Salju pertama mulai turun di langit kota Birmingham, Inggris menandakan musim dingin akan segera di mulai. Seorang wanita tengah berjalan santai sepulang bekerja. Wanita itu memilih berjalan kaki karena ingin menikmati salju pertama yang turun di kota ini. Dia adalah Kimberly Allen atau yang selalu di sapa Kimmy, seorang wanita berusia 27 tahun yang berprofesi sebagai seorang psikolog. Ia merupakan salah satu psikolog yang terkenal dan profesional di negara Ratu Elizabeth itu.
"Aku suka saat salju pertama turun," Kimberly tersenyum seraya merekatkan mantelnya yang menandakan suhu perlahan turun ke titik terendah.
Sejurus kemudian, tatapan matanya menyipit. Ia melihat sebuah mobil yang tak asing tengah terparkir di jalanan yang cukup sepi.
"Bukankah itu mobil dia?" Kimberly menatap plat mobil itu dengan seksama sembari berjalan mendekat. Kimberly berdiri tepat di belakang mobil itu. Gadis berambut blonde itu melihat mobil berwarna hitam di hadapannya bergoyang ke kanan dan ke kiri.
"Oh sayang, kamu memang sangat gila!" Terdengar suara racauan seorang wanita dari dalam mobil.
Terdengar mereka meracau lagi satu sama lain sebagai bentuk kenikmatan atas aktifitas yang tengah mereka lakukan.
Kimberly melihat ke kaca. Ia pun sangat terkejut dengan adegan panas yang ada di dalam mobil. Sejurus kemudian, wanita cantik itu tersenyum. Ia tak mau menyia-nyiakan momen itu. Kimmy merogoh tasnya dan mengeluarkan ponsel pintar miliknya.
"Aku ingin tahu bagaimana ekspresi papa saat melihat video ini!" Kimmy mulai menyalakan ponselnya dan masuk ke menu kamera. Kimmy diam-diam merekam aksi tak senonoh pria dan wanita yang sedang berkeringat bersama itu. Kimmy tersenyum senang, ia begitu puas dengan apa yang ia rekam.
"Ini hari keberuntunganku!" Kimmy bersuka cita.
Puas merekam, Kimmy memasukan kembali ponselnya ke dalam tas. Ia pun meneruskan perjalanannya lagi untuk sampai di rumahnya. Kimmy bersenandung kecil seakan menggambarkan suasana hatinya kini.
Saat tiba di rumahnya, Kimmy segera memberikan hasil rekamannya hari ini kepada ayahnya. Ayahnya yang bernama Kaivan Allen begitu geram melihat video yang diperlihatkan putrinya. Dahinya berkerut, matanya menajam seiring dengan naiknya emosi yang bergemuruh di dada pria setengah baya itu.
"Bagaimana, Pa? Apa kau masih ingin meneruskan menjodohkanku dengan pria itu?" Kimmy menyilangkan kakinya. Wajahnya seakan mendapatkan jackpot malam ini.
"Tentu saja tidak. Papa akan membatalkan perjodohan kalian malam ini juga!" Kai segera mengambil ponselnya untuk membatalkan perjodohan putri bungsunya dengan putra rekan bisnisnya itu.
Kimmy tersenyum senang. Ini memang tujuannya. Ia tidak ingin dirinya dijodohkan dengan siapa pun. Bukan tanpa alasan, ia selalu di tekan untuk menikah karena menurut kedua orang tuanya, Kimmy sudah cukup matang untuk menikah.
Pernikahan bukanlah keinginan Kimmy, terlebih profesinya sebagai seorang psikolog membuatnya semakin memandang buruk pernikahan. Ia banyak sekali mendengar curhatan pasien-pasiennya tentang rumah tangga yang berujung dengan kesakitan fisik maupun mental. Kimmy memandang jika pernikahan hanya akan menyulitkan dirinya dan juga hidupnya.
Kimmy merasa hidupnya kini sudah bahagia. Lagi pula, Kimmy berpikir bahwa ia sudah mendapatkan semuanya. Kasih sayang kedua orang tua dan orang-orang di dekatnya baginya sudah cukup saat ini. Kimmy juga tidak perlu memusingkan masalah finansial, karena dari segi materi, dirinya tidak kekurangan itu. Terlebih Kimmy sudah cukup dengan bekerja sebagai psikolog ternama.
"Kim?" Panggil Kai saat Kimmy akan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar miliknya.
"Apa, Pa?" Kimmy menghentikan langkahnya.
"Terima kasih sudah memberi tahu Papa," Kai menghargai tindakan putrinya. Bagaimana pun ia amat bersyukur karena ia tidak salah menikahkan putrinya dengan pria itu.
"Sama-sama, Pa. Papa tahu kan insting Kim selalu benar. Dia bukan pria yang baik untuk Kim. Jadi, papa berhenti mencari lagi pria-pria untuk Kim ya?" Kimmy tersenyum sarkistik kepada ayahnya itu.
"Papa akan berhenti mencari pria-pria dengan syarat kamu mengenalkan pria pilihanmu kepada papa," Kai memutuskan.
"Tapi, Pa. Kimmy sedang tidak terlibat asmara dengan siapapun. Pa, biarkan Kimmy untuk menikmati kehidupan Kimmy," Kimmy mulai merasa jengah.
Kai perlahan berjalan mendekat ke arah putri cantiknya itu.
"Sayang, usia Papa sudah tidak lagi muda, Nak. Kelak jika papa tidak ada, siapa yang akan menjagamu, hmmm?" Kai mengelus pipi Kimmy lembut.
"Papa, Kimmy bisa menjaga diri Kimmy sendiri," Kimmy menangkup tangan Kai yang kini tengah mengusap pipinya. Gerakan Kai terhenti. Ia menurukan tangannya.
"Sayang, manusia pada dasarnya tidak bisa sendiri. Ada masanya kamu membutuhkan seseorang untuk bertukar cerita, untuk menemanimu 24 jam. Untuk saling menggores kenangan baik baik suka maupun duka. Kamu tidak bisa hidup sendiri, Kim. Papa ingin sebelum papa tiada, kamu sudah menemukan belahan jiwamu," air mata tampak menggenang di pelupuk mata Kai.
Jika ditanya, Kai sudah cukup merasa lelah memberikan pengertian kepada anak gadisnya. Akan tetapi, hati Kimmy seolah membatu. Kai memberikan kesempatan ribuan kali agar putrinya mau membawa pria. Akan tetapi, hal itu tidak kunjung terjadi. Maka dari itu, Kai memutuskan langkah tegas dengan menjodohkan Kimberly dengan putra-putra koleganya.
Kimmy sudah pernah berkonsultasi kepada teman sejawatnya mengenai ketakutannya. Alhasil, temannya menduga Kimmy mengalami trauma yang berujung pada ketakutan akan pernikahan dan juga ketakutan terhadap komitmen. Alasan lain Kai selalu memaksa Kimmy untuk menikah adalah karena Kai berharap Kimmy bisa menemukan pria yang bisa menyembuhkan phobianya itu.
"Papa tidak usah khawatir! Kimmy baik-baik saja walau tanpa pria di samping Kimmy," Kimmy mengusap wajah ayahnya lembut. Dalam hatinya ia tidak tega melihat kegundahan sang ayah. Bagaimana pun Kai melakukan hal itu untuk kebaikan putrinya.
****
Dua minggu kemudian, Kai membawa kabar kepada Kimmy bahwa ia akan segera bertemu dengan anak koleganya. Ya, Kai sekali lagi menjodohkan Kimmy dengan pria yang sudah ia kenal seluk beluknya dengan baik.
"Pa, Kimmy tidak mau!" Kimmy menolak.
"Keputusan Papa sudah final. Bulan depan adalah pernikahanmu dengannya!" Kai memutuskan.
"Pa!!!" Kimmy berdiri dari duduknya.
"Keputusan Papa tidak akan bisa digugat!" Kai menegaskan.
"Papa kira pernikahan itu permainan?" Air mata merembes di mata Kimmy. Ia berlari kemudian masuk ke dalam kamarnya.
"Sayang, apa tidak terlalu mendadak?" Ibu Kimmy yang bernama Alula menghampiri suaminya.
"Kamu tidak perlu khawatir, sayang ! Aku sudah benar-benar memeriksa pria yang akan menjadi calon suami Kimmy. Semuanya sesuai kriteria dan keinginan kita. Dan yang terpenting dia adalah pria yang baik. Aku sudah memastikan semuanya," Kai menjelaskan.
Alula masih resah, ia takut suaminya salah mengambil keputusan seperti calon Kimmy yang kemarin.
"Apa tidak apa menjodohkan Kimmy dengan pria yang tidak ia cinta?" Alula tampak semakin khawatir. Ia mer*emas jari-jarinya.
"Cinta akan datang karena terbiasa," Kai menjawab.
"Siapa nama pria itu?" Alula bertanya masih dengan nada yang khawatir.
"Namanya Galvin Weems putra dari Adam Weems. Selain perjodohan, Adam adalah rekan bisnis yang sangat menguntungkan untuk perusahaan kita," jawab Kai.
"Jadi, kau melakukan ini semua demi bisnis?" Alula tampak kecewa. Ia memandang mata cokelat suaminya dengan bersedih.
"Bukan begitu. Hanya saja kita bisa mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Pertama memberikan pria untuk putri kita yang tidak pernah mau membuka hati, kedua hubungan kita dengan rekan bisnis pun akan semakin baik," jelas Kai dengan suara lembut akan tetapi berwibawa.
"Baiklah, kalau begitu aku akan mengurus pernikahan putri kita," Alula berlalu dari hadapan Kai. Ia akan mengurus semua kebutuhan pernikahan putrinya yang sangat mendadak bak tahu bulat itu.
Kimberly menatap pantulan dirinya di cermin. Saat ini ia sedang mencoba gaun pengantin di butik desaigner ternama. Hari pernikahannya akan di gelar dua hari lagi dan itu semakin membuat Kimberly resah.
Penolakannya terhadap pernikahan ini nyatanya berbuntut sia-sia, karena keputusan sang ayah tidak akan bisa diganggu gugat. Sebagai anak, Kimmy hanya bisa menurut, karena bagaimana pun dirinya tidak ingin membuat Kai dan Alula bersedih. Kimmy hanya perlu menikah, lalu menunggu beberapa saat untuk mengakhiri pernikahan itu. Begitu pikirnya.
"Kim, kau suka, Nak?" Tanya Alula saat dirinya menatap putrinya yang sedang mencoba gaun pengantin.
"Suka saja, biar cepat," Kimmy melengos. Dia tidak begitu bersemangat. Alula hanya menghembuskan nafasnya berat.
"Kim, setelah fitting gaun pengantin, kau harus bertemu dengan Galvin. Kalian akan menikah, tapi kau belum pernah bertemu satu sama lain," Alula membantu melepaskan gaun pernikahan Kimmy dari tubuhnya di kamar ganti.
"Malas, Ma!" Kimmy langsung memakai pakaiannya lagi.
"Nak, kau selalu saja menolak saat akan bertemu dengan Galvin. Bagaimana bisa kau mencoba untuk mencintainya?" Alula sudah kehabisan kata untuk membujuk putri bungsunya.
"mencintai? Aku tidak berselera," Kimmy mengambil ponsel dengan kamera seperti boba dari tasnya.
"Kim, Mama mohon, Nak. Sekali ini saja," Alula terduduk di samping Kimmy dengan raut wajah lelah.
Dirinya memang cukup lelah setiap hari harus membujuk putrinya untuk melakukan pendekatan dengan Galvin. Belum lagi mengurus segala persiapan pernikahan Kimmy.
"Sekali ini saja. Turuti apa mau Mama!" Alula tak patah arang.
"Kimmy sudah menuruti permintaan kalian untuk menikah dengan pria itu, Ma. Apa itu belum cukup?" Kimmy berkata sambil memainkan ponselnya.
"Kim, taruh ponselmu!" Titah Alula tegas. Alula begitu tidak suka jika lawan bicaranya memainkan ponsel disaat dirinya berbicara.
Kimmy pun langsung berhenti memainkan ponselnya dan membuang nafasnya berat.
"Sebenarnya apa yang kalian inginkan?" Kimmy menatap Alula dengan sedih. Matanya tampak berkaca-kaca.
"Mama dan papa ingin kau menemukan teman hidupmu, Nak. Kami ingin kau menikah dan mendapatkan pasangan hidup. Kami ingin kau bahagia, sayang," Alula mengelus pipi putrinya dengan sayang.
Setetes air mata Kimmy meluncur dari mata indahnya. Ia segera mengusap air mata itu.
"Tidak. Kalian bukan ingin melihat Kimmy bahagia. Tapi papa dan mama ingin melihat Kimmy menderita. Bayangkan saja, Ma! Kimmy harus menikahi pria yang tidak Kimmy cintai dan tidak mencintai Kimmy. Apa itu sebuah kebahagiaan?" Kimmy menatap mata ibunya dengan dalam.
"Kalau tidak dengan cara seperti ini, kau tidak akan menikah, sayang. Lagi pula mama dan-"
"Ya, mama dan papa dulu tidak saling mencintai, lalu pada akhirnya bisa saling mencintai dan bahagia," potong Kimmy cepat.
"Tapi apakah kalian yakin, hidup Kimmy bakal seperti mama dan papa yang pada akhirnya saling mencintai dan bahagia? Lagi pula ini England, Ma. Tidak menikah pun itu tidak masalah," Kimmy terus memberikan alasan logisnya.
"Kita tidak akan pernah tahu jika tidak mencoba," Alula memalingkan wajahnya dari bertatapan dengan Kimmy. Ia takut pertahanan dirinya roboh dan luluh dengan perkataan putrinya. Ia memang harus melakukan ini agar Kimmy bisa menikah dan membuka hati untuk seorang pria.
"Jadi, menurut mama pernikahan itu bisa coba-coba?" Kimmy terus menatap Alula yang menghindari tatapannya.
"Bukan itu maksud mama, Nak! Mengapa kau tak kunjung mengerti?" Alula menaikan suaranya. Ia menatap putrinya dengan marah. Kemudian wanita paruh baya itu berdiri dari duduknya.
"Acara pernikahanmu dua hari lagi, Kim. Undangan sudah tersebar. Mama tidak ingin kau mengacaukannya. Mama tunggu kamu di mobil," Alula pergi meninggalkan Kimmy sendirian.
"Ya tuhan!" Kimmy mengusap wajahnya dengan kasar.
****
Sementara di tempat lain, sahabat dari Kai yang bernama Nino mendatangi Kai di kantor perusahaan milik ayah Kimmy itu.
"Kai?" Teriak Nino saat ia melihat Kai masuk ke dalam ruangan kerjanya.
"Kau tidak berubah," Kai menggelengkan kepalanya saat mendapati Nino sudah duduk di dalam ruangan kerjanya. Ya, saking sudah dalamnya persahabatan itu, mereka bisa keluar masuk ke dalam ruangan kerja masing-masing. Kai kemudian duduk di samping Nino dan memencet dahinya yang sedikit pusing.
"Kau kenapa, Kai?" Nino tertawa melihat raut wajah sahabatnya itu.
"Ya, kau pasti tahu kan alasannya," Kai menyenderkan punggungnya.
"Masalah Kimmy? Hari pernikahan dia tinggal dua hari lagi. Seharusnya kau fokus menyiapkan pernikahan putrimu, bukannya sibuk bekerja."
"Aku lelah melihat pertengkaran istriku dengan Kimmy, jadi aku ke kantor saja," Kai menatap langit-langit ruang kerjanya.
"Sudah ku bilang, lebih baik kau nikahkan Kimmy dengan Archie, anakku," Nino berkata dengan serius.
"Aku sangat ingin. Akan tetapi, putramu sudah memiliki kekasih. Aku tidak ingin menghancurkan sebuah hubungan," Kai memberikan alasan.
"Kai, kau tidak tahu siapa kekasih putraku. Dia gadis matrealistis yang selalu memoroti Archie. Kekasih putraku hanya mencintai uang dan uang. Kau tidak amnesia kan? Bahkan Archie baru saja membelikan gadis itu sebuah jet pribadi," Nino tampak tak suka ketika membicarakan perihal kekasih putranya.
"Aku tidak heran jika banyak wanita yang memoroti dan mengejar putramu. Archie sekarang adalah pengusaha penyedia layanan asuransi terbesar di negara ini. Siapa wanita yang tidak mengejarnya?" Kai bergumam.
"Putrimu," jawab Nino dengan pendek. Kai pun tertawa mendengar ucapan sahabatnya.
"Tapi putramu tidak mencintai putriku," senyuman di wajah Kai menyurut.
"Itu bisa diatur. Jika saja kau menyerahkan semuanya padaku. Aku pasti bisa membereskan semuanya," Nino berkata dengan enteng.
"Dengan cara memisahkan Archie dengan kekasihnya?" Kai menoleh ke arah Nino.
"Tentu saja. Sejujurnya aku tidak pernah merestui hubungan mereka. Kekasih Archie terlalu memanfaatkan putraku. Andai saja aku mendapat menantu seperti Kim," Nino berharap.
"Bukankah cinta itu buta? Archie bisa mencintai kekasihnya karena cinta itu kadang bisa mengalahkan logika," Kai tertawa.
"Lagi pula itu tidak mungkin. Pernikahan putriku dua hari lagi," lanjut Kai seraya Kai meluruskan tubuhnya.
"Ya, sepertinya itu tidak mungkin," Nino menghela nafas.
"Apakah kau yakin Galvin Weems putra dari Adam Weems pria yang baik untuk Kim?" Tanya Nino dengan khawatir. Pasalnya ia pernah memiliki masalah dengan ayah Galvin Weems yang bernama Adam.
"Aku sudah memeriksa semuanya," jawab Kai singkat.
"Kau yakin? Bagaimana jika orang suruhanmu itu dibayar oleh Adam Weems?" Nino memberikan analisanya.
"Tidak mungkin. Aku yakin seyakin-yakinnya," tidak ada keraguan dalam suara Kai.
"Baiklah jika kau sudah memastikannya."
Mereka pun berbincang ke topik yang lain, hingga tidak terasa matahari sudah tenggelam. Mereka pun kembali ke peraduannya masing-masing.
Sesampainya di kediaman miliknya, Nino langsung masuk ke dalam kamar putra sulungnya. Di sana Archie tengah berkutat dengan beberapa pekerjaan yang belum selesai.
"Sudah pulang, Pa?" Archie langsung tahu siapa yang masuk ke dalam kamarnya.
"Ya, kau lihatnya bagaimana? Jika belum pulang, papa tidak akan masuk ke dalam kamarmu," Nino berkata dengan gemas. Sementara putranya tidak menyahut dan terus fokus pada beberapa dokumen di tangannya dan laptop miliknya.
"Archie?" Panggil Nino dengan serius.
"Iya, Pa?" Archie menjawab tanpa menatap ke arah ayahnya. Matanya masih fokus kepada lembar demi lembar dokumen yang ada di tangannya. Sesekali Archie mengetik dokumen itu di laptop miliknya.
"Cari tuxedo untuk pernikahan Kimmy!" Perintah Nino.
"Sepertinya aku tidak akan ikut, Pa. Pekerjaanku masih banyak," Archie mendongkak dan menatap Nino.
"Simpan dulu pekerjaanmu! Pernikahan Kim hanya satu kali. Lagi pula tidak enak kepada paman Kai jika kau tidak hadir. Sempatkan datang walau sebentar, ya?" Nino memaksa.
Archie pun diam untuk berpikir dan menimbang-nimbang.
"Baiklah, Pa," Archie pun menyetujui. Lagi pula ia tidak enak kepada keluarga Kimmy jika dirinya tidak hadir dalam pesta.
"Persiapkan pakaian terbaikmu!" Perintah Nino sambil tersenyum kemudian keluar dari kamar putranya.
Dua hari kemudian...
Sebelum berangkat bekerja, Archie terlebih dahulu mendatangi tempat kerja kekasihnya. Kekasih dari Archie bernama Flowi Brandie. Flowi berprofesi sebagai pembawa berita di negara kerajaan itu. Flowi terkenal akan kecantikannya dan keluwesannya saat membawakan berita. Dia amat di elu-elukan oleh kaum adam karena kecantikannya yang begitu memukau. Tak heran, jika dirinya laris manis di rekrut oleh stasiun tv kenamaan di Inggris.
"Beruntungnya aku!" Archie menatap kagum pada Flowi yang sedang bersiap untuk shooting membawakan berita.
"Babe, kau ke sini?" Flowi yang melihat Archie langsung berlari kecil mendatangi kekasihnya. Gerakannya seolah seperti Balerina yang sedang menari.
"Iya," wajah Archie tak henti menyunggingkan senyuman.
"Ada apa kau ke sini pagi-pagi? Tumben sekali!" Flowi mencium pipi Archie dengan gemas.
"Aku ingin mengajakmu ke pesta pernikahan seseorang malam ini. Sahabat papaku menikahkan putrinya," beri tahu Archie. Mereka terduduk di sebuah sofa di ruangan yang cukup sepi.
"Oh begitu. Tapi, babe-" Flowi menggantung kata-katanya.
"Ada apa? Apa ada masalah?" Archie bertanya dengan khawatir.
"Bukan, bukan itu," Flowi mer*mas jari-jarinya.
"Ada apa? Bicaralah, Flo!" Archie mengambil tangan Flowi.
"Aku tidak punya baju, tas dan sepatu. Kedua orang tuamu sepertinya tidak menyukaiku. Maka dari itu, aku harus berpenampilan semenarik mungkin agar mereka terkesima dan menerimaku. Tapi sayangnya, aku tidak punya baju. Semua baju yang kau belikan sudah cukup luntur. Aku mencucinya terlalu sering," Flowi berkata dengan sedih.
"Oh itu. Aku kira apa," Archie tersenyum lega. Kemudian, Archie mengambil dompet miliknya.
"Ini kartu kredit tanpa limit. Belilah apa yang kau mau! Kau bebas memakainya. Berdandanlah yang cantik untuk nanti malam!" Archie memberikan kartu sakti itu kepada Flowi.
"Babe, terima kasih!" Flowi bersorak dengan gembira. Ia memeluk Archie dengan senang.
"Katakan saja apa yang kau butuhkan. Aku pasti akan memberikannya," Archie mengelus rambut Flowi dengan sayang. Sementara Flowi tersenyum penuh kemenangan sembari melihat kartu milik Archie dengan berbinar.
Selesai mendatangi kekasihnya, Archie pun pergi ke kantor miliknya. Semua orang yang melihat dirinya menunduk hormat. Ya, Archie adalah seorang Chief Exceutive Officer (CEO) sekaligus founder sebuah perusahaan penyedia layanan asuransi terbesar di negara Inggris. Bisnisnya ini sudah ditekuni semenjak ia lulus dari perguruan tinggi. Berkat kecerdasan dan ketekunan Archie, perusahaan miliknya dapat berkembang dan sukses dalam waktu singkat.
"Pagi, tuan Archie!" Seorang petugas front office mendatangi Archie.
"Iya?" Archie menoleh.
"Ini ada titipan dari tuan Nino," petugas itu memberikan bingkisan kepada bosnya itu.
"Baiklah, terima kasih," Archie mengambil bingkisan itu dengan heran. Ia langsung berjalan ke arah lift dan memencet angka 5.
"Isinya apa? Mengapa papa tidak memberikannya di rumah?" Archie merasa heran sendiri dengan sikap ayahnya. Tapi ia tidak mempersoalkan, karena kelakuan ayahnya memang tidak bisa ditebak.
Pintu lift terbuka. Archie langsung masuk ke dalam ruangannya. Pria itu menaruh bingkisan dari Nino di atas meja. Ia bermain ponsel sebentar untuk mengabari Flowi jika dirinya sudah sampai di kantor. Setelah puas bermain ponsel, Archie kemudian membuka bingkisan itu.
"Ini pakaian yang harus kau kenakan nanti malam. Mama yang menyiapkannya, tolong hargai mama!" Archie membaca sebuah pesan yang tertulis di secarcik kertas kecil. Rupanya itu adalah tulisan ibunya yang bernama Tifanny.
"Jadi, ini bingkisan dari papa atau mama?" Archie menggaruk rambutnya dengan bingung.
"Ini aneh," Archie melihat ke arah pakaian yang dibungkus dengan rapi. Bingkisan dari orang tuanya memang berisi pakaian yang harus Archie gunakan nanti malam.
"Mengapa gayanya seperti ini? Seperti aku mempelai prianya?" Archie merasa bingung. Tapi ia tidak memikirkan lebih lanjut, karena Archie berpikir pasti banyak yang berpakaian seperti dirinya nanti.
****
Kimmy saat ini sedang di make up oleh seorang MUA yang terkenal. MUA ini sering kali dipakai oleh Royal Family (keluarga kerajaan Inggris). Kimmy hanya diam menatap dirinya di pantulan cermin. Tidak ada kebahagiaan dalam raut wanita berambut blonde itu.
"Ini terlalu dipaksakan," Kimmy bergumam.
"Aku tidak menyukai Galvin," lanjutnya lagi.
Ingatannya berputar saat dirinya bertemu dengan Galvin dua hari yang lalu. Kimmy diantar oleh ibunya untuk tahap penjajakan dengan Galvin. Saat mereka bertemu, Galvin merokok di hadapan Kimmy. Suara Galvin terngiang-ngiang.
"Kau harus terbiasa ya? Mantan-mantan kekasihku tidak pernah mempermasalahkan asap rokok," ucap Galvin saat melihat ekspresi tak nyaman dari Kimmy.
Kimmy membuang nafasnya kasar saat mengingat kejadian itu. Bagaimana bisa ia satu rumah dan seatap dengan seorang perokok berat, sementara dirinya sangatlah anti asap rokok? Galvin pun sempat menggodanya dan mengatakan Kimmy harus bersiap untuk malam pertama mereka.
"Membayangkannya saja sudah membuatku kesal!" Kimmy mengepalkan tangannya.
"Selesai. Kau sangat cantik!" Puji sang MUA seraya tersenyum puas melihat hasil riasannya. Kemudian MUA itu merapikan peralatan make upnya.
Kimmy hanya tersenyum kecil. Ia memilih untuk menunggu di ruang make up saja. Tak berselang lama, Kai dan Alula datang. Mereka berkata jika para tamu sudah hadir. Tangan Kimmy pun di gandeng oleh cinta pertamanya yang tak lain adalah ayahnya sendiri. Mereka berjalan dengan pelan menuju tengah Hadingham Kastil. Sesekali, Kai meyusut air mata yang menitik dari matanya. Ia merasa sedih, senang, terharu dan berbagai perasaan lain saat putri bungsunya akan melepas masa lajang.
Nino dan istrinya yang bernama Tifanny menatap Kimberly yang sangat cantik dengan gaun berwarna putih.
"Ngomong-ngomong di mana putra kita?" Tanya Nino kepada istrinya.
"Aku di sini," jawab Archie yang tiba-tiba muncul di belakang kedua orang tuanya.
"Mengapa lama sekali, Nak?" Tifanny menatap putranya.
"Di mana kekasihmu?" Untuk pertama kalinya Nino bertanya mengenai keberadaan Flowi.
"Aku tidak tahu pasti. Tapi saat aku ke rumahnya, asisten rumah tangganya berkata jika Flowi ada pekerjaan dadakan. Ponselnya saja tidak bisa aku hubungi," keluh Archie.
Nino pun tersenyum mendengar ucapan Archie.
"Oh begitu. Sayang sekali dia tidak hadir," Nino berpura-pura perihatin.
"Sayang, Kimmy cantik ya?" Tifanny menatap Kimberly. Raut wajah gadis itu sama sekali sendu.
"Iya. Dia cantik sekali!" Archie menjawab. Ia memang melihat Kimberly sangat cantik malam ini.
"Pengantin prianya belum datang?" Tanya Archie saat ia tidak melihat mempelai pria di tengah kastil.
"Iya. Ke mana mempelai prianya?" Nino menatap spot kastil.
Sementara Kai bertanya-tanya mengapa Galvin dan keluarganya belum terlihat di tempat acara.
Seorang MC yang mengatur rundown pernikahan Kimmy pun memberikan para tamu undangan pengertian. MC itu juga menyuruh Kai dan Kim untuk terduduk terlebih dahulu.
Perlahan senyuman di wajah Kimmy mengembang. Ia terus berdoa di dalam hati, semoga saja Galvin tidak datang dan pernikahan mereka batal. Kai berdiri dari duduknya. Ia mulai gusar saat belum melihat satu pun kehadiran keluarga calon besannya. Kai mengambil ponsel di saku celananya. Ia segera memerintahkan orang-orangnya untuk mencari tahu keberadaan Galvin dan keluarganya.
Visual Flowi
Source : Instagram
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!