NovelToon NovelToon

Pacar Antik

Part 1 : Ini tahun 2023

"ASTAGA ABANG! INI BUKAN LAGI JAMAN DINOSAURUS YA, INI UDAH JAMAN INTERNET TAU!!"

Thalita berteriak kesal, karena Gideon cowoknya yang bebal, tak mau mendengar penjelasan gadis itu.

"Apa salahnya sih kirim chat via SMS, kan sama aja sampai juga ke orangnya," jawab Gideon santai.

"Tapi, hari gini orang jarang punya pulsa, punyanya kuota, Bang."

"Abang punya pulsa, tapi gak punya kuota, makanya Abang kirim SMS bukan PC."

"Au ahh, terserah Abang aja, suka-suka Abang! Asal aja Abang bahagia mah silakan aja!"

Thalita mendengkus kesal, ketika Gideon mengeluh SMS nya tak dibalas oleh Karin, adiknya, padahal SMS itu sudah masuk dan dibaca, katanya. Harap maklum saja, kalau Karin membalas SMS lewat chat WA dan Gideon tak punya kuota untuk membuka, sampai Dinosaurus bertelur ayam juga gak bakal ketemu juntrungannya.

"Kenapa sih, Tha? Cewek itu selalu lama kalau balas SMS, padahal ini penting banget lho, gak bisa di tunda soalnya."

"SMS lagi aja, siapa tau yang tadi belum masuk!"

"Udah kok udah, ada notif juga kalau pesan sudah dibaca kok."

"Masa? Masih nyangkut kali balasannya, di sini kan banyak pohon-pohon," kata Thalita asal. Gadis itu sedang gak berminat ngobrol karena kesal.

B*gonya, Gideon mendongak seperti mencari sesuatu di antara daun-daun dan ranting pohon. Mungkin dia mengira balasan SMS nya memang nyangkut di sana.

Mereka berdua sedang berada di Kebun Raya, melakukan penelitian pada tanaman pemangsa serangga, kantung semar, untuk tugas kampus Gideon.

"Pasti ini si Karin sengaja gak membalas SMS ku nih. Emang anak itu sedikit kurang ajar sama abangnya."

Gideon merasa kesal, adiknya tak kunjung membalas SMS nya. Sebenarnya Karin sudah membaca SMS itu, dan mengirim balasan melalui aplikasi hijau. Karena dalam SMS, Gideon meminta Karin mengambil foto pertanyaan yang semalam sudah Gideon siapkan untuk penelitiannya. Catatan itu tertinggal di rumah.

"Emang Abang kirim SMS apa?"

"Minta fotoin catatan Abang yang tertinggal di meja."

Thalita ngakak sampai guling-guling mendengar ucapan pacar antiknya yang lempeng dan gak merasa bersalah sama sekali.

"Kok malah tertawa sih, Tha? Apanya yang lucu coba?"

"Gimana gak tertawa, Abang suruh kirim foto kok lewat SMS sih? Emang bisa?"

"Eh, gak bisa ya, Tha? Terus gimana dong? Abang lupa, semalam nulis apa, makanya suruh Karin fotoin."

Gideon menggaruk kepalanya yang tak gatal, membuat rambut keritingnya makin berantakan. Thalita melihatnya dan terbayang sarang burung yang ada di pohon jeruk nipis samping jendela kamarnya. Tinggal taruh telur burung di atasnya, udah persis banget rambut Gideon sama sarang burung itu.

"Kok ketawa mulu sih, tha? Apa yang lucu? Bukannya bantuin Abangnya, malah ngetawain," kata Gideon sewot.

"Thalita bagi hotspot bentar deh, Bang. Siapa tau si Karin udah kirim lewat aplikasi hijau. Tapi ingat, nanti pulang dari sini, Abang traktir Thalita mie ayam yang ada baso nya!"

"Beres, Sayang. Suka deh Abang, punya pacar pintar kayak gini, beneran gak salah pilih."

Abang gak salah pilih, tapi justru Thalita yang ketemu sial, punya pacar kayak Abang, batin Thalita gondok.

Thalita mengutak-atik ponselnya, untuk memberi hotspot pada Gideon. Seketika wajah Gideon cerah, karena ternyata Karin sudah mengirim foto, seperti dugaan Thalita.

"Lho...lho...lho, kok hotspot nya mati sih, Tha?"

"Mati sendiri, kuota Thalita abis."

Thalita memang mematikan hotspot, karena Gideon sudah mendapat foto yang dia inginkan. Cowok antik itu akan dengan kurang ajar menggunakan hotspot untuk buka yutub, kalau dibiarkan. Thalita sudah belajar dari pengalaman, hingga tak mau terlalu dimanfaatkan Gideon.

"Ya udah, nanti pulang dari sini kamu beli kuota!"

"Abang yang beliin?"

"Ya kamu beli sendiri! Kan tadi mintanya dibeliin mie ayam baso, bukan kuota," jawab Gideon enteng.

"Dasar cowok antik yang pelit. Bisa-bisanya aku punya pacar kayak gini ya? Entah dosa apa yang dulu ku lakukan sebelum reinkarnasi di kehidupan sekarang ini, " gerutu Thalita.

"Ngomong apa barusan, Sayang?"

"Siapa juga yang ngomong, Bang? Thalita cuma lagi kumur-kumur kok," kata Thalita masih kesal.

"Ya udah kalau gitu, kamu di sini aja ya! Abang mau ke sana, meneliti tumbuhan kantung semar."

Thalita cuma mengangguk, kemudian tampak asik dengan ponselnya. Gideon berlalu untuk melakukan tugasnya.

"Tha, tolongin Abang dong! Abang bawa kamera, tapi lupa bawa baterainya, jadi gak bisa buat foto nih."

Gideon yang balik lagi dengan buru-buru, menganggu keasikan Thalita yang sedang membaca novel online di platform favoritnya, NovelToon.

"Kan tinggal foto pakai ponsel, Bang. Gitu aja kok repot sih?" sahut Thalita jengkel.

"Kan kamu tau, Tha, ponsel Abang kamera belakangnya error, fotonya nanti jadinya jelek, ngeblur gitu. Makanya tadi Abang bawa kamera, biar nanti hasilnya bagus."

"Kamera depan, bagus?"

"Bagus kalau kamera depan."

"Tinggal ajak selfi aja kantong semar nya, gitu aja kok repot sih, Bang?"

"Iya juga ya, kenapa tadi gak kepikiran ya?" gumam Gideon sambil menggaruk kepala.

Thalita menahan tawa dengan menutup bibirnya, gadis itu benar-benar gak habis pikir, kenapa Gideon semakin lama semakin Antik. Dan tawa Thalita pecah, ketika di kejauhan, melihat Gideon yang selfi dengan kantung semar.

"Haduh, karma apa yang ku terima, hingga punya pacar dengan otak cuma separuh. Dulu emaknya ngidam apa, ya? Kok anaknya bisa kayak gitu," kata Thalita masih dengan tawa.

Tampak Gideon kembali menghampiri Thalita dengan bibir manyun, membuat Thalita mengerutkan kening.

"Kenapa lagi, Bang?"

"Abang kan mau ambil foto serangga yang terjebak di dalam kantung si Semar, tapi susah ngambil posisi selfi nya, gimana tuh, Sayang?"

"Terus? Maunya Abang gimana?"

"Abang mau pinjam ponsel Thalita buat ambil foto. Boleh ya, pliss!"

Gideon menangkupkan tangan di depan dada, berharap Thalita meminjamkan ponselnya. Tapi cewek itu malah tersenyum jahil, timbul niatnya untuk mengerjai Gideon.

"Ogah ah, nanti Thalita harus kirim fotonya ke ponsel Abang, kan itu perlu kuota, dan Abang gak mau beliin."

"Lha kan kamu udah minta mie ayam, masa Abang harus beliin kuota juga?"

"Kan mie ayam buat ganti yang hotspot tadi, kalau kuota kan buat kirim foto, beda dong Bang!"

"Tapi Abang lagi gak ada duit kalau beliin semua, bisanya cuma beliin salah satu aja," kata Gideon memelas.

"Kalau gak punya duit ya harus kreatif, punya otak itu dipakai. Gini lho caranya, ponsel taruh posisi di atas kantung semar, terus Abang posisi di bawahnya, nah abis itu ambil foto. Ada tongsis juga kan, manfaatin!"

"Wah, emang pacar Abang ini pinter banget, idenya selalu cemerlang, Abang aja gak kepikiran lho tadi. Ya udah, Abang ke sana dulu."

Tak lama, Thalita terpingkal sambil memegang perutnya, melihat Gideon mempraktekkan idenya yang konyol.

Part 2 : Harus Sabar

Gideon datang ke rumah Thalita dengan wajah ditekuk dan irit bicara, tidak seperti biasanya yang cerewet kayak burung beo. Thalita mengerutkan kening tanda heran, tapi tetap mempersilahkan pacarnya itu duduk di teras dan berlalu untuk membuat teh dan mengambil cemilan.

"Silakan, Bang. Biar wajahnya gak kusut gitu!"

Gideon mencomot pisang di piring dan menggigitnya dengan kasar, kemudian meneguk teh hangat dalam gelas. Mencomot pisang lagi dan minum lagi, sampai piring dan gelas bersih tandas tak bersisa.

"Semuanya 50 ribu ya, Bang!" kata Thalita kesal.

Gideon mengeluarkan selembar uang berwarna biru dari dalam dompet, dan memberikannya pada Thalita. Dengan girang gadis itu menerimanya dan memasukkan dalam saku.

"Ada apa sih, Bang?"

"Abang lagi sedih, dosen Abang protes. Masa di setiap foto kantung semar di makalah, ada wajah Abang."

Ingin sekali Thalita ngakak, tapi ditahannya sekuat tenaga. Bisa-bisa Gideon sewot kalau ditertawakan dan bukan gak mungkin, mengambil 50 ribu itu kembali.

"Lalu gimana, Bang? Disuruh bikin lagi?"

Gideon mengangguk lesu, dan Thalita berusaha menyembunyikan tawa dalam batuk-batuk kecil.

"Kapan mau ke kebun raya lagi?"

"Besok, Tha. Kamu mau kan, temani Abang ke sana lagi? Abang gak suka pergi sendirian, sepi," kata Gideon memelas.

"Yah, kalau besok Thalita gak bisa, Bang. Thalita ada tugas kelompok yang dikerjakan di rumah Deasy. Gimana kalau Abang ajak Karin aja?"

Thalita sengaja mengarang alasan agar tak menemani Gideon ke kebun raya. Mitos yang beredar, pacaran di tempat itu membuat pasangan lebih cepat putus. Percaya gak percaya sih, tapi banyak kejadian yang terjadi di antara teman-temannya, yang putus dengan pacar setelah menggunakan tempat itu untuk memadu kasih.

"Gak bisa ditunda, kerja kelompoknya?"

"Ya gak bisa, Bang. Udah deadline buat ngumpulin, kan aturan minggu kemarin itu Thalita kerja kelompok, tapi malah nemenin Abang ke kebun raya buat penelitian.”

" Oh gitu, Abang gak tau, maaf ya Tha!"

"Gapapa kok, Bang, toh Deasy bisa ngerti. Tapi kalau besok Thalita gak kerja kelompok lagi, bisa-bisa nama Thalita dicoret."

"Ya tinggal dihapus saja coretannya, gampang kan?" usul Gideon dengan nada melamun.

Thalita kembali merasa kesal, pacar antiknya kadang tak menggunakan otaknya yang cuma separuh saat berbicara, membuat pendengarnya harus mempunyai kesabaran ekstra.

"Maksudnya, gak dicantumkan dalam daftar anggota kelompok, Bang. Nanti Thalita dianggap gak mengumpulkan tugas dan otomatis gak dapat nilai," jelas Thalita sedikit kesal.

"Terus, Abang perginya sama siapa dong? Masa pergi sendiri? Ngajak Karin juga pasti gak mau."

"Ajak aja teman Abang yang lain, masa Abang gak punya teman?"

"Gak mau, nanti mereka malah nyontek hasil kerja Abang. Enak aja, Abang yang susah ngerjain, tar meraka yang dapat nilai bagus."

Thalita mendengkus, omongan Gideon semakin tak masuk akal. Mana ada yang bakal nyontek hasil kerja orang yang otaknya cuma separuh, kan?

"Ya kalau gitu, Abang berangkat sendiri aja!"

"Oke, tapi Abang mau pinjam ponsel Thalita buat ngambil foto. Buat jaga-jaga kalau Abang lupa lagi bawa baterai buat kamera."

Thalita menepuk jidatnya tanda putus asa, bisa-bisanya cowok antik di depannya ini semakin ajaib. Dari pada meminjam ponsel Thalita, lebih baik dia baterai kan? Kenapa tuh cowok gak berpikir begitu?

"Abang dulu, dari SD sampai kuliah sekarang ini, suka bolos?"

"Enggaklah, kan Abang rajin, meski sakit Abang juga tetap masuk sekolah, asal gak pingsan aja. Jadi mana mungkin Abang bolos," jawab Gideon sambil menepuk dada jumawa.

"Pernah tinggal kelas?"

"Kalau itu pernah, SD tiga kali, SMP sekali dan SMA sekali juga."

TUINGG

Kalau di film kartun, mungkin begitu bunyi bola mata Thalita yang melompat dari rongganya. Gadis itu tak menyangka, kalau cowok antiknya, memang barang antik dari jaman purba yang perlu dilestarikan.

"Hm, pantesan saja," kata Thalita sambil menggaruk hidungnya.

"Pantesan kenapa, Sayang?"

"Pantesan Abang pinter, ternyata sekolahnya jauh lebih lama dari Thalita."

"Jadi, boleh gak Abang pinjam ponsel kamu buat ambil foto?"

"Sebentar ya, Bang!"

Thalita berdiri, kemudian berlalu masuk ke dalam rumah. Sambil menunggu, Gideon mengutip remahan tepung pisang goreng yang tertinggal di piring, dan memakannya. Merasa haus, Gideon juga meneteskan sisa teh di gelas yang hanya beberapa tetes ke lidahnya.

Tak lama, Thalita keluar sambil membawa dua baterai ukuran kecil yang biasa dipakai untuk jam dinding, kemudian memberikannya pada Gideon.

"Ini, Bang, Thalita punya baterai yang cocok untuk kamera Abang. Masukkan ke dalam tas, biar gak ketinggalan lagi!"

"Wah, kamu memang pinter, Tha. Gak rugi Abang punya pacar kayak kamu, selalu tau yang Abang butuhkan. Makasih, ya."

Thalita hanya tersenyum, menanggapi ucapan cowok antiknya.

"Ya udah, kalau begitu Abang pamit dulu ya, Tha. Abang ke kebun rayanya sekarang aja, mumpung belum terlalu siang. Makasih buat teh sama pisang gorengnya, enak banget.

"Iya, Bang. Hati-hati di jalan ya! Jangan ngebut bawa motornya, pelan-pelan saja! Ingat pepatah, lebih baik terlambat lima menit, daripada masuk rumah sakit!"

"Iya, Sayang. Abang jalan dulu."

Gideon meraih kamera yang sedari tadi diletakkan di meja oleh cowok itu. Seketika timbul perasaan tak enak dalam benak Thalita, entah apalah itu.

Thalita membawa piring kotor bekas pisang goreng, dan gelas teh ke belakang untuk dicuci. Benak Thalita masih diliputi perasaan aneh saat tadi Gideon pamit pergi.

"Apa ya yang aneh dari Bang Gideon tadi ya, kok kayak ada yang janggal?" kata Thalita sambil mencuci piring.

"Bajunya oke, celana dan jaket juga oke, sepatu juga gak salah kayak tempo hari, sebelah hitam sebelah lagi biru. Hem ... apa ya?"

Thalita mengingat-ingat, apa tadi yang terlihat janggal saat Gideon pergi.

"Ah iya, bener kan ada yang janggal?"

Thalita menepuk dahinya dengan tangan yang penuh busa sabun cuci, tak lama gadis itu berteriak karena matanya pedih.

"Sialan banget nih, aku jadi ketularan b*go karena terlalu sering gaul sama Bang Gideon nih. Masa mata mau ku cuci juga pakai sabun, perih dong," gerutu Thalita memarahi diri sendiri.

"Tadi kan kamera yang dibawa Bang Gideon itu kamera antik yang se-antik dirinya kan? Pakai rol film yang negatifnya perlu dicuci dulu lalu dicetak. Haduh Abang, kenapa sih kamu itu serba antik? Gak orangnya, gak seleranya, gak barang-barangnya, antik semua."

Kali ini Thalita menggaruk kepalanya yang gatal karena ketombe. Membayangkan kesialan yang sebentar lagi akan menimpanya, mendengar keluh kesah Gideon pacar antiknya.

"Kenapa takdir yang kau terima begitu kejam, wahai Thalita?" seru Thalita putus asa.

Part 3 : Curhat

"Kusut banget wajahmu, Tha?" sapa Deasy melalui sambungan video call.

"Ya begitulah, lagi galau aku, Des. Bantuin mikir dong!"

"Mikirin apa?"

"Mikirin gimana caranya ngajarin Bang Gideon biar gak katrok. Capek aku berhadapan dengan sifatnya yang antik itu, Des."

"Kenapa gak kamu putusin aja sih? Biar gak ribet dan bikin kamu galau mulu kayak gitu?"

"Jangan! Aku masih sayang sama dia. Dia itu gak ada duanya di dunia."

"Kalau ada dua, bisa-bisa dunia cepat kiamat, Tha. Satu aja nyusahin gitu kok," kata Deasy sewot.

"Udah, jangan menghujat mulu, kasih solusi dong!"

"Ya solusinya, putusin dia, terus cari pacar lagi cowok yang normal, gak gesrek kayak dia! Lagian, apa sih yang kamu harapkan dari dia, Tha?"

"Entahlah, Des, aku juga gak tau."

"Lama-lama, kamu bakalan ketularan antik kayak dia, Tha. Kalau gak buru-buru kamu putusin."

Thalita terdiam, hatinya mulai bimbang, antara putus dari Gideon atau tetap bertahan. Alasan kenapa Thalita masih sayang pada Gideon saja masih membuat gadis itu bingung. Gideon gak ada bagus-bagusnya. Penampilan pas-pasan, pinter juga enggak, ngeselin yang iya. Tapi masih membuat Thalita merasa nyaman, entah nyamannya di bagian mana.

Thalita mengenal Gideon, karena cowok itu abang Karin, teman sebangkunya ketika SMP. Dulu Gideon selalu menjemput Karin saat pulang sekolah, dan Thalita sering ditawarin untuk pulang bareng, bonceng tiga.

Saat SMA, Thalita tak lagi satu sekolah bareng Karin, tapi Gideon malah sering menjemputnya, dengan alasan rumah mereka searah, dan Gideon lewat di depan rumah Thalita. Daripada duitnya buat naik angkot, mending nebeng Abang, kan lumayan, itu alasan yang dikatakan Gideon, dan dibenarkan oleh Thalita.

Niatan Gideon sering menjemput Thalita, ternyata ada udang di balik rempeyek. Gideon naksir sama Thalita. Ini sudah tahun ketiga, mereka resmi jadian, tapi Thalita belum memahami, kenapa pacarnya itu antik.

"Woy, malah melamun, Buk? Kesambet baru tau rasa lho," kata Deasy menghentikan lamunan Thalita.

"Maaf, Des! Kalau lagi galau, aku suka gak fokus," jawab Thalita sambil nyengir.

"Galau mulu, udah putusin aja tuh cowok antik! Nanti aku carikan yang agak bagusan buat kamu. Mau selusin atau sekodi?"

"Apaan tuh, selusin, sekodi, kamu kira cari daster?"

Thalita tampak sewot, tapi Deasy malah ngakak.

"Sebenarnya, ada apa sih, Tha?"

"Ya gimana ya, Des. Bang Gideon itu antiknya luar biasa. Masa hari gini masih kirim chat lewat SMS, terus ambil foto pakai kamera jadul, yang negatifnya harus dicuci dulu baru bisa cetak. Apa namanya gak mempersulit diri sendiri tuh? Duit dia banyak, bapaknya kan pengusaha, mbok ya beli kamera digital gitu kek."

Deasy semakin ngakak mendengar cerita Thalita. Bisa dibayangkan Gideon yang mengambil foto dengan kamera jadul. Pastinya dia nanti akan kerepotan buat memasukkan foto ke naskahnya, dan itu bakal jadi PR buat Thalita.

"Mending kamu matiin daya ponselmu, Tha. Biar dia tau rasa, hahaha."

"Ya dia bakal nyamperin ke rumahku, Des. Masa aku harus pindah rumah juga. Nyesel aku tadi gak pinjamkan ponsel aja ke dia, eh malah ku kasih baterai buat kameranya."

"Dia mau pinjem ponsel kamu?"

"Iya, buat ambil foto."

"Gak kamu pinjemin kan?"

"Ya enggaklah, kan ini lagi ku pakai buat Vcall kamu gini kok."

"Kalau kemarin, dia pakai ponsel siapa?"

"Punya dia sendiri."

"NAH! Kenapa sekarang gak pakai punya dia lagi?"

Thalita tiba-tiba tertawa ngakak teringat kejadian kemarin di kebun raya, juga idenya yang ngawur untuk mengambil foto selfi. Alih-alih meminjamkan ponselnya untuk dipakai Gideon.

"Wah gak bener emang nih anak, ditanyai malah ngakak," gerutu Deasy.

"Itu dia masalahnya, Des. Kamera belakang dia kan error, jadi dia ngambil fotonya pakai mode selfie. Bisa bayangin kan, kalau di makalah dia, semua foto terlampir ada foto wajah dia?"

Deasy ikut tertawa setelah mendengar cerita Thalita tentang pacar antiknya.

"Serius, Tha?"

"Serius dong. Makanya dia hari ini ngajakin aku buat ngulang penelitian lagi, tapi aku ogah. Dia cuma ku kasih baterai untuk kameranya doang."

"Dan kamu gak mikir apa akibatnya kalau dia pakai kamera antik?"

"Nah, aku baru nyadar, kalau karena itu bakal nyusahin aku lagi," keluh Thalita.

Deasy kembali tergelak dan membuat Thalita semakin manyun.

"Udah deh, Tha. Mending kamu nurut aja sama saran aku, daripada kamu galau mulu karena selera antiknya. Putusin dia dan cari yang baru! Toh kamu itu cantik, menarik, banyak yang naksir pula, ngapain sih bertahan sama dia?" kata Deasy serius.

"Kan aku udah bilang, Des, kalau aku masih sayang sama dia. Aku cuma mau merubah dia biar gak katrok aja, bukan mau putus sama dia."

"Terserah kamu aja deh, Tha. Nyerah aku kasih saran ke kamu, gak pernah didengar juga."

"Ya bukan gitu, Des, aku---"

"Pokoknya jangan minta saran ke aku lagi, titik."

Thalita menghela napas, Deasy satu-satunya teman yang bisa dia mintai saran udah menyerah. Terpaksa Thalita harus menyelesaikan masalahnya sendiri, masalah dengan Gideon maksudnya.

"Udah ya, Tha, ini ku matiin dulu Vcallnya, kuotaku lagi sekarat nih."

"Mau gak kalau ku bagi kuota?"

"Serius kamu, Tha? Lagi kaya ya?"

"Bukan kaya juga, tapi tadi dikasih Bang Gideon 50 ribu. Kalau mau ku bagi separuh buat kamu."

"Ya jelas mau lah, Tha. Masa iya rejeki kok ditolak sih?"

"Masih nyuruh aku putus sama Bang Gideon?"

"Ya kalau gini mah enggak. Dia kan baik hati dan suka memberi, jadi pertahankan, Tha!"

"Halah, labil lu, Des!!"

Deasy tertawa ngakak, melihat ekspresi Thalita yang sewot.

"Ya wes lah, matiin dulu panggilannya, biar ku isi kuotamu. Nanti malah sambung lagi ya."

"Siap, Bosque. Sampaikan terima kasihku buat Bang Gideon yang cakep nya sekebon binatang. Semoga rejekinya selalu lancar."

Thalita mencebikkan bibir mendengar omongan Deasy, kemudian mematikan sambungan Vcall.

Setelah mengisi kuota untuk Deasy, Thalita merebahkan diri ke kasurnya. Tak lama gadis itu memejamkan mata dan terlelap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!