jalan.

Gadis itu tentu tak dapat menutupi kekagumannya. pertama kalinya seorang gadis desa yang kini bisa melihat ramainya kota, serta hiruk pikuk masyarakatnya semakin membuat Kanayah berdecak kagum.

Hanya saja, Kanayah yang polos dan menganggap jika orang-orang yang dilihatnya semuanya adalah orang baik, tentu akan menjadi sebuah masalah dalam hidup gadis itu jika ingin bertahan di kota.

Saat asiknya mengamati ramainya kota, tanpa disadari oleh Kanayah, terdapat dua sosok pria yang mengikuti gadis itu, mencari momen yang pas untuk melakukan aksi mereka.

Saat suasana sudah mendukung , kedua pria itu menarik tangan Kanayah ke sebuah gang sempit.

"Akhh, "pekik Kanayah.

Tubuh Kanayah di dorong pada ujung gang tersebut. Gadis itu beringsut ketakutan melihat tatapan lapar dua pria itu.

"Kalian siapa? Jangan macam-macam, "ucap Kanayah ketakutan.

"Ha ha ha, hanya satu macam cantik. Mari mencapai kepuasan bersama,"ucap salah satu pria.

Kanayah semakin takut dibuatnya. Rasa trauma akan peristiwa pelecehan di desa oleh Pak Lurah belum juga hilang, kini gadis itu harus kembali berhadapan dengan pria-pria yang menatapnya penuh nafsu.

"Tolong... tolong! "teriak Kanayah.

Gadis itu berharap seseorang menolongnya, dan menyelamatkan dirinya dari situasi yang menakutkan ini.

"Percuma saja Kamu berteriak cantik. Disini sepi dan orang-orang tidak akan peduli, jadi lebih baik menurutlah,"ucap pria satunya.

kedua pria itu mendekati tubuh Kanayah yang terus memberingsut hingga terpentok pada dinding gang. Kanayah mencoba bangkit dengan memegang dinding gang tersebut karena kakinya terasa lemas akibat rasa takutnya.

Sret

Sayang sungguh sayang, usaha Kanayah sia-sia. Tangan gadis itu ditarik oleh salah satu pria itu hingga kembali terjerembab.

"Tolong, lepaskan Saya, "ucap Kanayah mulai berair.

Tidak peduli dengan teriakan Kanayah dan aksi berontaknya, dua pria itu kini sudah menarik kaki jenjang gadis itu.

Kanayah menendang sembarang terus memberontak. Tetapi dia hanya gadis lemah yang tidak sanggup melawan tenaga dua pria dewasa.

Sreet

Lengan baju Kanayah ditarik hingga sobek, pria satunya lagi menarik celana bahan Kanayah. Gadis itu berusaha mempertahankan celananya agar tidak lepas.

"Hiks... hiks... Tolong... tolong, "dengan sisa tenaganya Kanayah masih berteriak berharap adanya seseorang yang mau menolongnya.

Dua pria itu tak menghiraukan tangisan Kanayah, mereka sedang berusaha melepaskan pakaian Kanayah. salah satu dari mereka menarik tangan Kanayah ke atas agar tidak lagi mencekal celananya yang hingga saat ini tidak bisa mereka lepaskan.

"Pegang tangan dia, biar Gue yang lepasin celana sialan ini, "perintah salah satu pria iti pada rekannya.

Tangan pria yang berada di bawah kaki Kanayah perlahan memegang celana bahan gadis itu yang tak lagi ditahan oleh Kanayah.

sementara Kanayah hanya bisa menangis sesegukan dan memejamkan matanya, karena tangan yang tadi ia gunakan untuk mempertahankan celananya sedang dicengkram oleh pria lainnya.

Ya Allah, tolonglah hamba. batin Kanayah.

Dugh dugh dugh

"Akh."

Sebuah suara tendangan dan pukulan terdengar di telinga Kanayah. Perlahan mata gadis itu terbuka untuk melihat keadaan. Seorang gadis terlihat tengah menghajar dua pria yang sebelumnya hendak melecehkan Kanayah. Tidak hanya gadis itu, beberapa orang juga bersamanya.

Cepat-cepat Kanayah mendudukkan tubuhnya yang tadi terlentang paksa oleh dua pria itu.

"Udah pada tua. Sukanya buat resah Jakarta. Ini rasakan tendangan Gue, "ucap gadis yang menyelamatkan Vita itu sembari melayangkan tendangan dan tinjuan pada dua pria itu.

"Ampun... Ampun, "ucap kedua pria itu.

"Udah bawa saja mereka Pak, "ucap Gadis itu usai puas membuat dua pria itu babak belur.

Kedua pria yang tadi akan melecehkan Kanayah, akhirnya dibawa orang-orang ke kantor polisi.

Indri, nama gadis yang telah menyelanatkan Kanayah. Indri mendekati tubuh Kanayah yang duduk memeluk lututnya gemetaran.

"Lo sudah aman sekarang, jangan takut lagi ya, "ucap Indri memeluk Kanayah.

Kanayah perlahan mendongakkan kepalanya menatap sosok yang telah menyelamatkan dirinya. "Indri...hiks...hiks, "ucap Kanayah berhambur memeluk tubuh Indri.

"Kanayah, ini benaran Lo,"ucap Indri tak percaya.

Indri adalah sahabat Kanayah satu-satunya di desa. Hanya dialah yang selalu percaya jika Kanayah adalah gadis baik-baik, dan selalu menjadi penolong Kanayah.

Indri merenggangkan pelukan Kanayah untuk memastikan jika seseorang yang tadi diselamatkannya adalah sahabat kecilnya.

"Ya ampun, ini beneran Lo Naya. Kenapa Lo bisa ada di Jakarta? "tanya Indri.

Kanayah menghapus air matanya yang masih tersisa. Gadis itu tersenyum kecil dan berkata.

"Panjang ceritanya Ndri. Sekarang ikut Aku ke kontrakan ya, biar ketemu Nenek sama Aku ceritakan semuanya, "ucap Kanayah.

"Nenek Risma juga di Jakarta? "tanya Indri lagi yang diangguki Kanayah.

"Iya. Makanya sekarang ikut Aku Ndri. Tapi dimana nasi yang tadi Aku beli ya? "

Kanayah mengedarkan netranya ke sekitar, hingga ia melihat satu bungkus nasi yang beberapa saat lalu dibelinya telah tak berbentuk. Gadis itu berdiri mendekati sebungkus nasi itu.

"Yah, sudah hancur. Gimana dong?"gumam Kanayah.

Puk puk puk

"Udah, nanti Gue beliin aja Nay. Yuk jalan, "ajak Indri usai menepuk pundak Kanayah.

Kanayah tersenyum lembut. Gadis itu beranjak dibantu Indri dan melangkah menuju kontrakan sempit yang beberapa saat lalu disewanya. Sesuai ucapan Indri, saat dalam perjalanan gadis itu membelikan dua bungkus nasi beserta es teh untuk Kanayah dan Nenek Risma.

"Assalamualaikum Nek, "salam Kanayah.

"Waalaikumsalam, Naya kamu kenapa lama sekali. Nenek takut kamu kenapa-kenapa, "ucap Nenek Risma usai membuka pintu tersebut.

"Kanayah baik-baik saja Nek, oiya Nek masih ingat gak sama gadis disamping Naya ini? "tanya Kanayah menunjuk Indri disebelahnya.

Nenek Risma mengernyit mencoba untuk mengingat-ingat. "Indri. Indri anaknya Bu Wati kan? "tanya Nenek Risma.

"Wah, benar Nek. Ini Indri,"bukan Kanayah tetapi Indri yang menyautinya.

Kedua gadis itu memasuki kontrakan sempit itu dan duduk lesehan disana. Indri memandangi sekitar kontrakan itu yang sangat sempit dan tidak ada apa-apa disana.

"Nek, ini nasi dibeliin sama Indri loh, "ucap Kanayah menunjukkan dua bungkus nasi kepada Nenek Risma.

"Wah, terima kasih ya Nak Indri, "ucap Nenek Risma.

"Iya Nek sama-sama, "jawab Indri.

"Nenek ambil piring dulu ya Nay, alhamdulillah tadi yang punya kontrakan meminjamkan alat makan untuk kita juga,"ucap Nenek Risma.

Indri menatap Kanayah dan memastikan Nenek Risma yang sudah masuk ke dalam

"Nay, Kamu tadi sudah janji mau cerita kenapa bisa sampai disini kan, sekalian ceritakan peristiwa tadi, "tanya Indri.

Kanayah menatap arah belakang dimana bayangan Nenek Risma menghilang. "Ikut Aku yuk Ind. Nanti Aku ceritakan semuanya, "Kanayah menarik tangan Indri ke dalam satu-satunya kamar di kontrakan tersebut.

Kanayah menceritakan semuanya dari peristiwa di desa sampai kejadian dirinya yang hampir di perk*sa.

"Ya ampun Nay. Malang sekali hidup kamu, "ucap Indri.

Indri menarik tubuh Kanayah dalam pelukannya untuk menyalurkan kekuatan pada sahabatnya itu.

"Jadi sekarang Kamu lagi butuh pekerjaan?"tanya Indri.

"Iya Ndri."

"Kamu punya pulpen sama kertas gak? "tanya Indri.

"Sepertinya ada, sebentar Aku ambilkan di tas ya Ndri. "

Kanayah beranjak dan membongkar tas usangnya. Karena dulu di desa ia bekerja sebagai pelayan warung makan. Kanayah biasa menyediakan bolpoin yang biasa ia gunakan untuk mencatat bahan-bahan.

"Ini Ndri, "ucap Kanayah mengulurkan sebuah bolpoin kepada Indri dan secarik kertas.

Indri menerimanya dan menuliskan sesuatu di sana.

"Besok Kamu kesini ya Nay. Nanti kalau ditanya bilang saja cari Aku gitu,"ucap Indri.

"Ini apa Ndri? "tanya Kanayah.

"Itu rumah majikan Aku. Kamu gak papa kan kalau kerja jadi ART disana? "tanya Indri memastikan.

"Iya Ndri, gak papa. Makasih banyak ya Ndri,"ucap Kanayah terharu.

"Ya sudah, ingat besok kesana ya,"ucap Indri diangguki Kanayah.

Indri melihat jam pada ponselnya yang menunjukkan hari hampir petang.

"Sepertinya Aku harus pulang sekarang Nay, takut dimarahi majikan."ucap indri.

Indri beranjak diikuti Kanayah. Keduanya keluar kamar bebarengan Nenek Risma yang keluar dari belakang.

"Loh, Indri mau kemana? "tanya Nenek Risma.

"Indri harus pulang Nek, takut dimarahi sama majikan Indri. pamit ya Nek. Assalamualaikum, "pamit Indri menyalami Nenek Risma.

"Iya Nak. Kamu hati-hati ya, "balas Nenek Risma.

"Ingat besok jangan lupa loh Nay, "ucap Indri sebelum melangkah menjauh.

"Iya Ndri, kamu hati-hati,"ucap Kanayah berseri.

Gadis itu melambaikan tangannya yang juga dibalas oleh Indri. sementara itu. Nenek Risma sudah kembali duduk dengan dua piring nasi bungkus di depannya.

Kanayah menutup pintu kontrakan dan mendekati Nenek Risma. "Yuk Nek makan, "ajak Kanayah.

Kanayah dan Nenek Risma membaca doa terlebih dahulu sebelum memakan nasi bungkus tersebut.

***

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!