NovelToon NovelToon

My Boss BASTARD

Part 01

Bugh!

“Agrhhhhhhhhhhh....” teriak lelaki botak berperut buncit. Ketika wanita yang ingin ia jamah tubuhnya menendang perutnya kasar.

Melihat tubuh tua bangkai terjerembap ke lantai. Kiko langsung bangkit dari kasur. Merapikan pakaiannya yang masih ia kenakan. Menyambar pistol milik si botak. Yang tergeletak di meja. Berlari mendekati pintu.

.

Tawa seseorang memekakkan telinga. Kiko menoleh. Dilihatnya tua bangkai itu, berpegangan pada dipan kasur untuk membantunya berdiri.

'Sial ternyata pintu dikunci dari luar' batinnya ketika sadar jika pintu tidak bisa di buka. Setelah ia memutar kunci.

Ia diam sejenak berpikir. Matanya menatap tajam ke arah si botak.

“Jangan bergerak! Atau ku pecahkan kepalamu....” Wanita itu menarik pelatuk pistol dengan moncong revolver mengarah ke kepala si botak.

Jarak tujuh langkah, si botak mangkat tangannya pasrah. Memaki.

Kiko berjalan mengendap-endap ke arah laci yang ada di samping ranjang. Dengan moncong senjata yang masih mengarah ke kepala si botak.

Ketika ia berhasil mengambil teko. Ia kembali berjalan mundur ke arah pintu. Dengan tatapan tajam, bersiap menarik pelatuk. Ketika si botak berani melangkahkan kakinya.

“Diam!” ancamnya dengan tangan kiri yang berhasil menuangkan isi teko tepat di depan pintu.

Wanita itu tersenyum sinis, ibu tirinya telah salah. Karena berani menjualnya untuk melunasi hutang yang alamarhum ayahnya tinggalkan.

Kiko segera merapatkan tubuhnya di samping pintu. Menarik nafas dalam-dalam. Tersenyum sinis sebelum akhirnya.

Dor! Peluru yang keluar dari pistol mengenai mata kaki tua bangkai.

“Agrhhhh!” teriaknya terjatuh di kasur.

Mendengar suara tembakan dari kamar bosnya. Tiga bodyguard yang berdiri di depan. Segera membuka kunci, mendobraknya kasar.

Brak!. Ketiganya terpeleset, air yang menggenang di bibir pintu.

“Agrh sialan!” maki bodyguard berambut putih yang ditindih oleh rekan lainnya.

Kiko yang berdiri di samping pintu. Ia langsung melakahi punggung bodyguard. Berlari keluar.

Sebelum si botak berteriak, memberikan perintah. “CEPAT KEJAR....”

Tiga bodyguard itu langsung bangkit. Berlarian menengok ke kanan kiri. Dilihatnya Kiko berlari ke kanan.

“KEJAR...” Salah satu bodyguard. Memberikan perintah.

Suara langkah kaki mengisi koridor hotel. Kiko menoleh, nafasnya memburu. Mendapati tiga bodyguard berlari cepat kearahnya.

Bruk. Tak sengaja tubuhnya menatap cleaning service. Yang membawa alat pel membuat pistol yang ada di tangannya terlepas.

“Maaf-maaf!” Kiko menangkupkan kedua tangannya. Tidak sempat mengambil pistol. Ia segera berlari cepat belok ke kiri. Membuat tiga bodyguard itu tidak terlihat lagi.

“Tolong ...tolong saya,” ujarnya sembari mendorong satu persatu pintu kamar hotel. Berharap ada pintu yang tidak dikunci.

“Sial kenapa enggak ada pintu yang terbuka,” umpatnya kesal.

Dari kejauhan ia melihat seorang pria baru masuk ke dalam kamar 105.

Dengan nafas tersengal-sengal, Ia mempercepat larinya. Sebelum bodyguard itu muncul di belakangnya.

BRAKKKK....

Kiko mendorong pintu kasar. Membuat tubuhnya masuk sempoyongan karena pintu belum sempat dikunci.

Pria yang tadi melempar jas keranjang. Menoleh, ketika pintu kamarnya dibuka kasar. Matanya membulat mendapati wanita berbaju seksi dengan rambut acak-acakan sedang mengunci pintu.

“KELUAR SIAPA YANG MEMBERIMU IZIN MASUK KAMAR SAYA!” teriaknya menghampiri Kiko. Pria itu menarik pergelangan tangan Kiko kasar. Membuat tubuh Dan berbalik, kearahnya.

Di luar kamar hotel, tiga bodyguard si botak. Berdiri di depan pintu kamar nomor 105.

“Damn ...kemana wanita itu....” maki salah satu bodyguard yang bisa didengar Kiko.

“Lancang sekali Anda berani memasuki kamar saya. Sekarang cepat KELUAR....” bentak pria itu mencekal tangan Kiko. Sembari memutar kunci.

“P-pak! Saya mohon tolong sa-saya,” mohon Kiko memelankan suara, menangkupkan telapak tangannya berharap.

Pria berwajah datar kelelahan itu. Melepaskan cengkeraman tangannya. Ketika kepalanya berdenyut.

“Keluar cepat keluar....” Dengan suara serak pria itu, memijat pelipisnya.

Melihat daun pintu terbuka sedikit. Kiko buru-buru menendang pintu.

Brak pintu tertutup rapat.

Dua bodyguard yang masih di depan pintu menoleh.

Bersamaan dengan itu satu bodyguard. Berlari tergopoh-gopoh dengan nafas terengah-engah.

“Setelah gua lihat dari CCTV, wanita itu masuk ke kamar 105 atau 104 gitu.” Infonya dengan dada naik turun. Mengusap peluh di dahi.

Dua bodyguard langsung menatap nomor pintu. Yang ada di depannya.

“Jadi yang benar yang mana?” tanya bodyguard berambut putih.

“105. Coba saja....”

Kiko menggigit kuku-nya, berpikir. Dengan posisi kaki yang masih mengganjal pintu. Cemas.

“Saya mohon Pak, tolongin saya. Bapak tega lihat saya nelangsa,” katanya memasang wajah melas.

“Saya tidak peduli dengan masalah kamu dan orang yang ada di luar. Mereka mencarimu’kan?” cetus pria itu menyingkirkan kaki Kiko. Segera memutar kunci yang tadi sempat dikunci Kiko kembali.

Melihat hal itu Kiko langsung bersimpuh di kaki pria itu.

“Pak saya dijual ibu tiri saya, saya enggak mau Pak jadi kupu-kupu malam...” Memeluk kaki pria itu penuh harap.

“J-jadi saya mohon P-pak. Tolong saya, kali ini saja Pak!" ujarnya mengiba penuh harap.

Pria itu menghembuskan nafas kasar. Ingin angkat bicara, namun sebelum itu. Teriakan mengglegar dari luar. Membuatnya menatap pintu datar.

“BUKAK SAYA TAHU KAMU DIDALAM!”

Kiko bangkit dari bersimpuhnya. Menarik lengan pria yang ada di depannya kasar. Menuju kasur, dan segera mematikan lampu. Seketika suasana menjadi temaram.

“Apa yang kau lakukan?” tanya pria itu heran.

Kiko tidak menjawab ia justru membaringkan tubuhnya dikasur.

““Kita pura-pura tidur Pak!” ajaknya menggeser tubuhnya sedikit, agar pria yang masih mematung itu bisa merebahkan tubuh di sampingnya.

Mau tidak mau pria itu mengikuti perintah, wanita yang tidak ia ketahui namanya.

Cepat Kiko menarik selimut untuk menutup tubuh mereka. Ketika pria berwajah datar itu tidur dengan posisi miring menatapnya dalam.

Kiko menelan ludahnya kasar. Ketika tiba-tiba saja pria itu menediihi tubuhnya.

“P-pak mau ngapain?” pekiknya tersekat.

Part 02

“Push up....”

“I-iya ta-hu, ta-tapi ke-kenapa di atas tubuh saya?” Kiko mencekam seprei kuat, tubuhnya kaku. Wajah pucat, saat tubuh pria di atasnya berkali-kali menyentuh tubuhnya.

“Tidak ada cara lain, tidak ada enam puluh detik. Mungkin mereka bisa mendobrak pintu,” sahutnya kesal, ketika harus melakukan push up. Ditempat yang empuk.

Brak! Brak! Brak.

Dobrakkan yang dilakukan tiga bodyguard itu. Membuat pria itu, menjulurkan kepalanya keluar selimut.

“Ini menyiksa saya Pak!” protes Kiko memukul pinggangnya.

Cepat pria itu menarik selimut menutupi kepalanya kembali.

“Kau pikir hanya kau yang tersiksa?” sergahnya menundukkan kepalanya, menatap Kiko yang berkeringat.

Padahal suhu AC ada di batas maksimal. Namun entah mengapa dua orang yang ada di dalam selimut. Berkeringat.

BRAKKKK! Pintu berhasil dibuka.

Pria itu mempercepat push upnya. Nafasnya memburu, dahinya yang dipenuhi oleh keringat. Menetes di wajah Kiko.

Ketika posisi tubuhnya ke bawah. Ia berbisik di telinga Kiko, agar membukan kancing kemejanya. Namun ditolak mentah-mentah dengan gelengan cepat. Ia yang kesal, kembali mempercepat gerakan push upnya. Meskipun situasinya engap. Karena satu selimut dengan seorang wanita.

“Pelan-pelan!” protes Kiko barusan membuat tiga bodyguard. Yang memegang pistol dengan posisi berjaga-jaga. Menoleh ke arah ranjang.

Dalam keadaan temaram, tiga bodyguard itu menatap ke arah ranjang. Ketiganya meneguk ludahnya kasar. Mendapati selimut naik turun.

“Medasahlah,” pintanya disela keringat mulai membasahi seluruh tubuhnya.

Kiko menggeleng, meremas seprai semakin kuat. Ia tidak mau, sebab itu bisa memancing. Hasrat seksual pria di atasnya.

“Eughhhh” Pria itu mengerang panjang. Menatap Kiko tajam.

Kiko menggigit bibir bawahnya. Sebab kali ini dialah yang mendominasi rangsangan seksual, yang kian membuncah. Ketika pria di atasnya mengerang.

Tiga bodyguard itu saling tatap. Bergidik ngeri.

“Lakukan cepat, saya tidak mau orang yang mengejarmu. Menyingkap selimut. Bisa-bisa reputasi saya bisa rusak. Jika wajah saya dikenali mereka,” gumamnya yang terdengar jelas di telinga Kiko. Namun tidak di telinga bodyguard yang berdiri mematung, berusaha melangkahkan kakinya mendekati ranjang, namun kaku.

Kiko menarik nafas dalam-dalam. Mencoba mendesah sebagaimana, perintah pria berambut hitam.

“Semakin kencang, jangan medasah saja. Buat ucapan yang membuat orang yang mengejarmu yakin. Jika yang ada di kamar ini bukan kamu.” Entah berapa kali ia melakukan push up naik turun. Ia tak peduli, yang penting tiga bodyguard yang mengejar Kiko segera keluar.

“Pelan ...pelan Mas .. agrhhhhhhhhhhh ...aku tahu. Aku tadi sempat menolak.” Mendesah sejenak. Menarik nafas, dan berkata, “Ini pertama bagiku. Tidak tahu denganmu.”

Pria itu mengumpat kalimat terakhir Kiko.

“Rasakan ini!” geramnya mencekik leher Kiko. Membuat gadis itu berteriak histeris.

Melihat pergulatan yang tidak wajar. Salah satu bodyguard itu mengajak temannya pergi.

“Sepertinya kita salah kamar, mereka pasangan gila....” Monolognya di akhir kalimat. Meninggalkan kamar membanting pintu kasar.

“Cepat menyingkir dari posisi laknat ini....” Kiko mengeram memukul dada pria itu. Yang hanya diam menyunggingkan senyum sinis. Sembari menyibak selimut hingga punggung.

“Siapa namamu?”

“Kepo, kau cepat minggir.” Kiko mendorong tubuhnya. Hal itu justru membuatnya semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Kiko.

“Baiklah kalau tidak mau memberi tahu. Saya punya panggilan yang cocok sesuai karaktermu,” ujarnya berguling ke kiri. Menatap atap kamar. Diam sejenak, berusaha mengatur napasnya.

Kiko segera bangkit dari tidurnya. Namun belum sempat ia turun ke ranjang. Pria itu mencekal tangannya kasar. Membuat tubuhnya kembali terjatuh di samping pria berambut hitam.

“Kadrun! Ya itu cocok untukmu,” ujarnya setelah berpikir lama. Ia memiringkan badannya.

Kiko menelan ludahnya kasar. Situasi saat ini justru lebih menakutkan. Ketimbang di bawah selimut.

Pria itu menyelipkan rambutnya yang menutupi wajah, ke daun telinga.

Kiko terdiam membeku.

“Pikiranmu terlalu sempit, untuk memikirkan. Bagaimana caranya keluar dari situasi tersulit. “ Menjitak kening Kiko keras. Kiko meringis mengusap dahinya, tak berani membantah.

“Keluar dari kandang macan masuk kandang singa. Apa kau tidak berpikir dahulu sebelum melakukan sesuatu?” tanyanya memegang dagu Kiko. Digoyang-goyang sedikit, sejurus kemudian ia mulai mendekatkan bibirnya dengan bibir milik Kiko. Ia tersenyum menyeringai. Melihat kegugupan pada Kiko. Cepat IA menghempaskan dagu Kiko dengan kasar, berangsur duduk. Menyandarkan punggungnya dikepala ranjang. Tatapan lurus ke arah tembok.

Bersamaan dengan itu Kiko juga langsung duduk.

“Menerobos kamar seorang pria. Mengajaknya tidur. Apa tidak terpikirkan olehmu. Bagaimana seandainya jika pria itu memiliki istri? Kau bisa merusak rumah tangga orang Kadrun! Bukan hanya itu, kau juga bisa membahayakan dirimu.” Mendengus kesal menyayangkan sikap Kiko.

Pelajaran hidup yang ia lewati serta umurnya sudah matang. Membuatnya berpikir rasional serta mampu mengontrol dirinya sendiri. Meskipun tak di pungkiri. Ketika berada di bawah selimut, hasratnya sebagai pria normal terpancing.

Namun ia ingat, jika ia kelepasan. Banyak orang yang kecewa dan rugi. Karena kejadian one night di hotel dengan wanita yang tidak ia kenal. Salah satunya dirinya sendiri. Ia tidak mau merusak reputasi yang ia bangun dari dulu. Dengan meniduri wanita, yang bukan istrinya.

“Bersyukurlah, Tuhan mempertemukan kau dengan orang baik seperti saya. Yang tidak mau mengambil kesempatan.” Pria itu bangkit dari duduknya mengambil jasnya.

Menatap Kiko yang menunduk dalam.

“Kau perempuan pembawa sial. Hampir saja reputasi saya hancur. Karena kau juga ...saya telat melakukan pertemuan dengan orang penting.”

“Ingat, apa yang saya lakukan malam ini. Tidak ada kata GRATIS! Kau harus membayarnya, jika kita bertemu lagi.” Merapikan jasnya berjalan mengelilingi ranjang. Menekan dagu Kiko, membuat wanita itu mendongak. Meneliti wajah Kiko.

“Sepertinya menyenangkan, jika saya menjadikan kau istri ketiga. Atau mau jadi simpanan saja?“ terkekeh geli mendengar pilihan yang tidak masuk akal keluar dari mulutnya.

Kiko menelan ludahnya, menggeleng tidak mau. Sekalipun pria yang ada di depannya gagah dan menggugah selera.

“Gimana? Kau setuju?”

“Aku tidak mau,” bentak Kiko yang justru membuat. Pria itu mendorong tubuhnya.

“K-kau mau apa?” teriak Kiko ketika pria berwajah datar itu kembali menindihnya.

“GAVI...” Suara cempreng perempuan dari luar. Membuat Gavi menarik selimut. Untuk menutupi tubuhnya dengan tubuh Kiko.

Part 03

Gavi menatap Kiko yang ada di bawahnya. Bibir Kiko yang ranum, membangunkan gairahnya. Pria itu mendekatkan bibirnya ke bibir Kiko.

Melihat hal itu Kiko langsung memejamkan matanya. Seolah siap menerima ******* dari pria yang baru ia ketahui bernama 'Gavi'

Gavi tersenyum sinis.

“Kau boleh memunculkan diri. Jika saya sudah keluar,” bisiknya pelan.

Kerek.... pintu terbuka. Gavi segera berdiri. Menutupi tubuh Kiko dengan selimut. Merapikan jasnya. Matanya tertuju ke perempuan yang memakai blazer dengan tatanan rambut diikat tinggi. Melangkah masuk.

“Kau ngapain, lama banget?” tanya perempuan itu. Suasana kamar yang remang-remang. Membuatnya merogoh tas, mengambil ponsel. Menyalakan lampu senternya. Mengarah ke arah Gavi.

Gavi menggaruk tengkuknya, ia tampak berpikir, mencari jawaban yang tepat.

“Ketiduran.”

“Tidak masuk akal.” Terkekeh tak percaya. Kini senter ponselnya ia arahkan ke ranjang. Yang terlihat berantakan bak kapal pecah. Ia mengerutkan keningnya, mendapati gundukan tinggi melintang di tengah kasur.

Perempuan itu menatap Gavi tajam, curiga. Rasa penasarannya membuat ia melangkah lebih cepat. Tangannya terulur ingin menarik selimut.

Namun sejurus kemudian Gavi mencekal pergelangan tangannya, menyeretnya menjauhi ranjang.

“Apa yang kau sembunyikan? Wanita?” tebaknya dengan tatapan yang masih ke arah ranjang. Sekalipun Gavi terus menarik tangannya kasar.

“Katakan.”

“Tidak ada, jangan banyak bicara. Itu hanya guling,” sergah Gavi menutup pintu kasar.

Mendengar pintu tertutup. Kiko yang ada di bawah selimut. Langsung bangkit. Menyibak selimut kasar.

“Sial kenapa gua mikir lelaki itu akan mencium sih. Terus ngapain juga pakai nawari gua ... jadi istri ke tiganya. Atau simpanan, sialan ... memangnya gua cewek murahan apa? ” jeritnya menjambak rambutnya kasar. Tidak terima.

“Tapi siapa wanita yang baru saja masuk ke kamar ini. Apa dia istrinya? Tapi istri yang ke berapa?” Kiko menerawang jauh. Bergidik ngeri, ketika tiba-tiba sekelebat bayangan. Seandainya ia menerima tawaran Gavi untuk menjadi istri ketiga atau hanya simpanan semata.

“Mentang-mentang namaku Kiko, pakai mau dijadikan simpanan. Sorry enggak level....”

Kiko turun dari ranjang, berjalan menuju pintu. Berseloroh ria. Meniru iklan yang sering ia jumpai di televisi. “Maa ...minta kiko....”

“Tuhan semoga Engkau tak mempertemukanku dengan Gavi....”

\*\*\*

“Gav lu nyembunyin sesuatu kan? Ayo jawab,” todong Meggie berjalan tergesa-gesa, berusaha menyejajarkan langkahnya dengan langkah lebar milik Gavi.

Gavi tidak menyahut, pria itu semakin mempercepat langkahnya. Tatapannya tertuju pada ponsel. Tak mengindahkan tuduhan Meggie.

“Jangan-jangan lu tadi habis bercocok tanam ya Gav? Lu nyembunyin wanita di kamar kan? Apa dari BO?"

Tuduhan terakhir dari Meggie membuatnya mengumpat.

“Lu enggak usah meracau kemana-mana. Mau gua batalkan pernikahan lu?” ancam Gavi kepada asisten pribadinya.

“Eh ....ya jangan dong Gav! Enak aja, ini masalah pribadi di luar kerjaan. Lu enggak punya hak melakukan diskriminasi terhadap percintaan gua,” cecar Meggie masuk lift tak berisik. Kecuali dirinya dan Gavi.

“Tapi enggak apa-apa sih, kalau lu melakukan itu. Siap-siap saja kehilangan asisten yang multitalentd. Gua yakin ...lu enggak akan nemu yang kayak gua lagi. Mau melakukan apapun ...meski itu di luar kerjaan.”

“Bahkan saat waktu libur saja, masih lu usik. Meggie cepat ke rumah. Meggie lakukan ini. Meggie ...Meggie dan hanya Meggie ...saat dalam kondisi urgent. Sampai-sampai gua mau kissing sama calon suami. Gatot ... gara-gara lu telepon. Punya bos model lu itu musibah.”

Gavi terkekeh geli mendengar ocehan yang berisi keluh kesah asistennya. Yang telah bekerja lama dengannya.

“Tapi sebanding dengan gaji yang kita sepakati’kan?” balas Gavi berdasar dipojok lift. Memasukkan ponselnya ke saku celana.

“Enggak sebanding dengan kerjaan gua. Sebelum menikah apa gua harus risent? Enggak ke bayang mau honeymoon dapat telepon dari lu.” Melipat tangannya ke dada dengan bibir tak henti-hentinya mencibir atasannya. Namun disaat itu pula tak sengaja matanya menemukan sesuatu tanda di kemeja bosnya. Cepat ia menyibak jas Gavi. Memastikan Apa yang dilihat benar?

“Gavi....” suaranya tercekat, menatap bosnya.

“Ini lipstik siapa?” Tunjuknya menekan dada Gavi.

Gavi langsung menundukkan kepalanya. Matanya membulat sempurna, mendapati tanda merah di kemejanya.

Kini ingatannya kembali, ketika dadanya membentur bibir Kiko. Karena teriakan Meggie.

“Hem bau parfum cewek lagi,” beo Meggie mengendus kemeja Gavi.

Wajah Gavi tampak gugup. “Hayo ... apa yang kau lakukan? Satu jam loh ...gua nunggu lu. Di tempat pertemuan. Eh bosnya malah enggak datang. Benar dugaan gua ...lu BO diam-diam kan?”

“Ngawur,” sergah Gavi tidak terima.

Meggie melengos. Mencibit.

“Enggak kebayang si kalau sampai Kenny, melihat noda lipstik di kemeja kerjamu. Bisa-bisa pulang lu langsung di interogasi atau malah di banting.” Meggie geleng-geleng ngeri.

Membayangkan reaksi Kenny. Ketika mencium aroma parfum wanita serta lipstik yang menempel di kemeja Gavi.

Apa benda di rumah akan beterbangan?

“Gua laporin kenakalan lu ke Kenny, bilangnya ke Banten ada pertemuan! Eh enggak tahunya pindah haluan,” ancam Meggie segera keluar dari lift. Ketika lift tidak. Cepat ia mencari nomor telepon seseorang di ponselnya.

“Meg ...hey dengerin dulu,” seru Gavi dari belakang, berlari kecil mengejar asistennya.

“Jangan coba-coba laporin hal ini ke Kenny. Sumpah gua enggak, melakukan apapun. Seperti yang lu tuduhkan.” Menarik bahu Meggie agar berhenti. Namun perempuan itu mengibaskan tangannya. Berlari menjauh, keluar hotel.

“Demi Tuhan, Megg gua enggak bercocok tanam.” teriak Gavi berlari mengejar Meggie. Bersimpangan dengan beberapa orang .

“Bucin kebanyakan tingkah,” cetus Meggie.

Gavi menjambak rambutnya kasar. Ketika Meggie yang berjalan mendahului. Meletakkan ponselnya ke daun telinga.

“Lu akan nyesel Megg, bilang kejadian ini ke Kenny. Bukan hanya gua yang dapat masalah. Lu juga akan di interogasi mati-matian. Karena lu ...yang bersama gua malam ini. Lu akan dijadikan saksi Megg, bisa saja status lu naik jadi tersangka.”

Peringatan telak dari belakang. Membuat Meggie mematikan telepon, ketika nada sambung terhubung.

“Keluarga beringas, kenapa gua harus terjebak menjadi bawahan lu Gav....”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!