NovelToon NovelToon

Takdir Membawa Cinta

Senyuman yang mengalihkan dunia Bisma

Hidup adalah sebuah ruangan kosong yang selalu kita isi dengan beragam kisah cerita.

Suka atau duka tergantung kita yang mendeskripsikannya.

Namun apa daya, kita hanyalah seorang manusia yang diibaratkan sebuah wayang dan semua skenario telah ditetapkan oleh sang dalang.

Ada kala kita merasa diri kita tak berguna, apapun yang dilakukan selalu sia-sia, dan merasa tak bermakna sedikitpun.

Namun takdir tak seburuk itu, rencana Tuhan yang indah tak akan datang terlambat, tidak pula cepat, namun semua akan datang diwaktu yang tepat.

Jalani hidup ini seperti air yang mengalir, tenang juga menyejukkan. Tak perlu sibuk mencari cinta sejati, sejauh apapun cinta itu, ia akan datang terbawa angin.

Bersyukur adalah salah satu cara mendekatkan diri pada yang maha kuasa, apapun yang terjadi baik buruknya kehidupan semua tak luput dari kehendakNya. Dan yakinlah bahwa semua akan indah pada waktunya.

***

Vabilla Ahsyaniza adalah seorang gadis manis yang nasibnya kurang beruntung.

Sejak kecil dia ditinggal pergi oleh ibunya, kira-kira waktu itu ia baru berumur 5 tahun. Ia diberikan kepada ayah dan ibu tirinya.

Dia merasa sangat sedih, dia merasa hidupnya sama sekali tidak diinginkan. Namun apa daya, dia tak bisa berbuat apa-apa. Dia masih terlalu kecil saat itu.

Billa berjalan menyusuri koridor dengan setumpuk buku paket ditangannya. Tugas yang Bu Inda berikan membuatnya sangat kerepotan, dia menggerutu sendiri tak karuan.

'Kenapa aku sih yang harus bawa buku-buku ini? Kan banyak murid lain.' Kesal Billa dalam hati.

Dari arah yang berlawanan terlihat Bisma yang sibuk dengan ponselnya, dia tak melihat Billa yang kewalahan dengan buku-bukunya, hingga...

Bukkkk...

Tabrakanpun tak terhindarkan.

Billa terjatuh dan buku-buku yang dia bawa seketika berserakan dilantai.

"Astagfirulloh." Ucap Billa spontan saat dirinya tersungkur.

Bisma begitu kaget, dia merasa bersalah karena telah menabrak perempuan itu.

Billa dengan kesalnya kembali memunguti buku-buku itu. Ia merasa sangat tidak beruntung, sudah jatuh tertimpa tangga pula, fikirnya.

Bisma tak hanya tinggal diam, dia segera berjongkok dan membantu Billa memunguti buku-buku yang berserakan itu.

"Gue minta maaf ya, gue nggak sengaja." Ucap Bisma dengan suara lirihnya.

Billa menoleh kearah Bisma, dalam kekesalanpun dia berusaha untuk tetap tersenyum, walaupun senyum yang dipaksakan.

"Ya, nggak apa-apa." Balas Billa singkat sambil tersenyum kearah Bisma.

Bisma menatap Billa, senyumnya begitu menawan, tatapan mata lentiknya begitu menusuk jauh kedalam jiwa Bisma, wajah perempuan itu terlihat berbinar-binar meneduhkan hati Bisma, suaranya terdengar begitu indah.

Bisma tak sadar dia terus memuji kecantikan gadis itu didalam benaknya. Dia sangat mengagumi Billa saat pertama melihat senyumnya.

Dia terus memperhatikan sosok sempurna yang ada dihadapannya. Dia tak tau apa yang baru saja merasuki fikirannya, semua ruang dikepalanya seketika terisi oleh sosok perempuan itu hingga dia tak dapat lagi memikirkan hal yang lain.

Apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Batin Bisma.

Billa melihat Bisma yang memperhatikannya dengan tatapan aneh menurutnya.

"Maaf, bukunya." Ucap Billa lirih.

Bisma seketika tersadar dari khayalan-khayalan anehnya itu, sedetik kemudian dia tersenyum mendengar ucapan Billa.

"Eh, iya." Ucap Bisma sedikit gugup.

"Gue bantu ya, sebagai permintaan maaf." Lanjut Bisma.

Billa menatap Bisma, tawaran yang sangat bagus, itu bisa mengurangi sedikit bebannya, fikir Billa.

Bisma terlihat grogi mendapat tatapan seperti itu, dia merasa ada yang aneh dengan perasaannya. Ingin rasanya waktu berhenti sesaat untuk menikmati keindahan wajah gadis itu.

"Ya udah." Balas Billa, dia memberikan sebagian buku yang dia pegang.

Bisma kembali tersenyum, dengan senang hati dia menerima buku-buku itu.

"Ini kita bawa ke perpuskan?" Pertanyaan Bisma begitu konyol.

"Iya." Balas Billa singkat.

Mereka mulai berjalan menuju perpustakaan.

Bisma merasa begitu bahagia, entah mimpi apa dia semalam, hari ini dan tanpa disangka dia menemukan sebuah rasa yang begitu indah menurutnya.

Billa merasa aneh dengan laki-laki yang baru ditemuinya itu, atau mungkin itu hanya perasaannya saja.

Diapun segera menepis fikirannya itu dan bersikap biasa saja.

"Oh ya, nama loe siapa?" Tanya Bisma memulai pembicaraan.

Billa tak menjawab, dia malah mengerutkan dahi mendapat pertanyaan seperti itu.

Billa memberikan buku-buku yang ia bawa kepada petugas perpustakaan. Bismapun melakukan hal yang sama, setelah itu merekapun bergegas meninggalkan perpus.

Bisma masih menunggu Billa, dia terus memperhatikan perempuan itu untuk mendengar jawaban dari mulutnya.

Namun perempuan itu masih saja bungkam.

"Jadi gimana?" Tanya Bisma bodoh.

"Gimana apanya?" Billa balik bertanya.

"Gue Bisma, jadi nama loe siapa?" Tanya Bisma sambil mengulurkan tangannya.

"Kalo kita ketemu lagi aku akan kasih tau." Balas Billa yang membuat Bisma mengerutkan dahi.

"Kenapa gak sekarang aja?" Tanya Bisma penasaran.

"Maaf ya, aku buru-buru. Makasih udah bantu, aku duluan!" Ucap Billa yang dengan cepat berlalu meninggalkan Bisma.

"Hey!" Seru Bisma namun Billa telah terlanjur menjauh darinya.

'Aneh.' Fikir Bisma.

Bisma tersenyum sendiri mengingat wajah manis milik gadis itu. Sungguh perasaan itu begitu indah, Bisma tak bisa memungkiri jika dirinya telah jatuh hati kepada Billa.

***

Billa memasuki pekarangan rumahnya dengan langkah gontai. Dia sedikit cemas dengan apa yang akan terjadi.

Ya, ibu tirinya itu sangat kejam, apa lagi hari ini Billa pulang sedikit terlambat, pastilah itu dijadikan alasan ibu tirinya memarahi Billa.

Billa membuka pintu rumahnya, terlihat wanita paruh baya itu tengah menonton televisi sambil menopang kaki.

Sedetik kemudian ibunya tersadar akan kepulangan Billa. Lalu dengan wajah arogannya dia menghampiri Billa.

"Hey! Dari mana aja kamu?" Tanya Tante Vera dengan nada membentak.

"Aku nggak kemana-mana kok mah, ada insiden kecil aja tadi di sekolah." Jawab Billa.

"Alah, bohong kamu. Jangan-jangan kamu keluyuran dulu ya?" Tanya Tante Vera dengan kecurigaannya.

"Nggak mah, beneran tadi aku dikasih tugas sama Bu Inda, kalo nggak percaya mama telfon aja Bu Indanya." Jawab Billa untuk meyakinkan ibu tirinya itu.

"Berani kamu ya perintah-perintah saya, awas aja kalo kamu ketauan keluyuran main-main diluar sana." Ucap Tante Vera.

Billa tertunduk mendengar perkataannya.

"Tunggu apa lagi? Malah diam, cepat kerjakan itu cucian sudah banyak sekali, saya pusing lihatnya." Ucap Tante Vera dengan geramnya.

"Aku ganti baju dulu mah." Ucap Billa hendak berlalu.

"Ehh, nggak usah ganti-ganti dulu, kelamaan, cepat kamu kerjakan sekarang! Udah pada bau amis semua." Ucap Tante Vera sambil menutup hidungnya.

Billa tak mungkin menolak perintah ibu tiri, dia segera bergegas menuju dapur dan mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang tak seharusnya dia lakukan.

Dia cukup sadar diri, siapa posisinya dirumah ini, dia tak berani melawan ibu tirinya. Semua yang ibu tirinya perintahkan segera dia laksanakan.

Sambil mencuci piring-piring kotor, Billa membayangkan saat kejadian itu. Ya, saat dimana ibunya meninggalkan dirinya didepan rumah ini, rumah ayah kandungnya.

Suatu pagi Billa dan ibunya mendatangi sebuah rumah yang cukup besar. Billa belum mengerti apa yang terjadi saat itu.

Tiba-tiba keluarlah seorang laki-laki paruh baya yang ibunya sebut itu adalah Papa kandung Billa. Billa merasa senang karena ternyata dia memiliki keluarga yang untuh.

"Aku titip Billa sama kamu, aku udah nggak sanggup membesarkan dia dalam keadaan seperti ini. Aku udah cape. Aku mau pergi mencari kebahagiaan aku sendiri." Ucap Mama.

"Kamu yakin? Tapi Billa lebih membutuhkan seorang ibu ketimbang ayahnya." Balas papa.

"Aku mohon mas, biarin aku bahagia, udah cukup selama ini aku menderita dengan keadaan ini. Aku ingin memulai hidup baru tanpa dibayangi masa lalu." Ucap Mama, Billa melihat air matanya yang mulai menetes.

"Iya, saya mengerti tapi bagaimana dengan Vera? Dia nggak mungkin bisa terima Billa, dia pasti akan marah." Ucap Papa.

"Tapi kamu adalah ayah kandungnya, aku yakin kamu bisa membesarkan Billa dan menjaganya." Ucap Mama.

Papa terdiam, dia sedikit berfikir.

Langkah apa yang harus dia ambil dalam keadaan seperti ini?

Bagaimanapun juga Billa adalah putri kandungnya, diapun tak mungkin menelantarkan anak sekecil itu dan membiarkannya hidup kesusahan.

"Baiklah, saya akan membesarkan Billa." Ucap Papa akhirnya.

Mama tersenyum mendengar penuturan papa, sedetik kemudian dia berjongkok menyamai posisi Billa.

"Nak, baik-baik ya disini! Mama pergi dulu, kamu jangan nakal ya, tinggallah bersama papa kamu." Ucap Mama yang mengusap rambut Billa.

"Mama mau kemana? Aku ikut, aku nggak mau disini." Ucap Billa sambil menangis.

Dia sedikit mengerti dengan keadaan, diapun tau jika ibunya itu akan pergi meninggalkannya disini.

Mama memeluk Billa dengan erat.

"Ini semua demi masa depan kamu nak! Hidup kamu akan susah kalau terus sama mama, Mama janji suatu hari kita akan bertemu lagi. Kamu jaga diri baik-baik ya, nak!" Ucap Mama.

Sedetik kemudian dia melepaskan pelukkannya.

Diapun segera berlalu, dia tak akan sanggup menahan air matanya jika harus lebih lama lagi berada disana.

"Mamaa..." Teriak Billa sambil menangis, dia berusaha untuk mengejar ibunya.

Namun papa segera menahannya.

"Mulai sekarang kamu tinggal sama papa ya, nak!" Seru papa, dia berusaha menenangkan putri kecilnya itu.

Tangis Billa semakin kencang, dia begitu takut berada ditempat asing tanpa ibunya.

Dia tak tau apa yang harus dia perbuat disana, dia merasa sangat ketakutan.

Tiba-tiba seorang wanita paruh baya datang sambil membawa belanjaannya.

Dia mengerutkan keningnya ketika melihat suaminya tengah merangkul seorang anak kecil.

Diapun segera menghampirinya.

'Anak siapa itu, pa?' Tanya Tante Vera.

"Dinar ninggalin Billa disini." Jawab papa dengan wajahnya yang terlihat kusut.

Seketika matanya membulat dengan sempurna mendengar penuturan suaminya itu.

"Apa? Jadi dia anak haram itu?" Tanya Tante Vera dengan kagetnya.

Billa semakin ketakutan ketika mendengar perkataan Tante Vera.

"Iya, papa mohon biarin Billa tinggal disini." Ucap papa.

"Aku nggak sudi ya, pa! kembaliin dia sama si Dinar itu!" Seru Tante Vera dengan nada tinggi.

"Tapi dia sudah pergi. Lagi pula Billa adalah anak kandung papa, papa nggak mungkin menelantarkan dia." Ucap Papa.

Tante Vera menoleh kearah Billa, tatapannya terlihat sangat menyeramkan menurut Billa.

"Kalau gitu, kita bawa dia kepanti asuhan!" Ucap Tante Vera kemudian.

"Astagfirulloh, ya nggak mungkin mah! Billa masih punya saya, papa kandungnya." Ucap Papa.

"Mama nggak mau tau, pa! Mama nggak sudi kalau harus melihat anak haram ini setiap hari, apa lagi mengurusnya. Mama nggak sudi. Mama takut kalau anak ini nantinya akan membawa sial buat keluarga kita." Ucap Tante Vera.

Papa terlihat kebingungan menghadapi tante Vera.

"Pergi kamu dari sini!" Ucap Tante Vera sambil menyeret tangan kecil Billa.

Tangis Billa semakin menjadi-jadi ketika mendapat perlakuan seperti itu.

Namun dengan segera papa menepis Tante Vera.

"Mama, cukup! Ini adalah keputusan papa. Mulai hari ini Billa akan tinggal disini dengan atau tanpa izin mama." Ucap papa dengan tegas.

Tante Vera terlihat sangat kaget, dia sangat tak menyangka dengan keputusan yang diambil suaminya itu.

Dia lebih memilih anak haramnya bersama dengan perempuan lain ketimbang istinya yang sudah bertahun-tahun mengabdi kepada dirinya.

"Papa beneran tega sama mama, papa sudah hianatin mama, sekarang papa juga tega perlakukan mama seperti ini!" Ucap Tante Vera dengan nada tinggi.

Billa tak berhenti menangis, apa lagi ketika mendengar semua pertengkaran itu.

Apa yang harus dilakukan oleh anak sekecil itu dalam keadaan seperti ini? Ketika ayah dan ibunya tidak menginginkan kehadirannya.

Sejak saat itu dengan terpaksa dan segala kontrofersi yang ada Billa tinggal bersama ayah kandung dan ibu tirinya.

Rumah itu sangat tidak nyaman untuk ditinggali. Dan semenjak itu pula ayah dan ibu tirinya selalu bertengkar.

Tak terasa air mata Billa mengalir mengingat kejadian itu, andai saja ibunya tak meninggalkan dirinya dirumah ini, mungkin Billa tak akan merasakan semua kesedihan ini.

Jika dia boleh memilih, lebih baik dia tidak memiliki ayah dan hidup dengan ibu kandungnya walaupun dalam keadaan sesulit apapun.

Namun takdir berkata lain, Billa menjadi korban dari keegoisan orang tuanya. Mereka hanya memikirkan kesenangan masing-masing. Mereka sama sekali tak menginginkan kehadiran Billa.

Keberadaannya adalah sebuah kesalahan besar bagi kedua orang tuanya.

Billa terus mencuci piring-piring yang kotor itu. Ia tidak bisa terus menerus ada dalam keterpurukan, dia harus tabah dan ikhlas menjalani semua ini, jika bukan dirinya sendiri lalu siapa yang akan menguatkan hatinya?

"Bill? Kamu nggak apa-apa?" Tanya Rafael yang baru saja datang.

Sebenarnya dia hanya ingin mengambil air, namun dia melihat adik tirinya itu sedang bersedih, dia berusaha untuk menghiburnya.

Billa menoleh kearah Rafael sambil tersenyum, senyum yang dipaksakan.

"Nggak apa-apa Co, aku udah biasa." Ucap Billa lirih.

"Coco bantu ya, ini taruh dimana?" Tanya Rafael.

"Yang udah beres taruh dirak aja langsung Co! Makasih ya udah mau bantu." Jawab Billa yang masih sibuk dengan piring-piringnya.

"Apa sih pake terimakasih segala?" Ucap Rafael, dia mulai membereskan piring-piring itu.

Billa kembali tersenyum mendengar hal itu, dia masih memiliki sedikit keberuntungan.

Ya, Rafael adalah keberuntungan itu. Untung saja dia memiliki kakak tiri yang bisa menerima kehadirannya.

Billa tak tahu apa jadinya jika Rafael tak ada, mungkin dia tak akan bertahan sampai sejauh ini.

***

Billa terluka karena Bisma

Hari mulai petang, awan kemerahan mulai menampakkan wujudnya, matahari bersiap untuk menuju singgasananya.

Bisma tersenyum ketika mengingat wajah manis perempuan yang tadi siang dia jumpai.

Dia tak sabar untuk kembali bertemu dengan perempuan itu besok.

Senyumnya masih tergambar dengan jelas dibenak Bisma, hatinya tak berhenti memuji keindahan perempuan itu.

Tatapan matanya begitu menusuk kedalam relung hati Bisma.

Sunggingan senyum dibibirnya yang manis membuat jantung Bisma berdetak lebih cepat.

'Apa gue suka ya sama cewe itu?' Tanya Bisma dalam hati, sungguh perasaan yang amat indah. Bisma merasa dia adalah manusia yang beruntung telah dikaruniai perasaan seindah ini.

Dia berfikir cinta pada pandangan pertama itu hanya ada dalam film drama saja, tapi sekarang Bisma sangat percaya akan hal itu, karena dia sendiri tengah merasakannya.

"Kenapa loe senyum-senyum sendiri?" Tanya Morgan yang baru saja datang.

"Nggak kenapa-napa." Jawab Bisma singkat.

"Kirain." Ucap Morgan kemudian. Dia membuka sepatunya.

"Kirain apaan?" Tanya Bisma.

"Nggak." Balas Morgan cepat.

"Kapan loe pulang?" Tanya Bisma.

"Barusan, loe sih ngelamun terus nggak perhatiin gue." Ucap Morgan.

"Emang siapa loe pengen gue perhatiin?" Tanya Bisma mengejek temannya itu.

"Wah, ngeledek gue loe!" Balas Morgan.

"Ya, sorry. Loe bawa apaan tuh? Makanan ya?" Tanya Bisma sambil melirik tas plastik yang Morgan bawa.

"Ialah, gue mah selalu pulang bawa makanan. Coba loe?" Ucap Morgan sedikit menyindir.

Bisma hanya menunjukkan deretan giginya mendengar hal itu, dia tidak sedikitpun merasa tersinggung dengan ucapan Morgan.

Morgan membawa piring dan segera menyantap makanan yang ia bawa, Bismapun mengikutinya.

Bisma dan Morgan adalah teman satu kontrakan, Morgan bekerja disuatu perusahaan ternama dikota ini.

Morgan sudah menganggap Bisma sebagai adinya sendiri.

Sedangkan Bisma sudah tidak memiliki orangtua, dia hanya memiliki kakak perempuan yang saat ini sudah menikah dan menetap di Tanggerang.

Kakaknya sudah meminta Bisma untuk tinggal bersamanya, namun Bisma lebih memilih untuk tetap bertahan dikota kelahirannya.

***

Pagi yang cerah, matahari tengah hangat-hangatnya menyinari sebagian permukaan bumi.

Billa berjalan gontai memasuki gerbang sekolah yang bertulisan SMK GUNA DARMA NUSANTARA itu.

"Hai, cantik." Sapa seseorang sambil menepuk pundaknya.

Spontan Billa menoleh kebelakang dan melihatnya, terlihat Felly yang menebar senyum termanisnya. Ya walaupun wajahnya terlihat pucat.

"Hai, gimana hasil tes kemarin?" Tanya Billa. Felly menggandeng lengan Billa.

"Hasilnya bagus, sebentar lagi aku bakalan sembuh." Ucap Felly dengan antusiasnya.

Billa menatap Felly, perempuan itu selalu saja optimis, dalam keadaan sakitpun dia tetap menunjukkan keceriaannya didepan orang-orang.

"Aku salut sama kamu Fell, kamu selalu optimis dan nggak pernah ngeluh sama keadaan. Ajarin aku ya, aku juga pengen kaya kamu." Ucap Billa.

"Ya ampun Bill, kunci hidup bahagia itu ya dengan kita bersyukur, menikmati apa yang Tuhan kasih buat kita dan jalani hidup ini dengan penuh keikhlasan." Ucap Felly.

"Tapi aku rasa hidup aku itu nggak seberuntung orang-orang." Ucap Billa sembari menundukkan kepalanya.

"Kata siapa? Kamu itu orang paling beruntung, kamu diberi kesehatan sama Tuhan, sedangkan banyak diluar sana orang yang penyakitan dan susah sembuh. Contohnya aku." Ucap Felly. Billa menatap kearah Felly, dia merasa malu dengan apa yang dikatakan Felly.

Felly divonis dokter dengan penyakit kanker getah bening, namun Felly tidak pernah menunjukkan rasa kesedihannya, dia selalu ceria seolah tidak terjadi apa-apa dalam dirinya.

Billa sebagai seorang sahabat merasa sedih akan hal itu, satu-satunya teman baik yang ia miliki harus menderita penyakit seserius itu.

"Udahlah, nggak udah bahas itu! Temenin aku sarapan yuk!" Ucap Felly yang menggandeng lengan Billa.

"Emang kamu belum sarapan? Ini udah kurang 8 menit, nggak bakal keburulah." Ucap Billa sambil melirik jam yang melingkar ditangannya.

"Yah, gimana dong. Masa pagi ini aku nggak sarapan lagi?" Tanya Felly sambil memanyunkan bibirnya.

"Kebiasaan kamu ya, udah makan roti ini." Ucap Billa, kemudian dia merogoh tas selempangnya dan memberikan sebuah roti pada Felly.

"Waw, makasih ya. Nanti istirahat aku ganti." Felly langsung melahap roti yang diberikan Billa.

"Udah nggak usah." Ucap Billa.

Merekapun berjalan sambil berbincang-bincang hangat dipagi yang hangat ini.

***

Tetttt... Tetttt...

Suara bel istirahat telah terdengar disetiap sudut koridor, seketika semua murid berbondong-bondong berhamburan keluar dari ruang kelas.

Bisma, Reza dan Ilham langsung menuju kantin untuk membeli makanan yang mereka inginkan.

Bisma celingukan mencari sosok perempuan yang kemarin ia jumpai, namun dia tak juga menemukan perempuan itu.

'Dia kok nggak ada ya?' Tanya Bisma dalam hati.

Dia sangat berharap kembali bertemu dengan Billa, dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk lebih dekat dengan perempuan itu.

Bruk!

Bisma tak sengaja menyenggol minuman yang Reza pegang karena terlalu asik dengan fikirannya.

"Apa sih Bis, loe nggak liat-liat. Jadi tumpah kan!" Seru Reza sambil memperhatikan air yang sudah menggenang di lantai.

"Ia, sorry gue nggak sengaja Bro!" Ucap Bisma sambil nyengir.

"Baru juga gue minum dikit." Ucap Reza sambil memajukan sedikit bibirnya.

"Ya udah lah Za, loe kaya bocah aja. Bis loe beliin aja lagi, ganti tuh minuman." Lerai Ilham.

"Iye, gue ganti. Gue ke kanti dulu ya." Ucap Bisma sambil berlalu.

"Kita kekelas duluan ya, loe nyusul." Ucap Reza. Bisma hanya mengacungkan jempolnya kearah Ilham dan Reza.

***

Billa berjalan sendiri menuju kantin, Felly menyuruhnya untuk membeli makanan karena dia merasa sedikit pusing. Billa sempat khawatir akan hal itu, namun Felly berkata hanya sedikit lapar.

Namun tiba-tiba...

Bukkk...

Seketika lantai berubah menjadi sangat licin, Billa jatuh tersungkur.

Oh tidak, apa lagi seragamnya menjadi basah terkena air yang menggenang. Dia sedikit merasa kesakitan karena lututnya berdarah akibat terbentur lantai.

Bisma yang baru keluar dari kantin melihat seseorang terjatuh di tempat minuman Reza yang tumpah tadi. Ternyata minuman itu sudah memakan korban. Bisma segera menghampiri perempuan itu.

"Hey, loe nggak apa-apa?" Tanya Bisma sedikit khawatir.

Suara itu? Sepertinya Billa pernah mendengar suara itu. Billa menoleh kearah laki-laki yang berada di hadapannya.

Deg!

Bisma tak menduga jika perempuan itu adalah perempuan yang sama dengan yang ia temui kemarin siang. Tatapan matanya masih sama, perasaan itu kembali dia rasakan.

Perasaan senang yang tak dapat dia jelaskan.

Jantung Bisma berdegup tak beraturan, dia harap waktu dapat berhenti untuk sementara untuk meyakinkan bahwa dia benar-benar telah jatuh cinta.

Billa mengernyitkan dahinya melihat Bisma yang memperhatikannya dengan tatapan aneh. Dia merasa risih dengan Bisma, apa lagi beberapa murid menatapnya dengan sinis.

"Ehem." Dehem Billa.

Seketika Bisma tersadar, terbuyarkan sudah semua lamunan-lamunan konyolnya itu.

"Eh, ia maaf. Lutut loe berdarah." Ucap Bisma kemudian.

Billa sangat merasa kesal.

"Ia nih, siapa lagi yang tumpahin air disini. Mana lengket banget." Ucap Billa menggerutu.

"Itu gue, maaf ya." Ucap Bisma merasa bersalah.

"Apa? Jadi kamu? Kurang kerjaan banget." Balas Billa semakin geram.

"Ia, ayo gue anter ke UKS! Gue obatin lutut loe." Ucap Bisma sambil membantu Billa untuk berdiri.

"Gak usah makasih." Balas Billa.

Dia sangat merasa kesal kepada laki-laki itu, tapi dia berusaha bersikap biasa saja dan tidak menunjukkan kekesalannya.

Billa mulai melangkahkan kakinya dengan tertatih.

Bisma tak tinggal diam, dia segera mengikuti langkah Billa.

"Maafin gue ya, gue beneran nggak sengaja tumpahin minumannya Reza." Ucap Bisma menyamai langkah Billa.

"Ya udah minta maaf aja sama si Reza itu." Balas Billa.

"Iya maksudnya gara-gara minuman itu loe jadi jatuh kaya gini." Ucap Bisma. Billa tak menjawab perkataan Bisma, lututnya yang berdarah terasa begitu perih.

Merekapun sampai di UKS. Bisma segera mencari kotak P3K untuk mengobati lutut Billa.

Billa duduk di atas kasur kecil yang ada disana, dia merogoh saku roknya dan mengeluarkan hp jadul didalamnya. Dilihatnya hp itu sudah basah dan tidak dapat menyala, dia meletakkannya diatas kasur.

Bisma menemukan kotak P3K itu dan duduk dikursi dekat kasur.

"Loe mau maafin gue kan?" Tanya Bisma memulai pembicaraan. Billa tak menjawab pertanyaan Bisma, dia masih kesal dengan kejadian ini.

Entah kenapa Bisma tersenyum ketika melihat wajah Billa yang berada dekat dengan dirinya.

Dia mulai menaruh obat merah diatas kapas dan mengoleskannya pada lutut Billa.

Billa sedikit canggung dengan apa yang diperbuat Bisma, dia merasa tidak enak hati.

"Biar aku aja!" Seru Billa hendak mengambil alih kapas yang Bisma pegang.

Tanpa disadari Billa malah memegang tangan Bisma.

Bisma kembali tersenyum melihat tangan perempuan itu yang menyentuh tangannya.

"Nggak apa-apa, biar gue aja! Sebagai permintaan maaf." Ucap Bisma lirih, perkataannya terdengar begitu lembut.

Billa menatap Bisma sambil mengerutkan keningnya, dia tak tau kenapa laki-laki itu memperlakukannya seperti ini.

"Aww, pelan-pelan!" Ucap Billa saat Bisma sengaja menekan lukanya sedikit kencang.

"Maaf! Tapi nggak apa-apa kok, sebentar lagi juga sembuh." Ucap Bisma sambil tersenyum kearah Billa.

Billa terdiam, dia benar-benar canggung ketika Bisma menatapnya dengan tatapan aneh menurutnya.

Bisma merasa senang, dia tak menyangka akan bisa sedekat ini dengan perempuan yang baru ditemuinya itu.

Bisma telah selesai dengan luka Billa, dia mulai menutupnya dengan plester.

Bisma beralih memperhatikan wajah Billa, ternyata perempuan itu benar-benar cantik, Bisma semakin menyukainya.

Billa yang menyadari hal itu merasa sangat terganggu dengan kelakuan Bisma.

"Ngapain kamu liatin aku kaya gitu?" Tanya Billa akhirnya.

Bisma baru menyadari jika perempuan itu berbicara menggunakan aku kamu.

Diapun berusaha untuk menyamainya.

"Nggak apa-apa, suka aja liatin kamu." Jawab Bisma sambil terus melempar tersenyum.

Billa membuang muka, ucapan Bisma membuatnya sedikit mual.

"Oh iya, kamu inget nggak apa yang kemarin kamu bilang sama aku?" Tanya Bisma, Billa mengernyitkan dahinya tanda tak mengerti.

"Bilang apa?" Billa balik bertanya.

Lagi-lagi Bisma tersenyum sebelum akhirnya dia bicara.

"kamu bakal ngasih tau nama kamu kalau kita ketemu lagi. Iya kan?" Ucap Bisma.

Billa tak menjawab. Tapi Bisma langsung mengulurkan tangannya.

"Nama aku Bisma, nama kamu siapa?" Tanya Bisma.

Dengan sedikit ragu Billa membalas uluran tangan Bisma.

"Billa." Jawab Billa apa adanya.

Bisma merasa tengah melayang diudara ketika tangannya dan tangan Billa bersentuhan. Kedua pasang mata itu kembali dipertemukan dalam satu *****.

Pandangan mata lentik Billa begitu meneduhkan hati Bisma.

Dan Bisma semakin yakin jika dirinya benar-benar telah jatuh cinta kepada perempuan itu.

Tetttt.... Tetttt.... Tettt....

Suara bel tanda masuk membuat lamunan itu membuyar, Bisma menjadi salah tingkah.

"Aku duluan, belnya udah bunyi." Ucap Billa kemudian.

"Tapi kaki kamu masih sakit." Balas Bisma yang sedikit khawatir.

"Nggak apa-apa, aku mau kekelas sekarang." Ucap Billa.

"Emangnya kamu kelas berapa?" Tanya Bisma kemudian.

"X Akuntansi2." Balas Billa cepat.

"Sebentar lagi ya, biar kamu istirahat dulu disini. Aku temenin." Ucap Bisma.

Billa berfikir kenapa laki-laki itu menahan dirinya untuk tidak kembali kekelas.

Dia sudah tak tahan dengan bajunya yang basah dan lengket.

Dia mulai beranjak dari duduknya, dia tak ingin Bisma terus menahannya.

"Aku duluan." Ucap Billa kemudian.

"Ehh, kamu mau kemana? Kakinya kan masih sakit?" Teriak Bisma.

Billa tak memperdulikan Bisma, secepat mungkin dia berjalan meninggalkan ruang UKS.

Bisma cepat-cepat merapihkan kembali kotak P3K agar dapat segera menyusul Billa.

Tapi, dia menemukan ponsel yang bersatu dengan peralatan P3K.

Bisma befikir itu mungkin adalah ponsel milik Billa.

"Hp nya jadul banget sih." Ucap Bisma sambil tertawa geli. Dia mencoba mengaktifkanya namun tak kunjung menyala.

"Kena air mungkin ya." Ucap Bisma kemudian. Dia memasukkan ponsel itu kedalam saku celananya dan berniat memperbaikinya dahulu sebelum dia mengembalikannya kepada Billa.

Dia berfikir jika ini adalah jalannya untuk lebih dekat dengan perempuan itu.

***

Bisma mencari Billa

Didalam kelas sudah terlihat banyak murid-murid, untung saja guru pengganti belum tiba disana.

Billa memasuki ruang kelas dengan tertatih. Diapun segera duduk dibangkunya.

Felly yang melihat itu segera menyerbunya dengan pertanyaan-pertanyaan.

"Kamu kenapa Bill? Kok jalannya kaya gitu? Kenapa baju kamu basah lagi?" Tanya Felly.

Billa menghembuskan nafas asal mendapat pertanyaan dari temannya itu.

"Ada insiden kecil tadi, tapi nggak apa-apa kok." Ucap Billa sambil tersenyum kearahnya.

"Insiden apa sih sampe kaya gitu?" Tanya Felly dengan keponya.

"Jatuh tadi kepeleset, licin banget lantainya." Jawab Billa.

"Kenapa bisa gitu?" Tanya Felly lagi.

"Gara-gara cowo itu." Jawab Billa malas.

"Cowo siapa?" Tanya Felly.

"Nggak tau ahh, males aku bahasnya." Jawab Billa sedikit kesal.

"Mending kamu pulang aja gih, nanti kamu sakit lho." Ucap Felly khawatir.

"Iya nih, udah nggak enak banget." Balas Billa.

"Tapi nggak ahh, nanti ibu tiri marah lagi." Sambungnya.

"Tapi..." Ucap Felly terpotong.

"Assalamualaikum." Ucap Bu Inda yang tiba-tiba memasuki kelas.

"Waalaikumsalam." Jawab Semua murid.

Felly mengacungkan tangannya.

"Ya, kenapa Fell?" Tanya Bu Inda.

"Billa mau izin pulang, Bu. Tadi jatuh katanya, bajunya juga basah." Ucap Felly.

Seketika Billa melotot kearah Felly.

"Benar begitu Billa?" Tanya Bu Inda, Billa hanya menunjukan deretan giginya.

"Ya udah kalau begitu ibu izinin kamu pulang. Ganti baju cepat-cepat nanti masuk angin lagi." Ucap Bu Inda.

Billa sedikit berfikir, apa dia harus pulang sekarang? Lalu bagaimana dengan ibu tirinya? Pasti ibu tirinya itu akan memarahinya habis-habisan.

Billa menggigit bibir bawahnya membayangkan ibu tiri yang sedang memarahi dirinya.

"Udah, pulang aja! Kamu itu bau amis tau." Ucap Felly sambil menutup hidungnya.

Billa semakin tidak percaya diri.

Diapun memutuskan untuk pulang saja, dia tak ingin teman-temannya yang lain menjadi tidak nyaman dengan keberadaannya.

Soal ibu tirinya, biarkan semua berjalan apa adanya.

Billa membereskan buku-bukunya, diapun bergegas pulang.

"Hati-hati di jalannya ya." Ucap Felly. Billa hanya tersenyum kearahnya, senyum yang dipaksakan.

***

Billa sedikit cemas, apa yang harus dia katakan kepada ibu tirinya nanti?

Billa berjalan mengendap-endap memasuki rumah, untung saja rumah sedang sepi saat itu.

Dia menghembuskan nafas lega.

Tante Vera baru keluar dari dapur, dia melihat Billa yang berjalan mengendap.

Dengan fikiran jahatnya dia menegur Billa.

"Heh!" Seru Tante Vera.

Billa sangat kaget mendengar suara ibu tirinya yang menggelegar.

Dia menghentikan langkahnya, habislah dirinya sekarang. Dia telah diciduki ibu tirinya itu pulang awal.

"Apa-apaan ini jam segini udah pulang aja kamu?" Tanya Tante Vera dengan nada tinggi.

Billa tertunduk, dia sudah menduga jika ibu tirinya itu akan memarahinya.

"Jangan-jangan kamu kelayapan ya, jadi selama ini kamu nggak pergi ke sekolah, tapi main-main? Iya kan?" Tanya Tante Vera.

"Nggak kok mah, aku sekolah. Mama liat seragam aku basah kaya gini, aku jatuh tadi disekolah, jadi Bu Inda ngizinin aku pulang." Ucap Billa membela diri.

"Alah, jangan bohong kamu. Bu Inda Bu Inda. Kalo gitu mulai besok dan seterusnya kamu nggak usah pergi sekolah lagi, buang-buang uang aja. Lebih baik kamu kerja aja sana, kan lumayan buat bantu keuangan saya." Ucap Tante Vera menggebu-gebu.

Billa terdiam, dia tak bisa membuat ibu tirinya itu mengerti.

"Tapi kerja apa ma? Billa mohon, biarin Billa sekolah sampai lulus SMA aja, setelah itu Billa akan kerja cari uang buat mama." Ucap Billa, dia memegangi tangan Tante Vera, berharap ibu tirinya itu mengabulkan keinginannya.

Namun dengan kasar Tante Vera segera menepisnya.

"Nggak, kamu berhenti sekolah mulai besok. Kerja jadi apa aja kek, jadi p*****r misalnya, sama kaya ibu kamu si Dinar itu." Ucap Tante Vera dengan emosinya.

Astagfirulloh, seketika kaki Billa terasa lemas mendengar ucapan ibu tirinya itu. Sungguh tega ia berkata seperti itu, perkataan yang sama sekali tak pantas diucapkan oleh seorang ibu.

Billa jatuh tersungkur dilantai, hatinya begitu sakit ketika mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut ibu tirinya.

Tante Vera menatapnya dengan tatapan tajam, tak ada rasa iba sama sekali.

Yang ada hanyalah kebencian yang mendalam.

"Kamu itu nggak tau diri, nggak tau malu! Kalau kamu nggak betah tinggal disini, udah pergi aja! Cari tuh ibu kamu si Dinar p*****r itu. Saya nggak sudi nampung anak haram kaya kamu." Ucap Tante Vera menggebu-gebu.

Tanpa terasa air mata Billa menetes mendengar semua hinaan itu.

Dia tak menyangka jika kemarahan ibu tirinya itu menjalar kemasa lalu dan kembali mengingatkan Billa tentang ibu kandungnya.

Tanpa perasaan bersalah Tante Vera pergi meninggalkan Billa yang tersungkur.

"Ya Allah, kenapa mama tega banget bilang gitu?" Ucap Billa dalam hati, perkataan ibu tirinya itu benar-benar telah melukai hati Billa.

Air matanya terus saja jatuh menetes, hanya itu yang bisa ia lakukan. Air matanya adalah cerminan kesedihan hatinya.

Dia berharap jika hidupnya adalah mimpi buruk dan kemudian dia terbangun untuk melanjutkan hidupnya yang bahagia.

Tapi itu semua takkan mungkin terjadi.

Inilah kehidupannya yang sebenarnya, yang penuh dengan derita dan air mata.

***

Tettt... Tettt...tettt... Tettt...

Bel tanda pulang telah berbunyi, semua murid berhamburan meninggalkan kelas. Ini adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua manusia berbaju putih abu-abu itu.

Dengan tergesa-gesa Bisma menuju kelas X Akutansi2, kelas Billa. Dia akan mengembalikan ponselnya yang tertinggal tadi.

Namun dia melihat hanya tinggal beberapa murid yang berada disana, dia tak melihat sosok yang dicarinya.

"Ehh, tunggu-tunggu." Bisma menghentikan langkah orang yang terakhir keluar dari dalam sana.

"Iya, ada apa?" Tanya orang itu yang ternyata adalah Felly.

"Loe kenal sama Billa?" Tanya Bisma kemudian.

"Dia temen gue, emangnya ada apa loe cari dia?" Tanya Felly kemudian.

"Ada perlu sih, tapi kok gue nggak liat dia ya?" Jawab dan tanya Bisma.

"Billa tadi pulang habis istirahat, katanya sih jatuh, bajunya juga basah. Nggak tau kenapa, gue juga nggak ngerti." Jawab Felly.

"Oh, gitu ya." Ucap Bisma sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Dia berfikir untuk mengembalikan ponsel itu lain waktu saja.

"Iya. Emang ada apaan sih?" Tanya Felly yang mulai kepo.

"Nggak ada apa-apa sih. Ya udah kalo gitu, makasih ya! Gue duluan." Ucap Bisma.

"Ya." Balas Felly singkat.

Bismapun berlalu meninggalkan kelas bertuliskan X Akutansi2 itu.

Felly hanya mengerutkan dahinya tanda tak mengerti.

"Apa jangan-jangan itu cowo yang Billa maksud tadi?" Fikir Felly. Dia mengangkat bahunya lalu bergegas pergi.

***

Malam ini pengunjung kafe lumayan ramai, terlihat Bisma yang sibuk kesana-kemari melayani pelanggan.

Ya, jika malam tiba, Bisma bekerja disalah satu kafe sebagai seorang pelayan. Dan esok paginya ia kembali kesekolah.

Bisma mengantarkan makanan dan minuman kepada salah satu meja pelanggan.

"Silahkan." Ucap Bisma dengan Ramahnya.

"Ehh, Rangganya ada gak?" Tanya pengunjung itu yang ternyata adalah Rafael.

"Rangga belum balik, kalo ada juga paling dia kesini malam minggu aja." Jawab Bisma. Rangga adalah anak pemilik kafe itu.

"Oh gitu, tadi gue chat kok nggak aktif ya?" Tanya Rafael lagi.

"Kemarin sih si bos wa gue pake nomor baru, nggak tau deh kenapa." Jawab Bisma.

"Kalau gitu, bagi dong. Sekalian wa loe juga." Ucap Rafael. Kemudian Bisma mengeluarkan ponselnya dan memberikan nomor Rangga pada Rafael.

"Thanks ya, oh ya. Kalo bisa nanti loe ya yang antar paketnya kerumah gue. Nanti gue kasih tips deh." Ucap Rafael kemudian.

"Oh, loe jastip ya?" Tanya Bisma.

"Iya nih, kira-kira kapan ya dia pulang dari Belandanya?" Tanya Rafael lagi.

"Nggak tau sih, ialah gampang. Nanti gue yang antar ke rumah loe, tinggal japri aja." Ucap Bisma sambil tersenyum.

"Ok." Balas Rafael.

"Ya udah, kalo gitu gue balik kerja lagi." Ucap Bisma sambil berlalu. Rafael hanya mengacungkan jempolnya kearah Bisma.

***

Suasana di ruang makan terasa begitu tegang. Hanya ada papa, mama dan Billa, sedangkan Rafael memilih untuk makan malam diluar bersama temannya.

"Pa, besok Billa masih boleh sekolahkan?" Tanya Billa ditengah keheningan.

"Iyalah, sekolah itu penting, masa depan kamu nak!" Jawab Om Ardi.

"Emang kenapa kamu tanya seperti itu?" Tanya Papa kemudian.

"Mama nggak ngizinin aku sekolah lagi." Jawab Billa. Seketika ibu tiri melotot kearahnya.

"Ngadu kamu ya!" Ucap Tante Vera dengan nada tinggi.

"Tunggu-tunggu, ini apa maksudnya?" Tanya Papa yang tak mengerti.

"Gini pa, dia itu sekolah cuma buang-buang waktu sama buang-buang uang aja. Tadi aja dia sekolah tapi pulang lagi, pasti tiap hari dia nggak pergi ke sekolah, tapi kelayapan." Ucap Tante Vera menyudutkan Billa.

"Nggak pa, tadi Billa jatuh disekolah sampai baju Billa basah semua. Jadi Billa diizinin pulang." Ucap Billa membela diri.

"Bener begitu nak? Tapi kamu nggak apa-apakan?" Tanya papa yang mulai cemas.

"Billa udah nggak apa-apa kok pa, papa liat sendiri kan?" Jawab Bila.

"Ya udahlah mah, cuma masalah gitu nggak usah dibesar-besarin." Ucap Papa yang membela Billa.

"Tapi pa, dia itu makin besar makin ngelunjak. Itu nggak bisa dibiarin!" Ucap Tante Vera.

"Udahlah, mah! Sekolah itu penting, masa cuma gara-gara hal sesepele itu mama mau putusin masa depan Billa?" Jawab Papa.

"Papa belain aja terus anak ini, nggak pernah mau dengar pendapat mama. Makin besar kepala aja dia." Ucap Tante Vera semakin marah.

"Ya pendapat apa dulu, kalo pendapat mama bener ya papa dukung. Kalo nggak ya buat apa?" Ucap papa. Billa tersenyum mendengar perkataan papanya itu.

Brak!

Tante Vera menggebrak meja makan dengan kerasnya. Billa dan papa tercengang, mereka dibuat kaget oleh ibu tirinya itu.

"Papa selalu aja belain anak h***m ini. Semenjak dia ada dirumah ini, papa udah nggak pernah hargai mama lagi. Sampai kapan papa mau seperi ini? Mama udah cape, mama seperti nggak dianggap dirumah ini. Belain aja terus anak h***m ini." Ucap Tante Vera menggebu-gebu.

Billa benar-benar dibuat kaget oleh perkataannya, dia sedikit ketakutan ketika melihat kemarahan ibu tirinya itu.

"Mama salah paham, papa sama sekali nggak bermaksud seperti itu, papa cuma ingin yang terbaik buat keluarga kita." Ucap Papa kemudian.

"Alasan aja papa. Awas kamu!" Lanjutnya sambil menunjuk kearah Billa.

"Udahlah! Mama nggak selera lagi buat makan." Ucap Tante Vera lalu bergegas meninggalkan meja makan.

Billa merasa sangat bersalah karena selalu saja membuat ibu tirinya itu marah.

Tapi bagaimana lagi, diapun telah berusaha untuk tidak membuat ibu tirinya itu marah, namun apapun yang dia lakukan pastilah selalu salah dimata ibu tirinya itu.

Papa hanya menggelengkan kepala melihat istrinya itu.

Dia tak dapat membuat istrinya itu mengerti dengan keadaannya.

"Kamu nggak usah fikirin mama kamu itu, belajar aja yang rajin ya nak!" Ucap Papa kemudian.

Billa mengangguk pelan.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!