NovelToon NovelToon

Sang Pemburu Siluman

Chapter 01 : Pertemuan

"Guakh."

Diserang rasa sakit pemuda itu hanya bisa memeluk dirinya di lantai, pukulan serta tendangan semakin lama semakin terasa menjalar di tubuhnya, meski demikian ia hanya bisa mengepalkan tangannya erat-erat selagi mengatupkan giginya saat ketiganya menghajarnya habis-habisan.

Apa daya, dia hanyalah orang lemah.

"Dasar sampah, apa kau mulai berusaha melawan kami... kau hanyalah sampah tak berguna."

Diam..... diam..... diam..... pemuda itu berteriak dalam hati.

"Sampah sepertimu harus dibuang ke tempatnya."

Diam..... diam... aku bukan sampah.

"Tidak ada yang menginginkanmu, kau hanya anak haram yang dibuang ke panti asuhan."

Itu tidak benar..... tidak benar.

"Kau beruntung kami memperlakukanmu layaknya manusia."

Tendangan terus saja diterimanya, ia sempat berpikir bahwa dirinya yang tidak berguna berhak untuk mati dengan cara seperti ini, Namun kenyataannya tidaklah seperti itu.

Sebuah suara sampai ke telinganya.

Tidak hanya dirinya, ketiga pemuda itu menoleh ke arah suara. Di atas toran air berdiri seorang gadis dengan anggun, kulitnya yang seputih salju bersinar terpapar cahaya matahari yang mana memiliki kesan gadis cantik pada umumnya, ia memiliki rambut hitam terurai panjang sampai pinggul yang mana kemudian berkibar tertiup angin berbarengan dengan rok pendeknya.

Semua orang hanya bisa menahan ludah dalam pesonanya. Selain sosoknya yang misterius, di tangan kanannya terdapat sebuah pedang panjang dengan bilah yang mengkilap.

Itu adalah warna dari sebuah katana yang mengerikan.

Dari mana dia datang? Seharusnya tidak mungkin seseorang bisa muncul tiba-tiba tanpa melewati pintu, apa yang dipikirkan pemuda tersebut.

Tak lama kemudian gadis itu membuka mulutnya dengan pandangan mengancam.

"Aku akan berbaik hati pada kalian, jika mau pergi dengan tenang dan berhenti mengganggunya, aku akan melepaskan kalian bertiga," kata si gadis mengacungkan ujung pedangnya.

"Hah? gue tak salah denger... lo berani memerintah kami ye, bos gue ini akan menghabisi lo," ucap salah satu pemuda, sementara pemuda satu lagi tampak gelisah.

"Bos, lebih baik kita turuti saja."

"Bodoh.... dia wanita cantik, sayang kalau dilewatkan."

Pemuda yang dipanggil bos itu menunjuk ke arah sang gadis.

"Walau kau memegang katana, kau tidak akan bisa mengalahkan kami... lebih baik kau menyerah dan berikan tubuhmu sebagai permintaan maaf."

"Hoh! kau berani juga."

"......"

"Aku anggap kalian menolak keramahan hatiku."

Gadis itu melompat dengan kecepatan tinggi hingga sosoknya menghilang lalu muncul kembali di depan pemuda yang meringkuk di lantai setelah melewati ketiga pemuda lainnya.

"Sebaiknya kau menutup matamu," bersamaan perkataannya suara aneh terdengar dari ketiga pemuda itu.

Suara dari sebuah retakan cangkang telur.

Saat pemuda yang dipukuli menatap ketiga pemuda yang sebelumnya menghajarnya, tubuhnya mulai bergetar.

Nafasnya seakan diambil paksa darinya.

Apa yang dilihat olehnya merupakan sesuatu yang sulit diterimanya, lebih jelasnya ketiga pemuda itu sudah terpotong potong hingga tubuhnya berserakan di lantai bercampur darah segar.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah, jangan mendekat....kau monster," teriak si pemuda.

"Kejamnya, padahal aku sudah menolongmu," gadis itu terlihat baik-baik saja seolah apa yang dilakukannya bukan sesuatu yang mengganggunya.

Seiring gadis itu mendekat sang pemuda terus mendorong tubuhnya sampai dinding.

"Ah.... kamu sangat manis," kata sang gadis sembari memegangi sebelah pipinya.

Dia bukanlah sosok yang normal.

Mungkin psikopat adalah kata yang pas untuk menggambarkannya.

"Namaku Ayumi Mai, panggil saja Mai, jangan menambahkan san atau chan diakhirnya.. oke."

Berbeda dengan sang gadis yang berbicara santai pemuda itu terus saja menahan ketakutannya, bagi orang normal melihat tubuh manusia terpotong-potong dengan mudahnya adalah sesuatu jauh di atas mengerikan.

Chapter 02 : Badan Penanggulangan Serangan Gaib

Si gadis berambut hitam berkata.

"Aku harus pergi sekarang, mari bertemu lagi di lain waktu... hmm itu, Riki."

Kenapa dia tahu namaku? Pikir si pemuda dalam hati.

Sebelum Riki bisa mengutarakannya, kesadarannya sudah ditarik darinya karena Mai baru saja memukul bagian lehernya.

Suara dering ponsel berbunyi tatkala gadis tersebut berjalan ke sudut atap bangunan, walau sedikit kesal dia tidak bisa mengabaikan telepon yang masuk hingga pada akhirnya dia mengangkatnya dengan ragu.

Tampak tulisan "Bos" di layarnya.

"Muncul lagi kah," Mai memotong lebih dulu.

"Begitulah, cepat bereskan semuanya sebelum ada warga sipil terbunuh."

" Aku mengerti, ngomong-ngomong soal warga sipil, aku tidak sengaja membunuh mereka bisakah kau bereskan hal itu untukku."

"APA??? sudah kukatakan jangan membunuh manusia," teriak dari ujung telepon sementara Mai tidak peduli lalu melanjutkan.

"Mau bagaimana lagi? Mereka berniat menyerangku..... kau bisa mengurusnya kan? Kan?"

"Baiklah. Akan kuurus semuanya.... jika ditempat lain kau pasti sudah dihukum mati."

Mai hanya mengerutkan alisnya.

"Dengar, jika sampai membunuh lagi akan kugantung kau sebagai penebusan dosa."

"Seramnya... ngomong-ngomong dimana makhluk itu berada?"

"Lima kilometer ke tenggara dari tempatmu berdiri... aku mengandalkanmu."

"Oke."

Telepon terputus.

Mai menoleh sekilas ke arah Riki yang tak sadarkan diri sebelum melompat dari gedung hingga sosoknya menghilang sepenuhnya.

***

Satu jam berikutnya Riki terbangun di ruangan asing baginya, melihat sekitarnya, ia pun mulai menyadari bahwa dia tidak berada di sekolah melainkan berada di rumah sakit.

Beberapa saat kemudian pintu ruangan terbuka dan sosok pria berjas menyapanya sambil mengangkat tangan.

"Yo Riki, apa lukamu sudah membaik?"

"Ah.. iya," ditanya oleh orang yang belum pernah ia lihat membuatnya sedikit canggung.

Pria itu berkisar dipertengahan 30an dengan rambut pirang dipotong rapih, tubuhnya tinggi serta bermata biru, kesan yang didapat darinya hanyalah dia berasal dari luar negeri.

Tidak hanya pria berjas yang masuk ke ruangan Riki, di sampingnya juga seorang gadis mengikuti sambil memegangi tangan si pria .

Menyadari tatapan Riki, gadis kecil itu langsung bersembunyi dengan malu.

"Namanya Nina, ia sedikit pemalu terhadap orang asing."

"Begitu," jawab singkat Riki pada pria berjas yang sudah duduk di dekatnya.

"Bagaimana keadaanmu? Kau benar benar babak belur loh, apa kau mengingat sesuatu sebelum tak sadarkan diri?" tanya si pria berjas.

Ditarik dalam kenyataan Riki memegangi bahu pria jas itu dengan tatapan intens, dia kembali membayangkan tubuh manusia terpotong-potong dalam benaknya sebelum berfikir lebih baik menghiraukannya.

"Wanita itu.... dia pembunuh."

Pria berjas membalas dengan tatapan sedih.

"Maaf Riki, kami sangat menyesalkan kejadian itu... kalau saja ketiga orang itu mau mendengar perkataan Mai, mereka pasti tidak akan mati."

Nama Mai disebutkan, Riki berbalik mencengkeram kerah si pria berjas.

"Kau pasti mengenalnya kan?"

Untuk pertama kalinya dia bisa mengeluarkan emosinya, bagi dirinya yang lemah tidak membalas adalah sesuatu yang bisa dia lakukan, dengan begitu mereka yang memukulinya akan puas lalu meninggalkan dirinya sendirian.

"Tenanglah Riki."

"Mana mungkin aku bisa tenang," teriakan Riki bergema di ruangan.

Menyadari seorang gadis kecil sedang melirik padanya, dia melepaskan cekeramannya lalu menjaga jarak.

"Maafkan aku."

"Tak apa... aku mengerti apa yang sudah terjadi padamu, bagaimanapun ini juga tanggung jawab kami... karena kami belum menemukan rekan untuknya dia bisa berbuat seenaknya."

"Rekan?"

Tanda tanya besar muncul di kepala Riki, untuk kedua kalinya bayangan gadis itu muncul dibenaknya.

"Dia dengan mudahnya membunuh orang lain tanpa merasa bersalah."

"Aku tahu... walau begitu kami juga membutuhkan bantuannya demi menyelamatkan negara ini."

"Apa maksudmu? Dan juga siapa paman ini? Lalu bagaimana paman tahu tentangku?"

Pertanyaan itu tanpa sadar terlontar begitu saja dari mulutnya.

"Benar juga, namaku Albert, aku pemimpin dari badan khusus yang dibuat pemerintahan Indonesia bernama Badan Penanggulangan Serangan Gaib."

"Paman bercanda?"

Chapter 03 : Gadis Berambut Hitam

Atas pernyataan Riki, Albert sedikit tertawa ragu.

"Kedengarannya cukup mencurigakan bukan, tapi hal itulah yang kami lakukan... walau penanggulangan gaib, yang kami lakukan hanyalah berburu siluman."

Keheningan sesaat terasa diantara keduanya.

"Siluman? Makhluk tak kasat mata menyerupai setan ataupun iblis."

"Benar, dalam kasusnya mereka tak kasat mata tapi ini mungkin akan merubah pendapatmu."

Albert mengeluarkan tablet dari balik jasnya yang mana ia berikan pada Riki.

"Lihatlah baik-baik."

"Mustahil."

"Itulah kenyataannya."

Di dalam layar itu terdapat sebuah makhluk menyerupai harimau dengan tubuh manusia.

Ia sedang menyerang para polisi yang mengejarnya, cakarnya yang tajam mencabik-cabik setiap tubuh polisi dengan mudahnya lalu mengeluarkan isi organ dalam mereka bahkan kekuatannya mampu mengangkat mobil untuk dilemparkan pada musuhnya.

"Video ini diambil kemarin... saat Mai datang ke lokasi, mahkluk ini sudah menghilang," kata Albert sesudah menerima tabletnya kembali.

"Apa-apaan itu, kulihat peluru tidak mempan padanya."

"Masalahnya hanya orang yang mempunyai kekuatan spiritual saja yang mampu mengalahkannya, sulit menemukan mereka karena begitu jarang. Contohnya Nina, kemampuan Nina bisa mengetahui orang yang mempunyai kekuatan spiritual, dia juga bisa membuat senjata spiritualnya juga."

"Itu benar walau kamu lemah, aku bisa melihat kekuatan spiritualmu jauh lebih kuat dari siapapun."

"Aku hanya manusia biasa.... tunggu dulu, apa selama ini kalian mengawasiku, pantas saja aku merasa diikuti."

Ini alasan kenapa gadis itu sudah mengetahui namanya, alasan kenapa dia juga ada di sana saat dia dibully.

"Haha maaf soal itu... jadi Riki, maukah kau bergabung dengan kami?"

"Aku ini hanya orang lemah, setiap hari hanya bisa dipukuli."

"Kau salah.... jangan menilai dirimu seperti itu, jauh di lubuk hatimu kau ini sangat kuat. Aku menjaminnya."

"Tapi..."

"Ini demi umat manusia."

Albert berkata penuh semangat.

"Aku ingin bertanya satu hal, kenapa para siluman itu menyerang manusia?"

"Dugaan kami mereka ingin mempertahankan eksistensi tubuh mereka di dunia ini, awalnya siluman adalah makhluk tak kasat mata... dengan membunuh manusia maupun memakannya tubuh mereka akan memiliki bentuk fisik seperti itu."

Albert berhenti sejenak lalu melanjutkan

"Dengan kata lain tubuh nyata."

"Mereka akan membunuh sampai umat manusia punah," suara itu berasal dari gadis yang masuk melewati jendela.

"Gunakan pintu Mai," protes Albert.

"Merepotkan," gumam Mai tanpa terdengar siapapun.

"Kau sudah sembuh Riki?"

Mai mengabaikan keberadaan Albert dan berjalan mendekat ke arah Riki.

"Kau membunuh mereka semua?"

"Memangnya kenapa? Itu kesalahan mereka... maaf saja, jika kau meminta permintaan maaf dariku, aku tidak akan melakukannya."

Riki sedikit merasa menyayangkan kejadian itu tapi di dalam lubuk hatinya juga dia merasa bahwa gadis ini telah menyelamatkannya juga.

"Menurutmu apa itu nyawa?" tanya Riki.

"Sesuatu yang berharga."

"Lalu kenapa kau membunuh mereka."

"Dengar Riki... manusia adalah makhluk yang kejam, mereka hanyalah orang munafik yang menipu orang lain demi keuntungannya sendiri, membunuh, merampok, mencuri itulah dasar sifat manusia, dimana mereka berada kejahatan akan selalu ada, bisakah kau mengerti. Orang baik akan menjadi jahat dan orang jahat tidak akan menjadi baik karena itu aku hanya membalas mereka sesuai apa yang kuyakin."

"Jadi dengan alasan itu kau membunuh siapapun yang menghalangimu."

"Begitulah dan bisa saja ketiga orang bodoh itu akan membunuhmu di masa depan, aku hanya mencabut akar permasalahanmu lebih awal."

Nina hanya mendesah pelan tanpa melakukan apapun lagi.

Riki berkata ke arah Albert.

"Paman, aku akan menerima tawaranmu.. jika ada kesempatan bahwa aku bisa menjadi kuat maka aku akan melakukannya, aku sudah lelah melarikan diri..."

Dia diam sejenak sebelum melanjutkan.

"Terlebih Mai hanya perlu orang yang mampu menghentikannya dalam bertindak hal ceroboh bukan."

Albert mengangguk mengiyakan sebelum Nina memotong dengan teriakan kecil.

"Dia datang."

Mereka menyadari bahwa sebuah kepala sudah jatuh ke sprei yang dipakai Riki.

Semua orang mengerenyitkan alisnya.

"Makhluk ini... makhluk yang sama dalam video," ucap Riki.

Dia tiba-tiba muncul untuk berusaha menyergap Mai dari belakang, namun tebasan Mai jauh lebih cepat darinya dan hanya menghasilkan bunuh diri untuknya.

Mai berjalan ke jendela dengan katana yang sudah disarungkan kembali.

"Senang kalau aku tidak perlu bekerja sendirian lagi, sampai nanti di markas."

"Gunakan pintu," kata Albert memaksa.

"Ah, itu merepotkan."

Mai melompat keluar jendela hingga keberadaannya menghilang seutuhnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!